Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh:
1. Fela Kurniawati Susanto, S.KH 170130100111023
2. R.Rr.Diah Nibras I.M.P., S.KH 170130100111016
3. Rina Rahmawati, S.KH 170130100111020
4. Amin Tan Tara, S.KH 170130100111050
5. Dika Putri Edrianingtyas, S.KH 170130100111028
6. Wahyu Retno Pamungkas, S.KH 170130100111014
7. Dimas Amri Hardani, S.KH 170130100111019
8. Shilva Mukhti, S.KH 170130100111017
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Kesmavet) yang dilaksanakan di PD RPH Kota Malang.
Selama pelaksanaan koasistensi dan penyusunan laporan ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES, selaku dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya, Dr. drh. Masdiana, C. Padaga, drh., M. App.Sc
yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan waktunya. Terimakasih
kepada semua dokter hewan yang bertugas di PD. RPH Kota Malang yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga laporan ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna
oleh karena itu penulis membuka diri atas segala saran dan kritikan yang
membangun. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LAPORAN KEGIATAN PPDH ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3
BAB II ANALISIS SITUASI ............................................................................... 4
2.1 Rumah Potong Hewan (RPH) ....................................................................... 4
2.2 Sejarah Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD. RPH) Kota Malang
............................................................................................................................. 5
2.3 Profil PD RPH Kota Malang ......................................................................... 6
2.4 Visi dan Misi ................................................................................................. 7
2.5 Struktur Organisai Perusahaan Daerah (PD) RPH Kota Malang .................. 7
2.6 Tugas Pokok dan Fungsi Perusahaan Daerah (PD) RPH Kota Malang ........ 9
2.7 Alur Administrasi Pemotongan RPH Kota Malang ...................................... 9
2.7.1 Pelayanan Pemotongan Hewan .............................................................. 9
2.7.2 Biaya/ Tarip Pelayanan dan Tata Cara Pembayaran ............................... 9
2.7.3 Waktu Penyelesaian Pelayanan ............................................................ 10
2.8 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) .................................................... 15
BAB III METODE KEGIATAN ....................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 16
3.2 Peserta PPDH .............................................................................................. 16
3.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan .................................................................... 17
3.4 Jadwal Kegiatan .......................................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 18
4.1 Peran Dokter Hewan di PD. RPH Kota Malang ......................................... 18
4.2 Penerapan Prinsip Kesejahteraan hewan di PD. RPH Kota Malang ........... 18
4.3 Pelayanan di PD. RPH Kota Malang .......................................................... 19
4.4 Tipe Bangunan dan Tata Ruang di PD. RPH Kota Malang ........................ 25
4.5 Pengelolaan Limbah di PD. RPH Kota Malang .......................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar . Halaman
2.2 Bagan Struktur Organisasi PD. RPH Kota Malang………………………...…8
4.1. Sapi ditempatkan di kandang istirahat untuk pemeriksaan antemortem…….20
4.2. Pemeriksaan postmortem pada pulmo & hepar dan limpa …………………22
4.3. Pemisahan daging dengan kulit…………………………………………......23
4.4. Karkas yang sudah diperiksa diberikan stempel………………………….24
4.5 Denah Tata Letak PD. RPH Kota Malang………………………………… .27
4.6 dinding RPH dan kondisi ventilasi RPH……………………………………28
4.8 Tempat pencucian jeroan merah dan Hasil pengeluaran jeroan hijau .......30
4.9. Sumuran penampung limbah ………………………………………………36
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Biaya pemotongan dan penitipan hewan di PD RPH Kota Malang…….10
3.1 Jadwal Kegiatan………………………………………............................17
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh
manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber
daya manusia. Salah satu arah pencapaian yang ingin diraih dari pembangunan
ekonomi adalah kemandirian pangan dan tersedianya jaminan pangan akan
pemenuhan gizi untuk tingkat rumah tangga. Sektor pertanian memegang peranan
penting dalam memproduksi pangan, baik dari sub sektor peternakan, perikanan,
perkebunan, dan lain-lain.
Pembangunan pertanian terutama sub sektor peternakan memberikan
kontribusi lebih dalam memenuhi asupan gizi masyarakat, terutama ditinjau dari
segi sumber protein hewani. Berdasarkan hasil perhitungan Angka Kecukupan
Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) pada setiap kelompok umur,
jenis kelamin, dan komposisi penduduk pada tahun 2010, diperoleh rata-rata AKE
dan AKP nasional pada tingkat konsumsi masing-masing adalah 2.150 kkal dan
57 g perkapita perhari dengan proporsi anjuran protein hewani 25%.
Daging sapi merupakan bahan pangan asal hewan yang menjadi salah satu
komoditas sumber protein hewani yang juga disukai oleh masyarakat Indonesia
selain daging ataupun daging kambing. Ditjenak (2014) menyatakan bahwa
kebutuhan daging sapi tahun 2012 untuk konsumsi dan industri sebanyak 484.000
ton sedangkan ketersediaannya di Indonesia sebesar 399.000 ton (82,52%),
sehingga terdapat kekurangan penyediaan daging sapi sebesar 85.000 ton (17,5%).
Tingginya kebutuhan daging sapi ini tentunya harus diimbangi dengan
keamanan jaminan pangan terhadap produk asal ternak yang akan dikonsumsi.
Oleh karena itu agar daging memiliki kualitas yang baik, serta aman dan layak
untuk dikonsumsi maka daging harus ditangani dengan baik. Salah satu tahapan
yang dalam menghasilkan daging yang berkualitas dan Aman, Sehat, Utuh dan
Halal (ASUH).
Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah pemotongan hewan menurut
Permentan No.13/2010 tentang RPH ialah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat
memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. RPH memiliki peranan yang
penting dalam menyediakan daging yang asuh dikarenakan dalam pelaksanaan
1
kegiatan diharuskan melakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum hewan
disembelih (antemortem). Kemudian proses pemotongan juga dilakukan sesuai
dengan kaidah-kaidah kesejahteraan hewan (animal welfare) dan juga menjaga
sanitasi dan higienitasnya. Pada tahapan akhir dilakukan pemeriksaan postmortem
yang menjamin daging yang akan telah disembelih layak untuk diedarkan dan
dikonsumsi. Semua tugas yang dilakukan oleh RPH sebagai upaya untk
menghasilkan daging yang ASUH harus dilakukan oleh pihak yang kompeten dan
berwenang yakni seorang dokter hewan. Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatan
koasistensi dilakukan di PD. RPH Kota Malang untuk mengetahui peranan profesi
dokter hewan yang memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga keamanan
produk pangan asal hewan yang asuh melalui proses penyembelihan hewan yang
baik.
3. Bagaimanakah tipe bangunan dan tata ruang di PD. RPH Kota Malang ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan PPDH yang dilakukan di PD. RPH Kota Malang antara lain :
1. Mengetahui peran dokter hewan dalam penerapan prinsip kesejahteraan
hewan di PD. RPH Kota Malang
3. Mengetahui tipe bangunan dan tata ruang di PD. RPH Kota Malang
2
1.4 Manfaat
Melalui kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) calon dokter
hewan diharapkan memahami peranan profesi dokter hewan pada lingkup RPH,
serta memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga keamanan produk pangan
asal hewan sehingga mahasiswa PPDH UB sebagai calon dokter hewan harus
memahami dan menerapkan prinsip kesejahteraan hewan, mampu melakukan
pemeriksaan antemortem dan postmortem, mampu melakukan pengawasan
keamanan dan mutu pangan asal hewan, melakukan penilaian terhadap kelayakan
desain RPH dan pengolahan limbah yang semuanya merupakan bagian dari fungsi
kesehatan masyarakat veteriner.
3
BAB II ANALISIS SITUASI
4
tidak menimbulkan gangguan berupa limbah buangan yang dihasilkan dan polusi
udara yang dapat mengganggu masyarakat (Manual Kesmavet, 1993).
2.2 Sejarah Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD. RPH) Kota
Malang
Pada tahun 1937, Rumah Potong Hewan (RPH) terletak di sebelah selatan
Stasiun Kereta Api Kota Baru yang pada saat itu masih memakai sebutan atau
istilah Abattoir. Kota Malang sebagai ibukota karesidenan masih terus
berkembang dengan pesat, oleh sebab itu dipandang perlu untuk mendirikan
Abattoir baru yang lebih besar, lengkap dan memenuhi syarat. Adapun dasar dan
alasan pendirian Abattoir adalah untuk memenuhi salah satu segi yang penting
dari tugas pokok Dinas Kehewanan, (saat ini Dinas Peternakan) yaitu kesehatan
masyarakat veteriner dengan melayani masyarakat untuk keperluan pemotongan
hewan yang sehat serta untuk meningkatkan keuangan daerah dengan berstatus
sebagai Perusahaan Pembantaian. Pendirian Abattoir tidak terlepas dari kondisi
dan situasi pada waktu itu, tetapi juga dengan memperhitungkan perkembangan
pada tahun–tahun mendatang baik mengenai pertumbuhan penduduk, peningkatan
jumlah pemotongan hewan, arah perkembangan kota dan segi lainnya. Pendirian
Abattoir yang baru selain untuk pemotongan sapi juga dibangun Abattoir khusus
untuk babi yang pembangunannya dimulai pertengahan tahun 1937 terletak di
daerah Desa Gadang atau tepatnya di Kelurahan Ciptomulyo, Kecamatan
Kedungkandang yang saat ini masuk wilayah Kecamatan Sukun. Pembangunan
selesai pada bulan Maret 1938 dan mulai dipergunakan pada tanggal 16 Maret
1938. Pendirian abattoir yang baru selain untuk pemotongan sapi juga dibangun
khusus untuk pemotongan babi.
Pertambahan penduduk pada tahun 1947 dengan adanya agresi pertama
Belanda, Abattoir juga tidak luput dari usaha bumi hangus. Dengan bertambahnya
usia Kota Malang, pertambahan jumlah penduduk berpengaruh pula pada
peningkatan jumlah pemotongan hewan. Pada tahun 1966 jumlah pemotongan
sapi sudah mencapai antara 50–70 ekor per hari dan secara insidentil pernah
mencapai 120 ekor, pada tahun 1963 diadakan Jubelium, peringatan 25 tahun
berdirinya Abattoir Kota Malang. Keadaan Abattoir saat itu (tahun 1966) dalam
hal perawatan bangunan, pemeliharaan dan penggantian alat–alat kurang
5
mendapat perhatian yang serius karena kekurangan dana, sehingga pelayanan
kebersihan, kesehatan kurang dapat dipenuhi secara maksimal. Untuk mengatasi
hal tersebut diatas perlu penanganan yang lebih profesional, maka pada tanggal 1
April 1966 dibentuklah Perusahaan Daerah Pembantaian yang bertepatan dengan
HUT Kodya Malang yang ke 52 tahun. Kemudian secara resmi pada tanggal 17
Oktober 1966 diresmikan sebagai tanggal berdirinya PD. Pembantaian Kodya
Malang dengan Surat Keputusan Walikota tanggal 18 Oktober 1966 Nomor 90
a/U.
Selain pemotongan hewan sebagai usaha utama, juga bidang distribusi dan
produksi dari ternak serta hasil–hasil dari ternak. Setelah berubah status dari
abattoir yang dikelola oleh Dinas Kehewanan menjadi PD. Pembantaian,
kesempatan ini digunakan sebaik–baiknya untuk merehabilitasi gedung, halaman,
jalan–jalan, peralatan maupun bangunan bangunan yang dipandang perlu untuk
diperbaiki. Luas komplek abattoir yang dulu seluas 10.000 m2, setelah menjadi
PD. Pembantaian luas komplek ditambah 1.843 m2 sehingga menjadi 11.843 m2.
Pejabat awal berdirinya Abattoir adalah Drh. Slamet yang pensiun pada
tahun 1958. Pejabat penggantinya adalah Drh. Pratomo dari tahun 1958 sampai
dengan 1976. Terhitung mulai tanggal 2 Pebruari 1976 PD. Pembantaian dipimpin
oleh Letkol. Poernomo.Sejalan dengan perkembangan PD. Pembantaian dan
perkembangan usaha yang diharapkan harus meningkat, maka Perda tahun 1966
diganti dengan Perda Nomor 8 tahun 1969. Kemudian Perda Nomor 8 tahun 1969
diganti dengan Perda Nomor 17 tahun 2002 menjadi PD. Rumah Pemotongan
Hewan (PD.RPH) Kota Malang. Dengan Perda Nomor 17 tahun 2002 ini PD.RPH
Kota Malang diharapkan lebih maju dan lebih potensial dimasa–masa mendatang
sehingga keberhasilan dan kemakmuranlah yang akan dicapai.
6
bagi siswa atau mahasiswa yang ingin mempelajari cara pemotongan maupun
kegiatan yang ada di PD. RPH Kota Malang.
PD. RPH Kota Malang merupakan institusi pemotongan hewan yang
termasuk dalam tipe B, dan kategori I. Hal ini berdasarkan pengelolaan RPH Kota
Malang yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah dan sebagai jasa
layanan umum. PD. RPH Kota Malang termasuk dalam kategori RPH tipe B
berdasarkan petugas pemotongan atau penyembelihan merupakan milik jagal
masing-masing. Selain itu, PD RPH Kota Malang termasuk dalam kategori I
berdasarkan tidak adanya fasilitas pelayuan untuk menghasilkan karkas hangat.
Denah Lokasi PD RPH Kota malang dapat dilihat pada Lampiran 1.
7
3. Satuan Pengawas Intern
4. Bagian Umum dan Keuangan
5. Bagian Pemotongan Hewan
6. Bagian Budidaya Hewan Potong
Walikota Malang
BadanPengawas
8
2.6 Tugas Pokok dan Fungsi Perusahaan Daerah (PD) RPH Kota Malang
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2002 tentang Rumah Potong
Hewan, yaitu pada Bab IV Pasal 6. Perusahaan Daerah mempunyai tugas
menyediakan tempat, melaksanakan pemotongan hewan dan pengembangan
budidaya hewan potong dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat akan
daging yang memenuhi syarat kesehatan dan agama serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal ini, Perusahaan Daerah mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan pembinaan dan pengelolaan Perusahaan Daerah sesuai kebijakan
Pemerintah Daerah.
2. Pelaksanaan koordinasi dengan Instansi terkait yang meliputi segala usaha
dan kegiatan guna mewujudkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
dibidang pemotongan hewan dan budidaya hewanpotong dalam rangka
pelayanan kebutuhan daging sehat.
3. Pengawasan dan pengamanan teknisatas segala usaha dan kegiatan tugas
pokok sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah.
4. Pelaksanaan Urusan Tata Usaha Perusahaan Daerah.
9
jasa penggunaan RPH ini sesuai dengan peraturan Walikota Malang Nomor
47 Tahu 2015. Pihak PD. RPH Kota malang juga menyediakan tempat
peristirahatan hewan bagi hewan yang tidak dipotong pada hari itu.
Tabel 2.1 Biaya pemotongan dan penitipan hewan di PD RPH Kota Malang
Jenis fasilitas dan penitipan hewan Biaya
pemotongan sapi/kerbau/kuda Rp. 55.000,00
pemotongan kambing Rp. 9.000,00
pemotongan babi Rp. 65.000,00
pemotongan sapi/kerbau/kuda darurat Rp. 66.000,00
pemotongan kambing darurat Rp. 14.000,00
pemotongan babi darurat Rp. 76.000,00
penitipan sapi (per petak) per hari Rp. 12.000,00
penitipan babi (per ) per hari Rp. 1,500,00
10
Alur pemotongan hewan sampai boleh dipasarkan kepada masyarakat
adalah sebagai berikut :
1) Sebelum masuk kandang hewan potong harus di daftar dulu di pos
penjagaan.
2) Setelah di daftar hewan potong dimasukan ke kandang.
3) Pemeriksaaan antemortem dilakukan di kandang dengan memberi tanda
hewan yang sudah diperiksa dan tidak bermasalah.
4) Membayar biaya potong hewan potong dimasukan ke RPH melalui jalur
yang telah ditentukan untuk dilaksanakan proses pemotongan tetapi
apabila terdapat hewan yang sakit harus diobati terlebih dahulu
sedangkan yang membahayakan masyrakat harus dimusnahkan.
5) Pelaksaanaan proses pemotongan oleh mudin atau juru sembelih yang
ditunjuk dan harus dilakukan secara alami dengan membaca basmallah,
menghadap ke kiblat dan tidak boleh dilakukan penyiksaan.
6) Proses pengulitan dilakukan jika hewan benar-benar mati dan pengulitan
harus dilakukan diatas scradel.
7) Setelah dikuliti, karkas harus digantung dan tidak boleh diletakkan di
lantai dan jerohan ditaruh di atas kereta jerohan
8) Setelah karkas digantung dan jeroan di atas kereta, dilakukan
pemeriksaan post mortem oleh keumaster atau dokter hewan.
9) Apabila dinyatakan sehat dan tidak bermasalah diberi stempel daging
baik dan boleh dipasarkan ke pasar dan supermarket dan apabila
mengandung penyakit atau zat yang bisa membahayakan masyarakat
daging tidak boleh dibawa keluar RPH dan harus dimusnahkan dengan
cara dikubur atau dibakar.
Prosedur dan mekanisme penyampaian pengaduan terhadap pelayanan
maupun fasilitas PD. RPH Kota Malang pelanggan dapat melaporkan perihal
pelayanan atau kerusakan fasilitas pada petugas di loket pengaduan untuk
dicatat dan didata atau melalui kotak saran/pengaduan. Perihal pengaduan
akan diproses oleh pihak PD. RPH Kota Malang. Pemberian kompensasi
kepada penerima pelayanan publik atas adanya ketidaksesuaian pelayanan
dengan standart yang telah ditetapkan akan diadakan perbaikan kembali
11
terhadap pelayanan yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksud dengan
pelanggan. Pengusaha daging/jagal sebelum melakukan pemotongan hewan
harus memiliki ijin dari PD RPH. Pengusaha daging atau jagal wajib
melaporkan data/jumlah ternak yang disembelih kepada PD. RPH Kota
Malang.
12
a. Bau
Keabnormalitasan bau diketahui dengan membedakan melalui bau yang
berasal dari abses, bau yang berasal dari pengobatan, bau acetone pada
kasus ketosis, dan bau yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi.
b. Warna
Keabnormalitasan warna dapat mengidentifikasikan sebuah status penyakit
baik akut maupun kronis.
c. Bentuk tubuh
Keabnormalan diamati melalui bentuk abdomen atau melalui cara ternak
mengangkat kepala atau menggerakkan kaki.
d. Pernafasan
Keabnormaitasan pernafasan diamati melalui frekuensi pola cara bernafas.
e. Perilaku
Keabnormalan perilaku terlihat dari apakah perilaku ternak tersebut sangat
agresif atau tidak dan apakah perilaku ternak terlihat dungu maupun
terlihat dengan ekspresi mata yang garang.
f. Kepincangan
Keabnormalitasan kepincangan berkaitan erat dengan rasa sakit pada kaki,
abdomen, dada, atau indikasi gangguan syaraf.
g. Abnormalitas pada susunan tubuh (conformasi)
Abnormalitas susunan tubuh dapat terlihat dari kebengkakan, contohnya
yaitu pembengkakan ambing karena mastitis.
h. Leleran atau cairan yang keluar dari tubuh ternak
Keabnormalitasan cairan dapat berupa seperti hipersalivasi dan
prolapsesuterus (Soeparno, 2002).
Pemeriksaan postmortem merupakan pemeriksaan sebagai pelengkap
pemeriksaan antemortem dan difungsikan sebagai pemeriksaan mendalam atas
kelayakan hasil dari pemeriksaan antemortem. Pemeriksaan postmortem
meliputi pemeriksaan organoleptis terhadap konsistensi, bau, warna, dan
pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat (Budiharta, 2009).
Pemeriksaan postmortem memiliki tujuan untuk membuang dan mendeteksi
bagian abnormal pada tubuh ternak dengan melakukan pengawasan terhadap
13
cemaran mikroba demi memberi jaminan akan mutu dan keamanan daging
ternak yang telah disembelih layak untuk dikonsumsi. Menurut SK Menteri
Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual
Kesmavet (1993) pemeriksaan postmortem dilakukan berdasarkan urutan
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kepala dan lidah dengan cara melihat, meraba, dan
menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-
kelenjar sub parotidea, sub maxillaris, retropharyngealis dan tonsil.
b. Pemeriksaan organ rongga dada dilakukan dengan cara melihat, meraba
dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru dan
kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum
anterior, medialis dan posterior, jantung dengan mengamati bentukan
pericardium, epicardium, myocardium, endocardium, dan katup
jantung serta diafragma.
c. Pemeriksaan organ rongga perut dengan cara melihat, meraba dan
menyayat seperlunya yakni organ hati dan limpa, ginjal meliputi capsul,
corteks dan medulla, serta pemeriksaan pada usus beserta
kelenjar mesenterialis.
d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing dilakukan bila ada penyakit
yang patut dicurigai.
e. Pemeriksaan karkas dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat
seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/
supramammaria, axillaris, iliaca dan popliteal.
Menurut Smith et al., (2004), keputusan hasil akhir pemeriksaan
postmortem digolongkan menjadi beberapa kelompok, diantaranya adalah:
a. Karkas beserta organ tubuh yang sehat dapat diteruskan ke pasar untuk
dikonsumsi masyarakat.
b. Karkas beserta organ tubuh yang mencurigakan ditahan terlebih dahulu
untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa uji-uji di laboratorium.
c. Bagian organ yang sakit dan abnormal secara lokal dapat disayat dan
disingkirkan, lalu selebihnya dapat diteruskan ke pasar untuk dikonsumsi
14
masyarakat, sedangkan apabila yang mengalami keabnormalitasan
semuanya
d. Bagian organ yang sakit dan abnormal secara umum atau menyeluruh
wajib disingkirkan.
e. Karkas beserta organ tubuh yang sehat akan diteruskan ke pasar umum
dengan diberikan cap “baik”. Cap “baik” hasil lulus pemeriksaan
postmortem harus menginformasikan beberapa poin meliputi Nomor
Kontrol Veteriner, kode dokter hewan pemeriksa, wilayah tempat
pemotongan dengan Logo RPH yang digunakan sebagai tempat
berlangsungnya penyembelihan.
15
BAB III METODE KEGIATAN
16
3.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Metode yang akan digunakan selama PPDH di PD. RPH Kota Malang
adalah:
1. Observasi langsung dilapangan dengan mengikuti segala kegiataan yang
dilaksanakan oleh PD. RPH Kota Malang yang berkaitan dengan bidang
kesehatan masyarakat veteriner seperti pemeriksaan antemortem, post
mortem, pengolahan limbah, penerapan kesrawan.
2. Diskusi lapang dengan dokter hewan dan koordinator lapangan yang
berwenang dalam mengawasi jalannya proses pemotongan di PD RPH
Kota Malang
3. Studi literaturdengan sumber buku, jumal, serta penelusuran intemet
terkait RPH.
17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
18
a. Penerimaan Hewan
Hewan yang baru datang diturunkan dari alat angkut secara hati-hati dan
tidak kasar, dengan dilakukan pemeriksaan dokumen Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH). Hewan diistirahatkan ditempatkan pada
kandang terlebih dahulu selama minimal 12 jam untuk diperiksa
antemortem sebelum dipotong
b. Persiapan Penyembelihan
Peralatan RPH harus sudah siap dan bersih sebelum digunakan, selain itu
hewan ternak wajib dilakukan penimbangan sebelum dipotong, dan harus
dibersihkan dengan air apabila terdapat bercak bercak kotoran di
badan.Saat memasukkan hewan ke ruang pemotongan dilarang untuk
diperlakukan secara kasar, hal ini harus dihindari agar hewan tidak merasa
stress dan kesakitan.
c. Penyembelihan
Pada saat merobohkan ternak diusahakan untuk meminimalisir kesakitan,
proses penyembelihan menggunakan pisau yang tajam dengan waktu
secepat mungkin dan tepat memotong tenggorokan, kerongkongan,
pembuluh nadi leher dan pembuluh balik besar pada leher, lalu pengulitan
baru boleh dilakukan setelah hewan benar-benar mati (Amorim, et al.,
2007).
19
maksimum 24 jam sebelum penyembelihan dan hewan harus diistirahatkan
minimum 12 jam sebelum penyembelihan (Gambar 4.1).
20
2. Diijinkan untuk dipotong, bila pemeriksaan yakin bahwa untuk dimakan
manusia, daging dari hewan yang bersangkutan tidak membahayakan
kesehatan.
3. Ditunda untuk dipotong pada keadaan-keadaan:
a. Hewan lelah
b. Pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan adalah sehat, oleh
karenanya harus selalu di bawah pengawasan dan pemeriksaan; dalam hal ini
hewan harus disendirikan.
4. Diijinkan untuk dipotong dengan syarat, yaitu ditentukan waktu dan tempat
pemotongan serta pemeriksaan post mortem mendalam atau syarat lain bila
dalam pemeriksaan ante mortem menunjukkan gejala penyakit edema, PMK,
septikemia, dan lain-lain petunjuk yang masih memerlukan kepastian
mengenai daging hewan itu untuk dikonsumsi.
b. Postemortem
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah
hewan disembelih. Pemeriksaan postmortem meliputi pemeriksaan pada organ
kepala, karkas, organ bagian dada, organ perut (abdomen) dan pemeriksaan
limfoglandula. Prinsip pemeriksaan dengan pengamatan (inspeksi) dan
perabaan (palpasi). Pemeriksaan postmortem bertujuan untuk (Lukman dkk,
2009):
a. Meneguhkan diagnosa antemortem
b. Mendeteksi dan mengeliminasi kelainan-kelainan pada daging memastikan
bahwa daging tersebut aman dan layak dikonsumsi
c. Menjamin pemotongan yang baik dan benar, halal serta higienis
d. Memeriksa kualitas daging
Pemeriksaan sederhana postmortem dilakukan dengan urutan sebagai
berikut, sesuai SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992:
a. Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara
melihat,meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter)
serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan
tonsil.
21
b. Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba
dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar
paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan
posterior, jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium,
myocardium, endocardium dan katup jantung dan yang terakhir diafragma
c. Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba
dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan
medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar mesenterialis
d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang
dicurigai
e. Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat
seperlunya kelenjar prescapularis superficiali, inguinalis
profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan popliteal.
Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh pihak keurmaster RPH Kota
Malang merujuk pada SK Menteri Pertanian Nomor:
431/Kpts/TN.310/7/1992. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
kepala, limfoglandula prefemoralis dan prescapula, pemeriksaan intracostae
kanan dan kiri untuk melihat adanya cysticercosis, pemeriksaan pulmo untuk
melihat adanya abcess, emphysema, pemeriksaan hepar untuk melihat
fasciolosis, pemeriksaan limpa, pemeriksaan rumen, abomasum, retikulum,
dan omasum, serta pemeriksaan usus dan limfoglandula mesenterika
(Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Pemeriksaan postmortem pada pulmo & hepar (kiri) dan limpa (kanan)
22
Proses pemotongan di RPH Kota Malang dilakukan mulai pukul 23.00
hingga selesai. Proses pemotongan dimulai dengan menggiring sapi dari
kandang penampungan ke dalam ruang pemotongan. Selanjutnya sapi di
restrain dan direbahkan menggunakan metode barley dengan posisi left lateral
dan menghadap kiblat. Sapi kemudian disemblih sesuai dengan aturan yaitu
wajib menggunakan pisau yang tajam dan harus memutus trakhea, esophagus
dan 2 vena jugularis. Kemudian ditunggu hingga pengeluaran darah sempurna
dan sapi dipastikan sudah mati dengan melakukan pemeriksaan respon pada
mata, dan menusuk bagian extremitas, jika sudah tidak ada respon dari sapi
maka dinyatakan baha sapi sudah mati. Kemudian tubuh hewan dibersihkan
agar kotoran yang menempel di tubuhnya terangkat dan tidak mencemari
dagingnya kemudian dipisahkan antara kulit dan dagingnya (Gambar 3).
Dalam keadaan seperti ini ada hal yang harus diperhatikan yaitu pembersihan
kotoran yang menempel pada tubuh hewan sebelum dilakukan pemotongan
agar pembersihannya lebih merata sehingga higenitas dari daging lebih
terjamin. Karkas sapi diperoleh dengan membuang bagian kaki kepala dan
jeroan. Setelah dipisahkan karkas dipindahkan ke ruang pelayuan. RPH
malang menyediakan ruang pelayuan namun kebanyakan pemilik sapi tidak
melakukan pelayuan di RPH namun segera dibawa ke pasar.
23
Keputusan akhir pemeriksaan postmortem pada karkas atau bagiannya
didasarkan atas hasil seluruh pengamatan (inspeksi), palpasi, pemgirisan,
membaui, tanda – tanda antemortem dan pemeriksaan laboratorium bila
diperlukan. Keputusan Pemeriksaan Post mortem dapat digolongkan:
a. Baik untuk konsumsi
Daging merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi yang baik
bagi tubuh manusia. Daging yang baik memiliki beberapa ciri yaitu warna
daging sapi segar berwarna merah cerah, permukaan daging yang lembab,
tidak basah.
b. Dapat dikonsumsi manusia setelah bagian yang tidak layak dikonsumsi
dibuang
Daging pada kondisi ini sebenarnya memiliki warna, bau dan konsistensi
normal, tetapi terdapat bagian yang tidak normal. Kondisi seperti ini bisa
diakibatkan oleh berbagai hal misalnya parasit pada hati yang mengakibatkan
terjadinya Fasciolosis hati,adanya cacing Paramphistomum sp. pada rumen
dan oedema pada paru-paru akibat pneumonia dan emphysema (Herendra,
2000).
c. Dilarang untuk dikonsumsi
Daging yang diberi status dilarang untuk dikonsumsi karena dikhawatirkan
dapat menularkan penyakit pada manusia (foodborne disease). Daging harus
diafkir lalu dikubur atau dibakar. Beberapa penyakit yang menyebabkan
daging harus diafkir antara lain tuberkulosis, anthrax dan tetanus (Herendra,
2000). Pengafkiran dilakukan karena penyakit-penyakit yang telah disebutkan
diatas bersifat zoonosis.
Jika ditemukan kelainan pada organ dalam, maka organ tersebut akan di
afkir bahkan jika temuannya menjurus kepada penyakit zoonosis maka proses
pemotongan daging dapat tidak dilanjutkan, semua bergantung pada kebijakan
dokter hewan berwenang dalam mendiagnosisnya. Namun jika tidak
ditemukan adanya kelainan pada karkas dan organ dalam yang disebabkan
oleh penyakit atau ketidaknormalan lain, maka selanjutnya karkas lulus uji
dan dianggap layak untuk konsumsi dan diberi cap stempel sebagai ijin untuk
dikonsumsi dan boleh diedarkan kepada konsumen (Gambar 4.4).
24
Gambar 4.4. Karkas yang sudah diperiksa diberikan stempel
Pelaksanaan pemberian stempel dilakukan oleh keurmaster yang
merupakan petugas yang ditunjuk oleh Bidang Peternakan dan Kesehatan
Hewan Dinas Pertanian Kota Malang. Ketentuan stempel telah diatur Surat
Keputusan Menteri Pertanian nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang
Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya
yaitu stempel di dalamnnya terdapat tulisan: bagian atas terdapat nama RPH,
bagian tengah terdapat tulisan “baik“, ”baik bersyarat“, “baik diawasi“ atau
“afkir“, kemudian di bagian bawah terdapat Nomor Kontrol Veteriner. Bentuk
dan ukuran stempel setiap spesies sesuai dengan SK tersebut yaitu pada sapi
berbentuk bulat berukuran 10 cm, pada babi berbentuk segienam berukuran 5
cm dan pada kambing berbentuk bulat berukuran 3 cm, kemudian dibuatkan
surat keterangan kesehatan daging dari RPH setempat.
4.4 Tipe Bangunan dan Tata Ruang di PD. RPH Kota Malang
PD. RPH Kota Malang merupakan badan usaha milik daerah kota Malang
yang berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono No 176 Malang, Kelurahan Ciptomulyo,
Kecamatan Sukun Kota Malang. Menurut Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun
2010, berdasarkan pola pengelolaannya PD. RPH Kota Malang termasuk ke
dalam Jenis I dimana RPH tersebut merupakan milik pemerintah daerah yang
25
dikelola oleh pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan umum. Sedangkan
berdasarkan kelengkapan proses pelayuan (aging), RPH Kota Malang termasuk
dalam RPH Kategori I yaitu usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas
pelayuan karkas dan menghasilkan karkas hangat. Berdasarkan tipenya, RPH
Kota Malang termasuk dalam Tipe B yaitu tenaga pemotong milik jagal sendiri,
memiliki laboratorium sendiri walaupun produksinya belum untuk lain provinsi.
PD. Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Malang memiliki kemudahan untuk
mendapatkan akses air bersih yang bersumber dari air tanah yang jumlahnya
mencukupi untuk pelaksanaan kegiatan pemotongan hewan, pembersihan serta
desinfeksi. Kemudahan akses untuk menuju lokasi PD.RPH kota malang
ditunjukkan dengan banyaknya jalan beraspal dan rata sehingga memudahkan
pengangkutan ternak yang masuk ke dalam RPH dan pengangkutan daging yang
akan keluar dari RPH.
Perusahaan Daerah (PD) RPH kota Malang terletak jauh dari industri logam
atau kimia yang dapat mencemari produk RPH. Hal ini sudah sesuai dengan SNI
tentang rumah pemotongan hewan No.01-6159-1999 dan Peraturan Menteri
Pertanian No.13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong
Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging pada poin selanjutnya
dijelaskan bahwa lokasi RPH tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran
lingkungan, letaknya lebih rendah dari pemukiman, mempunyai akses air bersih
yang cukup untuk pelaksanaan pemotongan, tidak berada dekat industri logam
dan kimia, terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH babi atau dibatasi
dengan pagar tembok setinggi minimal 3 m untuk mencegah lalu lintas orang,
alat, dan produk antar rumah potong.
RPH kota Malang berdiri diatas lahan 1,1 Ha yang terdiri dari bangunan
utama dan bangunan penunjang sesuai dengan persyaratan dan bangunan tata
letak pada SNI 01-6159-1999 tentang rumah pemotongan hewan dan persyaratan
teknis RPH pada Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010. Rumah Potong
Hewan (RPH) berdiri diatas lahan 1,1 Ha yang terdiri dari bangunan utama dan
bangunan penunjang. Bangunan utama berupa ruang pemotongan hewan sapi,
ruang pelayuan karkas, ruang bagi daging, dan tempat cuci jeroan, serta Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Bangunan penunjang yang terdiri atas kantor,
26
kantin, bengkel, ruang pembakaran, ruang genset, instalasi air, garasi, dan
mushallah. Selain itu, tempat pemotongan sapi RPH ini juga memiliki tempat
pemotongan babi dan kambing. Pemotongan babi berada disebelah RPH sapi dan
kambing berada di belakang pasar sukun Jalan S. Supriyadi, kelurahan Sukun,
Kecamatan Sukun, Kota Malang. Denah tata letak di PD. RPH Kota Malang dapat
dilihat pada Gambar 4. berikut,
27
Gambar 4.6 dinding RPH (kiri), kondisi ventilasi RPH (kanan) Sumber: dokumentasi
pribadi
Bangunan utama PD. RPH Kota malang terbagi menjadi ruang kotor dan
ruang bersih. Ruang kotor merupakan daerah dengan tingkat pencemaran
biologik, kimiawi dan fisik yang tinggi sedangkan ruang bersih merupakan
Daerah bersih adalah daerah dengan dengan tingkat pencemaran biologik,
kimiawi dan fisik yang rendah. pemisahan antara ruang kotor dan bersih bertujuan
untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada daging sebagai hasil akhir
RPH.
a. Ruang kotor
Ruang kotor yang dimiliki RPH Kota Malang menyatu dalam satu bangunan
kecuali ruang pencucian jerohan. Ruang kotor yang dimiliki RPH Kota
Malang terbagi menjadi dua ruang yakni area pemotongan dan pencucian
jeroan.
Area pemotongan
area pemotongan di PD RPH merupakan ruang yang digunakan untuk
melaksanakan pemingsanan dan dilanjutkan dengan proses
penyembelih oleh juru sembelih halal. Pemingsanan yang dilakukan
pada PD RPH Kota Malang untuk sapi lokal masih menggunakan cara
konvensional dengan menggunakan fiksasi menggunakan tali
sedangkan untuk sapi import menggunakan restraining box. Tempat
penyembelihan pada PD RPH Kota Malang menunjukkan kelayakan
desain bangunan yaitu memiliki lantai yang kedap air dengan
28
permukaan rata yang memudahkan pembersihan sisa darah dan
kotoran dari proses penyembelihan, memiliki ventilasi udara yang baik
yang dilengkapi dengan jaring, lubang ke arah saluran pembuangan
pada permukaan lantai dilengkapi dengan penyaring. Kelayakan ruang
pemotongan juga ditunjukkan dengan adanya fasilitas penunjang
proses penyembeihan seperti dilengkapi restraining box, alat untuk
menempatkan hewan yang telah disembelih atau cradle, alat penggerek
karkas yang terdapat disetiap sisi dalam bangunan, dan dilengkapi
dengan rel dan alat penggantung karkas yang menjaga agar karkas
tidak menyentuh lantai sehingga meminimalkan kontaminasi
mikroorganisme perusak daging
Gambar 4.7 Ruang kotor PD. RPH Kota Malang (kiri) dan penggantungan
karkas (dokumentasi pribadi)
Ruang jeroan
Ruang jeroan yang dimiliki oleh RPH Kota malang terdiri dari
ruang jeroan hijau dan ruang jeroan merah hal ini telah sesuai dengan
syarat bangun RPH. Ruang jeroan hijau ialah ruang yang befungsi
untuk pengeluaran isi rumen, retikulum, omasum, abomasum dan usus
dan pencucian semua isi abdomen hingga bersih dari kotoran. Ruang
jeroan merah merupakan tempat pencucian jeroan seperti limpa,
jantung, paru-paru, hepar dan ginjal. pemisahan lokasi antara
pencucian jeroan merah dan jeroan hijau bertujuan untuk
29
meminimalkan kontaminasi pada jeroan merah oleh isi dari jeroan
hijau. Fasilitas ruang jeroan malang telah memenuhi kelayakan ialah
dengan dilengkapi tempat pengeluaran jeroan hijau dan bak pencucian
yang terdiri dari enam bak pencucian yang terisi air untuk mencuci
jeroan secara bertahap sehingga dihasilkan jeroan yang bersih
30
b. Ruang Bersih
Ruang bersih yang dimiliki oleh PD.RPH Kota Malang
memiliki beberapa ruangan yakni: 1) Ruang pelayuan : Ruang pelayuan
yang dimiliki oleh RPH Kota Malang berada disamping ruang
penyembelihan, akan tetapi ruang pelayuan jarang difungsikan dan tidak
memiliki fasilitas yang tidak memadai untuk melakukan pelayuan yakni
tidak memiliki alat penggantung karkas yang berada diruang pelayuan dan
tidak memiliki fasilitas pendingin untuk melakukan pelayuan karkas dan
jeroan yang pada suhu ruang – 4oC sampai +4oC. tidak difungsikannya
ruang pelayuan sehingga PD RPH kota malang dikategorikan ke dalam
RPH Kategori I yakni usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas
pelayuan karkas dan menghasilkan karkas hangat. Hasil karkas hangat
berpengaruh pada pola distribusi karkas hasil dari PD RPH kota malang
yakni pola distribusi hanya dapat dilakukan dalam wilayah domestik
sehingga berpengaruh pada sertifikat NKV yang diperoleh oleh PD RPH
Kota malang yakni NKV level II yaitu tahapan Menuju kualifikasi ekspor.
2) Ruang pembagian daging dan penimbangan : Ruang pembagian daging
milik RPH Kota Malang terletak berdekatan dengan ruang pelayuan.
Ruang pembagian daging merupakan ruang yang digunakan untuk
memisahkan daging dan tulang, setelah sebelumnya dilakukan
penimbangan terhadap berat karkas. Pembagian daging merupakan
tahapan akhir sebelum daging diedarkan. Ruang pembagian daging daging
telah memenuhi kelayakan yakni dilengkapai dengan rel dan penggantung
karkas agar tidak bersentuhan dengan lantai, meja yang terbuat dari
stainless stail yang bersifat tidak toksik, mudah dibersihkan, kedap air dan
mudah dirawat. Daging yang telah dipisahkan dari tulangnya akan
ditampung pada bak yang diletakkan dalam mobil pengangkut daging.
31
Lokasi kandang peristirahatan diperuntukkan sebagai tempat istirahat sapi setelah
didatangkan dilokasi RPH. Sapi diistirahatkan dengan tujuan supaya sapi yang
akan dipotong dapat terhindar dari stress, dikarenakan sapi yang stress akan
menghasilkan daging yang berwarna gelap. Sapi diperlakukan sedemikian rupa
agar berada dalam kondisi yang sehat untuk proses pemotongan (Siswanto,
2015). Waktu yang optimal untuk pengistirahatan sapi berkisar 12-24 jam.
Perlakuan pertama yang dilakukan saat sapi datang ke tempat pengistirahatan
ialah penyemprotan sapi dengan air dingin. Kegiatan ini bertujuan untuk
membersihkan tubuh sapi dan menekan adanya bilur-bilur darah pada bagian
subkutan (Asdar, 2014). Kandang peristirahatan pada PD.RPH dilengkapi dengan
tempat pakan dan tempat minum. konstruksi kandang peristirahatan dilengkapi
dengan atap yang berfungsi melindungi dari panas dan hujan. Desain lantai
dibangun dengan sudut kemiringan agar urin dapat mengalir melalui saluran
pembuangan yang terletak dibagian belakang kandang peristirahatan. Selain itu
lantai dibuat untuk mudah dibersihkan untuk menghindari penularan penyakit
pada sapi yang dapat ditularkan melalui feces. Setiap sisi kandang peristirahatan
dilengkapi dengan jalur untuk menggiring ternak. Sapi yang akan disembelih
digiring satu persatu ke tempat penyembelihan. Tujuan pembuatan jalur
penggiringan ialah untuk memudahkan untuk membawa sapi ke tempat
penyembelihan, penggiringan satu persatu dimaksudkan agar hewan tidak bisa
berbalik arah kembali ke kandang dan mengurangi resiko stress pada hewan
(Lestari, 1994). Desain Kandang peristirahatan di PD.RPH kota Malang telah
sesuai dengan SNI 01-6159-1999 tentang RPH ruminansia yaitu mempunyai
pertukaran udara baik, lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap udara, tidak licin
dan mudah dibersihkan, atap dari bahan yang kuat yang dapat melindugi dari
panas dan hujan, terdapat gangway (jalur penggiringan) yang dilengkapi pembatas
yang kuat dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor.
4.1.3 Laboratorium
Apabila selama pemeriksaan postmortem ditemukan abnormalitas dapat
dilakukan pengujian sampel yang di Laboratorium RPH. Letak dari laboratorium
berada pada Dinas Pertanian Bidang Peternakan yang masih satu kompleks di
32
PD.RPH. Laboratorium memiliki fasilitas yang memadai dan dapat melakukan
beberapa pemeriksaan terhadap kualitas daging ataupun pada sampel daging yang
dicurigai terdapat abnormalitas. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah
pemeriksaan organoleptik, pengujian kimiawi sederhana, seperti uji awal
pembusukan daging dan uji kesempurnaan pengeluaran darah, pengujian cemaran
mikroba serta pengujian parasit.
33
Malang telah memenuhi persyaratan SNI 01-6159-1999 yaitu harus cukup besar
dan didisain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang
mudah dirawat dan dibersihkan, kedap air sehingga tidak mengotori tanah. Sistem
saluran pembuang limbah cair juga harus selalu tertutup supaya tidak
menimbulkan bau, saluran pembuangan dilengkapi dengan penyaring yang mudah
diawasi dan dibersihkan.
34
bahan organik dan nutrisi, tingginya variasi dan residu yang terarut ini akan
memberikan efek mencemari sungai dan badan air. Bahaya atau risiko yang
ditimbulkan sebagai akibat dari aktivitas di RPH yang pengelolaan air limbahnya
kurang sempurna atau tidak adanya instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
memiliki potensi bahaya, di antaranya adanya bakteri-bakteri patogen penyebab
penyakit, meningkatnya kadar BOD (Biological oxygen demand), COD (chemical
pxygen demand), TSS (toxic shock syndrome), minyak dan lemak, pH dan NH3-
N.
35
akan meminimalkan timbulnya bau dari limbah. Air limbah yang dibuang ke
sungai brantas telah memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan yang dipantau
oleh dinas yang membidangi fungsi kesehatan lingkungan yakni dilakukan
pengawan dan pengujian baku mutu air oleh Dinas Lingkungan Hidup kota
Malang setiap tiga bulan sekali sehingga dipastikan kandungan limbah cair dari
PD. RPH aman untuk lingkungan biota air dan resiko penyebaran penyakit.
36
1. Karakteristik limbah cair RPH memang lebih sesuai diolah secara
anaerobik karena mengandung bahan organik biodegradabel
konsentrasi tinggi yaitu dari lemak dan protein, kandungan alkalinitas
yang cukup, serta kandungan Fosfor, Nitrogen, dan mikronutrien yang
sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme.
2. Kandungan COD dan padatan tersuspensi yang tinggi dari air limbah
akan menjadi sumber energi yang tinggi pula dalam bentuk metana.
3. Bakteri anaerobik bisa tahan hidup dalam waktu lama tanpa adanya
makanan/substrat (Masse, 2000), Tehnik pengolahan secara anaerobik
yang digunakan untuk mengolah limbah cair RPH memiliki beberapa
keuntungan antara lain mampu mendegradasi bahan organik dalam air
limbah dengan konsentrasi tinggi, hanya sedikit menghasilkan lumpur
padat, hemat energi karena tidak memerlukan aerasi, dan bisa
memberikan hasil samping berupa gas metana yang bisa digunakan
sebagai bahan bakar.
Limbah RPH dikategorikan menjadi dua limbah yakni limbah cair dan
limbah padat. Pihak RPH melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang
dihasilkan sedangkan untuk limbah padat akan dioleh oleh dinas pertamanan
untuk dijadikan pupuk organik. Limbah cair RPH tersusun atas bahan organik
dengan konsentrasi tinggi, padatan tersuspensi, serta bahan koloid seperti lemak,
protein, dan selulosa (Claudia E.T. Caixeta, dkk, 2002). Limbah cair di RPH
berasal dari beberapa kegiatan pada proses pemotongan hewan yaitu pencucian
hewan, penyembelihan, pengulitan, pemotongan bagian-bagian tubuh hewan, dan
pembersihan lantai, penyimpanan daging (Susanto., 2013). Limbah cair yang
37
dihasilkan oleh RPH merupakan limbah organik biodegradabel yang terdiri dari
darah, partikel-partikel kulit dan daging, sisa-sisa dari sistem pencernaan, cairan
rumen, kotoran hewan, urin, dan polutan-polutan lainnya dari proses pencucian.
Jenis limbah yang dihasilkan oleh RPH dapat berupa feces, urine, isi
rumen atau isi lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya yang
dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga
limbah tersebut mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di
dalam air, mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas maksimum kriteria
kualitas air, dan kedua gas tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat
menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi
fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain
menimbulkan gas berbau busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang
berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Widya,
2009).
38
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan koasistensi PPDH
di PD. RPH Kota Malang :
1. Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD.RPH) Kota Malang memiliki
desain bangunan yang telah sesuai dan layak dengan adanya pembagian antara
ruang kotor ataupun ruang bersih dan kelengkapan alat penunjang proses
penyembelihan
2. Pengolahan limbah di PD. RPH baik limpah padat maupun limbah cair sudah
dilakukan dengan baik.Pengolahan limbah cair menggunakan sistem IPAL,
sedangkan limbah padat bekerjasama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Malang.
3. Peran dokter hewan pada PD RPH ialah melakukan pengawasan penerapan
terhadap kesejahteraan hewan pada tiap penyembelihan, higiene dan sanitasi pada
lingkungan PD.RPH dan memantau pengolahan limbah dari RPH serta
pelaksanaan pemeriksaan ante mortem dan post mortem secara rutin oleh dokter
hewan guna menjamin keamaan daging yang akan diedarkan.
4. Penerapan higiene masih kurang baik yang dapat dilihat masih kurangnya
penerapan higiene personal, proses pengulitan dan proses pengangkutan daging
5. Penerapan kesejahteraan hewan di PD RPH baik dengan penerapan
kesejahteraan hewan dari kandang peristirahatan, penggiringan, penyembelihan.
6. Penerapan pemeriksaan antemortem dilakukan dengan baik dengan melakukan
pemeriksaan fisik dan palpasi rektal. Pemeriksaan postmortem dilakukan pada
bagian jeroan, karkas dan limfoglandula.
5.2 Saran
Diharapkan adanya edukasi berkelanjutan kepada juru sembelih halal dan
karyawan yang terlibat untuk menerapkan higiene personal dalam penyembelihan
hewan ternak.
39
DAFTAR PUSTAKA
Amorim, A.K.B, I.R. de Nardi, V. Del Nery. 2007. Water Conservation and
Effluent Minimization : Case Study of a poultry Slaughterhouse. Resources,
Conservation and Recycling 51.93-100.
Bearden H.J. and J.W. Fuquay. 2002. Applied Animal Reproduction Third Edition
Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.
Budiharta, S. 2009. Penyembelihan, Pemeriksaan Pramerta dan Pemeriksaan
Pascamerta pada Ternak Potong.Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Cláudia E. T. Caixeta, Magali C. Cammarota and Alcina M. F. Xavier,
Slaughterhouse wastewater treatment: evaluation of a new three-phase
separation system in a UASB reactor, Bioresource Technology, Vol. 81,
Issue 1, January 2002, Pages 61-69.
40
Kundu, P., A. Dabsarkar, S. Mukherjee. 2013. Treatment of Slaughter House
Wastewater in a sequencing Batch Reactor, Performance evaluation and
Biodegradation Kinetics. Hindawi Publishing Corporation, BioMed
Research International Article ID134872, II pages.
Manual Kesmavet. 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina
Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian.
Jakarta
Masse, D. I. Massé and K. J. Kennedy , Effect of hydrolysis pretreatment on fat
degradation during anaerobic digestion of slaughterhouse wastewater,
Process Biochemistry, Vol. 38, Issue 9, 30 April 2003, Pages 1365-1372
Peraturan Menteri Pertanian nomor 13. 2010. Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant)
Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter. 2004. Laboratory Manual for Meat
Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusett.
SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan.
Soeparno, 2002.Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan ke-1.Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Susanto H., Budijono, M. Hasbi. 2013. Peningkatan Degradasi Polutan organik
Air Limbah Rumah Potong Hewan dengan Proses Biofilter Kombinasi
Anaerob- Aerob Bermedia Botol Plastik Berisikan Potongan- Potongan
Plastik Untuk Media Hidup Ikan Budidaya. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan UNRI. Pekanbaru.
Widya N., W. Budiarsa, M.S. Mahendra. 2009. Studi Pengaruh Air Limbah
Pemotongan Hewan dan Unggas Terhadap Kualitas Air Sungai Subak
41
PakelI desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
ISSN: 1907-5626
42