Sunteți pe pagina 1din 11

1.

1 Dental Unit Waterlines

Menurut American Dental Association (ADA) tahun 1995, jumlah

mikroorganisme yang digunakan pada perawatan dental yang sampai ke pasien

terus berkembang. Pada prosedur bedah non bedah, air yang sampai ke pasien

mengandung >200 colony forming unit/ml (cfu/ml). Namun pada 2008 ADA

memutuskan bahwa jumlah koloni yang dapat digunakan dalam terapi non bedah

adalah ≤500 CFU/Ml. Hal tersebut direkomendasikan oleh Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) sesuai dengan standar air munum yang ditetapkan

oleh Environmental Protection Agency (EPA).

Dental Unit Waterline harus dipertahankan secara teratur untuk menjaga

jumlah mikroorganisme yang optimal dalam air. Mikroorganisme yang terdapat

pada selang yang sempit dapat menyebabkan terjadinya biofilm dan akan

menyebabkan bau dimana hal tersebut dapat merugikan pasien terutama pasien

lanjut usia dan pasien immunocompromised.

Dental Unit Waterline harus dipertahankan dengan beberapa cara, antara lain:

1. Peningkatan kualitas air

Pada Dental Unit Waterline harus dikalukan flushing atau pembilasan setiap

hari sebelum digunakan untuk perawatan dental, untuk mencegah

perkembangan bakteri. Terdapat beberapa langkah untuk peningkatan kualitas

air tersebut, yaitu:

1. Penampungan air independent.

2. Chemical treatment regimens.


3. Sistem perawatan sumber air.

4. Pengeringan dan pembersihan setiap hari.

5. Menggunakan penyaring/filtration.

6. Menggunakan katup anti retraksi

2. Monitoring kualitas air

Kegiatan ini harus dijadwalkan secara teratur. Cara ini merupakan suatu

cara yang sederhana dan murah untuk mempertahankan kualitas air.

3. Penggunaan irigasi bedah steril

Pada perawatan bedah, tidak digunakan air pada dental unit waterline,

melainkan air steril seperti saline steril atau aquades.

4. Pelatihan dan edukasi

Latihan dan edukasi ini dilakukan kepada praktisi dental dalam menghadapi

kontaminasi mikroorganisme dan biofilm pada dental unit waterline dan

meningkatkan kualitas air.

1.2 Pengelolaan Limbah Praktik Dokter Gigi

1.2.1 Limbah Medis dan Limbah Non Medis

Dalam kegiatan praktik dokter gigi mengeluarkan limbah nonmedis dan

limbah medis. Limbah nonmedis adalah semua limbah diluar limbah medis yang

dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor/ administrasi, unit perlengkapan,


ruang tunggu, ruang inap, unit gizi/dapur, halaman parkir, taman, dan unit

pelayanan.limbah. Sedangkan menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis

buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana

dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehataan bagi pengunjung,

masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai limbah klinis

atau limbah medis. Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,

veterinary, farmasi atau yang sejenisnya serta limbah ayng dihasilkan rumah sakit

pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.

Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat

digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik,

farmasi, kimia, radio aktif dan limbah plastik.

1. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,

sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit.

Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan

gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang

mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan

beracun atau radio aktif.

2. Limbah Infeksius

Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang

memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan

dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang

isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain : sampah
mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang

terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah pembedahan,

limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi (medical waste).

3. Limbah Jaringan Tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan,

placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan

autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan

hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

4. Limbah Citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin

terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau

tindakan terapi citotoksik. Limbah yang terdapat limbah citotoksik didalamnya

harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000°c.

5. Limbah Farmasi

Limbah farmasi berasal dari yaitu obat-obatan kadaluwarsa, obat-

obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah

terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien,

obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah

hasil produksi obat-obatan.

6. Limbah Kimia

Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,

vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi

limbah farmasi dan limbah citotoksik


7. Limbah Radio Aktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio

isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal

limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan

bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.

8. Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah

sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable

yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

1.2.2 Pengelolaan Limbah Praktik Dokter Gigi

Pengelolaan limbah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-

beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari yaitu:

1. Pengurangan dan Pemisahan

Pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit harus melakukan

reduksi limbah dimulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi

penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan

pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan

melakukan :

1) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum

membelinya.

2) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

3) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik dari pada secara kimiawi.


4) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan

perawatan dan kebersihan.

5) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi

limbah bahan berbahaya dan beracun.

6) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.

7) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk

menghindari kadaluarsa.

8) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.

9) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh

distributor.

Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat

dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan

sampah. (Dekpes. RI, 2004)

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses

yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan yaitu

kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume

dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari

penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari

berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2. Penampungan

Penampungan sampah biasanya ditampung di tempat produksi di

tempat produksi sampah untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya
disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang

disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah

sebaiknya tidak dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama. Penyimpanan

limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling

lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam (Depkes RI, 2004).

Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi

persyaratan minimal sebagai berikut (Depkes RI, 2002) :

1) bahan tidak mudah karat

2) kedap air, terutama untuk menampung sampah basah

3) tertutup rapat

4) mudah dibersihkan

5) mudah dikosongkan atau diangkut

6) tidak menimbulkan bising

7) tahan terhadap benda tajam dan runcing.

Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk

memudahkan pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut

membantu membungkus sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi

kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat

sehingga memberi rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah.

Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan

standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang

bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.

986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang


biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol

citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol

radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan

“domestik”.

Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah

laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang

dibungkus agar petugas pengangkut sampah tidak cidera oleh benda tajam yang

menonjol dari bungkus sampah. Kantong plastik diangkat setiap hari atau

kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi sampah . Untuk benda-benda tajam

hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton

yang aman (Depkes RI, 2004).

Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu

diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan sampah di laboratorium yaitu

tempat penampungan sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera,

sampah yang basah dengan solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan

solvent dan mencegah timbulnya api dan tempat penampungan dari logam

untuk sampah yang mudah terbakar.

Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan

sampah yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil

mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar

mungkin perlu disediakan alat cuci mekanis. Pencucian ini sebaiknya

dilakukan setiap pengosongan atau sebelum tampak kotor. Dengan

menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi pencucian. Setelah


dicuci sebaiknya dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila terdapat kerusakan

dan mungkin perlu diganti.

3. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan

eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke

tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam

pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah

diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi

dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat

pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur

pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur

tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis

diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4. Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis

tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang

berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang

berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical

waste) yang mungkin diterapkan adalah:

1. Incinerasi, yaitu upaya mereduksi sampah medis dengan cara

membakarnya pada suhu 850 ˚C – 1000 ˚C (Manyele et. al., 2012).

Insinerasi mengkonversi material sampah menjadi bottom ash, flue gases,


partikulat, dan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi

listrik. Penggunaan insinerator untuk mengolah sampah medis masih

banyak digunakan di negara maju (Shaaban, 2007).

2. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving pada kondisi uap jenuh bersuhu

121C.

3. Sterilisasi dengan gas. Gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau

formaldehyde.

4. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia

sebagai desinfektan.

5. Radiasi dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti 60C.

KEGIATAN PRODUKSI LIMBAH

Perawatan Alat suntik, tabung infus, kasa, kateter, sarung tangan,

masker, bungkus/botol obat.

Bedah Alat suntik, tabung infus, kasa, kateter, sarung tangan,

masker, bungkus/botol obat, pisau bedah, jaringan

tubuh, kantong darah.

Laboratorium Alat suntik, pot sputum, pot urine/faeces, reagent,

chemicals, kaca slide.

Poliklinik Alat suntik, tabung infus, kasa, kateter, sarung tangan,

masker, bungkus/botol obat.


Farmasi Dos, botol obat plastik/kaca, bungkus plastik, kertas,

obat kedaluarsa, sisa obat.

Radiologi Cartrige film, film, sarung tangan , kertas, plastik.

IGD Alat suntik, tabung infus , kasa, kateter, sarung

tangan, masker, bungkus/botol obat.

Dapur Sisa bahan makanan (sayur, daging, tulang, bulu), sisa

makanan, kertas, plastik bungkus.

Laundry Kantong plastic.

Kantor Sisa bahan makanan (sayur, daging, tulang,

bulu,dlsb), sisa makanan, kertas, plastik bungkus.

KM / WC Pembalut, sabun, odol.

Tabel 2.1. Produksi Limbah

S-ar putea să vă placă și