Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan derajat kesehatan masyarakat suatu negara ataupun dalam suatu daerah dapat dilihat
dari kejadian kematian dalam masyarakatnya dari waktu ke waktu. Kejadian kematian ini juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan serta program
pembangunan di sektor kesehatan (Depkes RI, 2006). Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia kematian maternal merupakan jumlah wanita yang meninggal karena kematian yang
berhubungan dengan gangguan kehamilan maupun penanganannya, tetapi bukan karena kecelakaan
atau kebetulan selama masa kehamilan, melahirkan serta masa nifas tanpa memperhitungkan masa
kehamilannya per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Menurut Chalik (2008) plasenta previa
lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun.
Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan angka kejadian plasenta previa.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian
Ibu (AKI) sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup pada priode tahun 2003 sampai 2007. Pada tahun
2009 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil
survei tersebut terlihat adanya peningkatan angka kematian ibu di Indonesia (Depkes RI, 2009). Angka
kematian ibu selama tahun 2006 sebanyak 237 per 100.000 kelahiran hidup. Dari total 4.726 kasus
plasenta previa pada tahun 2005 didapati 40 orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI,
2005). Sedangkan pada tahun 2006 dari total 4.409 kasus plasenta previa didapati 36 orang ibu
meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2006).
Plasenta previa adalah plasenta yang melekat pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan diatas usia 28 minggu
tanpa ada nyeri (Chalik, 2008). Penyebab terjadinya plasenta previa secara pasti sulit ditentukan namun
ada beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi
dan usia diatas 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut hasil penelitian wardana (2007),
plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan (multipara) dari pada ibu
yang baru pertama kali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk
mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia >40 tahun berisiko 2,6
kali untuk terjadinya plasenta previa. (Santoso. 2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan
ganda dari pada kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Ibu yang
mempunyai riwayat secsio sesaria minimal satu kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta
previa pada kehamilan selanjutnya. (Santoso, 2008)
Persalinan seksio sesarea merupakan metode persalinan yang menjadi pilihan pada penderita plasenta
previa. Seksio sesarea merupakan salah satu faktor penting untuk menurunkan angka kematian ibu
maupun janin (Decherney, Nathan, goodwin, Laufer, 2007). Persalinan seksio sesarea juga dapat
menurunkan angka kesakitan pada fetus pada kasus kelainan letak (sungsang dan lintang), serta kasus
plasenta previa (Gant & Cunningham, 1999). Oleh karena itu untuk mengurangi angka kematian ibu dan
janin akibat perdarahan yang terjadi pada kasus plasenta previa perlu dilakukan persalinan seksio
sesarea.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu penetahuan kita tentang placenta
pervia.
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu placenta
pervia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Plasenta previa yaitu Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah Rahim (SBR) sehingga
menutup sebagian atau seluruh OUI (Orifisium Uterlintermum).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar
melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan
kedelapan (Chalik, 2008).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim yang dapat memberikan
dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan, prematuritas dan peningkatan
angka kesakitan dan kematian perinatal (Romundstad et all, 2006).
Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:
1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
(23-31,3%)
2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum (20,6-
33%)
3. Plasenta previa margianalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
internum.
4. Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
yang sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri
internum.
Menurut Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa dapat dibagi menjadi empat derajat
berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:
3. Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri internum.
1. Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dibagi 2 :
a. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang.
b. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
c. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.
Menurut Faiz & Ananth (2003) faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti
namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu
yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta gaya hidup yang juga
dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa.
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko plasenta previa yaitu:
1. Risiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
umur < 35.
2. Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.
3. Risiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih besar dibandingkan dengan
tanpa riwayat abortus.
4. Riwayat seksio sesaria tidak ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya plasenta previa.
Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya blastokis pada segman bawah rahim
belum diketahui secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang mungkin terjadi karena proses
radang maupun atropi.
2.4 Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada triwulan ketiga
karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai membuka. Perdarahan ini
terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim.
Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan
plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham et al, 2005).
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang
robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah letak
plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa
totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah
persalinan mulai (Oxorn, 2003).
2.5 WOC
Grande multipara, primi gravida tua, bekas sc, bekas aborsi, kelainan janin, Leiomyoma uteri, ovulasi
terlambat, kehamilan ganda
Placenta previa
Nifas
Ansietas
Psikologis
Kurang Pengetahuan
Uterus
Perdarahan
Suplai O2 menurun
Hb O2 menurun
Hipovolemik
Intoleransi Aktifitas
Keletihan
Metabolisme anaerob
(Mansjoer, dkk, 2002 : 277)
4. Perdarahan sebagian besar berasal dari ibu, sebagian kecil dari janin.
Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa
disertai dengan adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun perdarahan dapat kembali terjadi
tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya
perdarahan yang terjadi lebih banyak dan bahkan sampai mengalir. Karena letak plasenta pada plasenta
previa berada pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering teraba bagian terbawah janin
masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Pada plasenta previa ini
tidak ditemui nyeri maupun tegang pada perut ibu saat dilakukan palpasi (Chalik, 2008).
2.7 Komplikasi
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama kehamilan pada ibu
dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin
sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran
prematur. Selama persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps
tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya
plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah,
munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan kongenital serta cidera akibat intervensi
kelahiran.
2.8 Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan
pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi
darah dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih burik oleh karena
kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan
maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada neonatus
sangat membantu mengurangi kematian perinatal (Cunningham, 2005).
Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua, sering kali lokasi
plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan
USG, namun bagi beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama
dalam kasus-kasus plasenta previa sebagian (Faiz & Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan
beberapa pemeriksaan yaitu:
1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri,
warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan (Wiknjosastro, 2007)
2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina, darah beku, dan
sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang banyak maka ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang rendah
karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul
(Mochtar, 1998).
4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati dilihat dari mana sumber
perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll
(Mochtar, 1998).
5. Pemeriksaan radio-isotop
b. Sitografi
c. Plasentografi indirek
d. Arteriografi
e. Amniografi
6. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan
memberikan kepastian diagnosa plasenta previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior
untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan
yang tidak ahli cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih banyak (Chalik, 2008). Penentuan
lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin
(Mochtar, 1998)
7. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh
dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh namun harus berhati-hati
karena dapat menimbulkan perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian
akan mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his telah mulai
dan janin sudah dapat hidup diluar janin (Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa
hanya dibenarkan jika dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi dengan segera
(Mose, 2004).
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala teraba, maka
kemungkinan plasenta previa kecil. Namun jika teraba bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta
previa.
2.10 Penatalaksanaan
Menurut Mose (2004) penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Ekspektatif, dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia masih kecil
baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahannya
sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus
segera diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
2. Terminasi, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi perdarahan yang dapat
menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah
meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, dengan cara ini maka
pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup kembali (tamponade pada plasenta) ( Mose,
2003).
Menurut Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan
apabila plasenta previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta letak rendah, namun bila ada
pembukaan. Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada
plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).
Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin dengan cunam
Willet Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau tali yang diikatkan dengan
beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan
pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan
perdarahan pada kulit kepala janin (Mochtar, 1998).
3) Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet yang diisi udara dan air sebagai tampon,
namun cara ini sudah tidak dipakai lagi (Mochtar, 1998).
4) Versi Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya sehingga dapat ditarik keluar.
Cara ini dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat
50-100 gr (Mochtar, 1998).
b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim sehingga rahim dapat
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya
robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam (Mochtar,
1998). Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian
besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi
ke dalam plasenta anterior (Cunningham et al, 2005).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta previa adalah:
a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta semua plasenta
previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol.
b. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti dengan
tindakan yang ada.
Menurut Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat janin maupun kematian janin dan bukan
merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi
apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya
dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya
dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik untuk mengatasi
perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu
perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien.
B. Keluhan Utama
3) Sedikit banuaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan
placenta.
C. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapt menentukan
kemungkinan masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstersi meliputi:
b) Riwayat menstrurasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menentukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan
hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus
neagle, yaitu hari ditambah tujuh, bulang dikuranga tiga, tahun disesuaikan.
c) Riwayat konstrasepsi
Beberapa bentuk konstrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, Ibu, atau keduanya. Riwayat
konstrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjugan pertama. Penggunaan konstrasepsi oral
sebelum kelahiran dan berlanjut pada kepthamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada
pembentukan orgal seksual pada janin.
Kondisi kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada
kehamilan. Oleh karena itu, adnya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan
sebelumnya harus di dokumentasikan.
E. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut
2) Mata : pucat,anemis
4) Leher
5) Buah dada/payudara
b. Bertambahnya ukuran
7) Abdomen
8) Vagina
b. Hipertropi epithelium
9) Musculoskeletal
2. Khusus
Dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
KH:
3. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agiatasi, gangguan memori, bingung.
4. Berikan oksigen.
6. Transfusi darah
2.
5. Transfusi darah
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam klien dapat melakukan aktivitas tanpa ada keletihan.
KH:
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan keluarga tidak mengalami kecemasan
KH:
Ø Klien tenang
3. Tenangkan pasien
6. Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang
dijelaskan sehingga cemas klien berkurang
5.
Ø Keluarga dan pasien mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan perawat.
1. Tanyakan tingkat pendidikan keluarga dan klien
4. Beri kesempatan pada keluarga dan pasien untuk menanyakan hal yang belum dimengerti
2. Untuk mengetahui sampai mana keluarga dan pasien mengetahui penyebab dan tentang penyakit
yang dialami oleh klien.
4. Memberikan kemudahan dan menambah pengetahuan keluarga dan pasien tentang proses penyakit
BAB IV
4.1 Pengkajian
A. Biodata
Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 37 th
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Nama : Tn. B
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S 1 Pendidikan
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak dan tetapi tidak mengalami nyeri.
C. Riwayat kebidanan
a) Riwayat menstruasi
Menarce : 15 tahun
Lamanya : 7 hari
Baunya : anyir
Disminore : tidak
b) Status perkawinan
Kawin ke :1
Hamil ke :3
TM III + keluhan : sudah tidak mual tetapi kadang-kadang mengalami perdarahan sedikit.
Penyuluhan yang pernah didapat : perawatan / cara menjaga kehamilan serta gizi pada bayi dan ibu
hamil.
Tahun
Riwayat anak ke
Kehamilan
Persalinan
Komplikasi nifas
Jenis
BBL
Pj
2000
36 minggu
Normal
Laki
3800 gr
59 cm
2007
30 minggu
SC
perempuan
2300 gr
45 cm
2015
20 minggu
Pasien mengatakan ini kehamilan ketiga, dimasa kehamilan yang pertama klien mengatakan melahirkan
secara normal, BBL 3800 dan panjangx 59 cm. kemudian untuk kehamilan yang ke dua klien mengatakan
melahirkan secara SC, BBL 2300 gm dan panjang 45 cm.
f) Riwayat KB
Pasien mengatakan mengalami pendarahan pervaginam mulai tanggal……, perdarahan yang dialami
terjadi secara berulang-ulang dan tidak mengalami nyeri sama sekali. Perdarahan semakin banyak
apabila dibuat beraktifitas atau berjalan, perdarahan akan berkurang apabila dibuat istirahat atau
bedtres total nyeri akan terasa lenih sakit saat dibuat berjalan dan beraktifitas lainnya. Saat mengalami
perdarahan, pasien mengganti pembalut 3-5 dalam sehari dan pembalutnya penuh dengan darah,
kemudian pasien diantar suaminya untuk memeriksakan kondisinya ke rumah sakit umum blambangan
pada tanggal 24 september 2015 pukul 09.00. sampai di UGD pasien mengalami perdarahan, kemudian
ibu diberi terapi infuse RL 12 tpm, MgSO4 4 gr IV dosis awal.
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menahun seperti jantung, asma, penyakit menurun
seperti DM, hipertensi, dan penyakit menular seperti TBC, HIV, pasien hanya mengalami sakit batuk,
pilek, tetapi pasien pernah mengalami operasi kuretage.
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menahun seperti jantung, asma, penyakit menurun
seperti DM, hipertensi, dan penyakit menular seperti TBC, HIV, tetapi pasien pernah mengalami operasi
kuretage.
a) Keadaan psikologis
Pasien mengalami kekawatiran dan ketakutan akan keselamatan diri dan bayinya saat ini, karena sering
mengalami perdarahan berulang.
b) Keadaan social
Hubungan pasien dengan semua baik, hubungan pasien dengan keluarga baik dan hubungan pasien
dengan oetugas juga baik.
c) Keadaan spiritual
Pasien selalu berdoa dan sholat mengharapkan kehamilan dan persalinannya nanti diberi kelancaran.
a) Pola Nutrisi
· Sebelum sakit
Makan : 3x sehari, porsi sedang dengan menu nasi, sayur, lauk pauk
· Saat sakit
Makan : 1-2 sehari, porsi ½ dari RS dengan menu bubur, sayur, lauk pauk.
b) Pola Eliminasi
· Sebelum sakit
BAB : 2x sehari, konsistensi lunak, warna kuning, bau khas feses, tidak ada keluhan
BAK : 6-7 sehari warna kuning jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan
· Saat sakit
BAB : 0-1x sehari, mengalami konstipasi karena penurunan peristaltic usus, warna kuning, bau khas
feses, ada keluhan.
BAK : 4-5 sehari, warna kuning jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan.
· Sebelum sakit : pasien mandi 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x dalam seminggu, ganti baju 2x
sehari, dang anti pakaian dalam 2x sehari.
· Saat sakit : pasien hanya diseka 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x dalam seminggu, ganti
baju 2x sehari, dang anti pakaian dalam 2x sehari tetapi pasien tidak dapat melakukan secara mandiri
dan tergantung pada orang lain.
d) Pola Aktivitas
· Sebelum sakit : pasien mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri seperti memasak, mencuci,
menyapu, mengepel, dll
· Saat sakit : semua pekerjaan rumahnya, pasien dibantu oleh keluargannya yang lain dan susah
beraktivitas.
· Sebelum sakit : pasien tidur siang ± 2 jam sehari (jam 12.00-14.00) dan tidur malam ± 8 jam sehari
(21.00-05.00).
· Saat sakit : pasien tidak bias tidur siang dan mengalami gangguan tidur karena perdarahan
yang berulang-ulang dan tidur malam ± 4-5 jam dalam sehari (01.00-05.00).
· Sebelum sakit : pasien tidak pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya.
· Saat sakit : pasien juga tidak pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya.
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah dan terjadi syok hipovolemik, turgor kulit menurun, mata cowong, konjungtiva
anemis/ tampak pucat, adanya perdarahan pervaginam, dan mukosa bibir kering.
Kesadaran : somnolen
TTV
TD : 90/70
N : 120x/ menit
RR : 24x/ menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kepala : bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam, dan rambut tidak rontok.
Mata : bentuk simetris, konjungtiva anemis/ aklera juga tampak pucat, tidak odem, mata
cowong.
Hidung : lubang hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada secret.
Telinga : bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen, dan tidak ada lesi.
Perut/ abdomen : adanya penonjolan pada abdoment yang lembut terdapat letak janin yang salah, dan
tinggi fundus lebih tinggi.
Genetalian :
1) Sebelum tindaka operasi : ditemukan adanya pendarahan pervaginam dan genetalia berwarna
kemerahan.
2) Setelah dilakukan operasi : ditemukan adanya darah yang keluar sedikit, genetalia berwarna
kemerahan dan adanya nyeri pada genetalia.
Ekstrimitas, integument, kuku : pada ekstrimitas atas dan bawah ditemukan adanya akral dingin,
terdapat sianosis, turgor kulit menurun, berkeringat, kulit dingin dan lembaba.
b. Palpasi
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada pembendungan vena jugularis.
Perut/ abdomen :
1. Leopold I : TFU 35 cm, teraba lunak, kurang bundar dan kurang melenting (letak bokong)
4. Leopold IV :-
c. Auskultasi
d. Perkusi
3. Pemeriksaan Panggul
Distesnsia spinarum : 27 cm
Distesnsia eristarum : 30 cm
Konjungtiva eksterna : 21 cm
Lingkar panggul : 92 cm
4. Data penunjang
a. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui asal pendarahan misalnya dari dalam uterus dari
kelainan serviks, vagina dll.
1) Placentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) untuk mencoba melokalisir placenta
berada.
2) Sitografi : untuk memastikan kemungkinan placenta previa.
3) Placentografi indirex : yaitu membuat foto seri lateral dan anterior posterior, ibu dalam posisi
berdiri/ duduk setengah berdiri.
c. Ultra sonografi
d. Pemeriksaan darah
Klien dan kluwarga klien mengharapkan penyakitnya ini bias sembuh dan kehamilannya bias normal
kembali, sehingga tidak harus mengorbankan janin atau ibu.
Nama : Ny. A
NO
Kelompok Data
Etiologi
Masalah
Ds:
Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x
dalam sehari dan pembalut terisi penuh.
Do:
Ø KU : lemah
Ø Kesadaran : somnolen
Ø Turgor kulit menurun, mata cowong, konjungtiva dan sclera anemis.
Ø TTV
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
Servik membuka
Perdarahan hebat
Ds:
Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x
dalam sehari dan pembalut terisi penuh.
Do:
Ø Kesadaran : somnolen
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
Servik membuka
Nama : Ny. A
Tgl Muncul
Diagnosa
Tgl Teratasi
24-09-2015
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan (perdarahan) yang berlebihan
26-09-2015
24-09-2015
26-09-2015
4.5 Intervensi
Dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
1. BHSP
2. Observasi TTV
8. Monitor pergerakan uterus, janin dan kelembutan abdomen dengan menggunakan USG maupun
manual/ dengan menggunakan tangan.
9. Hindari pemeriksaan rectal/ vagina (menggunakan speculum yang terlalu dalam serta pemeriksaan
VT).
12. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh
(transfuse darah)
3. Dengan mengetahui intek dan out put cairan diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh.
5. Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme
( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan
9. Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal/ total terjadi.
10. Dengan mengetahui intek dan out put cairan diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh.
2.
KH:
1. BHSP
2. Mengobservasi TTV
3. Kaji dan catat denyut jantung janin, catat takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas janin
(hipoaktivitas/ hiperaktivitas).
4. Catat perdarahan ibu dan kontraksi uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus.
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian pergantian cairan yang hilang.
3. Denyut jantung yang masih dalam keadaan normal dan aktif menandakan janin dalam keadaan
baik.
4. Jika kontraksi uterus di sertai dilatasi servik bedtres dan pengobatan tidak aktif.
5. Posisi lateral kiri meringankan tekanan inferior dan meningkatkan sirkulasi gas janin dengan
plasenta.
4.6 Implementasi
Nama : Ny. A
Jam
No. Dx
Tindakan Keperawatan
TTD
24-09-2015
10.00
10.00
10.30
10.45
11.00
11.00
11.10
11.30
11.45
12.15
12.30
13.00
13.30
1. BHSP
2. Mengobservasi TTV
8. Memonitor pergerakan uterus, janin dan kelembutan abdomen dengan menggunakan USG maupun
manual/ dengan menggunakan tangan.
9. Menghindari pemeriksaan rectal/ vagina (menggunakan speculum yang terlalu dalam serta
pemeriksaan VT).
13. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh (transfuse
darah)
24-09-2015
10.00
10.00
10.15
11.20
12.00
12.05
12.30
12.45
1. BHSP
2. Mengobservasi TTV
3. Mengkaji dan catat denyut jantung janin, catat takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas
janin (hipoaktivitas/ hiperaktivitas).
4. Mencatat perdarahan ibu dan kontraksi uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus.
25-09-2015
08.00
08.00
08.15
08.30
09.00
09.30
09.50
10.15
10.45
1. BHSP
2. Mengobservasi TTV
7. Memonitor keadekuatan pergantian cairan dengan monitor sain dan tekanan vena sentral.
9. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh
(transfuse darah)
25-09-2015
08.00
08.00
08.50
09.45
1. BHSP
2. Mengobservasi TTV
4.6 Evaluasi
Nama : Ny. A
NO
Tanggal 24-09-2015
Tanggal 25-09-2015
Tanggal 26-09-2015
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar sejak 17-09-2015
O:
Ø KU : lemah
Ø Kesadaran : somnolen
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
O:
Ø KU : agak baik
Ø Turgor kulit sedikit menurun, mata sedikit cowong, konjungtiva dan sclera tidak terlalu anemis.
Ø Sedikit perdarahan
Ø TTV
TD : 100/70 mmHg
S : 36,5º C
N : 100x/menit
RR : 23x/ Menit
A : masalah teratasi sebagian
O:
Ø KU : baik
Ø Turgor kulit normal, mata tidak cowong, konjungtiva dan sclera tidak anemis
Ø TTV
TD : 120/70 mmHg
S : 37,5º C
N : 84x/ menit
RR : 22x/ menit
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x
dalam sehari dan pembalut terisi penuh.
O:
Ø Kesadaran : somnolen
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/menit
S : 36º C
RR : 24x/menit
O:
Ø KU : lebih baik
Ø Sudah tidak ada DJJ (karena bayi sudah lahir), oleh karena itu langsung dengan pemeriksaan nadi
120/menit.
Ø TTV:
TD : 100/70 mmHg
S : 36,5º C
N : 100x/menit
RR : 23x/menit
P: lanjutkan intervensi
( 1,2,6,7 )
O:
Ø KU : baik
Ø TTV:
TD : 120/70 mmHg
S : 37,5º C
N : 84x/menit
RR : 22x/menit
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bahwa uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta
terletak dibagian atas uterus.
b. Etiologi belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara,
pramigravida tua, bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan leiomioma uteri.
5.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengenali placenta previa.
Diharapkan dengan makalah placenta previani dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu
memberikan frekuensi yang berguna untuk meningkatkan penanganan dan pengetahuan bagi petugas
medis untuk merawat ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Media Aesculapius FKUI
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. jakarta : EGC.
Posting Komentar
Beranda
my life
Foto saya
lucu_ Dong