Sunteți pe pagina 1din 22

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS TENSION


PNEUMOTHORAKS
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara
dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks didefinisikan
sebagai adanya udara di dalam kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat
selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan
pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan non-tension pneumotoraks.
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga
pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan
bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara
tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga dada juga tidak
meningkat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengidentifikasi, melaksanakan, dan merumuskan masalah keperawatan tension
pneumothoraks serta dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara baik dan benar.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan tension pnemuthoraks.
1.2.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tension
pneumothoraks.
1.2.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan tension
pneumothoraks.
1.2.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan pada klien dengan tension
pneumothoraks.
1.2.2.5 Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tension
pneumothoraks.
1.2.2.6 Mahasiswa mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan tension
pneumothoraks.
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
1.3.3 Mahasiswa dapat memahami konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat.

BAB 2
KONSEP MEDIK

2.1 Anatomi Fisiologi

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
1. Depan : Sternum dan tulang iga.
2. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
3. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
4. Bawah : Diafragma
5. Atas : Dasar leher.
Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus
pleuranya. Mediastinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan
vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C.,
1995).

2.2 Pengertian
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara
dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Sedangkan tension
pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan
bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya
organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan.

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan penimbunan udara di ikuti peningkatan


tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, sehingga
udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan
cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya,
kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan
penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih
siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan
sinar-x dada. (Pneumothoraks, Albert. C.S./Journal of Britsh/www.FrementalNurse.net/2007)

Tension Pneumothoraks adalah suatu pneumothoraks yang progresif dan cepat sehingga
membahayakan jiwa pasien dalam waktu yang singkat. Udara yang keluar masuk paru masuk ke
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi sehingga tekanan pleura terus meningkat. (Arief Manjoer,
Selekta Kapita, 2000).

2.3 Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau
berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut :
1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan
sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi
terjadinya Tension Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau
vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension
Pneumotoraks.
4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi
pembalut luka sebagai 1-way katup.
5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks.

2.4 Tanda Dan Gejala


Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1. Ada jejas pada thorak
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6. Penurunan tekanan darah

2.5 Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena mekanisme check
valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi
udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura
akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto
sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan
kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan
sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.
2.6 Pathway
Trauma Thoraks

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pembuluh Darah


rongga pleura, udara bisa masuk intercostal, pembuluh darah jaringan
(pneumothorax) paru-paru.

Karena tekanan negative Terjadi perdarahan :


intrapleuraMaka udara luar akan (perdarahan jaringan intersititium,
terhisap masuk kerongga pleura perarahan intraalveolar diikuti kolaps
(sucking wound) kapiler kecil-kecil dan atelektasi)

Tahanan perifer pembuluh paru naik


(aliran darah turun)

1. Ringan kurang 300 cc ---- di punksi


Oper penumothorax
2. Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang
Close pneumotoraks
drain
Tension pneumotoraks
3. Berat lebih 800 cc ------ torakotomi

Mendesak paru-paru
Tek. Pleura meningkat terus (kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang
4. Sesak napas yang progresif
5. Nyeri bernapas / pernafsan asimetris /
Sesak napas yang progresif
adanya jejas atau trauma
(sukar bernapas/bernapas berat)
6. Nyeri bernapas
Bising napas berkurang/hilang
7. Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
Bunyi napas sonor/hipersonor
8. Bising napas tak terdenga
Foto toraks gambaran udara lebih 1/4
9. Nadi cepat/lemah
dari rongga torak
10. Anemis / pucat
11. Poto toraks 15 - 35 % tertutup
bayangan

WSD/Bullow Drainage

- Kerusakan integritas kulit


- Resiko terhadap infeksi
Terdapat luka pada WSD
- Perubahan kenyamanan : Nyeri
Nyeri pada luka bila untuk bergerak
perawatan WSD harus diperhatikan.
Ketidak efektifan pola pernapasan
Gangguan mobilitas fisik
Inefektif bersihan jalan napas
- Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan
Pergeseran mediatinum
2.7 Manifestasi Klinis
Clinical interpretation of the presenting signs and symptoms of a tension pneumothorax is
crucial for diagnosing and treating the condition. Early findings : Chest pain, Dyspnea, Anxiety,
Tachypnea, Tachycardia, Hyperresonance of the chest wall on the affected side and Diminished
breath sounds on the affected side.
Late findings : Decreased level of consciousness, Tracheal deviation toward the
contralateral side, Hypotension, Distention of neck veins (may not be present if hypotension is
severe) and Cyanosis.
Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension pneumothoraks penting
sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui kondisi pasien. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea,
ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang
sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi
kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien
sangat hipotensi) dan sianosis.). Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang
berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan segera : dispnea, hilangnya
bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift.

2.8 Penatalaksanaan
Tindakan penyelamatan hidup yang cepat, lakukan disinfeksi kulit disela iga ke-2 dari garis
midklavikuler yang terkena tusuk benda tajam. Lalu dengan jarum suntik steril dilakukan pungsi
dan dibiarkan terbuka. Secepat mungkin lakukan tube torakostomi karena sangat mungkin akan
terjadi tension pneumothotarks lagi sesudah paru mengembang. Namun pada prinsipnya, dapat
dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey
– secondary survey).
2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable
x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan
pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan
masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah
melakukan prosedur penanganan trauma.
6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi
pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
7. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation)
merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS
yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
8. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks dan tension pneumothoraks, WSD dapat berarti :
Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu
operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
tetap baik.

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :


1) Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
2) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik
oleh dokter.
3) Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi
tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
4) Mendorong berkembangnya paru-paru.
 Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
 Latihan napas dalam.
 Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
 Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
5) Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam
melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
6) Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24
jam setelah operasi.
 Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan,
denyut nadi, tekanan darah.
 Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba
merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian
operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
7) Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang
keluar dari bullow drainage.
c) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada
dua tempat dengan kocher.
d) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan.
f) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol
terjatuh karena kesalahan dll.

8) Dinyatakan berhasil, bila :


a) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c) Tidak ada pus dari selang WSD.

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
3.1.2 Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow Coma Scale
(GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
1. A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2. V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
3. P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong, misalnya dicubit,
tekanan pada tulang dada.
4. U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh penolong. Tidak membuka
mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3.1.3 Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus didahulukan  langsung
ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).

3.1.4 Primary Survey


1. Airway
a. Assessment :
1) Perhatikan patensi airway.
2) Dengar suara napas.
3) Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b. Management
1) Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan
benda yang menghalangi jalan napas
2) Re-posisi kepala, pasang collar-neck
3) Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
2. Breathing
a. Assesment
1) Periksa frekwensi napas
2) Perhatikan gerakan respirasi
3) Palpasi toraks
4) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
1) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2) Periksa tekanan darah
3) Pemeriksaan pulse oxymetri
4) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2) Torakotomi emergency bila diperlukan
3) Operasi Eksplorasi vaskular emergency
4) Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas berat dan
keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan
intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.
Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu.
Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi
darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi dekompresi pada
hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube
thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada)
diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal
+ ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.
3.1.5 Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada thorak, Nyeri pada tempat
trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien
menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan,
Penurunan tekanan darah

A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan ataupun kebutuhan
akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan yang diberikan
pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi.
Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang kemudian
digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal (PMI)
berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan
dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-
tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas
dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi  mengindikasikan
bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor
diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat,
sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk,
riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi),
keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
3.1.6 Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut :
P :Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri dapat digunakan skala
numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri doarasakan.

S :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik ataupun menilai raut wajah
klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau kualitas nyeri.
T :Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus menerus, timbul-hilang, atau
sewaktu-waktu.
3.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal.
2. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
4. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), nyeri, ansietas,
ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan keamanan/pencegahan, ditandai
dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak
kooperatif.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang menerima informasi
ditandai dengan kurang menerima informasi, mengekspresikan masalah, meminta informasi,
berulangnya masalah.
4. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
5. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
3.3 Intervensi

Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Hasil

1. Pola pernafasan tak Tujuan : Setelah dilakukan Mandiri Kesuli


efektif b/d penurunan asuhan keperawatan 1 X Awasi kesesuaian pola pernapasan bila pening
ekspansi paru 24 jam pola pernafasan menggunakan ventilasi mekanik, catat terjadi
(akumulasi pasien efektif. perubahan tekanan udara.
udara/cairan, nyeri, Kriteria Hasil :
Auskultasi bunyi nafas Area
ansietas
 Menunjukkan pola sebagi
pernapasan normal Evalua
atau efektif dengan pertuk
Gas Darah dalam perbaik
rentang normal.
Kaji pasien adanya area nyeri, nyeri Sokon
 Bebas sianosis dan
tekan bila batuk. abdom
tanda/ gejala
atau m
hipoksia
Evaluasi fungsi pernapasan, catat Distres
kecepatan/ pernapasan sesak, dispnea, tanda v
terjadinya sianosis, perubahan tanda fisiolo
vital. terjadi
hipoks

Catat pengembangan dada dan posisi Pengem


trakea paru. D
pada te
Bila dipasang selang dada pada pasien, Tak
evaluasi ketidaknormalan atau menun
kontinuitas gelembung botol (norma
penampung.

Kolaborasi Mengi
Kaji hasil foto thoraks endotr

Awasi hasil Gas Darah Mengk


ventila

Berikan oksigen tambahan sesuai Untuk


indikasi. mengh
sianosi

Pemasangan WSD Menge


masuk
"mech

2. Resiko tinggi trauma Tujuan : Mandiri Menur


penghentian napas b/d Setelah dilakukan asuhan Anjurkan pasien untuk menghindari terlepa
kurang pendidikan keperawatan 1 X 24 jam berbaring atau menarik selang.
keamanan/pencegahan resiko trauma dapat
Kaji tujuan/ fungsi unit drainase dada Untuk
dicegah.
dengan pasien bagaim
Kriteria Hasil :
keyaki
- Mencari bantuan untuk
pasien
mencegah komplikasi.
- Memberi perawatan Identifikasi perubahan atau situasi yang Interve
untuk menghindari harus dilaporkan pada perawat. kompl
lingkungan dan bahaya
fisik. Observasi tanda distres pernafasan bila Pneum
kateter toraks lepas atau tercabut. mempe
memer
3. Kurang pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan Mandiri Memb
mengenai kondisi asuhan keperawatan 1X24 Kaji patologi masalah individu pemah
aturan pengobatan b/d jam klien dan keluarga penting
kurang menerima dapat mengerti tentang
Identifikasi kemungkinan terjadi Untuk
informasi. kondisi kesehatan klien.
komplikasi jangka panjang.
Kriteria Hasil :

Kaji ulang praktik kesehatan yang baik Memp


 Pasien dapat
contoh nutrisi baik, istirahat dan latihan mening
mengidentifikasi
tanda atau gejala Kaji ulang tanda / gejala yang Berula
yang memerlukan memerlukan evaluasi medik cepat, interve
evaluasi medik contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, menur
 Mengikuti program distres pernapasan lanjut.
pengobatan dan
menunjukkan
perubahan pola
4. Inefektif bersihan jalan napas
hidup yang perlu
berhubungan dengan
dicegah agar tidak a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuka. Peng
peningkatan sekresi sekret memba
menimbulkan yang efektif dan mengapa terdapat
dan penurunan batuk klien te
masalah baru penumpukan sekret di sal. pernapasan.
sekunder akibat nyeri dan
b. Ajarkan klien tentang metode yangb. Batu
keletihan. melela
Tujuan : Jalan napas tepat pengontrolan batuk.

lancar/normal frustas

Kriteria hasil : c. Napas dalam dan perlahan saat dudukc. Memu

ò Menunjukkan batuk yang setegak mungkin. d. Pern

efektif. d. Lakukan pernapasan diafragma. frekuen

ò Tidak ada lagi penumpukan alveola

sekret di sal. pernapasan. e. Menin


e. Tahan napas selama 3 - 5 detik mempe
ò Klien nyaman.
kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melaluif. Pengk
mulut. keefek
f. Lakukan napas ke dua, tahan dan
batukkan dari dada dengan melakukan 2g. Sekres
batuk pendek dan kuat. dapat m
g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah menga
klien batuk. h. Untuk
atau m

h. Ajarkan klien tindakan untuk


menurunkan viskositas sekresi
:
mempertahankan hidrasi yang adekuat;i. Hiege

meningkatkan masukan cairan 1000 rasa ke


sampai 1500 cc/hari bila tidakj. Ex

kontraindikasi. menge

i. Dorong atau berikan perawatan mulut perbaik

yang baik setelah batuk. paruny

j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


Dengan dokter, radiologi dan
5. Perubahan kenyamanan :
fisioterapi.
Nyeri akut berhubungan a. Pende
ò Pemberian expectoran.
dengan trauma jaringan dan dan
ò Pemberian antibiotika.
reflek spasme otot sekunder. menun
ò Fisioterapi dada.
mengu
b. Akan
a. Jelaskan dan bantu klien dengan
sehing
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
terpenu
dan non invasif.
Tujuan : Nyeri nyerin
berkurang/hilang.
Kriteria hasil : b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik
untuk menurunkan ketegangan otot
ò Nyeri berkurang/ dapat rangka, yang dapat menurunkanc. Menga
diadaptasi. intensitas nyeri dan juga tingkatkan yang m
ò Dapat mengindentifikasi relaksasi masase. d. Istirah
aktivitas yangc. Ajarkan metode distraksi selama nyeri sehing
meningkatkan/menurunkan akut.
nyeri. d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila
ò Pasien tidak gelisah. terasa nyeri dan berikan posisi yange. Peng

nyaman; misal waktu tidur, memba

belakangnya dipasang bantal kecil. memba

e. Tingkatkan tentang: klien te


pengetahuan
sebab-sebab nyeri, dan menghubungkanf. Ana

berapa lama nyeri akan berlangsung. sehing


g. Pengk
f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian perawa
analgetik. mence
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon melaku
motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk
mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 -
2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.
3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal,
intelektual. Tekhnikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan
evaluasi kemudian didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta
bagaimana respon klien.

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif
dan formatif. Biasanya evaluasi menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER sebagai tolak ukur
pencapaian implementasi. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai :
a. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan
pada tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara
dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks dibagi
menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathoraks. Semakin lama tekanan udara
di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
nafas.
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas berat
dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan.
Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan
jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga
terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan
pada sirkulasi darah (hemodinamik).

4.2 Saran
Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam usaha pemenuhan
kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa calon perawat dapat melakukan
pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam pembuatan asuhan keparawatan dan dalam
melakukan tindakan keperawatan hendaknya dapat dilakukan dengan baik dan benar. Maka
untuk itu dipandang perlu bimbingan yang optimal dari bapak/ibu pembimbing guna
peningkatan mutu dari mahasiswa tersebut terlebih dalam bidang gawat darurat.

S-ar putea să vă placă și