Sunteți pe pagina 1din 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN GANGGUAN PROSES


PIKIR WAHAM

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II

Disusun Oleh:

Fitria Kanda Putri (032016039)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. ANATOMI

Anatomi Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk
rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot
yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang
rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan
suplai syaraf dan darah.

Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam


kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut
adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang
ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan
perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur,
tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).

a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang


panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan
membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter
minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat
lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan
fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) Merupakan tulang
pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut
dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS
maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada
bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS
maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh
sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu
sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar
yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

2. FISIOLOGI

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam


pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid , osteoblast mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker
ke tulang.

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan
enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:

1) Sebagai kerangka tubuh.


Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2) Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulangtulang kostae
(iga).
3) Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat
padanya.
4) Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
5) Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan
sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang
tertentu.

B. DEFINISI FRAKTUR

Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah :

1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi
(Doenges, 2002).
5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di
sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.

C. KLASIFIKASI
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan
dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :

1) Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.


2) Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
3) Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:


a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya,
atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi
patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Menurut Price dan Wilson ( 2005). kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan


mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan
oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.

D. ETIOLOGI

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter


mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer, 2002). Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur
cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoforosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause (reeves, 2001).

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:

1. Cidera atau benturan


2. Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-
orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di
terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan
lari.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada
aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah
ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan
di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).

F. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. PENGKAJIAN FOKUS

Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk
pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi:

a. Riwayat penyakit
Sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan
menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah)
b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
d. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3) Neurosensori
a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/ kesemutan (parestesia)
c. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri / kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf .
b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
6) Pola hubungan dan peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.
8) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain
itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
9) Pola nilai dan keyakinan Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik,
terutama frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel
nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:

a. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur


b. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera hati.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999) adalah :

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /
tahanan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau gibs
pada ekstrimitas
f. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
g. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.

4. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2007), Doenges
(2002), dan Yosep (2007) antara lain :
A. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi, stress,
ansietas.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi
dengan nyeri yang di alami.
b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c. Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala
nyeri.
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien
tentang nyeri.
4) Observasi tanda- tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien.
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

B. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status


metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit
dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas normal
atau dapat di toleransi.
c. Intervensi :
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.
Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.
C. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/ tahanan.
a. Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
b. Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat bantu 2 =
memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan
pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu 4
= ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan
dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien.

D. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi


tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse, kateter,
drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal
bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
pathogen.

E. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif): traksi atau


gibs pada ekstrimitas
a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
c. Intervensi :
1) Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk
merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal melakukan
tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar. Merawat untuk kebutuhan
dasar orang lain membantu mempertahanka harga diri.
2) Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas untuk
mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering pada saat
mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan untuk instruksi
berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat menggunakannya
secara tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban yang
berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat menyebabkan
lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk mendorong dirinya
sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik adalah sepesialis latihan
yang membantu pasien dalam rehabilitasi mobilitas.

F. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan


dengan intake yang tidak adekuat.
a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
c. Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama waktu
makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
4) Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi dan
mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain yang dapat di
ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.

G. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.


a. Tujuan: memperbaiki konsep diri
b. Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan sekarang
c. Intervensi:
1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit dan
penangananya
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga
terhadap penyakitnya sekarang.
2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya
Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien
Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam keluarga
4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan
dan kemesraan.
Rasional: seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu
tergantung pada tahap maturasi.

S-ar putea să vă placă și