Sunteți pe pagina 1din 25

A.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan anak atau child abuse adalah perlakuan orang dewasa atau
anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tangung jawab dari
orang tua atau pengasuh yang berakibat sebagai bentuk penganiayaan fisik
dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak (Sutanto, 2006).
Kekerasan anak di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun
2008 dilaporkan 1.510 anak mengalami kekerasan, tahun 2009 ada 1826,
tahun 2012 sebanyak 1998, di tahun 2013 semakin meningkat yaitu 2044
jumlah kasus kekerasan pada anak di Indonesia. Tahun 2014 dilaporkan dari
bulan Januari hingga April, jumlah korban kekerasan anak sudah mencapai
435jiwa(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/06/
140516/Angka-Kekerasan-Anak-Meningkat-Komnas-PA-Prihatin).

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui definisi child abuse dan child neglect
2. Mengetahui klasifikasi child abuse dan child neglect
3. Mengetahui patofisiologi child abuse dan child neglect
4. Mengetahui pathways child abuse dan child neglect
5. Mengetahui asuhan keperawatan bagi klien child abuse dan child
neglect.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Children maltreatment atau penganiayaan anak adalah artian luas dari
kekerasan pengabaian fisik yang disengaja, kekerasan dan pengabaian secara
emosi dan kekerasan dan pengabaian secara seksual yang dilakukan oleh
orang dewasa.Hal ini merupakan suatu masalah yang sangat signifikan yang
memengaruhi anak-anak. Kekerasan orang tua kepada anak menjadi salah
satu jenis penganiayaan di keluarga. Kekerasan antara suami dan istri juga
bisa terjadi. Kekerasan dalam keluarga meningkatkan resiko dari physical
dan sexual abuse di kalangan anak muda yang meninggalkan rumah mereka
untuk menghindari penganiayaan. Ironisnya, mereka yang dalam masa
pelarian seringkali mengalami abuse saat mereka mencoba untuk bebas dari
hal itu.
Neglect biasanya lebih mengarah kepada penghilangan daripada
perusakan, yang berasal dari tindakan langsung atau kebiasaan yang
memiliki efek merusak atau mengganggu perkembangan dan psikologi anak.
Hal ini bisa dianggap sebagai kegagalan dari orang tua atau orang lain yang
bertanggung jawab secara legal atas kesejahteraan untuk menyediakan
kebutuhan dasar dan level perawatan yang adekuat. (Council On Scientific
Affair, 1985).
Tidak seperti penelitian physical abuse, menurut penelitian kecil tentang
etiologi neglect, walaupun banyak faktor resiko yang terindetifikasi dengan
physical abuse yang ada pada tindangan neglect.Contohnya, orang tua yang
melakukan pengabaian memiliki sedikit pengetahuan tentang keahlian
sebagai orang tua. Orang tua mungkin tidak sadar jika bayi harus diberi
makan setiap 3 sampai 4 jam, ibu tidak bisa memasak makanan, atau tidak
tahu tentang kandungan nutrisi sebuah makanan. Masalah serius karena
kurangnya pengetahuan adalah gagalnya menyadari pemeliharaan emosional
adalah kebutuhan dasar anak-anak.
Abuse, Abuse fisik adalah hal yang sangat diperhatikan daripada kasus
maltreatment pada anak yang lain. Child abuse adalah suatu kelalaian
tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang
mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan
emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare
memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,
kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun
yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

1. Klasifikasi Child Neglect dan Abuse


Bentuk neglect bisa bermacam-macam, bisa dispesifikan menjadi
maltreatment terhadap fisik dan emosi. Physical neglect mencakup
perampasan kebutuhan, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,
pengawasan, pengobatan, dan pendidikan.
Physical Abuse, Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena
kecelakaan atau tindakan yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak,
atau dapat juga diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengasuh
sehingga mencederai anak.Biasanya berupa luka memar, luka bakar atau
cedera di kepala atau lengan.
Indikator fisik – luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut yang
tercabut, cakaran.Indikator perilaku – waspada saat bertemu degan orang
dewasa, berperilaku ekstrem seperti agresif atau menyendiri, takut pada
orang tua, takut untuk pulang ke rumah, menipu, berbohong, mencuri.

Gambar 1.Memar Abnormal Gambar 2. Luka Bakar


Gambar 3. Trauma Gigitan

Emotional Neglect secara umum mengarah pada kegagalan menyadari


kebutuhan kasih sayang, perhatian, dan emosional dari seorang
anak.Penjagaan yang berlebihan atau overprotection juga termasuk dalam
emotional neglect, karena ini termasuk perampasan terhadap kesempatan
anak untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal.(Synder,
Hampton, dan Newberger, 1983).Hal ini ditandai dengan kecaman atau kata-
kata yang merendahkan anak dan tidak mengakui sebagai anak. Tindakan ini
biasanya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain, seperti penganiayaan
seksual melalui pendekatan persuasif. Paksaan pada seorang anak untuk
mengajak berperilaku atau mengadakan kegiatan seksual yang nyata,
sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral genital,
genital, anal, atau sodomi) termasuk incest.
Emotional abuse memiliki aspek yang lebih sulit untuk digambarkan
tapi, berdasarkan hal yang dilakukan orang dewasa terhadap pengembangan
diri dan kecakapan sosial anak ; hal tersebut berpola pada perilaku perusakan
secara fisik. Abuse ada beberapa macam bentuk : penolakan, mengasingkan,
meneror, mengabaikan, merusak anak anak (Garbarino, Guttman, dan
Seeley, 1968). Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak
dicintai, atau merasa buruk atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan mental, fisik, sosial, dan emosional anak. Indikator fisik– kelainan
bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan.
Indikator perilaku – kelainan kebiasaan (menghisap, mengigit, atau
memukul-mukul).
Sexual Abuse, termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual,
mengambil gambar pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya
kepada anak. Indikator fisik , kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya
noda atau darah di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau
perdarahan di area genital / rektal, berpenyakit kelamin.

Gambar 5. Cedera Pada Genetalia Laki – laki

Gambar 6. Cedera Pada Genetalia Perempuan

Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual


yang tidak sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul
dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik,
berperilaku permisif atau berperilaku yang menggairahkan, penurunan
keinginan untuk sekolah, gangguan tidur, perilaku regresif (misal: ngompol).
2. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari Child Abuse tidak diketahui, tapi ada tiga kriteria
besar yaitu, karakteristik orang tua, karakteristik anak, dan karakteristik
lingkungan.Tiga hal tersebut terlihat memengaruhi anak-anak secara fisik
yang dilakukan orang tua atau pengasuh mereka.
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang
menyebabkan child abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua
yang memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain,
atau orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang
tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak
rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang lain
yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak
lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang
tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang
lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta
anak dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi
dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada
beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi
tidak terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian
yag sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya
anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa
pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya
di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child
abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mendapatkan perlakuan
abuse dan neglect, yaitu :

1. Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi
fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat
adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan
berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah
cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak
yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.

2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor
terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua
faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun
akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya
termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini
juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak
akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah
mental, dsb.

3. Stress berasal dari orang tua,


a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakukan hal yang sama terhadap
orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang
pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis
akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak
mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung
menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan
tindakan kekerasan
3. PATHWAY
Faktor sosiokultural
 Norma atau nilai yang ada di masyarakat
 Hubungan antar manusia
 Kemajuan zaman : pendidikan, hukum,
hiburan, olahraga, kesehatan

Stress berasal dari anak Stress dari keluarga stress dari orang tua

Fisik berbeda Kemiskinan Rendah diri


Mental berbeda Pengangguran Waktu kecilmendapat perl
akuan salah
Temperamen berbeda Mobilitas,
Depresi
Tingkah laku berbeda Isolasi,
Harapan pada anak yang
Anak angkat Perumahan tidak memadai
tidak realistis
Hubungan orang tua anak
Kelainan
Stres prenatal, karakter/gangguan jiwa

Anak yang tidak diharapkan


Premature
Perceraian

Situasi Pencetus:
 Disiplin
 Konflik keluarga atau
pertengkaran
 Masalah keluarga

Sikap/perbuatan yang keliru :

 Penganiayaan
 Ketidakmampuan
merawat
 Peracunan
 Terror mental
4. PATOFISIOLOGI

Faktor sosiokultural seperti norma atau nilai yang ada di masyarakat,


hubungan antar manusia, kemajuan zaman memengaruhi kepribadian dan
sifat individu. Hal tersebut bersamaan dengan beberapa factor, seperti mental
anak yang berbeda dari anak seumurannya, kemiskinan, dan depresiyang
menyertai ditambah dengan adanya suatu konflik keluarga atau pertengkaran
dapat menyebabkan sikap atau perbuatan yang keliru seperti penganiayaan,
ketidakmampuan merawat, meracuni, dan terror mental terhadap anak.
Hubungan antar keluarga yang buruk ditambah dengan faktor fisik
seorang anak yang berbeda, seperti cacat fisik. Orang tua dari anak yang
cacat fisik tidak mau menerima keadaan anaknya. Orang tua tersebut tidak
menganggap anak yang cacat fisik itu sebagai anaknya dan melakukan hal
seperti pengabaian dan kekerasan terhadap anak tersebut yang nantinya akan
memberikan efek sakit secara psikis, fisik, atau seksual bergantung pada
tindakan apa yang dilakukan. Hal itulah yang dinamakan Child neglect dan
child abuse orang tua terhadap anak.
5. MANIFESTASI KLINIS
Akibat pada fisik anak, antara lain : Lecet, hematom, luka bekas gigitan,
luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural
hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai
akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan
pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya. Kematian.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan
anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari
anak yang normal, yaitu:
1. Cidera Kulit
Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum
dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah
lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar
multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau
menunjukkan bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang
ada dalam berbagai tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang
terjadi berulang kali. Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya
bukan suatu kebetulan.
2. Kerontokan Rambut Traumatik
Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau
dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada kulit kepala
dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi darah
dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat
penganiayaan atau nonpenganiayaan.

3. Jatuh
Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang
ampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan
trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan
terhadap anak.
1. Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut
Luka, perdarahan, kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga
luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau patah, laserasi pada lidah dan
kedua mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya dapat
mengindikasikan adanya penganiayaan.
2. Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya
Luka bakar terculap, dengan garis batas jelas, luka bakar sirkuler
kecilkecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar
setrikaan, luka bakar daerah popok dan luka bakar tali semuanya
memberikan kesan adanya tindakan jahat yang disengaja.

3. Sindroma Bayi Terguncang


Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi deselersi pada otak,
menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini dapat
menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu bukti-bukti
cidera eksternal.
4. Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan
Fraktur Iga Posterior dalam berbagai tahap penyembuhan, fraktur spiral
atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan bukti cidera pada
anak yang tidak terjadi secara kebetulan.

5. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari


anak2 sebayanya yang tidak mendaapat perlakuan salah.

6. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu :

a) Kecerdasan
 Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
 Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak
adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.

b) Emosi
 Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
 Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya
menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol,
hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit
tidur, tempretantrum, dsb.

c) Konsep diri
 Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak
mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba
bunuh diri.

d) Agresif
 Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih
agresifterhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif
tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan
perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil
miskinnya konsep diri.

e) Hubungan social
 Pada anak sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman
dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan
melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.
f) Akibat dari penganiayaan seksual
 Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
secret vagina, dan perdarahan anus.
 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang,
enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan
memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.

C. ASUHAN KEPERAWATAN

I. BIODATA
Biodata Pasien
Diisi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, tanggal dan
jam masuk, dan diagnosa medis

Identitas Orang tua


Diisi nama ibu dan ayah, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, umur, da alamat.

Penanggung Jawab
Diisi nama, hubungan dengan pasien, alamat, umur, tempat tanggal lahir
penanggung jawab pasien.

II. Keluhan Utama


Diisi dengan keluhan yang paling mengganggu atau paling terasa.

III. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pada tanggal 14/07/2018 pukul 09.00.WIB.An. P, (12 Th) dibawa ke rumah


sakit oleh tetangganya Tn. X (40 Th), dengan kondisi tubuh yang terluka, adanya
memar di bagian tangan, perut, dan kaki.An. P, mengeluh kesakitan dan terus
meringis sakit pada bagian tubuh yang terluka. Saat di tanya mengenai peristiwa
yang dialami, An. P mengatakan dipukuli oleh orang tua-nya, dan kejadian itu
sudah berlangsung lama. An. P, mengatakan tidak mau pulang ke rumah, karena
takut dimarahi sama orang tuanya. Anak P mengatakan orang tuanya
memukulinya karena setiap yang dia lakukan selalu salah.Tn. X mengatakan
orangtuanya sering memarahi dan memukuli An. P dengan alasan tidak jelas.Tn.
X juga mengatakan bahwa An P tidak pernah bermain dengan anak sebayanya dan
lebih sering menyendiri dan pendiam.An. P mengatakan kalau disekolah dia tidak
memiliki teman untuk bermain.

Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV sebagai berikut: suhu


37C, nadi: 141 X/mnt teraba kuat, pernapasan: 30 X/ mnt. Pada saat di inspeksi
An. P tampak lemas, pucat, dan gemetar.An. P juga tampak menangis dan
meringis kesakitan.Saat dilakukan anamese klien tampak pendiam dan lebih pasif.

b. Riwayat Keperawatan Dahulu


Pasien belum pernah masuk rumah sakit karena keluhan yang sama.

c. Riwayat Keperawatan Keluarga


Orang tua pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang menular atau penyakit
keturunan.Namun, orang tua memiliki beban stress yang berat akibat ekonomi
keluarga yang kurang.

Genogram

Keterangan:

1. :laki-laki

2. :perempuan

3. :pasien
IV. Pola Kesehatan Fungsional
1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Presepsi dan manajemen kesehatan diri dan orang tua. Apa saja yang
dilakukan orang tua atau pengasuh setiap harinya yang berhubungan dengan
kesehatan. Bagaimana tanggapannya saat sakit.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Sebelum sakit : Pasien makan 3 kali sehari, tapi dengan kecukupan gizi yang
kurang. Hanya nasi dan gorengan, atau mi instan. An. P sering jajan
sembarangan
BB sebelum sakit : 25 Kg
Saat sakit/dirawat di rumah sakit : pasien hanya menghabiskan rata-rata ¼
porsi pemberian rumah sakit. Menurut pasien BB turun dari biasanya.
BB saat dirawat: 20 Kg

Intake cairan : sebelum sakit pasien meminum 6-7 +- 1600cc gelas sehari. Saat
di rumah sakit ini pasien mendapat cairan infus +-1000 ml sehari dan minum
air putih 3-4 gelas sehari +- 1000cc. (normalnya dir s, Cuma buat
maintenance).

3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : pasien BAB 1-3 kali dalam sehari, dengan konsistensi
lembek,warna kuning kecoklatan, berbau khas, saat BAB pengasuh pasien
mengatakan tidak ada darah saat bersamaan.Untuk BAK pasien BAK 5-7 kali
dalam hari, konsentrasi encer, warna kuning jernih dan berbau khas urine.
Selama sakit : pasien BAB 1-3 kali dalam sehari, lembek,warna kuning
kecoklatan, berbau khas, saat BAB pengasuh pasien mengatakan tidak ada
darah saat bersamaan dan BAK 3-5x dalam sehari, warna kuning gelap,
konsentrasi encer, serta berbau khas urine.
4. Pola Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit : pasien mengatakan bahwa dia tidur teratur
Selama sakit : pasien mengatakan bahwa ia sulit tidur karena tubuhnya yang
sakit.

5. Pola Aktivitas Dan Latihan


Pola aktifitas pasien saat sebelum sakit dan sesudah sakit berhubungan dengan
efek dari child abuse yang dialami.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan / minum •
Toileting •
Berpakaian •
Mobilisasi ditempat tidur •
Berpindah •
Ambulasi/ROM •

Keterangan:
0 = mandiri
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu dengan alat dan orang lain
4 = ketergantungan total

6. Pola Peran Dan Hubungan


Hubungan pasien dengan keluarga, orang tua, lingkungan atau pengasuhnya
saat sebelum sakit atau saat sakit.

7. Pola Persepsi Sensori


Keadaan pasien sebelum dan saat sakit : pasien tampak sadar/ composmetis,
bicara dengan normal, indra penciuman normal, dan pendengarannya
berfungsi dengan baik akan terbukti dari pasien dapat menjawab semua
pertanyaan yang diajukan ketika dilakukan pengkajian.

8. Pola Konsep Diri


Terdiri dari harga diri, konsep diri, peran, identitas diri, dan peran saat pasien
berada di rumah sakit.

9. Pola Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk melindungi diri antara lain
:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakatuntuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penyalurannya secara
normal.Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang
wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang
anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia
dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan
perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.
5.Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya
seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perangperangan dengan temannya.

10. Pola Nilai Kepercayaan

Apakah pasien tetap melaksanakan ibadahnya walaupun sakit.

V. Pemeriksaan Fisik
1. Antropometri : berat badan 20 Kg, kurang dari 80% berat tubuh normal.
LLA 10cm, ukuran LLA normal 14cm

2. Kepala : bentuk kepala simetris, tidak terdapat benjolan dan lesi


rambut klien berwarrna hitam dan lembab. Rambut tidak mudah patah.
3. Otot : adanya atrofi otot, sehingga pasien tampak lemah
4. Mata : tidak adanya ikterik pada sclera, konjungtiva anemis,
tidak ada edema palpebra, pupil isokor.
5. Hidung : hidung simetris, tidak ada polip
6. Rongga mulut : mukosa bibir kering, tidak ada karies gigi
7. Telinga :simetris, terdapat serumen berwarna kuning kecoklatan.
8. Leher :tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid maupun
pelebaran, tidak terdapat lesi. Klien tidak memiliki masalah dengan
tenggorokan.
9. Pulmo : bentuk dada normal, tidak ada retraksi otot dada, klien
tidak mengalami sesak napas, dan tidak ada pernapasan cuping hidung.
Pengembangan dada simetris. Suara dada sonor. Bentuk dada normal, iktus
cordis tidak tampak, iktus cordis teraba, perkusi redup, BJ1, BJ2, tidak ada
bunyi jantung 3
10. Abdomen : inspeksi :: memar dan lebam yang meluas di daerah
abdomen
Palpasi : tidak terdapat hepatomegali dan spengomegali
Auskultasi : bising usus 60x per menit.
Perkusi : timpani.
11. Genetalia : tidak mengalami hypospadia dan epispadia
12. Rectum : tidak terdapat tanda-tanda hemoroid.
13. Ekstremitas : atas : kekuatan otot kanan / kiri : 4, ROM ka/ki : pasif,
capillary refile 2 detik.
Bawah : kekuatan otor ka/ki : 4, ROM ka/ki : pasif,
capillary refile : 2 detik.

VI. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada


penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan :
 Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam
setelah penganiayaan seksual.
 Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
 Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
 Analisa rambut pubis

2. Radiologi

Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah


pada anak, yaitu untuk :
 Identifiaksi fokus dari jejas
 Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya
dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun
hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam
pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan
tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
3. CT-scan

lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami
trauma kepala yang berat.

4. MRI (Magnetik Resonance Imaging)

Lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan
subdural dan sub arakhnoid.

5. Ultrasonografi

Digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral

6. Pemeriksaan kolposkopi

Untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual

VII. Diagnosa keperawatan dan Intervensi


NO Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1. Potensial trauma Melindungi dari 1. Laporkan hal-hal yang
berhubungan dengan abuse lebih lanjut mencurigakan
karakteristik anak, 2. Hindarkan anak dari
pemberi asuhan, lingkungan yang tidak
lingkungan aman dan lindungi anak di
lingkungan yang aman.
3. Pantau secara rutin tentang
kondisi fisik pasien, respon
tingkah laku anak terhadap
orang tua, dan orang lain,
juga dengan lingkungan.
4. Wawancarai anggota
keluarga.
2. Perubahan pertumbuhan Perkembangan 1. Diskusikan hasil test
dan perkembangan anak kognitif anak, kepada orang tua dan anak.
berhubungan dengan psikomotor dan 2. Melakukan aktifitas antara
tidak adekuatnya psikosial dapat orang tua dan anak seperti
perawatan disesuaikan dengan membaca, bermain, dll
tingkatan umurnya. untuk meningkatkan
perkembangan dari
penurunan kemampuan
kognitif psikomotor dan
psikososial.
3. Tentunkan tahap
perkembangan anak.
4. Libatkan keterlambatan
perkembangan dan
pertumbuhan yang normal.
3. Resiko perilaku Perilaku kekerasan 1. Identifikasi perilaku
kekerasan oleh anggota pada keluarga dapat kekerasan, saat
keluarga yang lain berkurang. menggunakan atau
berhubungan dengan mengkonsumsi alcohol
kelakuan yang atau obat atau saat
maladaptive. menganggur.
2. Selidiki faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku
kekerasan seperti minum
alcohol atau obat-obatan.
3. Laukakn konsuling
kerjasama multidisiplin,
termasuk organisasi
komunitas dan psikologis.
4. Menyarankan keluarga
kepada seorang terapi
keluarga yang tepat.
5. Melaporkan seluruh
kejadian yang actual yang
mungkin terjadi kepada
pejabat berwenang.

4. Ketidak mampuan Perilaku orang tua 1. Diskusikan ikatan yang


menjadi orang yang kasar dapat wajar dan perikatan
tuaberhubungan dengan menjadi lebih dengan orang ta yang keras
ikatan keluarga yang efektif 2. Berikan model peranan
terganggu. untuk orang tua
3. Dukung pasien untuk
mendaftarkan dalam kelas
yang mengajarkan keahlian
orang tua tepat
4. Arahkan orang tua ke
pelayanan kesehatan yang
tepat untuk konsultasi dan
intervensi seperlunya.
DAFTAR PUSTAKA

Whaley & Wong. Nursing Care of Infants and Children, 4th edition.1996
Akatsuki, Zen. 2011. Askep Anak Dengan Child Abuse.http://akatsuki-
ners.blogspot.com/2011/02/askep-anak-dengan-child-asbue.html?m=1. 23 Juli 2018.
Qit. 2009. Askep Child Abuse. http:/nersqeets.blogspot.com/2009/06/askep-child-
abuse.html. 23 Juli 2018.
Patimahziansyar. Askep Anak Child
Abuse.https://www.scribd.com/document/253382881/Askep-Anak-Child-Abuse. 29 Juli
2018

S-ar putea să vă placă și