Sunteți pe pagina 1din 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Keluarga dengan tahap perkembangan usia lanjut merupakan tahap
perkembangan dari keluarga yang merupakan tahap akhir dari sebuah
tahapan keluarga. Pada tahap ini menurut Duvall dan Miller 1985 adalah tahap
terakhir siklus kehidupan keluarga di mulai dengan salah satu atau kedua
pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu
pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal Pada tahap
perkembangan keluarga usia lanjut proses lanjut usia dan pensiun merupakan
realita yang tidak dapat dihindari karena berbagai stressor dan kehilangan yang
harus dialami keluarga. Stressor tersebut adalah berkurangnya pendapatan,
kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan
menurunya produktivitas dan fungsi kesehatan. Untuk memenuhi tugas-tugas
perkembangan keluarga usia lanjut keluarga harus mampu beradaptasi
menghadapi stressor tersebut (Friedman, 1998).
Keluarga pada tahap ini harus mampu memenuhi tugas-tugas
perkembangan dalam keluarga yaitu mempertahankan pengaturan hidup yang
memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun,
mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan keluarga antar generasi,
meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut. Lansia merupakan
kelompok umur yang memerlukan perhatian lebih, kerena telah mengalami
berbagai kemunduran baik fungsi fisik maupun psikologisnya. Termasuk
pada kemunduran pada sistem musculoskeletal diantaranya tulang, persendian,
otot-otot pada lansia. Penurunan pada masa tulang dapat disebabkan karena
ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal dan resorbsi tulang. Efek dari penurunan
masa tulang adalah tulang menjadi lemah, lunak dan dapat tertekan serta
tulang berbatang panjang kurang dapat menahan sehingga mengakibatkan fraktur
(Maryam,2008).

1
Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan
hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian
itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang
ada kaitanya dengan timbulnya beberapa golongan nyeri sendi. Yang sering
dialami pada usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal
terutama adalah nyeri sendi (fitriani, 2009).
Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan
nyeri selama perjalanan hidupnya. Perasaan ini kualitas dan kuantitasnya
berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu,
penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa nyeri ini sudah menurun, sehingga
keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah mulai berkurang
bahkan bisa sampai hilang sama sekali. Karena berkurangnya rasa nyeri
inilah maka diagnosis nyeri pada lansia sering kali sulit atau bahkan kabur
untuk menentukan tempat/daerah asal nyeri (Warfields, 1991).
Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Zeng QY et al 2008,
prevalensi nyeri sendi di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini
menunjukan bahwa rasa nyeri sendi sudah cukup mengganggu aktivitas
sangat padat di daerah perkotaan seperti mengendarai kendaraan di tengah arus
kemacetan, duduk selama berjam-jam tanpa gerakan tubuh yang berati,
tuntutan untuk tampil menarik dan prima, kurangya porsi berolahraga, serta
faktor bertambahnya usia.
Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada anggota
keluarga yang sakit, sebagai pendidik kesehatan dan sebagai fasilitator agar
pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan perawat dengan mudah dapat
menampung permasalahan yang di hadapi keluarga serta membantu
mencarikan jalan pemecahnya, misalnya mengajarkan kepada keluarga untuk
mencegah agar tidak terjadi penyakit nyeri sendi. Peran klien dan keluarga lebih
difokuskan untuk menjalankan lima tugas keluarga tersebut adalah mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,
memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan

2
atau menciptakan suasana rumah yang sehat, mempertahankan hubungan
dengan menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat (Friedman, 1998).

1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuam Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
keluarga tahap perkembangan lansia dengan nyeri sendi.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1.Mengetahui konsep lansia
1.2.2.2.Mengetahui konsep keluarga
1.2.2.3.Memahami asuhan keperawatan keluarga dengan tahap lansia

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Konsep lansia
2.1.1. Proses Menua
DepKes RI membagi Lansia sebagai berikut : Keluarga Menjelang Usia
lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas, Keluarga Usia Lanjut (55-64 th)
sebagai Presenium, Keluarga Usia Lanjut (65 th <) sebagai Masa Senium.
Sedangkan WHO Lansia dibagi menjadi 3 kategori yaitu : Usia Lanjut 60 -
70 tahun, Usia Tua 75 – 89 tahun, Usia sangat lanjut > 90 tahun.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang
diderita. (Stanley Mickey, 2006. hal : 11 ).
Proses penuaan terbagi 2 yaitu :
a. Penuan Primer : Perubahan pada tingkat sel
b. Penuaan Sekunder : Prosses penuaan akibat faktor lingkungan fisik &
sosial, stress Fisik/ Psikis , Gaya hidup dan diet dapat mempercepat
proses menjadi tua.
Secara Umum Perubahan Fisiologis Proses menua adalah sebagai
berikut :
a. Perubahan mikro terjadi dalam sel seperti : Berkurangnya
cairan dalam sel, Berkurangnya besarnya sel, Berkurangnya
jumlah sel.
b. Perubahan Makro yang jelas terlihat seperti : Mengecilnya mandibula,
Menipisnya discus intervertebralis, Erosi permukaan sendi-sendi,
Osteoporosis, Atropi Otot, Emphysema Polmonum, Presbiopi,
Arteriosklerosis, Menopouse pada wanita, Dementia Senilis, Kulit
tidak elastis, Rambut memutih.
2.1.2. Perubahan system yang terjadi pada lansia dengan masalah yang di
alami lansia
Pada masalah keluarga bapak D khususnya ibu T dengan Artritis

4
Rematoid perubahan system yang terjadi adalah system
muskuloskeletal, dimana perubahan ini terkait dengan usia termasuk
penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan,
peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat,
pengurangan kekuatan dan kekakuan sendi-sendi. Perubahan pada tulang,
otot dan sendi mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan,
kelemahan dan lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan
Sistem Skeletal. Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal yang
universal terjadi di antara semua ras dan pada kedua jenis kelamin dan
terutama ditujukan pada penyempitan discus intervertebral dan
penekanan pada kolumna spinalis. Bahu menjadi lebih sempit dan pelvis
menjadi lebih lebar, ditunjukkan oleh peningkatan diameter
anteroposterior dada. Ketika manusia mengalami penuaan jumlah massa
otot tubuh mengalami penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer
cenderung untuk mempertajam kontur tubuh dan memperdalam
cekungan disekitar kelopak mata, aksila, bahu, dan tulang rusuk. Tonjolan
tulang ( vertebra, Krista iliaka, tulang rusuk, scapula ) menjadi lebih
menonjol. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk
mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan
kembali kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal sebagai
remodeling (pembentukan kembali). Proses remodeling ini terjadi
sepanjang rentang kehidupan manusia. Kecepatan absorpsi tidak berubah
dengan penambahan usia. Kecepatan formasi tulang baru mengalami
perlambatan seiring dengan penambahan usia, yang menyebabkan
hilangnya massa total tulang pada lansia.
Sistem Muskular. Kekuatan muscular mulai merosot sekitar usia 40 tahun
dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun.
Perubahan gaya hidup dan penurunan penggunaan system
neuromuscular adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot.
Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan atrofi
secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi jaringan otot
melambat dengan penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan oleh

5
jaringan fibrosa.
Sendi. Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar
terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang di
permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen
yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara progresif
yang jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri,
penurunan mobilitas sendi, dan deformitas.
Pada lansia yang terkena atritis rematoid perubahan yang terjadi antara lain
sendi-sendi kecil dibagian kaki dan tangan sebagian besar terlibat,
terdapat faktor rematoid, dan nodula-nodula rematoid sering terjadi,
terjadinya radang sinovitis yang melibatkan pergelangan tangan dan sendi-
sendi jari, proksimal sendi, bahu, dan panggul dan menimbulkan bengkak,
nyeri tekan dan penurunan kekuatan pada otot serta sendi-sendi yang
terkait.
Perubahan sensoris penglihatan, semua orang mengalami perubahan
penglihatan seiring dengan penuaan, dan perubahan ini mungkin
merupakan keluhan yang besar bagi lansia, sebab respon-respon
perseptual terhadap lingkungan berhubungan dengan perasaan aman.
Sebagian besar orang dapat beradaptasi dengan sangat baik terhadap
perubahan yang terjadi dalam proses penuaan. Penggunaan warna terang
dalam berpakaian, menggunakan kacamata yang sesuai merupakan
respons terhadap penurunan kemampuan akomodasi, menggunakan alat-
alat keselamatan seperti pegangan tangga dan warna-warna yang kontras
untuk mengompensasi penurunan persepsi kedalaman dan melakukan
operasi pengangkatan lensa yang keruh ketika kekeruhan lensa telah
cukup besar merupakan beberapa cara bagi lansia untuk beradaptasi
terhadap perubahan penglihatan normal mereka.
Perubahan sensoris pendengaran, batasan karakteristik yang
berhubungan dengan suatu perubahan dalam pendengaran sangat bervariasi
diantara individu. Karakteristiknya dapat berupa perubahan dalam persepsi
pendengaran, adanya suara berdenging di telinga ( tinitus ), nyeri pada satu
atau kedua telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara

6
frekuensi tinggi, menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam
percakapan dan lain- lain. Tanpa memperhatikan penyebab dari
kehilangan pendengaran, lansia mempunyai reaksi yang hampir sama
terhadap gangguan ini seperti : marah, frustasi, dan menarik diri.
Penggunaan alat bantu dengar dapat memudahkan komunikasi,
mengurangi perasaan kesepian dan isolasi social dan mengembalikan
perasaan memiliki control pada klien.
Perubahan sensoris pengecapan ( sensasi rasa ), ketika seseorang telah
bertambah tua, “ jumlah kuncup-kuncup perasa pada lidah itu juga
mengalami kerusakan, yang menurunkan sensitivitas terhadap rasa.
Kuncup- kuncup perasa mengalami regenerasi sepanjang kehidupan
manusia, tetapi lansia mempunyai suatu penurunan sensitivitas terhadap
rasa manis, asam, asin, dan pahit. Perubahan tersebut lebih dapat disadari
oleh beberapa orang dibanding yang lain.
Perubahan sensoris penciuman, penurunan yang paling tajam dalam
sensasi penciuman terjadi selama usia pertengahan dan untuk sebagian
orang, hal tersebut akan terus berkurang. Sensasi penciuman tidak
secara serius dipengaruhi oleh penuaan saja tetapi mungkin oleh
faktor lain yang berhubungan dengan usia. Penyebab lain juga dianggap
sebagai pendukung untuk terjadinya kehilangan kemampuan sensasi
penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, secret
dari hidung, sinusitis kronis, kebiasaan tertentu dengan bau/ aroma,
epistaksis, alergi, penuaan dan faktor lingkungan.
Perubahan sensoris perabaan. sentuhan merupakan sistem sensoris
pertama yang menjadi fungsional. Kulit itu seperti suatu pakaian
pelindung yang pas dan menutupi seseorang ketika ia bertambah usianya;
kemudian ketika seseorang berusia 70 tahun atau 80 tahun, kulit juga tidak
akan sesuai atau pas dengan tubuh orang tersebut. Kulit tersebut mungkin
akan menjadi kendur dan terlihat lebih longgar pada berbagai bagian
tubuh. Sentuhan ( perabaan ) digambarkan oleh Weiss sebagai “ semua
peristiwa dari kontak antar tubuh, dimulai dengan inisiasi oleh
seseorang dan diakhiri dengan penghentian kontak oleh kedua belah

7
pihak “. Ketika indra yang lain telah terganggu, rangsangan taktil menjadi
lebih penting bagi lansia sebagai alat komunikasi. Sentuan dapat
merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris atau
menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologis.
Sistem Kardiovaskular, Dengan meningkatnya usia, jantung dan
pembuluh darah mengalami perubahan baik structural maupun
fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan
berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan
yang terjadi berangsur- angsur ini sering terjadi ditandai dengan penurunan
tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang
teroksigenisasi. Perubahan normal yang berhubungan dengan penuaan
yaitu ventrikel kiri menebal, katup jantung menebal dan membentuk
penonjolan jumlah sel pacemaker menurun, arteri menjadi kaku dan tidak
lurus pada kondisi dilatasi, vena mengalami dilatasi, katup-katup menjadi
kompeten.
Sistem Pulmonal. Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan yaitu
kalsifikasi kartilago kosta yang mengakibatkan penurunan PaO2, Atrofi
otot pernafasan mengakibatkan penurunan kecepatan aliran ekspirasi
maksimal, penurunan dalam recoil elastis mengakibatkan peningkatan
volume residu, menurunnya kekuatan kapasitas vital, menurunnya
kapasitas vital, pembesaran duktus alveolar, peningkatan ukuran dan
kekakuan trakea dan jalan napas pusat.
Sistem Renal dan Urinaria, perubahan struktur dan fungsi pada
penuaan system renal dan urinaria yaitu membrane basalia
glomerulus menebal, total permukaan glomerular berkurang, panjang dan
volume tubulus proksimal menurun, pada tubulus distal berkembang
divertikula, sirkulasi renal berubah atau berkurang, kapasitas kandung
kemih menurun, volume residual meningkat, terjadi kontraksi kandung
kemih secara involunter (detrusor).
Sistem Gastrointestinal. Perubahan- perubahan proses penuaan yang
terjadi yaitu rongga mulut, hilangnya tulang periosteum dan
periodontal, retraksi dari struktur gusi, hilangnya kuncup rasa, esofagus,

8
lambung, usus, dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung,
penurunan refleks muntah, atrofi mukosa lambung, penurunan motilitas
lambung.
Sistem Reproduksi wanita. Perubahan normal pada penuaan yang
terjadi yaitu penurunan estrogen yang bersirkulasi, peningkatan
androgen yang bersirkulasi.

2.2.Konsep Dasar Artritis Rematoid


2.2.1. Pengertian
Artritis Rematoid ( AR ) adalah suatu penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 : hal.
307 ). Artritis Rematoid ( RA ) adalah penyakit inflamasi otoimun sendi
dan berbagai sistem organ. ( Nettina, Sandra M, 2001 : hal. 31 ).
Artritis Rematoid ( AR ) adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. ( Price, Sylvia Anderson, 2005 : hal. 1385 ).
Artritis Rematoid ( RA ) adalah suatu penyakit peradangan kronis
sistemik yang menyerang berbagai jaringan, tetapi pada dasarnya
menyerang sendi untuk menghasilkan suatu sinovitis proliferatif
nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran tulang
rawan sendi dan tulang dibawahnya dan menimbulkan kecacatan akibat
arthritis. ( Robbins, 2007 : hal. 151 ).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Artritis Rematoid ( RA )
adalah penyakit inflamasi otoimun sendi dan berbagai sistem organ tetapi
pada dasarnya menyerang sendi untuk menghasilkan suatu sinovitis
proliferatif nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran
tulang rawan sendi dan tulang dibawahnya dan menimbulkan kecacatan
akibat arthritis.
2.2.2. Etiologi
Penyebab Artritis Rematoid faktor pencetus mungkin suatu bakteri,
mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara
antigenis. Biasanya respon antibody awal terhadap mikro-organisme
diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil menghancurkan

9
mikro- organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk
antibody lain, biasanya IgM atau IgG, terhadap antibody IgG semula.
Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut factor
rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan
peradangan kronik dan destruksi jaringan. AR diperkirakan terjadi karena
predisposisi genetic terhadap penyakit otoimun.(Corwin, Elizabeth J, 2000
: hal. 308 ).
Penyebab Artritis Rematoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan
beberapa factor lingkungan telah lama diduga berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan
antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya
HLA-DR.
2.2.3. Patofisiologi
2.2.3.1.Proses perjalanan penyakit
Autoimun bereaksi terhadap kolagen tipe II, factor infeksi mungkin
disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difteroid
yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi klien.
1. Stadium I ( stadium sinovitis ). Pada tahap awal terjadi kongesti
vascular, proliferasi sinovial disertai infiltrasi lapisan subsinovial oleh
sel-sel polimorfi limfosit dan sel plasma. Selanjutnya terjadi penebalan
struktur kapsul sendi disertai pembentukan vili pada sinovium dan
efusi pada sendi/ pembungkus tendo.
2. Stadium II ( stadium destruksi ), pada stadium ini inflamasi berlanjut
menjadi kronis serta terjadi destruksi sendi dan tendo. Kerusakan pada
tulang rawan sendi disebabkan oleh enzim proteolitik dan jaringan
vascular pada lipatan sinovia serta jaringan granulasi yang terbentuk.
Pada permukaan sendi ( panus ), erosi tulang terjadi pada bagian tepi
sendi akibat invasi jaringan granulasi dan resorpsi osteoklas. Pada
tendo terjadi tenosinovitis disertai invasi kolagen yang dapat
menyebabkan rupture tendo, baik parsial ataupun total.
3. Stadium III ( stadium deformitas ). Pada stadium ini kombinasi antara
destruksi sendi, ketegangan selaput sendi, dan rupture tendo akan

10
menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi. Kelainan yang
mungkin ditemukan pada stadium ini adalah ankilosis jaringan yang
selanjutnya dapat menjadi ankilosis tulang. Inflamasi yang terjadi
mungkin sudah berkurang dan kelainan yang timbul terutama karena
gangguan mekanis dan fungsional pada sendi.
2.2.3.2.Manifestasi klinik
Gambaran klinis Artritis rematoid sendiri sangat bervariasi bergantung
pada keluhan yang ada, pada stadium awal biasanya ditandai dengan
gangguan keadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa
capek, sedikit panas dan anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa
pembengkakan, nyeri, kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam dan
gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal. Pada stadium lanjut
terjadi keusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanent, selanjutnya
timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendo/ ligament yang
menyebabkan deformitas rematoid yang khas berupa deviasi ulnar jari,
deviasi radial, serta valgus lutut dan kaki.
2.2.3.3.Komplikasi
Komplikasi pada penderita Artrisis rematoid adalah terjadinya
perubahan bentuk tubuh pada tulang dan sendi serta dapat mengakibatkan
pengeroposan tulang.
2.2.4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Randall King, MD, ( 2003 ) penatalaksanaan medis untuk Atritis
Rematoid yaitu :
a. Sendi yang meradang diistirahatkan selama eksaserbasi.
b. Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak mungkin
dapat mengurangi nyeri.
c. Latihan gerak sendi agar tidak terjadi kekakuan, sedikitnya dua kali
sehari.
d. Alat-alat pembantu dan adatif mungkin diperlukan untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
e. Terapi pengobatan yaitu bagian yang penting dari seluruh
program penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai untuk

11
mengurangi nyeri, meredakan peradangan, dan untuk mencoba
mengubah perjalanan penyakit, seperti : aspirin, obat anti-inflamasi
nonsteroid atau steroid sistemik dan senyawa emas.
2.3.Konsep Keluarga
2.3.1. Pengertian Keluarga
Ada beberapa Pengertian Keluarga, diantaranya :
Menurut Departemen Kesehatan ( 1988 ), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. ( Sudiharto, 2007. hal : 22 ).
Menurut Friedman ( 1998 ), keluarga adalah dua atau lebih individu yang
tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan
melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka
sebagai bagian dari keluarga. ( Sudiharto, 2007. hal : 22 ).
Menurut BKKBN ( 1999 ), keluarga adalah dua orang atau lebih yang
dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. ( Sudiharto, 2007. hal : 23 ).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang
atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan
emosional yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari
keluarga. Definisi ini memasukkan juga keluarga besar yang hidup dalam
satu atau dua rumah tangga, pasangan yang hidup bersama sebagai
pasangan suami istri, keluarga-keluarga tanpa anak, keluarga lesbian dan
homoseks, keluarga-keluarga dengan orang tua tunggal.
2.3.2. Tipe Keluarga
Tipe / bentuk keluarga menurut Sudiharto ( 2007 ) dalam buku Asuhan
keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan transkultural,
adalah sebagai berikut:
1. Keluarga Inti ( Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anak.

12
2. Keluarga Besar ( Extended Family) adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3. Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
4. Keluarga duda atau janda (Singel Family) adalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
5. Keluarga berkomposisi ( Composite Family) adalah keluarga yang
perkawinanya berpoligami dan hidup secara bersama.
6. Keluarga Kabitas (Cahabitation Family) adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
2.3.3. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menurut Drs. Nasrul Effendy ( 1998 ) dalam buku Dasar-
dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, edisi 2, adalah :
1. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ayah.
2. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
3. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
4. Patrilokal adalah pasangan suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
5. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
2.3.4. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

13
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
1. Peran Formal
Adalah peran yang nampak jelas dan bersifat eksplisit
yaitu peran berdasarkan posisi setiap kandungan struktur
peran keluarga, yaitu :
a. Peranan Ayah : Sebagai suami dan ayah dari anak-anak,
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung
dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-
anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus
rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok
dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga
ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya.
c. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psiko-
sosial sesuai dengan tingkatan perkembangannya baik
fisik, mental, social dan spiritual
2. Peran Informal
Adalah peran yang tertutup dan bersifat implisit, biasanya tidak tampak
kepermukaan dan hanya dimainkan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan emosional individual dan atau untuk menjaga keseimbangan
dalam keluarga, yaitu : Pendorong, Pengharmonis, Inisiator-
kontributor, Pendamai, Keras hati, Sahabat, Kambing hitam keluarga,
Penghibur, Penghalang, Perawat keluarga, Dominator, Koordinator,
Penghubung keluarga, Saksi.
3. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil
atau konsekuensi dari struktur keluarga. Lima fungsi

14
keluarga yang paling berhubungan erat saat mengkaji
dan mengintervensi keluarga menurut Friedman ( 1998 )
adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Afektif adalah fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan
memberikan cintakasih, serta saling menerima dan
mendukung.
2. Fungsi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan
perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga
berinteraksi social dan belajar berperan di lingkungan
sosial.
3. Fungsi Reproduksi adalah fungsi keluarga meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
4. Fungsi Ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan adalah kemampuan
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan.
( Sudiharto, 2007. hal : 24 )
2.3.5. Tahap-tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Menurut Duval ( 1997 ), daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri
dari delapan tahap perkembangan, yaitu :
1. Tahap I, Pasangan baru menikah ( keluarga baru ).
Tugas perkembangan kelurga pada tahap ini adalah membina
hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan
harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan keluarga (
termasuk merencanakan jumlah anak yang diinginkan ).
2. Tahap II, Keluarga menanti kelahiran ( child bearing family ) atau anak
tertua adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan. Tugas perkembangan
pada tahap ini adalah menyiapkan anggota keluarga baru ( bayi
dalam keluarga ), membagi waktu untuk individu, pasangan dan

15
keluarga.
3. Tahap III, Keluarga dengan anak prasekolah anak tertua 2,5 tahun
sampai dengan 6 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah menyatukan kebutuhan masing-masing anggota keluarga,
antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan,
mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak yang
berbeda, dan mempertahankan hubungan yang “ sehat “ dalam
keluarga.
4. Tahap IV, Keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7
sampai 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu anak-anak mencapai
prestasi yang baik disekolah, membantu anak-anak membina
hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan dan memenuhi kebutuhan kesehatan
masing-masing anggota keluarga.
5. Tahap V, Keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua 13 sampai
20 tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi
kebebasan remaja dengan tanggung jawab yang sejalan dengan
maturitas remaja, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, dan
melakukan komunikasi yang terbuka di antara orang tua dengan anak-
anak remaja
6. Tahap VI, Keluarga dengan anak dewasa ( pelepasan ). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menambah anggota
keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang baru melalui
pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali
hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan,
termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
7. Tahap VII, Keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah mempertahankan kontak dengan anak dan cucu,
memperkuat hubungan perkawinan, dan meningkatkan usaha promosi
kesehatan.
8. Tahap VIII, Keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan pada tahap ini

16
adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan
kehidupan dengan penghasilan yang berkurang, mempertahankan
hubungan perkawinan, menerima kehilangan pasangan,
mempertahankan kontak dengan masyarakat, dan menemukan arti
hidup.(Sudiharto, 2007. hal : 24 )
Tugas perkembangan keluarga dalam bidang kesehatan menurut
Friedman (1981) adalah :
1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
3. Memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang sakit,
dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat.
4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga
dengan lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan
pemanfaatan kesehatan yang baik.(Sudiharto, 2007. hal : 29 )

17
BAB III
PROSES KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN NYERI SENDI

3.1.Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga dengan nyeri
sendi antara lain :
3.1.1. Identitas Data
a. Jenis kelamin
Nyeri sendi adalah peradangan yang sistematis, progresif dan lebih
banyak terjadi pada wanita dengan perbandingan 3:1 dengan kasus
pada pria.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang berat/ kerja yang yang produktif bertahun-tahun pada
seorang setengah baya (kuli panggul,tukang becak,dll) juga
mendukung terjadinya penyakit nyeri sendi.
c. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan yang rendah dan sulit memungkinkan adannya konflik
dalam keluarga termasuk kebutuhan akan biaya perawatan dan
pengobatan anggota keluarga yang sakit nyeri sendi.
d. Aktifitas rekreasi dan waktu luang
Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas dan waktu senggang keluarga,
Penggunaan waktu senggang yang ada menggali perasaan dari
anggota keluarga tentang aktifitas rekreasi.
e. Kebiasaan aktifitas
Mengangkat benda-benda berat menimbulkan stres pada sendi,
kerja tanpa waktu istirahat yang cukup dan seimbang mempunyai efek
yang signifikan pada nyeri sendi.
3.1.2. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga
Riwayat keluarga inti :
Keluhan yang biasa di rasakan oleh penderita nyeri sendi yaitu nyeri pada
jari-jari tangan, nyeri pada lutut dan nyeri pada punggung. Nyeri dirasakan
jika melakukan aktivitas dan berkurang jika klien beristirahat.

18
Keluarga ini berada pada tahap perkembangan dengan usia lanjut.
Keluarga yang rentan mengalami penyakit nyeri sendi adalah usia lanjut
dimana terjadi degenerasi dari organ tubuh khususnya pada sistem
muskuluskeletal.
3.1.3. Data Lingkungan
a. Kondisi Rumah
Faktor lingkungan rumah yang kurang aman dan membahayakan juga
memperbesar peningkatan resiko untuk jatuh pada penderita penyakit
nyeri sendi, Misalnya penggunaan keset yang licin, lantai yang licin,
Pencahayaan yang kurang memadahi, Tangga rumah yang terlalu
curam, Tidak menggunakan alas kaki, Tempat tidur yang terlalu tinggi,
Tidak menggunakan alat bantu mobilitas yang tepat, Tidak ada
pengaman atau pegangan dari lokasi- lokasi yang tepat, seperti kamar
mandi.
b. Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah
dapat mengakibatkan sulitnya pengobatan nyeri sendi. Ketidak
efektifannya dan keluarga dalam mengunjungi pelayanan kesehatan
yang ada.
c. Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang penting
dan sangat diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan
kesehatan dengan segera. Ketiadaan sarana transportasi menjadikan
masyarakat enggan berkunjung ke pelayanan kesehatan sehingga
kondisi akan semakin memburuk.
3.1.4. Struktur Keluarga.
a. Struktur komunikasi : Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama
anggota keluarga merupakan tugas keluarga, dan dapat menurunkan
beban masalah (Efendi, 1998).
b. Struktur kekuasaan : Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh
pemegang keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan
masalah dan kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan nyeri
sendi dalam keluarga (Efendi, 1998).
c. Struktur peran : Peran antar kelurga menggambarkan perilaku

19
interpersonal yang berhubungan dengan masalah kesehatan dalam
posisi dan situasi tertentu (Efendi, 1998).
d. Nilai kepercayaan : Beban kasus keluarga sangat bergantung pada nilai
kekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga (Efendi,
1998).
3.1.5. Fungsi Keluarga
a. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit
nyeri sendi, anggapan bahwa penyakit nyeri sendi adalah biasa yang
bisa sembuh dengan sendirinya. Ketidak mampuan keluarga dalam
mengambil keputusan serta dalam mengambil tindakan yang tepat
tentang nyeri sendi atau tidak memahami mengenai sifat berat dan
meluasnya masalah nyeri sendi.
b. Ketidak mampuan keluarga dalam memecahkan masalah karena
kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga seperti : latar
belakang pendidikan dan keuangan keluarga.
c. Ketidak mampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa
alternative perawatan dan pengobatan terhadap nyeri sendi.
d. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang sakit
berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan nyeri sendi misal : sifat
artritis, penyebab nyeri sendi, dan tanda gejala yang menyertai nyeri
sendi (Nasrul effendi, 1998).
e. Koping keluarga : koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional
keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama antara
anggota keluarga serta adanya support system dalam keluarga
(Efenndy, 1998).
Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga diagnosis
keperwatan aktual, risiko atau risiko tinggi, dan potensial atau
wellness .
1. Diagnosis aktual, menunjukan keadaan yang nyata dan sudah
terjadi pada saat pengkajian di keluarga : Hambatan mobilitas fisik
berhungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota

20
keluarga yang menderita nyeri sendi.
2. Resiko tinggi, merupakan masalah yang belum terjadi pada
pengkajian. Namun dapat menjadi masalah aktual bila tidak
dilakukan pencegahan dengan cepat : Resiko injuri
berhubungan dengan Ketidak mampuan keluarga mengenal
masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.
3.2.Diagnosa dan Intervensi
1. Diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhungan dengan ketidak
mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita nyeri
sendi.
a. Pencegahan primer
1. Berikan penyuluhan tentang pencegahan nyeri
2. Ajarkan cara untuk kompres hangat
3. Identifikasi adanya factor-faktor nyeri
b. Pencegahan sekunder
1. Kaji karakteristik nyeri
2. Beri kompres hangat dan dingin
3. Beri obat anti inflamasi seperti aspirin.
c. Pencegahan tersier
1. Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila diketahui nyeri
berkelanjutan.
2. Kolaborasi pemberian obat antianalgesik.
2. Diagnosa kedua Resiko injuri berhubungan dengan Ketidak mampuan
keluarga mengenal, masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.
a. Pencegahan primer
1. Berikan penyuluhan tentang resiko injuri
2. Ajarkan cara untuk pencegahan jatuh
3. Identifikasi adanya factor-faktor resiko injuri
b. Pencegahan sekunder
1. Kaji resiko injuri
2. Beri pendidikan kesehatan tentang lingkungan yang aman bagi
penderita nyeri sendi.

21
3. Modifikasi lantai yang licin, pencahayaan yang terang dan
penataan perabotan rumah tangga yang aman bagi penderita
nyeri sendi.
c. Pencegahan tersier
Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi pasien semakin
memburuk.
Skala untuk menentukan prioritas asuhan keperawatan keluarga
(Balion dan Malagya, 1979)

No Kriteria Bobot
1. Sifat masalah 1
Skala : Tidak/kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala : Mudah 2
Sebagian 2
Tidak dapat 1
3. Potensial masalah untuk dicegah 1
Skala : Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala : masalah berat, harus segera 1
ditangani
Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani 2
Masalah tidak dirasakan 1

Skoring :

a. Tentukan skore untuk tiap kriteria


b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot
c. Jumlahkan skore untuk semua kriteria

22
BAB IV
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Keluarga merupakan kumpulan dua orang / lebih hidup bersama dg
keterikatan aturan dan emosional, dan setiap individu punya peran masing-
masing (friedman 1998). Dimana keluarga juga bagian atau unit terkecil dari
masyarakat yang beranggotakan dua orang ataupun lebih dan masing – masing
mempunyai ikatan perkawinan dan hubungan darah, mempunyai kepala dalam
rumah tangga, mempunyai peran masing – masing serta menganut suatu
budaya yang keluarga itu yakini. Keluarga mempunyai beberapa tipe dan
memiliki fungsi. Keluarga juga mempunyai struktur yang dapat digambarkan
bagaimana keluarga menjalankan peran dan fungsinya sebagai bagian dari
masyarakat sekitar. Dalam hal ini, perawat mempunyai peran juga untuk
membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi
oleh keluarga.
Asuhan keperawatan keluarga dengan tahap usia lanjut merupakan salah satu
dari proses keperawatan dimana dalam hal ini dapat mengoptimalkan peran
dan fungsi lansia. Jadi, semakin tinggi tingkat pengetahuan lansia
terhadap masalah-masalah yang terjadi, maka dapat diminimalisir masalah itu
terjadi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bailon, Salvacion G. 1978. Family Health Nursing. University of The Philippines.


Diliman

Friedman.1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahyudi. 2008. Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti,
Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2006

24

S-ar putea să vă placă și