Sunteți pe pagina 1din 9

Trichuris Trichiura (cacing cambuk)

1. Definisi dan Taksonomi


Trichuris trichiura adalah nematoda usus atau cacing usus yang ditularkan melalui
tanah (soil transmitted helminth) yang dapat meyebabkan penyakit trichuriasis, cacing ini
disebut juga Trichocephalus dispar, Whip worm, Trichocephalus hominis, dan cacing
cambuk karena bentuknya yang menyerupai cambuk. Cacing ini berhabitat di usus besar
khususnya pada caecum dan sedikit pada appendix dan colon. Cacing ini pertama kali
dijelaskan oleh Linnaneus pada tahun 1771 (Arora, 2004).
Taksonomi dari Trichuris Trichiura adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Enoplea
Ordo : Trichocephalida
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura

2. Distribusi Geografis
Cacing ini bersifat kosmopolitan dalam distribusinya, terutama pada daerah yang
panas dan lembab seperti di Indonesia. (Arora, 2004)
3. Morfologi
1) Cacing Dewasa
Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk dimana 3/5 dari panjang tubuhnya
(sebelah anterior) tipis seperti benang sedangkan 2/5 bagian (sebelah posterior)
terlihat lebih tebal seperti gagang cambuk. Trichuris trichiura hidup menempel pada
dinding caecum manusia, sedikit yang berada di apendiks, colon atau tingkat posterior
dari ileum. Ujung anterior berada pada mukosa usus besar sedangkan ujung posterior
membentang pada intestinal lumens. Warna cacing ini adalah putih.
Spesies jantan berukuran antara 30 sampai 45 milimeter dan memiliki
ekstremitas kaudal yang bergelung-gelung/berliku-liku dengan ujung posterior
melingkar / melengkung ke arah ventral dengan sebuah spicula di ujungnya. Genitalia
spesies jantan terdiri atas testis, vas deferens dan tubulus ejakulasi yang kosong
hingga mencapai kloaka.
Spesies betina berukuran antara 35 sampai 50 milimeter dan membulat dengan
jelas sampai pada bagian posterior. Genitalia spesies betina terdiri atas ovarium
tunggal, oviduk, dan kantung uterus.

2) Telur
Telur dari spesies ini ukuran 50 sampai 54 mikron dan lebarnya 22 sampai 23
mikron, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal dan
berisi ovum kemudian berkembang menjadi larva setelah 10 sampai 14 hari.

Gambar 2. Morfologi Trichuris trichiura; telur belum matang (tidak infektif) (kiri) telur
sudah matang (kanan)

4. Siklus Hidup
Gambar 3. Siklus hidup dari Trichuris trichiura (di kutip dari WHO).

Dari gambar siklus hidup Trichuris trichiura di atas, dapat dijelaskan sebagai
berikut. Trikuriasis merupakan penyakit yang dapat terjadi jika manusia menelan telur
cacing Trichuris trichiura. Misalnya melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing
(tidak dicuci dengan bersih atau dimasak kurang matang). Di dalam duodenum (bagian
dari usus halus) larva akan menetas, menembus dan berkembang di mukosa usus halus
dan menjadi dewasa di sekum, akhirnya melekat pada mukosa usus besar. Siklus dari
tertelannya telur sampai menjadi cacing dewasa berlangsung selama lebih kurang 3
bulan; cacing dewasa akan hidup selama 1 sampai 5 tahun.
Telur yang telah dibuahi kemudian akan dikeluarkan dari tubuh manusia atau
hospes bersama dengan tinja. Telur tersebut akan matang dalam waktu 3 sampai 6
minggu pada lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang
teduh. Telur matang adalah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif dari
Trichuris trichiura. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing
dewasa betina meletakkan telur kurang lebih selama 30 sampai 90 hari.
Hospes definitive cacing ini adalah manusia dan T.trichiura tidak membutuhkan
hospes intermediet. Telur yang dihasilkan tidak akan berkembang bila berada di
lingkungan yang terpapar sinar matahari secara langsung dan akan mati bila berada pada
suhu dibawah -9oC atau diatas 52oC. Cacing dewasa umumnya bisa ditemukan pada
epitel sekum atau kolon. Namun, pada infeksi berat cacing dewasa juga bisa ditemukan
pada apendiks, rektum, atau bagian distal ileum.
5. Epidemiologi dan Prevalensi
T. trichiura umumnya ditemukan pada daerah hangat, lembab, tropis dan
subtropis dimana angka prevalensi infeksi T. trichiura pada anak bisa melebihi 90%,
namun juga dapat ditemukan pada daerah beriklim sedang. Daerah endemik infeksi T.
trichiura adalah negara tropis dan subtropis, namun sedikit kasus sporadis juga terjadi di
daerah non endemik sebagai akibat dari adanya migrasi penduduk.
Tichuris trichiura bersifat kosmopolit. Spesies ini banyak ditemukan di daerah
yang panas dan lembab, seperti di Indonesia. Suhu dan kelembaban lingkungan ada iklim
tropis sangat sesuai bagi perkembangan cacing cambuk. Cacing cambuk memerlukan
tanah untuk mematangkan telurnya sehingga cacing cambuk dikelompokan ke dalam
STH. Faktor yang mempengaruhi trikuriasis adalah sanitasi. Pada negara berkembang,
sistem sanitasi belum terjaga dengan cukup baik, sehingga infeksi trikuriasis dapat
menyebar dengan mudah. Penyebaran trikuriasis yang paling banyak adalah pada
lingkungan pedasaan dan daerah kumuh di perkotaan.
Diperkirakan 1.049 juta orang terinfeksi T. trichiura, termasuk di dalamnya 114
juta anak usia prasekolah dan 233 juta anak usia sekolah 5-14 tahun (Stephenson et al.,
2000). Sedangkan, pada tahun 1987, WHO memperkirakan terdapat 500 juta kasus
infeksi T. trichiura di seluruh dunia. Sementara itu menurut Knopp diperkirakan terdapat
604 juta sampai 795 juta kasus infeksi T. trichiura. Di beberapa negara, prevalensi
infeksi T. trichiura tergolong tinggi khususnya pada populasi anak. Di El Salvador kasus
infeksi T. trichiura mencapai 31% dari total populasi anak (Smith et al, 2001).
Sementara itu, 60 % penduduk di daerah terpencil Guatemala terinfeksi T. trichiura.
Pada beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang
diungkapkan oleh Kementrian Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53% pada
masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan Sumatra Selatan, 51,6% pada sejumlah sekolah di
Jakarta. Prevalensi dibawah 10% ditemukan pada pekerja pertambangan di Sumatra
Barat (2,84%) dan di sekolah-sekolah di Sulawesi Utara (7,42%). Pada tahun 1996 di
Musi Banyuasin, Sumatra Selatan infeksi T. trichiura ditemukan sebanyak 60% di antara
365 anak sekolah dasar. Bahkan, pada periode sebelumnya yaitu tahun 1972-1979, angka
prevalensi T. trichiura di beberapa daerah berada di atas 80%. Daerah tersebut yaitu
Sulawesi Selatan (82,5%), Kalimantan Barat (90%), Sumatra Utara (87%), Jawa Barat
(91%), NTB (84%), dan Irian Jaya (91%). Trikuriasis ini bisa terjadi pada segala usia,
namun puncak prevalensinya berada pada rentang 5 sampai 25 tahun.
6. Patologi, Gejala Klinis dan Diagnosis
Cacing akan memasukan bagian anteriornya kedalam mukosa usus dan
menyebabkan trauma serta iritasi pada mukosa usus. Pada tempat perlekatan ini terjadi
pendarahan. Cacing akan mengkonsumsi sekresi dari jaringan mukosa usus. Diketahui
juga bahwa cacing ini akan menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan
anemia dan defisiensi zat besi.
Cacing dewasa terutama hidup di sekum namun dapat juga ditemukan di kolon
asendens. Derajat keparahan trikuriasis ditentukan oleh intensitas infeksi pada saluran
gastrointestinal dan variabel lain yang mempengaruhi keadaan hospes seperti usia,
kesehatan umum, dan asupan zat besi. Pada orang yang sangat sensitif, infeksi dapat
menyebabkan respon yang tidak spesifik, seperti gugup, anoreksia, dan urtikaria.
Pada infeksi ringan, trikuriasis umumnya tidak menunjukkan gejala. Pada infeksi
sedang, dimana terdapat sekitar 20 cacing dewasa dalam tubuh, akan terlihat gejala nyeri
perut, diare (jarang terdapat darah), muntah, kembung, kehilangan berat badan, serta
anemia dan defesiensi zat besi. Pada infeksi berat trikuriasis dapat ditemukan sekitar 200
cacing dewasa di dalam tubuh. Gejala klinis yang tampak adalah diare yang disertai
darah, nyeri perut, tenesmus, anemia berat, prolapsus rekti, dan eosinofilia derajat
sedang.
Infeksi berat pada anak-anak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
rendahnya kesehatan fisik serta status nutrisi. Infeksi trikuriasis berat pada anak-anak
akan memperlihatkan persebaran cacing di seluruh kolon dan rektum. Infeksi berat T.
trichiura juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi cacing
dan protozoa yang biasanya menyertai infeksi T. trichiura antara lain Ascaris
lumbricoides, cacing tambang, dan Entamoeba hystolica. Pada orang dengan infeksi T.
trichiura seringkali ditemukan juga infeksi Ascaris lumbricoides.
Trikuriasis dapat didiagnosis ketika ditemukannya telur T. trichiura pada
pemeriksaan tinja. Data yang didapat dari hasil pemeriksaan tinja adalah jumlah telur
yang dinyatakan dalam satuan telur per gram (eggs per gram / epg). WHO menetapkan
klasifikasi infeksi T. trichiura pada individu dengan didasarkan pada hasil pemeriksaan
tinja, sesuai tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi T. trichiura menurut WHO.


No. Beratnya Infeksi Jumlah telur per gram (epg)
1 Ringan 1-999
2 Sedang 1000-9999
3 Berat ≥ 10000
Selain dengan pemeriksaan tinja, diagnosis T. trichiura dapat dilakukan
dengan teknik colonoscopy. Namun, colonoscopy merupakan teknik yang kurang biasa
digunakan. Colonoscopy biasanya dilakukan untuk evaluasi jika muncul gejala
gastrointestinal non-spesifik seperti sakit perut, diare, dan anemia. Colonoscopy
dilakukan seperti pada endoskopi, yaitu melihat keadaan pada usus individu dengan
bantuan alat yang akan memvisualisasikan keadaan usus di dalam tubuh individu. Jika
terdapat infeksi, maka hasil colonoscopyakan menunjukkan adanya cacing T. trichiura
yang menempel pada usus, seperti gambar berikut:

Gambar 4. Hasil colonoscopyyang menunjukkan adanya T.trichiura pada usus.

7. Lab Diagnosis
1) Terjadinya apendisitis akut atau disentri.
2) Menemukan telur cacing dalam tinja
3) Menemukan cacing dewasa pada anus atau rectum prolaps
8. Pengobatan
WHO memberikan empat daftar anthelmintik esesial yang aman dalam
penanganan dan kontrol STH, yaitu albendazole, mebendazole, levamisole dan pirantel
pamoat. Jika diberikan secara regular pada komunitas yang terinfeksi, obat-obat ini
efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang
endemis.
Penatalaksanaan infeksi T. trichiura dilaksanakan dengan pemberian terapi
antihelmintik, diantaranya yang paling banyak digunakan adalah mebendazole dan
albendazole. Kedua obat ini termasuk ke dalam kelompok obat benzimidazole yang
bekerja menghambat polimerisasi dari mikrotubulus parasit yang menyebabkan kematian
dari cacing dewasa dalam beberapa hari. Tujuan utama dari pemberian obat antihelmintik
ini adalah mengeluarkan semua cacing dewasa dari saluran gastrointestinal.
Albendazole memiliki efek larvasidal (pembunuh larva) dan efek ovisidal
(pembunuh telur). Albendazole tersedia dalam bentuk tablet dan cairan, sediaan 200 mg
dan 400 mg. Albendazole diberikan melalui dosis tunggal sebanyak 400 mg. Efisiensi
albendazole untuk pengobatan trikuriasis lebih rendah dibandingkan dengan
mebendazole. Mebendazole diberikan sebanyak 100 mg yang dikonsumsi dua kali sehari
selama tiga hari berturut-turut. Efektifitas mebendazole ini terbukti menyembuhkan 40-
75% infeksi trikuriasis. Penggunaan albendazole dan mebendazole pada wanita hamil
dapat menyebabkan kontraindikasi relatif. Jika wanita hamil sudah mencapai usia
kehamilan lewat dari trimester pertama pengobatan mendazole tidak dapat dilakukan.
Umumnya, wanita hamil yang mengalami trikuriasis dapat ditangani menggunakan
oksantel pamoat (Putri, 2012).
Trikuriasis erat kaitannya dengan sanitasi diri dan lingkungan. Pencegahan primer
trikuriasis dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu dengan cara
menumbuhkan kebiasan pola hidup bersih dan sehat. Cara pencegahan sekunder adalah
dengan mencegah rantai penularan, pencegahan tersebut dilakukan melalui pengobatan
bagi penderita trikuriasis agar tidak menjadi agen penyebaran. Penderita juga harus
buang air besar dijamban agar tidak terjadi kontaminasi ke tanah.
9. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan guna menghindari terjangkitnya T. trichiura
antara lain dengan menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, mencuci tangan
sebelum makan atau sebelum menyentuh makanan, dan melindungi makanan terhadap
lalat. Kebersihan merupakan pencegahan yang terbaik untuk infeksi T. trichiura.
Walaupun obat-obatan dapat melenyapkan cacing tersebut, infeksi dapat kambuh
kembali jika kebersihan (perorangan) tidak diperhatikan.
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan
penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang sanitasi dan
kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci
sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri yang memakai tinja
sebagai pupuk.
Referensi
Arora, Arora B. Bala. 2004. Medical Parasitology 2nd ed. New Delhi: CBC Publishers &
Distributors
Stephenson, L.S. et al. 2000. The public health significance of Trichuris trichiura.
Parasitology. Vol. 121, hal S73-S95.
Smith, H. M. et al. 2001. Prevalence and Intensity of Infections of Ascaris lumbricoides and
Trichuris trichiura and Associated Socio-demographic Variables in Four Rural
HonduranCommunities. Memorias de Intituto Oswaldo Cruz Rio de Janeiro. Vol. 96,
No. 3, hal. 303-314.
http://medlab.id/trichuris-trichiura/

PERTANYAAN
BAGIAN 1: DEFINISI-EPIDEIOLOGI (INDAH)
1. Mengapa Trichuris trichiura lebih tebal pada bagian posteriornya?
Karena di bagian posterior terdapat saluran reproduksi yang digunakan cacing betina dan
cacing jantan untuk berkembang biak.
2. Mengapa prevalensi infeksi Trichuris trichiura pada anak-anak sangat tinggi?
Hal ini disebabkan anak-anak belum memiliki kesadaran yang cukup mengenai
pentingnya menjaga kebersihan diri sendiri, seperti kurangnya kebiasaan mencuci tangan
atau makan makanan (jajan) sembarangan dimana kebersihan makanan tersebut belum
terjamin.
BAGIAN 2: PATOLOGI-PENCEGAHAN (NADA)
3. Mengapa infeksi Trichuris trichiura pada anak-anak dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan?
Cacing ini perlekatan ujung anteriornya adalah mukosa usus besar dimana pada tempat
tersebut dapat tejadi iritasi dan pendarahan sehingga menimbulkan rasa nyeri dan
membuat anak malas makan. Cacing ini juga mengonsumsi sekresi dari jaringan mukosa
usus dan menghisap darah, darah sangat penting bagi penyebaran oksigen dan nutrisi.
Dengan begitu, O2 dan nutrisi tidak terdistribusi dengan sempurna dan lama-kelamaan
menghambat pertumbuhan anak.
4. Mengapa abendazole dan mebendazole dapat menyembuhkan infeksi Trichuris
trichiura?
Kedua obat ini termasuk ke dalam kelompok obat benzimidazole yang bekerja
menghambat polimerisasi dari mikrotubulus parasit yang menyebabkan kematian dari
cacing dewasa dalam beberapa hari.

S-ar putea să vă placă și