Sunteți pe pagina 1din 35

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM RESPIRATORI

DISUSUN OLEH :

 AKROM FASICH W. 010216A003


 ASHRI MAULIDA R 010216A009
 DEWI RESPATI A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di
dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru
(pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima
persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk
oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari
jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam
bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan (Pearce, 2008).
System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang
merupakan parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi
terganggu maka secara system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu.
Hal ini dapat menimbulkan terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk memenuhi
kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk
membantu pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat.Dalam
tindakannya, seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus
melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, dan evaluasi..
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem respirasi dapat
berupa ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas,
gangguan pertukaran gas, disfungsi respon penyapihan ventilator, dan
gangguan ventilasi spontan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu


memberikan asuhan keperawatan kritis pada klien dengan gangguan
system respirasi secara benar.

2. Tujuan Khusus

a. Memahami pengakajian kritis pada klien dengan gangguan sistem


respirasi.

b. Memahami diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan


sistem respirasi.

c. Memahami intervensi dan implementasi pada klien dengan


gangguan sistem respirasi.

d. Memahami evaluasi pada klien dengan gangguan sistem respirasi.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori
1. Monitoring Respirasi
Monitoring respirasi di ICU untuk mengidentifikasi penyakit
dan menilai beratnya penyakit.Monitoring ini juga bersamaan dengan
riwayat penyakit, pemeriksaaan radiografi, analisa gas darah dan
spirometer.Beberapa parameter yang diperlukan kecepatan pernafasan
per menit, volume tidal, oksigenasi dan karbondioksida. Di ICU
biasanya digunakan impedance monitor yang dapat mengukur
kecepatan pernafasan, volume tidal dan alarm apnea. Pernapasan
normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan tidak
butuh tenaga untuk melakukannya.atau tachipnea yaitu pernapasan yang
cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan
yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu
keadaan terhentinya pernapasan.
Faktor yang mempengaruhi respirasi
Faktor Efek
Latihan
 Peningkatan frekuensi dan kedalaman
 Frekuensi lebih aktif daripada pasif

Kecemasan, takut Peningkatan frekuensi dan kedalaman dengan


perubahan irama sebagai akibat stimulasi
simpatik
Kesadaran diri Klien dapat dengan sadar mengganggu frekuensi
dan kedalaman
Terapi Obat:
 Analgesik narkotik dan sedatif  Menurunkan irama dan kedalaman atau
 Amfetamin & kokain mempengaruhi irama
 Meningkatkan frekuensi dan kedalaman

Demam Meningkatkan frekuensi


Merokok Efek jangka panjang dapat mengakibatkan
peningkatan frekuensi
Posisi tubuh:
 Postur tegak  Ekspansi dada penuh
 Merosot atau bungkuk
 Gangguan respirasi dengan penurunan
frekuensi dan volume

Jenis kelamin Pria mempunyai kapasitas vital paru lebih besar


dari wanita
Usia Perkembangan dari bayi sampai mau dewas,
kapasitas vital paru meningkat, pada usia tua,
elastisitas paru dan kedalaman respirasi menurun
Nyeri akut Meningkatkan frekuensi dan kedalaman
kedalaman sebagai akibat dari stimulasi
simpatik. Klien dapat menghambat dan
membebat pergerakan dinding dada jika nyeri
pada area dada atau abdomen, napas akan
menjadi dangkal.; gangguan irama
Asidosis metabolic atau asidosis Meningkatkan frekuensi dan mungkin
respiratori kedalaman
Anemi Penurunan kadar hemoglobin menurunkan
jumlah pembawa O2 dalam darah. Individu
bernapas dengan lebih cepat untuk meningkatkan
penghantaran O2
Cedera batang otak Cedera pada batang otak mengganggu pusat
pernapasan dan menghambat frekuensi dan
irama pernapasan
2. Monitoring SaO2
Pengukuran oksigen pada memberikan informasi yang penting
pada perawatan dan merupakan hal yang vital dalam pengukuran
kondisi fisiologis. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah oksigen
aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total Hb
darah mengikat O2.62 Saturasi oksigen (SaO2) merupakan persentase
hemoglobin (Hb) yang mengalami saturasi oleh oksigen yang
mencerminkan tekanan oksigen arteri darah (PaO2) yang digunakan
untuk mengevaluasi status pernafasan. Dari beberapa pengertian tadi,
maka dapat disimpulkan bahwa saturasi oksigen adalah perbandingan
kemampuan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin dan
dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan jumlah darah.
Pengukuran SaO2 dilakukan dengan mengunakan Oksimeter denyut
(pulse oximetry) yaitu alat dengan prosedur non invasif yang dapat
dipasang pada cuping telinga, jari tangan, ataupun hidung. Pada alat ini
akan terdeteksi secara kontinue status SaO2.
Pasien kritis biasanya memiliki irama detak yang lemah, tidak
stabilnya pernapasan atau rendahnya penerimaan cardiovascular
sehingga lebih baik untuk diberikan intervensi dari pada ditinggalkan
dalam posisi yang statis. Meskipun bermanfaat namun pulse oximetry
ini mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuan mendeteksi
perubahan dalam kadarkarbondioksida (CO2). Menurut Brooker
ketidakakuratan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
adalah :
a. Suhu tubuh
Suhu tubuh yang menibgkat akan menyebabkan metabolisme dalam
tubuh juga meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan jumlah
kadar oksigen yang juga akan meningkat, karenanya suhu tubuh
khususnya bila mengalami demam akan menurunkan saturasi
oksigennya.71 Menggigil atau gerakan yang berlebihan pada sisi sensor
dapat mengganggu pembacaan hasil yang akurat.
b. Anemia
Anemia adalah nilai sel darah merah dan zat besi yang menurun.72
Indikator terjadinya anemia dapat diperlihatkan dari hasil haemoglobin
(Hb). Anemia berpengaruh terhadap kadar saturasi oksigen disebabkan
karena jumlah Hb yang menurun akan memungkinkan kemampuan
tubuh untuk mengikat oksigen juga menurun, karenanya ikatan Hb
oksigen juga menurun dan hal ini akan membuat nilai saturasi oksigen
menjadi menurun. Jadi klien dapat menderita anemia berat dan
memiliki oksigen yang tidak adekuat untuk persediaan jaringan
sementara oksimetri nadi akan tetap pada nilai normal
c. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi turunnya konsentrasi oksigen dalam
darah arteri dengan milai PaO2 kurang dari 50 mmHg.Hipoksemia
dapat terjadi karena penurunan oksigen di udara, hipoventilasi karena
daya regang paru menurun, hipoperfusi atau penurunan aliran darah ke
alveolus, dan destruksi alveolus kapiler. Kondisi hipoksemia akan
menurunkan nilai saturasi oksigen. Oksimetri tidak akan memberikan
bacaan yang akurat jika area di bawah sensor mengalami gangguan
sirkulasi.Selain saturasi oksigen ada pemeriksaan yang dinamakan
Analisa Gas Darah (AGD) yang merupaka pemeriksaan untuk
mengukur keasaman (ph), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam
darah. Pemeriksaan in digunakan untuk menilai fungsi kerja paru- paru
dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan mengambil
karbondioksida dalam darah. AGD meliputi PO2, PCO3, pH, HCO3
dab SaO2.36Indikasi analisis AGD meliputi: gangguan pernafasan,
pascahenti jantung paru, kondisi metabolik, perburukan tiba- tiba yang
tidak dapat dijelaskan, evaluasi terhadapa intervensi, titrasi ventilasi
non invasif, trauma mayor, dan sebelum pembedahan mayor.
3. Pemberian O2
Terdapat 3 sistem untuk memberikan oksigen kepada pasien
tanpa intubasi.Untuk konsentrasi oksigen rendah, kanula hidung dapat
memberikan oksigen antara 24% (IL/menit) sampai 36% (4
-5L/menit).Konsentrasi oksigen sedang (40-60%) dicapai dengan
pemberian lewat masker oksigen, sedangkan konsentrasi hingga 100%
hanya dapat dicapai dengan menggunakan stingkup muka reservoir.
Pada kegawatan napas trauma diberikan oksigen 6L/menit
dengan sungkup muka. Pada penderita kritis berikan 100% oksigen,
meskipun secara umum terapi oksigen memberikan manfaat yang
bermakna pada bentuk hipoksik hipoksemia dan anemi hipoksemia.
Efek samping yang sering dikhawatirkan adalah keracunan oksigen,
tetapi hal tersebut terjadi setelah 24-48 jam terapi oksigen dengan fraksi
inspirasi oksigen (Fi02)>60%.Oleh karena itu sedapat mungkin setelah
masa kritis, terapi oksigen diturunkan bertahap sampai Fi02<60%
dengan target untuk mendapatkan minimal saturasi oksigen (Sa02)
90%.
Terapi O2 merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan pemberian terapi O2 adalah untuk
Mengatasi keadaan hipoksemia, Menurunkan kerja pernafasan,
Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard). Indikasi pemberian
terapi O2 adalah kerusakan 02 jaringan yang diikuti gangguan
metabolisme dan sebagai bentuk Hipoksemia, secara umum pada:
 Kadar oksigen arteri (Pa 02) menurun
 Kerja pernafasan meningkat ( laju nafas meningkat, nafas dalam,
bemafas dengan otot tambahan)
 Adanya peningkatan kerja otot jantung (miokard)
1) Indikasi klinisnya:
 Henti jantung paru
 Gagal nafas
 Gagal jantung atau ami
 Syok
 Meningkatnya kebutuhan o2 (luka bakar, infeksi berat,
multiple trauma)
 Keracunan co
 Post operasi, dll
2) Metode & peralatan min. yang harus diperhatikan pada therapi O2:
 Mengatur % fraksi O2 (% FiO2)
 Mencegah akumulasi kelebihan CO2
 Resistensi minimal untuk pernafasan
 Efesiensi & ekonomis dalam penggunanan 02
 Diterima pasien Pa02 kurang dari 60 mmHg
Perkiraan konsentrasi oksigen % Fi02 yang pasti
pada alat masker semi rigid
Kecepatan aliran02
4 1/mnt 0,35
6 1/mnt 0,50
8 1/mnt 0,55
10 1/mnt 0,60
12 l/mnt 0,64
15 l/mnt 0,70

4. Asidosis metabolic atau asidosis respiratori


a. Pengertian
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan
sering menyebabkan menurunnya pH darah.Asam biasanya
diproduksi sebagai produk sampingan dalam sejumlah aktivitas
metabolik termasuk pemecahan lemak.Dalam tubuh, keseimbangan
normal antara asam dan basa dikelola oleh bikarbonat.Bikarbonat
menetralisir asam dan dengan demikian mencegah akumulasi
berlebihan dalam tubuh.
b. Faktor-faktor yang berkontribusi atas kelebihan produksi asam atau
mengganggu produksi normal bikarbonat bisa menyebabkan
asidosis metabolik (metabolic acidosis) dan asidosis respiratok.
1) Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang
berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam
darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau
pernafasan yang lambat.Kecepatan dan kedalaman
pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida
dalamdarah.Dalam keadaan normal, jika terkumpul
karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi
asam.Tingginya kadar karbondioksida dalam darah
merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga
pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
 Penyebab: Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat
mengeluarkan CO2 secara adekuat. Hal ini dapat disebabkan oleh
Cronic Bronchitis, Pneumonia Berat, Emfisema, Edema pulmoner,
dan Asma. Juga dapat terjadi apabila penyakit-penyakit dari saraf
atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme
pernafasan. Asidosis respiratorik ditandai dengan sakit kepala dan
rasa kantuk.Jika keadaanya memburuk berlanjut menjadi
stupor(penurunan kesadaran) dan koma.
 Diagnosa :Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah
arteri.
 Pengobatan :Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk
meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki
pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti
asma dan emfisema.
2) Asidosis Metabolik
adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadarbikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH,
darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan
lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan
kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan
jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara
mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.Tetapi
kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh
terus-menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga
terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
 Penyebab : Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam
3 kelompok utama: Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika
mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi
asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan
dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat
anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan
asidosis metabolik.
 Penyebab utama dari asidois metabolik:
 Gagal ginjal
 Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
 Ketoasidosis diabetikum
 Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
 Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat,
metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida.
 Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran
pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi.
 Gejala: Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala,
namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun
kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan
memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar
biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan.
Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun,
menyebabkan syok, koma dan kematian.
 Diagnosa :Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil
pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di
pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena
darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah. Untuk mengetahui
penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbondioksida dan
bikarbonat dalam darah.
 Pengobatan :Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada
penyebabnya.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan
diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam
darah.Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati
overdosis atau keracunan yang berat.Asidosis metabolik juga bisa
diobati secara langsung.
Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena
dan pengobatan terhadap penyebabnya.Bila terjadi asidosis berat,
diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat
hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat
membahayakan.Asidosis metabolik adalah peningkatan produksi dari
metabolisme asam, biasanya akibat dari gangguan pada kemampuan
untuk mengeluarkan asam melalui ginjal.Asidosis ginjal dikaitkan
dengan akumulasi urea dan kreatinin serta residu asam metabolik
katabolisme protein
5. Masalah yang terjadi pada system respirasi
a. Hipoventilasi
Hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis akibat retensi
tertahannya CO2 di dalam paru-paru. hipoventilasi alveols akan
menyebabkan asidosis respiratorik sehingga pH akan turun.
Hipoventilasi alveolus dapat terjadi jika total volume paru-paru
berkurang (pengaruh ruang rugi) sepertu yang terjadi apabila
seseorang bernapas cepat dan dangkal.
b. Hiperventilasi
adalah keadaan napas yang berlebihan akibat kecemasan yang
mungkin disertai dengan histeria atu serangan panik.
hiperventilasi terjadi jika metabolisme tubuh terlampau tinggi
sehingga mendesak alveolus melakukan ventilasi secara
berlebihan. kondisi tersebut terjadi akan menyebabkan alkalosis
respiratorik. Alkalosis adalah suatu keadaan dimana ekskresi
CO2 dari paru-paru berlebihan yang mengakibatkan naiknya pH
darah (pH darah >7,4).
c. Shunt
Yang dimaksud dengan shunt boleh dianggap bagian dari
cardiac output yang beranjak dari circulasi vena ke circulasi
arteri tanpa keuntungan kontak dengan gas alveolar.
Ada 2 jenis shunt:
1) Anatomik shunt : Dalam keadaan normal ada 2 macam
anatomik shunt (3-5)% dari cardiac output yaitun arteri
bronchiales cabang dari aorta memberi nutrisi pada cabang
bronhus kembali dalam keadaan desaturated langsung
kevena pulmonal atau Sebagian dari darah arteri coronaria
langsung dengan darah desaturated masuk atrium kiri
melalui vena thebesian.
2) Intra pulmonary shunt: Suatu keadaan dimana perfusi
normal sedangkan alveoli kolaps, sehingga tak
ada berkontak dengan alveoli akibatnya darah venous tanpa
pertukaran gas langsung masuk kecirculasi arteri disebut
wasted perfusion.
d. Trakheostomi
Trakeostomi adalah prosedur bedah yang dilakukan dengan
membuat lubang di saluran udara atau trakea untuk
memasukkan tabung yang dapat membantu pasien yang
kesulitan bernapas dan mengalami penurunan kadar oksigen
yang signifikan atau kegagalan sistem pernapasan.
6. Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas
a. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon
dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi
difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997).
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah
yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
“Harapan Kita”, 2001)
b. Jenis Gagal Nafas
 Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
 Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.
 Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit
paru hitam (penyakit penambang batubara).
c. Etiologi
1) Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah
batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal.
2) Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul
dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis,
otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3) Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui
penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan
cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4) Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi
dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan
dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar
5) Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi
atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi
dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas
d. Patofisiologi
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya
paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru
alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi
pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah
16-20 x/mnt. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20
ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan
yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons
dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif
dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat
agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opioid.

7. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilator


Ventilasi merupakan proses perpindahan udara dari lingkungan
luar tubuh ke dalam paru-paru. Respirasi merupakan proses pertukaran
gas O2 dan CO2 yang terjadi di alveolus dalam paru-paru. Alveolus
merupakan kantong udara di ujung percabangan bronkus dalam
paru-paru.O2 berdifusi melalui dinding alveolus menembus pembuluh
darah dan CO2 berdifusi ke luar pembuluh darah.
a. Tipe Ventilator
Menurut West (2003), ventilator dibagi atas tiga jenis:
1) Ventilator Volume-Konstan
Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur
sebelumnya kepada pasien, biasanya melalui piston pengatur
bermotor dalam sebuah silinder atau peniup bermotor.Curah
dan frekuensi pompa dapat disesuaikan untuk memberi
ventilasi yang diperlukan.Rasio inspirasi terhadap waktu
ekspirasi dapat dikendalikan oleh mekanisme kenop khusus.
Oksigen dapat ditambahkan ke udara inspirasi sesuai keperluan,
dan sebuah pelembab dimasukkan dalam sirkuit.Ventilator
volume-konstan adalah mesin kuat dan dapat diandalkan yang
cocok untuk ventilasi jangka lama.Alat ini banyak digunakan
dalam anestesia.Alat ini memiliki keuntungan dapat
mengetahui volume yang diberikan ke pasien walaupun terjadi
perubahan sifat elastik paru atau dinding dada maupun
peningkatan resistensi jalan napas.Kekurangannya adalah dapat
terjadi tekanan tinggi.Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup
pengaman aliran mencegah tekanan mencapai tingkat
berbahaya. Memperkirakan ventilasi pasien dari volume stroke
dan frekuensi pompa dapat menyebabkan kesalahan penting
karena kompresibilitas gas dan kebocoran, dan lebih baik
mengukur ventilasi ekspirasi dengan spirometer.
2) Ventilator Tekanan-Konstan
Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur
sebelumnya dan merupakan mesin yang kecil dan relatif tidak
mahal.Alat ini tidak memerlukan tenaga listrik, tetapi bekerja
dari sumber gas terkompresi bertekanan minimal 50 pon/inci
persegi.Kekurangan utamanya, yaitu jika digunakan sebagai
metode tunggal ventilasi, volume gas yang diberikan
dipengaruhi perubahan komplians paru atau dinding
dada.Peningkatan resistensi jalan napas juga dapat mengurangi
ventilasi karena mungkin tidak cukup waktu untuk
menyeimbangkan tekanan yang terjadi antara mesin dan
alveoli.Oleh karena itu, volume ekspirasi harus dipantau.Ini
sulit pada beberapa ventilator. Kekurangan lain ventilator
tekanan-konstan adalah konsentrasi oksigen inspirasinya
bervariasi sesuai kecepatan aliran inspirasi. Ventilator
tekanan-konstan kini terutama digunakan untuk ventilasi
bantuan-tekanan, yaitu membantu pasien yang diintubasi
mengatasi peningkatan kerja napas yang terjadi karena slang
endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini
berguna untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu
peralihan dari ventilasi mekanik ke ventilasi spontan.
3) Ventilator Tangki
Ventilator tipe (1) dan (2) adalah ventilator tekanan-positif
karena memberi tekanan positif ke jalan napas.Sebaliknya,
respirator tangki memberi tekanan negatif (kurang dari
atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali
kepala.Ventilator tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (paru
besi) yang dihubungkan dengan pompa bervolume besar,
bertekanan rendah yang mengendalikan siklus pernapasan.
Ventilator tangki tdak lagi digunakan dalam penanganan gagal
napas akut karena membatasi akses ke pasien, ukuran besar,
dan tidak nyaman.Alat ini dipergunakan secara luas untuk
ventilasi pasien dengan penyakit neuromuskular kronik yang
perlu diventilasi selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun.Sebuah modifikasi ventilator tangki adalah
perisai yang pas di atas toraks dan abdomen serta menghasilkan
tekanan negatif.Ini biasanya dicadangkan bagi pasien yang
sudah sembuh parsial dari gagal napas neuromuskular.
4) Patient-Cycled Ventilators
Pada ventilator ini, fase inspirasi dapat dipicu oleh pasien
ketika ia melakukan upaya inspirasi. Istilah “ventilasi bantuan”
terkadang diberikan untuk cara kerja ini. Banyak ventilasi
tekanan-konstan memiliki kemampuan ini.Ventilator ini
berguna pada terapi pasien yang sembuh dari gagal napas dan
sedang dilepas dari penggunaan ventilasi terkendali.
b. Efek Fisiologik pada Ventilasi Mekanik
1) Penurunan PCO2 Arteri
Ada beberapa alasan mengapa ventilasi tekanan-positif
meningkatkan ruang mati. Pertama, volume paru biasanya
meningkat, Kemudian, tekanan jalan napas yang meningkat itu
cenderung mengalihkan aliran darah dari daerah yang
berventilasi sehingga menyebabkan daerah dengan rasio
ventilasi-perfusi tinggi atau bahkan daerah tidak berperfusi.
Jika tekanan dalam kapiler turun di bawah tekanan jalan napas,
kapiler dapat kolaps seluruhnya, menyebabkan paru tidak
berperfusi.
Kecenderungan PCO2 arterial meningkat akibat peningkatan
ruang mati dapat diatasi dengan mengatur ulang ventilator
untuk meningkatkan ventilasi total.Dalam praktik, banyak
pasien yang diventilasi secara mekanik mengalami PCO2 arteri
abnormal rendah karena diventilasi berlebihan.PCO2 arteri
yang terlalu rendah perlu dihindari karena hal ini mengurangi
aliran darah serebral sehingga menyebabkan hipoksia serebral.
Bahaya lain ventilasi berlebihan pada pasien dengan retensi
CO2 adalah kalium serum yang rendah, yang mencetuskan
irama jantung abnormal. Ketika CO2 ditahan, kalium bergerak
keluar sel ke dalam plasma dan diekskresi oleh ginjal.Jika
PCO2 berkurang dengan cepat, kalium kembali masuk ke
dalam sel sehingga mengurangi plasma.
2) Peningkatan PO2 Arteri
Pada beberapa pasien gagal napas, PCO2 arterinya sering tidak
meningkat dan tujuan ventilasi mekanik adalah meningkatkan
PO2.Dalam praktik, pasien seperti ini selalu diventilasi dengan
yang diperkaya oksigen, dan kombinasi ini biasanya efektif
untuk mengurangi hipoksemia. Konsentrasi oksigen inspirasi
idealnya harus cukup untuk meningkatkan PO2 arteri paling
tidak menjadi 60 mmHg, tetapi konsenrasi inspirasi yang
terlalu tinggi perlu dihindari karena bahaya toksisitas oksigen
dan atelektasis.
3) Efek pada Aliran Balik Vena
Ventilasi mekanik cenderung mengganggu kembalinya darah ke
dalam toraks sehingga mengurangi curah jatung.Pada pasien
yang terlentang relaks, kembalinya darah ke toraks bergantung
pada perbedaan antara tekanan vena perifer dan tekanan
intratoraks rata-rata.Jika tekanan jalan napas ditingkatkan oleh
ventilator, tekanan intratoraks rata-rata meningkat dan
menghambat aliran balik vena.Bahkan, jika tekanan jalan napas
tetap sesuai atmosfer, aliran balik vena cenderung turun karena
tekanan vena prifer dikurangi oleh tekanan negatid.Aliran balik
vena hampir tidak terpengaruh hanya pada respirator perisai
(cuirass).
c. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik
Adapun indikasi pemasangan ventilasi mekanik dibagi atas (Glance
Sistem Respirasi, 2008):
1) Pembedahan
 Anestesi umum dengan blokade neuromuscular
 Penatalaksanaan pascaoperasi bedah mayor
2) Kerusakan pada spinalis servikal di atas C4
 Fraktur leher
3) Depresi pusat respirasi
 PaCO2 >7-8 kPa (50-60 mmHg)
 Cedera kepala
 Overdosis obat (opiat, barbiturat)
 Peningkatan tekanan intrakranial: perdarahan
serebral/tumor/meningitis/ensefalitis
 Status epileptikus
4) Gangguan neuromuskular – bila vc <20-30 ml/kg
 Guillain-Barré
 Miastenia gravis
 Poliomielitis
 Polineuritis
5) Penyakit paru
 Pneumonia
 Sindrom gawat napas akut (ARDS)
 Serangan asma berat
 Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis kistik
 Trauma-kontusio paru
 Edema paru
6) Gangguan dinding dada
 Kifoskoliosis
 Trauma: terutama flail segment (fraktur banyak iga →
potongan dinding dada yang tidak menempel)
7) Lain-lainHenti jantung
 Syok sirkulasi berat
 Hipoksia resisten pada gagal napas tipe 1 (berkurangnya
oksigen)
d. Komplikasi
Komplikasi pemasangan ventilasi mekanis meliputi (Glance Sistem
Respirasi, 2008):
1) Risiko selama intubasi endotrakeal atau trakeostomi
 Depresi miokardial akibat anestetik
 Aspirasi isi lambung
 Penurunan PaO2 selama apnea
 Bronkokonstriksi refleks dan laringospasme
2) Risiko yang dihubungkan dengan sendi dan paralisis
 Depresi jantung
 Depresi dorongan respirasi (menunda pelepasan)
 Meningkatkan bahaya kegagalan diskoneksi/ventilator
3) Risiko intubasi endotrakeal dan trakeostomi
 Intubasi esophagus
 Intubasi bronkus
 Blokade/ekstubasi yang tidak disengaja
 Kerusaka/stenosis trakea/laring
 Infeksi
4) Risiko yang dihubungkan dengan ventilasi mekanis
 Tekanan jalan napas tinggi → barotrauma
 Overdistensi alveolar → volutrauma:
 Pneumotoraks, pneumomediastinum
 Emfisema subkutan (= udara di kulit)
 Kerusakan struktural pada paru, jalan napas, dan kapiler
 Displasia bronkopulmonal

e. PATHWAY
Vol. Tidal tinggi

8. Asuhan Keperawatan Pasien Post Thorakotomi


a. Pengertian
Torakotomi merupakan operasi untuk membuka dinding dada. Operasi
memungkinkan akses ke paru-paru, tenggorokan, batang nadi, jantung
dan diafragma. Tergantung pada situs bedah, torakotomi dapat
dilakukan di sebelah kanan atau kiri sisi dada. Kadang-kadang,
torakotomi kecil bisa dilakukan di bagian depan dada.

b. Etiologi
Torakotomi dapat dilakukan, apabila:

 Konfirmasi diagnosis penyakit paru-paru atau dada;

 Melakukan operasi pada jantung atau pembuluh darah paru-paru


dan jantung;

 Gangguan memperlakukan trakea;

 Hapus bagian dari paru-paru atau seluruh paru-paru;

 Gangguan memperlakukan esofagus;

 Lepaskan jaringan paru-paru, yang runtuh akibat penyakit atau


cedera;

 Menghilangkan bekuan darah dari dada


c. Komplikasi

 Pendarahan;

 Infeksi;

 Kerusakan organ di dada;

 Kesakitan

 Reaksi terhadap anestesi;

 Akumulasi udara atau gas di dada.

Faktor, yang dapat meningkatkan risiko komplikasi:

 Cedera ekstensif, Ini melibatkan banyak bagian tubuh;

 Usia;

 Merokok;

 Stroke sebelumnya atau serangan jantung;

 Masalah kesehatan kronis.

PATHWAY
9. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
e. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan istilah
yang bisa saling menggantikan yaitu gangguan progresif lambat
Kronik ditandai oleh obstruksi saluran pernapasan yang menatap
atau sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernapasan
reversibel pada asma (Davey, 2006).Penyakit Paru Obstruktif Kronif
(PPOK) adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Rubenstein, Wayne
dan Bradley, 2007).
f. Klasifikasi
Menurut Davey (2006), beratnya penyakti PPOK ditentukan
berdasarkan derajat obstruksi saluran pernapasan, yaitu :
a) Derajat 1 (PPOK ringan)
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi
sputum).Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1/ KVP <
70%.VEP1> 80% Prediksi).Orang tersebut mungkin tidak
menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
b) Derajat 2 (PPOK sedang)
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP 1/
KVP < 70%. 50% < VEP1< 80%), disertai dengan adanya
pemendekan dalam bernafas.
c) Derajat 3 (PPOK berat)
Ditandai dengan keterbatasan/hambatan aliran udara yang
semakin memburuk (VEP 1/ KVP < 70%. 30% Ł VEP1 < 50%
prediksi).Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang
berdampak pada kualitas hidup pasien.
d) Derajat 4 (PPOK sangat berat)
Keterbatasan atau hambatan aliran udara yang berat
(VEP1 / KVP < 70%.VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50%
prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal
jantung kanan.
g. Etiologi
Menurut Davey (2006), etiologi dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), yaitu :
1) Faktor lingkungan
Merokok merupakan penyebab utama diserti risiko
tambahan akibat polutan udara ditempat kerja atau di dalam
kota. Sebagian pasien memiliki asma Kronik yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
2) Genetik
Defisiensi α1 antitripsin merupakan presdiposisi untuk
berkembangnya PPOK dini.
h. Gejala dan tanda PPOK
Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak napas yang
sering kali dimulai saat aktivitas.Sering kali terdapat batuk yang
mungkin produktif menghasilkan spatum dan mengi.Gejala umum
bersifat progresif dengan sesak napas yang semakin berat dan
berkurangnya toleransi olahraga.Terdapat akseserbasi, sering kali
berhubungan dengan infeksi dimana terdapat sesak napas yang
semakin berat, batuk, mengi dan produksi sputum. Biasanya terjadi
pada pasien berusia lebih dari 45 tahun (bronkitis Kronik sama
dengan produksi sputum hampir setiap hari selama tiga bulan atau
dua tahun berturut-turut) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
memiliki prevalensi lebih dari 2% (Davey, 2006).

f. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


1) Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya
adalah sebagai berikut :
 Berhenti Merokok
 Terapi farmakologis dapat mengurangi gejala, mengurangi
frekuenssi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki status
kesehatan dan toleransiaktivitas.
 Regimen terapi farmakologis sesuai denganpasien spesifik,
tergantung beratnya gejala, risikoeksaserbasi, availabilitas obat dan
respon pasien.
 Vaksinasi Influenza dan Pneumococcal
 Semua pasien dengan napas pendek ketikaberjalan harus diberikan
rehabilitasi yang akanmemperbaiki gejala, kualitas hidup,
kualitasfisik dan emosional pasien dalam kehidupannyasehari-hari.
2) Terapi farmakologi
 Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang bergunauntuk meningkatkan
FEV1 atau mengubah variablespirometri dengan cara mempengaruhi
tonus ototpolos pada jalan napas.
 β2Agonist (short-acting dan long-acting)
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasiotot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptorβ2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkokontriksi.
 Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalahipratropium, oxitropium
dan tiopropium bromide.Efekutamanya adalah memblokade efek
asetilkolin padareseptor muskarinik.Efek bronkodilator dari shortacing
anticholinergic inhalasi lebih lama disbanding short acting β2 agonist.

 Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin.Obat ini
dilaporkan berperan dalamperubahan otot-otot inspirasi.
 Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat
memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitashidup serta mengurangi
frekuensi eksaserbasi
 Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan
menghambat pemecahan intraselularC-AMP.

PATHWAY
10. Pengkajian Sistem Respiratori
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual
(sesua masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status
pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah
distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih
komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan
yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup
tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang
data biografi, yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi
kehidupan klien. Data demografi biasanya dicatat pada formulir
pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik klien dan
bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan
usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering
membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan.
apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat
(kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat
rencana pemulangan yang sesuai.
Riwayat pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini
dan masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan
keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama,
peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan
terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.
11. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
(00032) Ketidak efektifan (0412) Respon penyapihan (3140) Manajemen
pola nafas ventilasi mekanik dewasa jalan nafas
Definisi : inspirasi dan atau Definisi: Penyesuaian pernafasan Monitor status
ekspirasi yang tidak dan psikologis untuk pengangkatan pernafasan dan
memberi ventilasi adekuat ventilasi mekanik progresif oksigenasi
Batasan karakteristik : Kriteria hasil yang diharapkan atau 1. Posisikan untuk
Data subyektif : skala target outcome memaksimalkan ventilasi
........................................................... di pertahankan pada 2. Lakukan fisioterapi dada
.................................................. .........ditingkatkan ke...........
Data obyektif Skala 1-5 ( Deviasi berat,cukup (3210) Manajemen Asthma
 Dipsnea besar,sedang,ringan,tidak ada ) 1. Monitor kecepatan irama
 Ortopnea  (041202) Tingkat pernafasan dan kedalaman dan usaha
 Penggunaan otot bantu spontan pernafasan
pernafasan  (041203) Irama pernafasan 2. Amati pergerakan dada
 Bradipnea spontan 3. Auskultasi suara paru
 Pola nafas abnormal  (041204)Kedalaman pernafasan 4. Tawarkan minuman hangat
 Pernafasan bibir spontan untuk minum
 (041211) Saturasi oksigen 5. Ajarkan klien untuk
 Pernafasan cuping
 (041230) Suara nafas tambahan mengidentifikasi dan
hidung menghindari pemicu sebisa
 Takipnea
(0403) Status pernafasan : mungkin
Faktor yang Berhubungan 6. Berikan pengobatan dgn
 Hiperventilasi Ventilasi
Definisi: Keluar masuknya udara tepat dan atau sesuai
 Imaturitas neurologis kebijakan dan petunjuk
 Gangguan dari dan kedalam paru
Kriteria hasil yang diharapkan atau prosedur
muskuloskeletal 7. ..........................................................
skala target outcome
 Keletihan otot (3350) Monitor
di pertahankan pada
pernafasan pernafasan
.........ditingkatkan ke...........
 Nyeri 1. Monitor suara nafas
Skala 1-5 ( sangat
 Anxietas berat,berat,cukup,ringan,tidak ada ) tambahan
 (040301 )Frekwensi pernafasan 2. Monitor pola nafas
3. Catat pada perubahan pada
 (040302)Irama pernafasan
saturasi o2 volume tidal
 (040303 )Kedalaman inspirasi 4. ...........................................................
 (040309 )Penggunaan otot bantu ...................................
nafas
 (040311 )Retraksi dinding dada

(0415) Status pernafasan


Definisi: Proses keluar masuknya
udara ke paru2 serta pertukaran Co2
dan O2 di alveoli
Kriteria hasil yang diharapkan atau
skala target outcomedi pertahankan
pada .........ditingkatkan ke...........
Skala 1-5 ( sangat
berat,berat,cukup,ringan,tidak ada )
 (041528) Pernafasan cuping
hidung
 (041513) Sianosis
 (041520) Akumulasi sputum
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN

(00201 )RESIKO KETIDAK (0406) Perfusi jaringan: serebral (2540) Manajemen Edema
EFEKTIFAN PERFUSI Kecukupan aliran darah melalui Serebral
JARINGAN OTAK pembuluh darah otak untuk 1. Monitor adanya
Definisi :Rentan terhadap mempertahankan fungsi otak. kebingungan ,perubahan
penurunan sirkulasi Kriteria hasil yang pikiran,keluhan pusing dan
jaringan otak yang dapat diharapkan atau skala pingsan
mengganggu kesehatan. target outcome 2. Monitor status neurolgis
Faktor Resiko : di pertahankan 3. Monitor tanda tanda vital
 Agen farmaseucal pada .........ditingkatkan 4. Kurangi stimulus dalam
 Aterosklerosis aortik ke........... lingkungan pasien
 Hipertensi skala 1-5( deviasi 5. Hindari fleksi leher atau fleksi
 Koagulasi berat,Cukup ekstrem pada lutut/panggul
intravaskular besar,sedang,ringan,tidak 6. Hindari valsava manuver
 Neoplasma otak ada) 7. Batasi cairan
 (040612) Tekanan intrakranial 8. Lakukan latihan ROM pasif
 Penyalahgunaan zat
 (040613) Tekanan darah sistolik 9. Pertahankan suhu normal
 Stenosis karotid
 Terapi trombolitik  (040614) Tekanan darah 10. Kolaborasi dokter pemberian
diuritik atau active loop
 Tumor diastolik 11. ..............................
otak(gangguan (2590) Monitor Tekanan
serebrovaskuler,peny  (040603) Sakit kepala Intrakranial
akit 1. Monitor suhu dan jumlah
neurologis,trauma,tu  (040608) Agitasi WBC
mor)  (040609) Muntah 2. Monitor intake dan output
 ..................................  (040611) Pingsan 3. Periksa pasien terkait ada
.................................. tidaknya kaku kuduk
...  (040616) Demam 4. Sesuaikan kepala tempat tidur
 (040620) Reflek saraf terganggu untuk mengoptimalkan
perfusi serebral
 ........................................................... 5. Kolaborasi dokter pemberian
(0422 )Perfusi jaringan antibiotik
Kecukupan aliran darah melalui 6. ………………………………
organ tubuh unt berfungsi pada …………..
tingkat sel
Kriteria hasil yang diharapkan atau
skala target outcome
di pertahankan pada
.........ditingkatkan ke...........
skala 1-5( deviasi berat,Cukup
besar,sedang,ringan,tidak ada
 (042226) Aliran darah melalui
pembuluh darah jantung

 (042210) Aliran darah melalui


pembuluh darah pada tingkat sel

DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

(00031) Ketidak efektifan (0410) Status pernafasan : (3140) Manajemen jalan


bersihan jalan nafas kepatenan jalan nafas nafas
Definisi :Ketidakmampuan Definisi: Saluran trakheo brochial Monitor status pernafasan
membersihkan sekresi yang terbuka dan lancar untuk dan oksigenasi
/obstruksi dari saluran pertukaran udara. 1. Posisikan untuk
nafas unt mempertahankan Kriteria hasil yang diharapkan atau memaksimalkan ventilasi
bersihan jalan nafas skala target outcome 2. Lakukan fisioterapi dada
Batasan karakteristik : di pertahankan pada 3. Instruksikan bagaimana agar
Data subyektif : .........ditingkatkan ke........... bisa melakukan batuk efektif
........................................................... Skala 1-5 ( Deviasi berat,cukup 4. .....................................................
............................................ besar,sedang,ringan,tidak ada ) (3250) Peningkatan
Data Obyektif :  (041004) Frekwensi pernafasan ( manajemen )batuk
 Batuk yang tidak  (041005) Irama pernafasan 1. Minta pasien untuk batuk di
efektif  (041017) Kedalaman inspirasi lanjutkan beberapa periode
 Dipsnea  (041012) Kemampuan nafas dalam
 Gelisah mengeluarkan sekret 2. Dukung hidrasi cairan yang
 Ortopnea  (041007) Suara nafas tambahan sistemik
 Penurunan bunyi nafas  (041019) Batuk 3. Dampingi pasien
 Perubahan suara nafas menggunakan
 (041020) Akumulasi sputum bantal/selimut yang di lipat
tambahan  ( 041015) Dipsnea saat istirahat unt menahan perut saat
 Sputum dalam jumlah  (041013) Pernafasan cuping batuk
yang berlebihan hidung 4. ..........................................................
 Tidak ada batuk (3350 ) Monitor
 Sianosis pernafasan
 Perubahan frekwensi 1. Monitor suara nafas
dan pola nafas tambahan
 ................................................. 2. Monitor pola nafas
.............. 3. Catat pada perubahan pada
Faktor yang saturasi o2 volume tidal
berhubungan : 4. ...........................................................
 Lingkungan .
 Obstruksi jalan nafas
 Adanya jalan nafas
buatan
 Benda asing
 Mukus berlebih
 PPOK
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan nafas
 Fisiologis
 Astma
 Infeksi
 Disfungsi
neuromuskuler
 .................................

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di
dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru
(pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima
persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk
oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari
jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam
bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan
B. SARAN
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk memenuhi
kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk
membantu pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat.Dalam
tindakannya, seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan
harus melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnose
keperawatan, intervensi, dan evaluasi..

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society Documents. 2004. Guidelines for The Management of


Adults with Hospital-Acquired, Ventilator-Associated, and Healthcare-Associated
Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 171: 388-416. Available from:
www.atsjournals.org.
Augustyn, Beth. 2007. Ventilator-Associated Pneumonia Risk Factors and Prevention.
Critical Care Nurse 27 (4). Available from: http://ccn.aacnjournals.org.
Central Disease Center. 2015. Device-associated Module PNEU/VAP. Available
from: http://www.cdc.gov/nhsn/PDFs/pscManual/6pscVAPcurrentGrossbach, Irene,
Linda Chlan, Mary Fran Tracy. 2011. Overview of Mechanical
Ventilatory Support and Management of Patient-and Ventilator-Related
Responses.American Association of Critical Care Nurses 31 (3): 39-44. Available from:
www.ccnonline.org. [Accesed 13 November 2016].
International Ventilator Users Network. 2014. Home Ventilator Guide. An Affiliate n of
Post-Polio Health International (PHI). Available from:
http://www/ventusers.org/edu/homeventguide
Koenig, Steven M, and Jonathon D. Truwit. 2006. Ventilator-Associated
Marino, Paul L. 2007. Marino’s The ICU Book. 3rd Edition.Philadelphi Lippincott
Williams & Wilkins.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Nosokomial
PedomanDiagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 1-16.

S-ar putea să vă placă și