Sunteți pe pagina 1din 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian

atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan

gejalanya bervariasi pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley,

2011; Mahadeva et al., 2012). Kumpulan gejala ini dikenal dengan

istilah sindroma dispepsia yang terdiri atas keluhan rasa tidak nyaman di

perut bagian atas, mual, muntah, kembung, cepat merasa kenyang, rasa

perut penuh, dan sendawa (Djojoningrat, 2014a).

Dispepsia merupakan gangguan yang sering ditemui dimasyarakat

dan menjadi salah satu alasan tersering penderita melakukan

konsultasi ke dokter umum (Jones et al., 1990). Diperkirakan sekitar

30% kasus dijumpai pada praktek dokter umum dan 60% kasus pada

praktek gastroenterologi (Djojoningrat, 2014a).

Data dari pustaka Negara Barat prevalensi dispepsia sekitar 7-41%,

tetapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis (Djojoningrat,

2014a). Populasi Amerika Serikat yang terkena dispepsia adalah 25%

dari total penduduknya per tahun dan hanya 5% dari jumlah penderita

tersebut yang mengunjungi dokter layanan primer (Hu et al., 2002).

Penelitian serupa dilakukan pada tahun 2015 didapatkan 71,4%

pasien memiliki kualitas hidup buruk dan hanya 28,6% memiliki kua

1
litas hidup baik (Sari, 2015). Dampak dispepsia dapat terlihat dari

cukup tingginya angka absensi yaitu sekitar 30% penderita dispepsia

dilaporkan tidak masuk kerja atau sekolah ketika gejala dispepsia

menyerang (Mahadeva dan Goh, 2006).

Tingkat stres yang dialami seseorang dapat diukur dengan

menggunakan kuesioner Depression Anxiety Stres Scale (DASS 42)

(Lovibond dan Lovibond,1995a). Kualitas hidup seseorang juga dapat

diukur dengan kuesioner. Salah satu kuesioner yang dapat digunakan

adalah Short Form-36 (SF-36) (Krančiukaitė dan RastenytėD, 2006;

Ware dan Sherbourne, 1992).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Dispepsia ?

2. Apa saja penyebab Dispepsia ?

3. Jelaskan Patofisiologi da WOC dari Dispepsia

4. Apa saja tanda dan gejala Dispepsia ?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Dispepsia ?

6. Apa saja penatalaksanaan pada penyakit Dispepsia ?

7. Jelaskan tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Penyakit

Dispepsia ?

2
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN: DISPEPSIA

A. Konsep Dasar Medik


1. Anatomi dan Fisiologi Lambung
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas
tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk
tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa.
Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung
terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung
terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung
terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus
bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya
aliran balik isis usus halus kedalam lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :


1. lapisan peritoneal luar yang merupakan
lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan
:
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan
otot esophagus.

3
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta
membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan
berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah
melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh
darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas
banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang
karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini
dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang
ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar
ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di
fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik
memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells
mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam
suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan
faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B
12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan
mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan
dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik
untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain
yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit,
terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari
abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus
gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini
4
sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan
pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan
ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri
yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah
epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan
sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa
(meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati,
empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau
trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang
mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting
dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas
tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat
mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari
lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian
lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.

5
b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 –
3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene
utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air.
Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein
dirobah menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air,
alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam
lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam
lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam
duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari
fundus ke pylorus.

6
2. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia
(Mansjoer, 2000).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yg tak mengenyangkan sesudah
makan, yg berhubungan dgn mual, sendawa, nyeri ulu hati & mungkin kram
& begah perut. Kerap kali kali diperberat karena makanan yg berbumbu,
berlemak / makanan berserat cukup tinggi, & karena asupan kafein yg
berlebihan, dyspepsia tiada kelainan lain menunjukkan adanya gangguan
fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari


rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia
(Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Batasa dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya
kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional,
atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas
penyebabnya.

7
3. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara
berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan

4. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres,
pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya
kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata
membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

8
Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok,
tumor/kanker saluran pencernaan, stres

Erosi dan ulcerasi Peningkatan Timbulnya tanda dan


mukosa lambung produksi HCL gejala klinik gangguan
sistem cerna

Pelepasan mediator
kimia (bradikinin, Impuls ke fleksus meissner ke Perubahan status
histamin, nervus vagus kesehatan
prostaglandin)

Kurang informasi
Merangsang medulla oblongata
Nosiceptor

Impuls kefleksus miesenterikus Kurang pengetahuan


pada dinding lambung tentang penyakitnya
Saraf afferen

Anoreksia, mual Stressor

Thalamus

Intake kurang muntah

Corteks cerebri Cemas

Nyeri
Nutrisi Kurang Perubahan
kesimbangan cairan
dan elektrolit

9
5. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

6. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan
pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

7. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol,
makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan
stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan
terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti

10
karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa
sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam
lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam
lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

8. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama,
seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya
merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu
dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu
diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik,
diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di
saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis
terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras
ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran
endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu
penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat

11
digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat
dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 %
kasus.

12
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
c. Alasan utama datang ke rumah sakit
d. Keluhan utama (saat pengkajian) :Pasien datang kerumah sakit
biasanya dengan keluhan nyeri perut, rasa pedih di ulu hati
e. Riwayat kesehatan sekarang : Saat dikaji biasanya pasien mengeluh
nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu
makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di
dada dan perut, regurgitasi
f. Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya berisikan tentang penyakit yang
di deritanya dahulu dan pernah masuk rumah sakit atau tidak
g. Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya berisikan riwayat penyakit
keturunan dan genogram pasien
h. Pengkajian Fisik
 Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal
hygiene dan lain-lain.
 Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan,
pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain
 Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan
mata, alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek,
pupil, respon cahaya, dan lain-lain.
 Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan
jalan napas, dan lain-lain.

13
 Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi
jantung, kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
 Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu,
orientasi tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
 Sistem gastrointestinal: kurang nafsu makan, keluhan mual dan
adanya nyeri tekan di abdomen
 Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara
jalan, kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman
tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.
 Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar,
kemerahan, dan lain-lain.
 Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum,
testis, prostat, payudara, dan lain-lain.
 Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK,
vesika urinaria.

14

2. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan.
a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan
kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya
ras nyeri

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya 1. Berguna dalam pengawasan
(skala 0 – 10) kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
2. Dengan posisi semi-fowler
2. Berikan istirahat dengan posisi dapat menghilangkan
semifowler tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi
telentang
3. dapat menghilangkan nyeri
3. Anjurkan klien untuk akut/hebat dan menurunkan
menghindari makanan yang aktivitas peristaltik
dapat meningkatkan kerja asam 4. mencegah terjadinya perih
lambung pada ulu hati/epigastrium
4. Anjurkan klien untuk tetap 5. sebagai indikator untuk
mengatur waktu makannya melanjutkan intervensi
berikutnya
5. Observasi TTV tiap 24 jam 6. Mengurangi rasa nyeri atau

15
dapat terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri
6. Diskusikan dan ajarkan teknik dan mempermudah
relaksasi kerjasama dengan intervensi
7. Kolaborasi dengan pemberian terapi lain
obat analgesik

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman
kebutuhan nutrisi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan 1. Untuk mengidentifikasi
dan haluaran tiap jam secara indikasi/perkembangan dari
adekuat hasil yang diharapkan
2. Timbang BB klien 2. Membantu menentukan
keseimbangan cairan yang
tepat
3. Berikan makanan sedikit tapi 3. meminimalkan anoreksia,
sering dan mengurangi iritasi gaster
4. Berguna dalam
4. Catat status nutrisi paasien: mendefinisikan derajat
turgor kulit, timbang berat masalah dan intervensi yang
badan, integritas mukosa tepat Berguna dalam
mulut, kemampuan menelan, pengawasan kefektifan obat,
adanya bising usus, riwayat kemajuan penyembuhan
mual/rnuntah atau diare. 5. Membantu intervensi
5. Kaji pola diet klien yang kebutuhan yang spesifik,

16
disukai/tidak disukai. meningkatkan intake diet
klien.
6. Mengukur keefektifan nutrisi
6. Monitor intake dan output dan cairan
secara periodik. 7. Dapat menentukan jenis diet
Catat adanya anoreksia, mual, dan mengidentifikasi
muntah, dan tetapkan jika ada pemecahan masalah untuk
hubungannya dengan medikasi. meningkatkan intake nutrisi.
Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar
(BAB).

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan adanya mual, muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang
perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan
cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor
kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan nadi, 1. Indikator keadekuatan
pengisian kapiler, status volume sirkulasi perifer dan
membran mukosa, turgor kulit hidrasi seluler
2. Awasi jumlah dan tipe masukan
cairan, ukur haluaran urine 2. Klien tidak mengkomsumsi
dengan akurat cairan sama sekali
mengakibatkan dehidrasi
atau mengganti cairan untuk
masukan kalori yang
berdampak pada

17
3. Diskusikan strategi untuk keseimbangan elektrolit
menghentikan muntah dan 3. Membantu klien menerima
penggunaan laksatif/diuretik perasaan bahwa akibat
muntah dan atau penggunaan
laksatif/diuretik mencegah
kehilangan cairan lanjut
4. Identifikasi rencana untuk 4. Melibatkan klien dalam
meningkatkan/mempertahanka rencana untuk memperbaiki
n keseimbangan cairan optimal keseimbangan untuk berhasil
misalnya : jadwal masukan 5. Tindakan daruat untuk
cairan memperbaiki ketidak
5. Berikan/awasi hiperalimentasi seimbangan cairan elektroli
IV

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya


Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan
penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan
pemahaman tentang penyakitnya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana
tingkat kecemasan yang
dirasakan oleh klien sehingga
memudahkan dlam tindakan
selanjutnya
2. Klien merasa ada yang
2. Berikan dorongan dan berikan memperhatikan sehingga
waktu untuk mengungkapkan klien merasa aman dalam
pikiran dan dengarkan semua segala hal tundakan yang
keluhannya diberikan

18
3. Jelaskan semua prosedur dan 3. Klien memahami dan
pengobatan mengerti tentang prosedur
sehingga mau bekejasama
dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang
4. Berikan dorongan spiritual diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu
Tuhan Yang Maha Esa.

5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian
terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil
perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan
pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dyspepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari nyeri
rasa tidak nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat
kenyang dan sering bersendawa. Boiasanya berhubungan dengan pola makan
yang tidak teratur, makan makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi,
obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress.
Dengan pola makan yang teratur dan memilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar tinggi, cabai, alcohol dan pantang
merokok. Bila harus makan obat karna sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala
maka minum obat secara wajar dan tidak menggangu fungsi lambung.

DAFTAR PUSTAKA

20
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8),
EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,
Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan,


(Edisi III), EGC, Jakarta.

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

21

S-ar putea să vă placă și