Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan
ganguan tetanus
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan gangguan
tetanus.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan gangguan
tetanus.
3. Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan gangguan
tetanus.
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan gangguan tetanus.
1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa mengetahui penyakit tetanus yang disebabkan oleh
organisme anaerob Clostiridium tatani yang berpoliferasi disebabkan keadaan
antara lain adalah luka tusuk dalam dan kotor serta belum terimunisasi, luka
bakar karena lalu lintas, luka bakar, luka tembak, gigitan hewan/manusia, gigi
berlubang, lesi pada mata, infeksi telinga, perawatan luka/tali pusar yang
tidak baik. Sehingga perlu untuk menjaga supaya infeksi yang ada di bagian
tubuh tersebut tidak berlanjut menyebabkan tetanus.Dan juga dapat dicegah
dengan membersihkan luka dengan H2O23%.Jika tidak ditangani secara cepat
dapat menjadi kematian.
2. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat mengetahui bagaimana proses terjadinya penyakit
tetanus, dan masyarakat dapat mencegah terjadinya tetanus dengan mencegah
terjadinya luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik mengosumsi
eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang pentingbagi
tumbuhannya basil tetanus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR TEORI
2.1.1 Definisi Tetanus
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh
Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk
di dalamnya tetanus neonatrum, tetanus generalist dan gangguan
neurologis lokal.
2.1.2 Etiologi
Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang
bersipat anaerob, membentuk sepora (tahan panas), gram positif,
mengeluarkan eksotoksin yang bersipat neotoksin ( yang efeknya
mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis bersimbiosis dengan
mikroorganisme piogenik (pyogenic).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan
tanah yang di pupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat
pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati ( cprpus
alienum ) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi
kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri
piogenik mengosumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi
anaerob yang penting bagi tumbuhannya basil tetanus.
port d’entree antara lain luka tusuk, luka bakar otitis media,
perawatan
Perubahan intrakranial
Resiko tinggi
cedera Cemas
2.1.5 Manifestasi Klinis
a. Masa inkubasi clostridium tetani adalah 4-21 hari. Semakin lama
masa inkubasi, maka prognosisnya semakin baik. Masa inkubasi
tergantung dari jumlah bakteri, Virulensi, dan jarak tempat masuknya
kuman (portd’entre) dengan SSP. Semakin dekat luka dengan SSP
maka prognosisnya akan semakin serius dan semakin jelek. Misalnya,
luka di telapak kaki dan leher bila sama-sama terserang basil tetanus,
yang lebih baik prognosisnya adalah luka yang di kaki.
b. Timbulnya gejala biasanya mendadak, di dahului dengan ketegangan
otot terutama pada rahang dan leher.
c. Sulit membuka mulut (trismus).
d. Kaku duduk.
e. Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam mengalami ekstensi,
lengan kuku, dan mengepal.
f. Kejang tonik.
g. Kesadaran biasanya tetap baik.
h. Asfisia dan sianosis akibat kontraksi otot, retensi urine bahkan dapat
menjadi fraktur kolumna vertebralis (pada anak) akibat kontraksi otot
yang sangat kuat.
i. Demam ringan (biasanya pada stadium akhir).
7. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok
hipovelemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya
normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena adanya
hancurnya eritrosit.
8. B3 (brain)
Pengkajian B3 merupakan pemriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
9. Tingkat kesadaran (GCS)
Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan.
10. Fungsi serebri
Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktifitas
motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
11. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal
3) Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak di ketahui, klien
tetanus mengeluh mengalami fotophobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat
stimulus rangsang cahaya perlu di perhatikan perawat untuk
memberikan intervensi menurunkan stimulus cahaya
tersebut.
4) Saraf V. Refleks masester menigkat. Mulut mencucu seperti
mulut ikan (ini adalah gejala khas pada tetanus).
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
8) Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang
dan leher (mendadak)
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada pasikulasi. Indra pengecapan normal.
12. System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan kordinasi pada
tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
13. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
atau periusteum derajat reflek pada respon normal.
14. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak
yangtetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
15. System sensori
Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya di dapatkan perasaan
raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal. Tidak
ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseftif
normal dan perasaan diskriminatif normal.
16. B4 (BLADER)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan
perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi
urin karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang
sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
17. B5 (BOWEL)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun
karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut
papan) merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot
menyebabkan kesulitan BAB.
18. B6 (BONE)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien
mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan por de
entrée kuman Clostridium tetani , sehingga memerlukan
perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko
pada praktur pertibra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada
abdomen.
19. Pengelompokan Data
1. Data subjektif
Pada pasien yang mengalami tetanus mengatakan terasa nyeri dan
sakit pada derah luka dan rahang, demam, tidak tahu akan sakit
yang sedang dialami, dan merasa lemas serta merasa panas
meningkat.
2. Data objektif
a. Terjadinya peningkatan tekan darah
b. Nyeri pada otot
c. Terjadi peningkatan tonus otot
d. Biasanya pasien lemah
e. Tampak gelisah
f. Pergerakan terbatas
g. Dalam bergerak dibantu
h. Tampak pucat
i. Tampak lemah
j. Biasanya pasien gelisah
k. Biasanya pasien menahan nyeri
l. Nafsu makan berkurang
m. Kesadaran menurun
n. Nadi kuat dan cepat
o. Penurunan fungsi ginjal dengan nilai keratinin jauh dari
normal
p. Teraba perut teasa keras seperti papan
q. Mengatakan sakit pada daaerah rahang
r. Badan tampak kaku
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan
adanya secret dalam trakhrea, kemampuan batuk menurun.
b. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan adanya
kejang berulang.
c. Resiko cidera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
d. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
kemungkinan kejang berulang.
e. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses
inflamasi dan efek toksin di jaringan otak.
2) Analisa Data
5 DS: - Pembuluh
DO: darah/jaringan (neotopi Suhu tubuh
- Muka dan dada , limposit )
berkeringan, suhu akral
hangat Metabolisme
- Suhu tubuh 39,5oC,
nadi 96 kali /menit Hiperpireksia
takhikardia
- Baju terbuka
- Lab. Leukosit
3) Rencana Intervensi
Tujuan rencana intervensi secara umum adalah menghindari
komplikasi akibat serangan kejang, menjaga kepatenan jalan
nafas, menurunkan panas tubuh, menurunkan stimulus rangssang
kejang, dan meningkatkan koping individu serta penurunan
tingkat kecemasan.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya secret dalam
trakhrea, kemampuan batuk menurun.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan jalan napas
kembali efektif.
Criteria hasil : secara subjektif sesak napas (-), RR 16-20x/ menit. Tidak
menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS(-), ronkhi(-/-), mengi(-/). Dapat
mendemonstrasikan cara batuk efektif.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas Membantu dan mengatasi komplikasi
tambahan, perubahan irama dan pontensial. Pengkajian fungsi pernapasan
kedalaman, penggunaan otot-otot dengan interval yang teratur adalah
aksesori, warna, dan kekentalan sputum. penting karena pernapasan yang tidak
efektif dan adanya kegagalan , karena
adanya kelemahan atau paralisa pada otot
–otot interkostal dan diafragma yang
berkembang dengan cepat
Peninggian kepala tempat tidur
Atur posisi fowler dan semifowler memudahkan pernapasan, meningkatkan
ekspansi dada, dan meningkatkan batuk
lebih efektif.
Ajarkan cara batuk efektif Klien berada pada risiko tinggi bila tidak
dapat batuk efektif untuk membersihkan
jalan napas dan mengalami kesulitan
dalam menelan, yang dapat
menyebabkan aspirasi saliva, dan
mencetuskan gagal napas akut
Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dada Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih efektif.
Penuhi hidrasi cairan via oral seperti Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
minum air putih dan pertahankan intake mucus yang kental dan dapat membantu
cairan 2500 ml/hari pemenuhan cairan yang banyak keluar
dari tubuh.
Lakukan pengisapan lendir di jalan Pengisapan mungkin diperlukan untuk
napas mempertahankan kepateanan jalan napas
menjadi bersihn napas
Berikan oksigen sesuai klinis Pemenuhan oksigen terutama pada klien
tetanus dengan laju metabolism yang
tinggi.
3. Resiko cidera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien bebas dari cidera yangb
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran .
Kriteria hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila kejang berulang ada.
Intervensi Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan, kaki, Gambaran tribalitas sistem syaraf pusat
mulut, dan otot – otot muka lainnya. memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman Melindungi klien bila kejang terjadi.
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat klien.
Pertahankan bedrest total selama fase Mengurangi resiko jatuh/terluka jika
akut vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi : diazepam, Untuk mencegah atau mengurangi
Phenobarbital kejang
Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi.
5. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek
toksin di jaringan otak.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Kriteria hasil : Suhu tubuh normal 36 - 37C
Intervensi Rasionalisasi
Monitor suhu tubuh klien Peningkatan suhu tubuh menjadi stimula
rangsang kejang pada klien tetanus
Beri kompres dingin di kepala dan Memberikan respons dingin pada pusat
aksila pengatur panas dan pembuluh darah
besar
Pertahankan bedrest total selama fase Mengurangi peningkatan proses
akut metabolisme umum yang terjadi pada
klien tetanus
Kolaborasi pemberian terapi : ATS dan ATS dapat mengurangi dampak toksin
antimikroba tetanus di jaringan otak dan antimikroba
dapat mengurangi inflamasi sekunder
dari toksin
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal
dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada
otot masester dan otot rangka
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah
inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode
inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi
klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas
ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman
penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah,
lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma
pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan.
3.2 Saran
1) Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mengetahui penyebab tetanus dan pencegahannya
agar dapat terhindar dari infeksi tetanus baik untuk dirinya sendiri maupun
keluarga.
2) Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat agar mampu menjaga kesehatannya terutama
jika ada luka tusuk, terkena paku, pecahan beling dan jatuh di tempat yang
kotor karena kecelakaan. Keadaan tersebut harus segera di tangani langsung
dengan membersihkan luka dengan Nhcl agar luka mengurangi infeksi .
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo W. Aru dkk. 2006. Buku Ilmu Penyakit Dalam,. Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam F.KUniversitas Indonesia.