Sunteți pe pagina 1din 43

Selasa, 13 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN JIWA DENGAN KECEMASAN


(ANXIETAS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN JIWA


DENGAN KECEMASAN (ANXIETAS)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya jumlah


penderita penyakit jiwa, terutama gangguan kecemasan. Berbagai macam krisis yang
terjadi sebenarnya bukan krisis ekonomi sebagai pangkal masalahnya, melainkan
mendasar pada kesehatan mental bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap
kesehatan mental bangsa termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang disebut
krisis multidimensional. Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr. Danardi
Sosrosumihardjo, Sp.K.J., dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia (PDSKJI) dalam konferensi pers Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa ke-2,
yang bertema “Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa,” pada hari Kamis
(9/ 10) di Jakarta.

Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar. Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan
ternyata meninggalkan kisah-kisah menyedihkan dengan meningkatnya jumlah
penderita ganngguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan kecemasan). Gejala
gangguan kesehatan mental yang mencakup mulai dari gangguan kecemasan, depresi,
panik hingga gangguan jiwa yang berat seperti Schizoprenia hingga pada tindakan
bunuh diri, semakin mewabah di tengah masyarakat. Dari sekian jumlah penderita yang
ada baru 8% yang mendapatkan pengobatan yang memadai. Sedangkan selebihnya
tidak tertangani.

Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini


ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World Health Organization)
badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius
masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat
beberapa jenis gangguan jiwa seperti Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy,
keterbelakangan mental dan ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu
mendapatkan perhatian.

Di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah cukup memprihatinkan,


yakni mencapai 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk. Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun 1985 yang dilakukan
terhadap penduduk di 11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia,
ditemukan 185 per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala
gangguan kesehatan jiwa baik yang ringan maupun berat. Dengan analogi lain bahwa
satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan mental. Sebuah
fenomena angka yang sangat mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa.
B. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:

1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada gangguan
ansietas

2. Membedakan antara ansietas, takut, dan stres

3. Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas

4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan setiap
tingkat tersebut

5. Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang mengalami


gangguan ansietas

6. Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor

7. Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami ansietas


dan gangguan terkait stres

8. Memberi penyuluhan kepada klien, keluarga, pemberi perawatan, dan anggota


masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan terkait
stres

C. Ruang lingkup

Ruang lingkup dari pembahasan makalah ini adalah mengenai gangguan


ansietas yang dialami oleh klien, perbedaan antara ansietas, takut, dengan stres, akibat
dari ansietas itu sendiri baik dari sisi positif dan negatifnya, tingkat ansietas, hingga
pembahasan mengenai proses keperawatan yang tepat untuk diimplementasikan
kepada klien dengan gangguan ansietas dan gangguan terkait dengan stres, serta
penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan terkait
stres
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

1. “Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak
menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan
suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi
seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,
jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang
air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. “ ( Harold I.
LIEF) “Anenvous condition of unrest” ( Leland E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)

2. “Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan
akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman,
keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.” ( J.J
GROEN)

B. Gejala umum anxietas

1. Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.

2. Gejala fisik:

Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot,
mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas;
rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang
menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa
kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus
menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada
gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan
yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas
kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan
saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan
biasanya dirasakan cukup gawat.

C. Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik

Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO Dan SUPER
EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan impuls primitif. Super ego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang , sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari ID dan
Super Ego.

2. Teori Interpersonal

Anxietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan
akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan individu yang
mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami anxietas yang berat.

3. Teori Perilaku

Anxietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori ini meyakini bahwa manusia
yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kemungkinan anxietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya.

D. Penggolongan Anxietas

1. Anxietas ringan

Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu
memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan,
dan melindungi dirinya sendiri. Anxietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan
peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu
akan berhati-hati dan waspada.

a. Respon Fisiologis

 Sesekali nafas pendek

 Nadi dan tekanan darah naik

 Gejala ringan pada lambung

 Muka berkerut dan bibir bergetar

 Ketegangan otot ringan


 Rileks atau sedikit gelisah

b. Respon Kognitif

 Mampu menerima rangsang yang kompleks

 Konsentrasi pada masalah

 Menyelesaikan masalah secara efektif

 Perasaan gagal sedikit

 Waspada dan memperhatikan banyak hal

 Terlihat tenang dan percaya diri

 Tingkat pembelajaran optimal

c. Respon Perilaku dan Emosi

 Tidak dapat duduk tenang

 Tremor halus pada tangan

 Suara kadang-kadang meninggi

 Sedikit tidak sabar

 Aktivitas menyendiri

2. Anxietas Sedang

Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya, seorang wanita
mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada
sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun
banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap
lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan
mengesampingkan hal yang lain.

a. Respon fisiologis

 Ketegangan otot sedang

 Tanda-tanda vital meningkat


 Pupil dilatasi, mulai berkeringat

 Sering mondar-mandir, memukulkan tangan

 Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi

 Kewaspadaan dan ketegangan meningkat

 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung

b. Respon kognitif

 Lapang persepsi menurun

 Tidak perhatian secara selektif

 Fokus terhadap stimulus meningkat

 Rentang perhatian menurun

 Penyelesaian masalah menurun

 Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan

c. Respon prilaku dan emosi

 Tidak nyaman

 Mudah tersinggung

 Kepercayaan diri goyah

 Tidak sadar

 gembira

3. Ansietas berat

Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres. Ketika individu
mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan
individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat
melakukan sesuatu.

a. Respon fisiologis
 Ketegangan otot berat

 Hiperventilasi

 Kontak mata buruk

 Pengeluaran keringat meningkat

 Bicara cepat, nada suara tinggi

 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

 Rahang menegang, menggetakkan gigi

 Kebutuhan ruang gerak meningkat

 Mondar-mandir, berteriak

 Meremas tangan, genetar

b. Respon kognitif

 Lapang persepsi terbatas

 Proses berfikir terpecah-pecah

 Sulit berfikir

 Penyelesaian masalah buruk

 Tidak mampu mempertimbangkan informasi

 Hanya memerhatikan ancaman

 Preokupasi dengan pikiran sendiri

 Egosentris

c. Respon prilaku dan emosi

 Sangat cemas

 Agitasi

 Takut
 Bingung

 Merasa tidak adekuat

 Menarik diri

 Penyangkalan

 Ingin bebas

E. Bentuk Gangguan Anxietas

1. Gangguan Panik

Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan
meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional
yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis. Diagnosis gangguan panik ditegakkan
ketika individu mengalami serangan panik berulang dan tidak diharapkan yang diikuti
oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya satu bulan bahwa ia akan
mengalami serangan panik berikutnya atau khawatir tentang makna serangan panik,
atau perubahab prilaku yang signifikan terkait dengan serangan panik, saat gejala-
gejala tersebut bukan akibat penyalahgunaan zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya
lebih dari 75% individu dengangangguan panik mengalami serangan awal spontan
tanpa ada pemicu dari lingkungan. Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi
oleh stimulus fobia atau karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem
saraf pusat dan menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama, yamg
terjadi pada serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami serangan panik
juga mengalami agorafobia.

Ada dua kriterla Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan
gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan
panic

F. Gambaran Klinis

Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan


panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,
kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk
mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik.
Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama
10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman
kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber
ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan
berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya
berlangsung 20 sampai 30 menit.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit
mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap
kali mereka keluar rumah.

G. Gejala Penyerta

Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada
beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan
panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang
dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan
mental.

H. Diagnosa Banding

1. Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.

2. Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.

3. Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.

4. Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi,


gangguan menopause, dsb.
lntoksikasi obat, putus obat.

5. Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia dsb

 Pedoman Diagnosis Agrafobia

Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit
meloloskan diri

Situasi dihindari, misal jarang bepergian

Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia
sosial

 Pedoman Diagnostik Gangguan Panik


Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan

Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan
mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan perilaku
bermakna berhubungan dengan serangan

Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis
umum

Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal
gangguan obsesif - kompulsif.

Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia.

 Terapi

Konseling dan medikasi.


Konseling: ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik berlalu,
konsentrasikan diri untuk mengatasi anxietas bukan pada gejala fisik, rileks, latihan
pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi
rasa takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu.

Medikasi : banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan


medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan
depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg
malam selama 2 minggu ). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti anxietas, jangka
pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari
pemberian jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.

I. Gangguan fobik

Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5 10 persen populasi


menderita gangguan ini. FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang
menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang
ditakuti.
Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb
Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial
seperti berbicara di depan umum, dsb

 Pedoman Diagnostik

Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek /situasi)

Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan


Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan

Situasi fobik dihindari

 Terapi

Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat
daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut
tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada
depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada anxietas beri
antianxietas dalam waktu singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta
blokerdapat mengurangi gejala fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.

J. Gangguan Obsesif – Kompulsif

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum


diperkirakan adalah 2-3 persen.
OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki.
KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki.

 Pedoman Diagnosis

= Pikiran, impuls, yang berulang


= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.

 Diagnosi Banding

Kondisi fisik
- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi psikiatrik
- Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.

 Terapi

Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang


dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif.
Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi
situasi, kenali dari perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa
diberi Klomipramin 100 - 150 mg, atau golongan Selected Serotonin Reuptake
Inhibitors.
Konsultasi spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.

K. Ganguan Stres Pasca – Trauma

Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka


mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma
bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan,
kecelakaan.

Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi
dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan
penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan
persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah
depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk)

Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai 3


persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang
subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia,
namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.

 Pedoman Diagnostik

Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:

o mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman


kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius,atau ancaman
integritas fisik diri sendiri atau orang lain

o respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya

Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut:

o rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian

o Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian

o berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali

o penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal
yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik

o reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik

Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma


Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau lebih berikut:
kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut
yang berlebihan.

Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.

Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan


dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

L. Gangguan Stres Akut

Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa
adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun
mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari.
Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan individu
dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan
keparahannya suatu reaksi stres akut.

 Pedoman Diagnostik

Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor
luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau
bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran gejala
campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa keadaan “
terpaku” , semua gejala berikut mungkin tampak: depresif, anxietas, kemarahan,
kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala
tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-
kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan
cepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-
gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang
setelah 3 hari.

M. Gangguan Anxietas Menyeluruh

Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh dan
menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan
tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa
ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yang
lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita
sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang
seringkali diungkapkan

 Pedoman Diagnostik
Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari
selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini
biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, ketegangan
motorik, overaktivitas otonomik

 Terapi

Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya
mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak
stres merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali, menghadapi dan
menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi gejala anxietas. Kenali
kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur
sering menolong. Medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika
dengan konseling gejala menetap. Medikasi anxietas : misal Diazepam 5 mg malam
hari, tidak lebih dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik,
antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila anxietas berat dan
berlangsung lebih dan 3 bulan.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau
mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.

A. Kaji faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:

a. peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasandengan krisis yang


dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

b. konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan
kecemasan pada individu.

c. konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara


realistissehingga akan menimbulkan kecemasan.

d. frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang


berdampak terhadap ego.

e. gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap


integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
f. pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

g. riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu


dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

h. medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang


mengandung benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotrasmiter gamma
amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung
jawab menghasilkan kecemasan.

B. kaji stressor presipitasi

Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi dua bagian:

a.Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik


meliputi:

Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil)

Sumber eksternal, meliputi paparan terhadapinfeksi virus dan bakteri, polutan


lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan di tempat


kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik
juga dapat mengancanm harga diri.

Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status


pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya.

C. kaji perilaku

Secara langsung kecemasan dapat di ekspresikan melalui respon fisiologis dan


psikologis dan secara tidak langsung melalui pengambangan mekanisme koping
sebagai pertahanan melawan kecemasan.

Respon fisiologis.
Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan parasimpatis)

Respon psikologologis.

Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal maupun personal.

Respon kognitif.

Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isis
pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah
lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung.

Respon afektif.

Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai
reaksi emosi terhadap kecemasan.

D. kaji penilaian terhadap stressor

E. kaji sumber dan mekanisme koping

F. rentang perhatian menurun

G. gelisah, iritabilitas

H. control impuls buruk

I. perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya

J. deficit lapangan persepsi

K. penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal
mengambil keputusan.

Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan.

Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial.

Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian saudara


kandung.

Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak sakit.


Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.

INTERVENSI KEPERAWATAN

DX 1: panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal


mengambil keputusan.

Kriteria hasil:

Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain.

Klien akan berkomunikasi dengan efektif.

Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik.

Klien akan mengungkapkan rasa ppengendalian diri.

Intervensi:

Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas secara
ritmik.

Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang.

Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi seperti:
berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik.

Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan sebelumnya
dan telah terlatih.

Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi yang
menimbulkan ansietas.

DX 2: kecemasan berat berhubungan dengan konflik perkawinan.

kriteria hasil:

Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.

Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.

Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.


Intervensi:

Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang hangat,
,menjadi pendengar yang baik.

Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.

Melakukan kominikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic yang ringan.

Bantu kilen mengidentifikasi respon terhadap sters.

DX 3: ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kematian saudara


kandung.

Kriteria hasil:

Klien memiliki koping terhadap ancaman.

Strategi koping positif.

Untuk mengetahui sebab biologis.

Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.

Intrvensi:

Dorong klien untuk menggunakan koping adaftif dan efektif yang telah berhasil
digunakan pada masa lampau.

Bantu kien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.

Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.

Konseling dan penyuluhan keluarga ataun orang terdekat tentang penyebab biologis.

Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan membatasi klien
untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat.

DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan.

Kriteria hasil:

Meningkatkan kesadaran diri klien.


Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.

Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.

Intervensi:

Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan cemasnya


dan menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang dilakukan perawat secara
terapeutik untuk membantu mengatasi kecemasan klien.

Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi interaksi
dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya.

Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek yang


ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung fobianya, terapkan batasan perilaku
klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek lain.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Ganggauan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran
penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional dan
fisiologis. Gangguan ansietas memiliki banyak manifestasi, tetapi ansietas adalah
gambaran utama pada gangguan berikut ini (DSM-IV-TR,2000):

Gangguan panik dengan atau tanpa agrofobia.

Gangguan fobia: sosial atau spesifik.

Gangguan obsesif-kompulsif (ocd).

Gangguan stres pascatrauma.

Gangguan stres akut.

Gangguan ansietas umum.

Gangguan ansietas akibat kondisi medis.

Gangguan ansietas akibat zat.

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif di
alami dan dikomunikasikan secara interversonal. Hal ini bisa di kaji dengan melihat
stresos predisposisi dan stresor presipitasi dan faktor yang lainnya. Sehingga kita
sebagai seorang perawat bisa menerapkan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan ansietas.

DAFTAR PUSTAKA

Videbeck,Sheila L.Buku Ajar Keprawatan Jiwa.EGC,Jakarta

Suliswati,dkk.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC,Jakarta


http://wadhana.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-klien-jiwa_13.html

Keperawatan-Kesehatan JIWA

Fisik dan Jiwa yang SEHAT untuk kesehatan yang optimal

Rabu, 11 November 2009


Ansietas atau Kecemasan

RESPON ANSIETAS DAN


GANGGUANNYA
A. Pengertian Ansietas
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).
Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif,
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas
bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa
objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai
gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas
bagi pasien.

B. Tanda dan Gejala Ansietas


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara
lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus),
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan
sebagainya.

C. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada
tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu
ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian
khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan
distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak
mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga

b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah

D. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami
individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan
superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga
akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik
yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu
dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons
terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

E. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok, sosial budaya.

F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber
koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya
adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2005).

G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang
membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada
kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai
secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang
dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan,
atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam
mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi
kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan
yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-
obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang
telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara
rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi
menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan
dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

I. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ansietas


1. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme
koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang
perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
a. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara
tidak langunsg melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Sumber koping
e. Mekanisme koping
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :
a. Terpapar racun
b. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama atau tujuan hidup.
c. Berhubungan dengan keturunan atau hereditas.
d. Kebutuhan tidak terpenuhi
e. Transmisi interpersonal
f. Krisis situasional atau maturasional
g. Ancaman kematian
h. Ancaman terhadap konsep diri
i. Stress
j. Substance abuse
k. Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi.
l. Fungsi peran
m. Lingkungan status ekonomi
Sedangkan menurut Suliswati (2005), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
ansietas adalah :
a. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial.
d. Ketidakefektifan koping individu berhubung dengan kematian saudara.
3. Intervensi
Untuk menetukan intervensi keperawatan, maka terlebih dahulu disusun NOC (Nursing Outcome
Classification) dan NIC (Nursing Intervensi Classification), adapun NOC dan NIC untuk ansietas, adalah
sebagai berikut:
NOC (Nursing Outcome Classification)
Nursing Outcome Classification (NOC) pada ansietas terdiri dari ansietas kontrol dan mekanisme koping,
yaitu sebagai berikut :
Ansietas kontrol, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten),
dengan indikator :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyikirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan
d. Merencanakan strategi koping
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
f. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
g. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan
h. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan
Koping, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan
indikator :
a. Menunjukkan fleksibilitas peran
b. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya
c. Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan
d. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
e. Menunjukkan strategi penurunan stress
NIC (Nursing Intervensi Classification)
Nursing Intervensi Classification (NIC) pada klien yang mengalami ansietas, terdiri dari penurunan
kecemasan dan peningkatan koping, seperti pada uraian berikut :
Penurunan kecemasan
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
e. Gunakan pendekatan dan sentuhan
f. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa takut
g. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
i. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang teapt
j. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
k. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
l. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
Peningkatan koping
a. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
b. Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi
c. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
d. Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan dan prognosis
e. Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan saat ini
f. Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat
g. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi startegi postif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola
gaya hidup atau perubahan peran.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan
Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Oleh Made Wirnata Hari/Tgl Rabu, November 11, 2009


Label: ansietas, ansietas berat, ansietas ringan, ansietas sedang, kecemasan, panik, tingkat kecemasan
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Reaksi:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Welcome
Selamat Datang dan Terima Kasih, semoga Tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca!!!

Mengenai Saya

Made Wirnata

Lihat profil lengkapku

Contact Person

Arsip Blog
► 2013 (7)

► 2012 (33)

► 2011 (21)

► 2010 (19)

▼ 2009 (21)
o ▼ November (1)
 Ansietas atau Kecemasan
o ► Oktober (2)
o ► Juli (18)

Pengikut
Total Penayangan
Daftar Blog Saya
Pendapat anda tentang bacaan ini?
Komentar
Template Picture Window. Gambar template oleh simonox. Diberdayakan oleh Blogger.

Keperawatan-Kesehatan JIWA

Fisik dan Jiwa yang SEHAT untuk kesehatan yang optimal

Rabu, 11 November 2009


Ansietas atau Kecemasan

RESPON ANSIETAS DAN


GANGGUANNYA
A. Pengertian Ansietas
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).
Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif,
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas
bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa
objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai
gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas
bagi pasien.

B. Tanda dan Gejala Ansietas


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara
lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus),
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan
sebagainya.

C. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada
tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu
ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian
khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan
distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak
mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga

b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah

D. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami
individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan
superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga
akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik
yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu
dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons
terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

E. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok, sosial budaya.

F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber
koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya
adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2005).

G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang
membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada
kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai
secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang
dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan,
atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam
mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi
kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan
yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-
obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang
telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara
rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi
menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan
dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

I. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ansietas


1. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme
koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang
perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
a. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara
tidak langunsg melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Sumber koping
e. Mekanisme koping
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :
a. Terpapar racun
b. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama atau tujuan hidup.
c. Berhubungan dengan keturunan atau hereditas.
d. Kebutuhan tidak terpenuhi
e. Transmisi interpersonal
f. Krisis situasional atau maturasional
g. Ancaman kematian
h. Ancaman terhadap konsep diri
i. Stress
j. Substance abuse
k. Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi.
l. Fungsi peran
m. Lingkungan status ekonomi
Sedangkan menurut Suliswati (2005), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
ansietas adalah :
a. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial.
d. Ketidakefektifan koping individu berhubung dengan kematian saudara.
3. Intervensi
Untuk menetukan intervensi keperawatan, maka terlebih dahulu disusun NOC (Nursing Outcome
Classification) dan NIC (Nursing Intervensi Classification), adapun NOC dan NIC untuk ansietas, adalah
sebagai berikut:
NOC (Nursing Outcome Classification)
Nursing Outcome Classification (NOC) pada ansietas terdiri dari ansietas kontrol dan mekanisme koping,
yaitu sebagai berikut :
Ansietas kontrol, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten),
dengan indikator :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyikirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan
d. Merencanakan strategi koping
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
f. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
g. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan
h. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan
Koping, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan
indikator :
a. Menunjukkan fleksibilitas peran
b. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya
c. Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan
d. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
e. Menunjukkan strategi penurunan stress
NIC (Nursing Intervensi Classification)
Nursing Intervensi Classification (NIC) pada klien yang mengalami ansietas, terdiri dari penurunan
kecemasan dan peningkatan koping, seperti pada uraian berikut :
Penurunan kecemasan
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
e. Gunakan pendekatan dan sentuhan
f. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa takut
g. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
i. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang teapt
j. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
k. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
l. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
Peningkatan koping
a. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
b. Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi
c. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
d. Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan dan prognosis
e. Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan saat ini
f. Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat
g. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi startegi postif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola
gaya hidup atau perubahan peran.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan
Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Oleh Made Wirnata Hari/Tgl Rabu, November 11, 2009


Label: ansietas, ansietas berat, ansietas ringan, ansietas sedang, kecemasan, panik, tingkat kecemasan

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Reaksi:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Welcome
Selamat Datang dan Terima Kasih, semoga Tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca!!!

Mengenai Saya

Made Wirnata

Lihat profil lengkapku


Contact Person

Arsip Blog
► 2013 (7)

► 2012 (33)

► 2011 (21)

► 2010 (19)

▼ 2009 (21)
o ▼ November (1)
 Ansietas atau Kecemasan
o ► Oktober (2)
o ► Juli (18)

Pengikut
Total Penayangan

136011

Daftar Blog Saya


Pendapat anda tentang bacaan ini?
Komentar
Template Picture Window. Gambar template oleh simonox. Diberdayakan oleh Blogger.

S-ar putea să vă placă și