Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar. Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan
ternyata meninggalkan kisah-kisah menyedihkan dengan meningkatnya jumlah
penderita ganngguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan kecemasan). Gejala
gangguan kesehatan mental yang mencakup mulai dari gangguan kecemasan, depresi,
panik hingga gangguan jiwa yang berat seperti Schizoprenia hingga pada tindakan
bunuh diri, semakin mewabah di tengah masyarakat. Dari sekian jumlah penderita yang
ada baru 8% yang mendapatkan pengobatan yang memadai. Sedangkan selebihnya
tidak tertangani.
1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada gangguan
ansietas
4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan setiap
tingkat tersebut
C. Ruang lingkup
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. “Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak
menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan
suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi
seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,
jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang
air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. “ ( Harold I.
LIEF) “Anenvous condition of unrest” ( Leland E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)
2. “Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan
akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman,
keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.” ( J.J
GROEN)
1. Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
2. Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot,
mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas;
rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang
menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa
kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus
menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada
gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan
yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas
kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan
saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan
biasanya dirasakan cukup gawat.
C. Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO Dan SUPER
EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan impuls primitif. Super ego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang , sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari ID dan
Super Ego.
2. Teori Interpersonal
Anxietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan
akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan individu yang
mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami anxietas yang berat.
3. Teori Perilaku
Anxietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori ini meyakini bahwa manusia
yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kemungkinan anxietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya.
D. Penggolongan Anxietas
1. Anxietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu
memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan,
dan melindungi dirinya sendiri. Anxietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan
peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu
akan berhati-hati dan waspada.
a. Respon Fisiologis
b. Respon Kognitif
Aktivitas menyendiri
2. Anxietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya, seorang wanita
mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada
sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun
banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap
lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan
mengesampingkan hal yang lain.
a. Respon fisiologis
b. Respon kognitif
Tidak nyaman
Mudah tersinggung
Tidak sadar
gembira
3. Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres. Ketika individu
mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan
individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat
melakukan sesuatu.
a. Respon fisiologis
Ketegangan otot berat
Hiperventilasi
Mondar-mandir, berteriak
b. Respon kognitif
Sulit berfikir
Egosentris
Sangat cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Menarik diri
Penyangkalan
Ingin bebas
1. Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan
meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional
yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis. Diagnosis gangguan panik ditegakkan
ketika individu mengalami serangan panik berulang dan tidak diharapkan yang diikuti
oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya satu bulan bahwa ia akan
mengalami serangan panik berikutnya atau khawatir tentang makna serangan panik,
atau perubahab prilaku yang signifikan terkait dengan serangan panik, saat gejala-
gejala tersebut bukan akibat penyalahgunaan zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya
lebih dari 75% individu dengangangguan panik mengalami serangan awal spontan
tanpa ada pemicu dari lingkungan. Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi
oleh stimulus fobia atau karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem
saraf pusat dan menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama, yamg
terjadi pada serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami serangan panik
juga mengalami agorafobia.
Ada dua kriterla Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan
gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan
panic
F. Gambaran Klinis
G. Gejala Penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada
beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan
panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang
dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan
mental.
H. Diagnosa Banding
5. Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia dsb
Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit
meloloskan diri
Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia
sosial
Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan
mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan perilaku
bermakna berhubungan dengan serangan
Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis
umum
Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal
gangguan obsesif - kompulsif.
Terapi
I. Gangguan fobik
Pedoman Diagnostik
Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek /situasi)
Terapi
Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat
daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut
tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada
depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada anxietas beri
antianxietas dalam waktu singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta
blokerdapat mengurangi gejala fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.
Pedoman Diagnosis
Diagnosi Banding
Kondisi fisik
- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi psikiatrik
- Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.
Terapi
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi
dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan
penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan
persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah
depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk)
Pedoman Diagnostik
Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut:
o penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal
yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
o reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik
Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa
adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun
mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari.
Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan individu
dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan
keparahannya suatu reaksi stres akut.
Pedoman Diagnostik
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor
luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau
bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran gejala
campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa keadaan “
terpaku” , semua gejala berikut mungkin tampak: depresif, anxietas, kemarahan,
kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala
tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-
kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan
cepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-
gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang
setelah 3 hari.
Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh dan
menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan
tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa
ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yang
lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita
sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang
seringkali diungkapkan
Pedoman Diagnostik
Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari
selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini
biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, ketegangan
motorik, overaktivitas otonomik
Terapi
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya
mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak
stres merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali, menghadapi dan
menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi gejala anxietas. Kenali
kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur
sering menolong. Medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika
dengan konseling gejala menetap. Medikasi anxietas : misal Diazepam 5 mg malam
hari, tidak lebih dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik,
antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila anxietas berat dan
berlangsung lebih dan 3 bulan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau
mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.
b. konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan
kecemasan pada individu.
Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil)
C. kaji perilaku
Respon fisiologis.
Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan parasimpatis)
Respon psikologologis.
Respon kognitif.
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isis
pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah
lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung.
Respon afektif.
Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai
reaksi emosi terhadap kecemasan.
G. gelisah, iritabilitas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal
mengambil keputusan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria hasil:
Intervensi:
Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas secara
ritmik.
Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi seperti:
berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik.
Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan sebelumnya
dan telah terlatih.
Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi yang
menimbulkan ansietas.
kriteria hasil:
Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang hangat,
,menjadi pendengar yang baik.
Melakukan kominikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic yang ringan.
Kriteria hasil:
Intrvensi:
Dorong klien untuk menggunakan koping adaftif dan efektif yang telah berhasil
digunakan pada masa lampau.
Bantu kien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
Konseling dan penyuluhan keluarga ataun orang terdekat tentang penyebab biologis.
Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan membatasi klien
untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat.
Kriteria hasil:
Intervensi:
Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi interaksi
dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ganggauan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran
penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional dan
fisiologis. Gangguan ansietas memiliki banyak manifestasi, tetapi ansietas adalah
gambaran utama pada gangguan berikut ini (DSM-IV-TR,2000):
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif di
alami dan dikomunikasikan secara interversonal. Hal ini bisa di kaji dengan melihat
stresos predisposisi dan stresor presipitasi dan faktor yang lainnya. Sehingga kita
sebagai seorang perawat bisa menerapkan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan-Kesehatan JIWA
C. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada
tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu
ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian
khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan
distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak
mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
D. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami
individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan
superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga
akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik
yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu
dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons
terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
E. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok, sosial budaya.
F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber
koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya
adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2005).
G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang
membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada
kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai
secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang
dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan,
atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam
mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi
kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan
yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-
obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang
telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara
rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi
menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan
dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.
Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan
Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia
Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Reaksi:
Poskan Komentar
Welcome
Selamat Datang dan Terima Kasih, semoga Tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca!!!
Mengenai Saya
Made Wirnata
Contact Person
Arsip Blog
► 2013 (7)
► 2012 (33)
► 2011 (21)
► 2010 (19)
▼ 2009 (21)
o ▼ November (1)
Ansietas atau Kecemasan
o ► Oktober (2)
o ► Juli (18)
Pengikut
Total Penayangan
Daftar Blog Saya
Pendapat anda tentang bacaan ini?
Komentar
Template Picture Window. Gambar template oleh simonox. Diberdayakan oleh Blogger.
Keperawatan-Kesehatan JIWA
C. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada
tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu
ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian
khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan
distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak
mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
D. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami
individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan
superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga
akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik
yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu
dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons
terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
E. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya
kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok, sosial budaya.
F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber
koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya
adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2005).
G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang
membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada
kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan
melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai
secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang
dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan,
atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam
mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi
kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan
yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-
obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang
telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara
rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi
menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan
dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.
Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan
Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia
Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Reaksi:
Poskan Komentar
Welcome
Selamat Datang dan Terima Kasih, semoga Tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca!!!
Mengenai Saya
Made Wirnata
Arsip Blog
► 2013 (7)
► 2012 (33)
► 2011 (21)
► 2010 (19)
▼ 2009 (21)
o ▼ November (1)
Ansietas atau Kecemasan
o ► Oktober (2)
o ► Juli (18)
Pengikut
Total Penayangan
136011