Sunteți pe pagina 1din 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya ARDS yaitu merupkan Gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat
yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di IntensiveCare Unit (ICU) dan mempunyai angka
kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Penyakit accute respiratory distress syndrome
adalah penyebab utama kematian pada bayi baru lahir. Diperkirakan 30 % dari semua
kematian neonates disebabkan oleh penyakit ini atau omplikasinya.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema
pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen
dan pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.ARDS sering
terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin menjadi bagian dari
gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus
pertahun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ARDS?
2. Apa etiologi ARDS pada bayi baru lahir?
3. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
4. Bagaimana asuhan keperawatan dari ARDS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari ARDS

1
2. Untuk mengetahui etiologi ARDS pada bayi baru lahir
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari ARDS
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari ARDS

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ARDS
ACUTE respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal
napas akut yang ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea,
edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar. Selain itu,
ARDS dikenal juga dengan nama ‘noncardiogenic pulmonary edema’, ‘shock
pulmonary’, dan lain-lain.
Acute Respiratory Distress Syndrome bukan suatu penyakit, melainkan suatu
kumpulan gejala atau dalam istilah medis dikatakan sebagai suatu sindrom pada sistem
pernapasan (American Lung Association, 2013).
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti,banyak faktor penyebab yang dapat
berperan padagangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut paru dan menyebabkan
fibrosis. ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler
yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar dan perubahan
dalam jaring-jaringkapiler, terdapat ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas
akibat akibatkerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada
kolapsalveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru
menjadikakuakibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia beratdan hipokapnia. Oleh karena itu, penanganan ARDSsangat memerlukan
tindakan khusus dari perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien.
Hal tersebut dikarenakan klien yangmengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat
mengancam jiwa klien.

B. Etiologi ARDS pada Bayi Baru Lahir


Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, berat badan bayi yang lahir
kurang dari 2500 gram. Sering terjadi pada bayi dengan lahir kurang dari 1000 gram.
Semakin muda seorang bayi, semakin tinggi resiko RDS sehingga menjadikan
perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. Kadar surfaktan paru mature biasanya muncul sesudah 35 minggu.

3
Sintesis surfaktan sebagian bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungan dengan hipovolemik, hipotensi,
dan stress dingin, dapat menekan sistesis surfaktan.
Atelektaksis alveolar, formasi membrane hialin, dan edema interstisial membuat paru-
paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan
alveolus kecil dan jalan napas. Pada bayi, dada bawah tertarik kedalam ketika diafragma
turun dan tekanan intratoraks menjadi negatif, dengan demikian membatasi jumlah
tekanan intrathoraks yang dihasilkan; akibatnya muncul kecendrungan atelektaksis.
Dinding dada bayi yang sangat lemah memberi lebih sedikit tekanan daripada dinding
dada bayi matur terhadap kecendrungan paru kolaps. RDS terjadi dua kali lebih banyak
pada laki-laki daripada perempuan, insidens meningkat pada bayi dengan faktor-faktor
tertentu, misalnya ibu yang menderita diebetes mellitus melahirkan bayi berusia kurang
dari 38 minggu, hipoksia perinatal dan lahir melalui sectio caesaria.

Etiologi yang lain dari ARDS adalah:


1. Syock (disebabkan banyak faktor ).
2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multiple, cidera kepala).
3. Cidera sistem syaraf yang serius.
Cidera sistem syaraf yang serius seperti trauma CVA, tumor, dan peningkatan teknan intra
kranial dapat menyebabkan terangsangnya syaraf simpatis sehingga mengakibatkan
vasokonstriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume darah kedalam paru-paru
hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatk dan kemudian akan menyebabkan
cidera paru-paru (plum injury).
4. Gangguan metabolisme (pankreatitis, dan uremia).
5. Emboli lemak dan cairan amnion.
6. Infeksi paru-paru difus (bakteri, virus, jamur).
7. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO2, dan ozon).
8. Aspirasi (sekresi gastrik , tenggelam dan keracunan hidrokarbon).
9. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik atau non narkotik (heroin, opioit, aspirin)
10. Kelainan darah (DIC, Tranfusi darah multiple, dan bypass cardiopulmoner).
11. Operasi besar.
12. Renspons imunilogi terhadap antigen pejamu (sysdrom goospasture SLE)

4
Bila menurut masa pertumbuhan, penyebab gangguan nafas ialah:
1. Pada bayi kurang bulan
a. Penyakit membran hialin
b. Pneumonia
c. Asfiksia
d. Kelainan atau malformasi kongenital
2. Pada bayi cukup bulan
a. Sindrom Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh
terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi akibat peningkatan aktivitas
usus janin. Mekonium adalah feses janin saat dalam kandungan yang apabila terjadi
gangguan dapat bercampur dengan cairan amnion sehingga terhirup oleh janin.
b. Pneumonia
c. Asidosis
d. Kelainan atau malformasi kongenital

C. Patofisiologi ARDS
Pada bayi dengan RDS, karena adanya ketidakmampuan paru untuk mengembang dan
alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur menyebabkan gagal pernapasan karena
imaturenya dinding dada, parenchym paru, dan imaturnya endothelium kapiler yang
menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi. Pada bayi dengan RDS disebabakan oleh
menurunnya jumlah surfaktan atau perubahan kualitatif surfaktan dapat menyebabkan
ketidakmampuan alveoli untuk ekspansi. Terjadi perubahan intra-extrathoracic dan
menurunnya pertukaran udara.
Secara alamiah perbaikan mulai terjadi setelah 24-48 jam. Sel yang rusak akan
diganti. Membrane hyaline, berisi debris dari sel necrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein), di pagosit oleh makrograf. Sel
cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak dan epitelium jalan nafas, kemudian
terjadi perkembangan sel kapiler baru pada alveoli. Sintesis surfaktan kembali diproduksi
dan kemudian terjadi perbaikan alveoli untuk pengembangan.

5
PATHWAY

D. Komplikasi
1. Pneumothorak
2. Pneumomediastinum
3. Pulmonary interstitial dysplasia
4. Bronchopulmonary dysplasia
5. Patent ductus arteriosus
6. Hipotensi
7. Menurunya pengeluaran urine
8. Asidosis
9. Hiponatremi

6
10. Hipernatremi
11. Hipokalemi
12. Disseminated intravaskuler coagulation ( DIC )
13. Kejang
14. Intraventricular hemorhagi
15. Infeksi sekunder
16. Murmur

E. Manifestasi Klinik
1. Takipneu
2. Retraksi (tarikan) dada
3. Pernafasan terlihat paradoks
4. Cuping Hidung
5. Apnea
6. Murmur
7. Sianosis pucat

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto thoraks
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling tumpah
tindih.
b. Tanda paru sentral batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi dari ibu
diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif )
d. Bayangan timus yang besar.
e. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit berat jika
terdapat pada beberapa jam pertama.
2. Gas Darah Arteri menunjukan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya
penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan HCO3.
3. Hitung darah lengkap,
4. Perubahan Elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium, natrium, kalium
dan glukosa serum
5. Foto rontgen

7
Untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diafragma dengan overdistensi duktus
alveolar
6. Immature lecithin
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin
dari cairan amnion. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif
merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion.
Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada
saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi
32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris
disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. 2 : 1
atau lebih mengindikasikan maturitas paru. Phospatidyglicerol : meningkat saat usia
35 minggu

G. Penatalaksanaan
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap
dalam batas normal ( 36,50-370C ) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator.
Kelembapan ruangan juga harus adekuat ( 70-80%)
2. Pemberian oksigen .
Pemberian oksigen harus hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi
prematur. Untuk mencegah timbulnya komplikasi tersebut pemberian O2 sebaiknya
diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah. Rumatan PaO2 antara 50-80mmHg dan
PaCO2 antara 40 dan 50 mmHg, dengan rumatan O2 2L.
3. Pemberian cairan dan elektrolit.
Pada permulaan diberikan glukose 5-10% 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis yang selalu
dijumpai. Harus segera dikoreksi dengan NaHCO3 secara intravena, dengan rumus
pemberian : NaHCO3( mEq ) =Defisit basa X 0.3 X BB bayi.
4. Pemberian antibiotik, untuk mnecegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penissilin
dengan dosis 50000-100000 U/kgBB/hari dengan atau tanpa gentamicin3-
5/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen melalui endotrakheal tube. Obat ini sangat efektif.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ARDS

A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
a. Riwayat kesehatan
b. Riwayat keperawatan sekarang
c. Riwayat keperawatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
2. Identifikasi factor resiko
a. Riwayat maternal
1) Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
2) Kondisi seperti perdarahan placenta
3) Tipe dan lamanya persalinan
4) Stress fetal atau intrapartus
b. Status infant saat lahir
1) Prematur, umur kehamilan
2) Apgar score, apakah terjadi aspiksia
3) Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3. Kaji system pernapasan, tanda dan gejala RDS
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
b. Nafas grunting
c. Nasal flaring
d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
4. Kaji system kardiovaskuler
a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung dalam batas normal
5. Kaji integumen

9
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling
d. Penurunan suhu tubuh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas b.d belum terbentuknya zat surfaktan dalam tubuh.
2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat adanya secret pada jalan napas
3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan napas bayi dan
ventilator; tidak berfungsinya ventilator, dan posisi bantuan ventilator yang kurang
tepat
4. Kecemasan orangtua b.d kurang pengetahuan orangtua tentang kondisi bayi.

C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Perencanaan
Keperawatan
1. 1. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. 1. Observasi pola nafas
nafas b.d belum tindakan keperawatan2. 2. Observasi TTV
selama 3 x 24 jam
terbentuknya zat 3. 3. Monitor SPO2
diharapkan gangguan
surfaktan dalam pola nafas dapat 4. 4. Atur posisi semi ekstensi
tubuh. teratasi dengan 5.
kriteria hasil :
6.
1. RR 60 x/menit 7.
2. Sesak (-)
8.
3. Sianosis (-)
4. Retraksi dinding 9.
dada (-)
5. Reaksi diafragma
(-)

2. 2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi bayi mungkin


3. tindakan keperawatan adanya resiko-resiko yang
pertukaran gas

10
berhubungan selama 3 x 24 jam muncul
dengan immature diharapkan
pertukaran gas
paru dan dinding 2. Monitor status pernapasan;
adekuat dengan
dada atau kriteria hasil : distress pernapasan
kurangnya jumlah
1. Nilai analisa gas
cairan surfaktan 3. Monitor analisa gas darah,
darah dalam batas
normal pulse oximetry
2. Nilai SaO2
dalam batas 4. Pertahankan suhu lingkungan
normal
netral

5. Pemberian oksigen sesuai


program
2.
3. 4 Tidak efektif pola Setelah dilakukan 1. 1. Monitor analisa gas darah
napas tindakan keperawatan2. 2. Gunakan alat bantu pernapasan
berhubungan selama 3 x 24 jam sesuai instruksi
dengan diharapkan 3. 3. Pantau ventilator setiap jam
ketidakseimbangan keefektifan pola 4. 4.Berikan lingkungan yang
napas bayi dan napas dapat teratasi kondusifKaji adanya usaha bayi
ventilator; tidak dengan kriteria hasil dalam bernapas
berfungsinya 1. analisa gas darah
ventilator, dan dalam batas normal
posisi bantuan
ventilator yang
kurang tepat

5. 5 Resiko perubahan Setelah dilakukan


1. 1. Jelaskan semua alat-alat
peran orang tua tindakan keperawatan (monitor, ETT, ventilator) pada
berhubungan selama 3 x 24 jam orang tua
dengan diharapkan orang tua 2. Ajarkan orang tua untuk selalu
hospitalisasi bayi akan menerima mengunjungi
sekunder dari keadaan anaknya 3. Ajarkan orang tua untuk
situasi krisis pada dengan kriteria hasil: berpartisipasi dalam perawatan bayi

11
bayi 1.Melakukan 4. 4. instruksikan pada ibu untuk
bonding dan memberikan ASI dan ajarkan cara
mengidentifikasi merangsang pengeluaran ASI
perannya
2. Memberikan ASI
eksklusif

D. Evaluasi
1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi
(-)
2. Pasien bebas dari dispneu
3. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
4. Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
5. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
6. Bebas dari gejala distress pernafasan
7. Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan
darah, berat badan, urine output pada batas normal.
8. Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal

12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan

terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan

oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler

maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun

tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru,

aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi

tinggi dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala

biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.

SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan

organ lainnya, seperti hati atau ginjal.

B. Saran
1. Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi yang jelas kepada pasien
dalam mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang efektif dan
efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal
2. Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
klien dengan ARDS.sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Kepada dosen pembimbing dapat memberian penjelasan secarA merinci tentang askep
pada pasien ARDS

13
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi dan Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta : CV
Agung Seto.
http://akaredha.blogspot.co.id/2015/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-acut.html
http://baiqtrika.blogspot.co.id/2014/09/asuhan-keperawatan-ards.html
http://belajaraskep.blogspot.co.id/2011/05/askep-anak-dgn-akut-respiratori.html

http://asuhan-kebidanan-keperawatan.blogspot.co.id/2011/03/askep-neonatus-dengan-
respiratory_377.html

14

S-ar putea să vă placă și