Sunteți pe pagina 1din 40

MAKALAH

KASUS FRAKTUR

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah KMB III

Disusun oleh

Alma Triana (032016038)

Fitria Kanda Putri (032016039)

Nden Ayu Pratiwi (032016040)

Retno Anesti (032016041)

Nenda Nurfenda (032016042)

Denis Kurnia Sudjana (032016043)

Mayang Arlita Afandi (032016044)

Hanifa Nur Afifah (032016045)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana
telah memberikan nikmat dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan
kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta kepada keluarganya para
sahabatnya dan pada tabi’in dan beserta kepada kita selaku umatnya akhir zaman.
Aamiin ya robb.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu
tugas kelompok mata kuliah KMB yang dibimbing oleh Dosen kami , Dalam
makalah ini penulis membahas materi tentang “Fraktur”. Penulis menyadari
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Tetapi penulis mencoba
menjelaskan materi ini dengan sebaik mungkin guna dapat dimengerti oleh para
pembaca khususnya oleh penulis sendiri. Oleh sebab itu penulis meminta kritik
dan sarannya dari semua pembaca khususnya dari dosen pembimbing guna
memperbaiki hasil karya kami untuk kedepannya. Penulis meminta maaf atas
segala kekurangan dan penulis berharap semoga hasil karya tulisnya ini dapat
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung , 09 Oktober 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk
memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih
baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang
bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan
tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah
fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup
fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang
cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi dari sistem muskuloskeletal?
2. Bagaimana konsep penyakit fraktur?
3. Pengkajian apa lagi yang harus dilakukan pada pasien tersebut?
4. Bagaimana membedakan antara fraktur, dislokasi, strains, dan sprain?
5. Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada pasien tersebut?
6. Bagaimana intervensi untuk diagnosa keperawatan nyeri akut?
7. Bagaimana intervensi untuk diagnosa keperawatan gangguan mobilitas
fisik?
8. Bagaimana cara perawat untuk edukasi dan discharge planning pada
pasien tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologi dari sistem muskuloskeletal.
2. Untuk mengetahuikonsep penyakit fraktur.
3. Untuk mengetahui pengkajian lain yang harus dilakukan pada pasien
tersebut.
4. Untuk mengetahui perbedaan antara fraktur, dislokasi, strains, dan
sprain.
5. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
tersebut.
6. Untuk mengetahui intervensi untuk diagnosa keperawatan nyeri akut.
7. Untuk mengetahui intervensi untuk diagnosa keperawatan gangguan
mobilitas fisik.
8. Untuk mengetahui cara perawat untuk edukasi dan discharge planning
pada pasien tersebut.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Dan Fisiologi


1. Anatomi
Anatomi Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang
memberi bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian
tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam
tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer
untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson,
2006).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas
206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah.
Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat
dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah atau
anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara
gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang
femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price
dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk
gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar
di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput
femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus
ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai
bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum
kuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang
pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan
dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang
pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari
banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua
buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu
jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain :
osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks
tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid ,
osteoblast mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran
darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim
proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan
Wilson (2006) antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-
paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk
oleh tulangtulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan
tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada
tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan
oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain.
Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
B. Definisi Fraktur
Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah :
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan
krepitasi (Doenges, 2002).
5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,
atau persendian pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik
yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan
tulang dengan dunia luar dibagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpakomplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang
patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I Laserasi< 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajat II Laserasi> 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan
sekitar.
2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah
satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering
disebut green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2005). kekuatan
dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh
tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang.
c. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari
trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang
di sebabkan oleh trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
5) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3
antara lain:
1) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu
dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
D. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer,
2002). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua perempuan
lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoforosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause (reeves, 2001).
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada
orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,
seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang
yang baru mulai latihan lari.
E. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005)
antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra
sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas,
thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada
nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal
union, delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang (Price dan Wilson, 2006).
F. Perbedaan Fraktur, Dislokasi, Strains Dan Sprain
a. Fraktur
Suatu keadaan yang mengalami keretakan, pecah atau patah, baik pada
tulang maupun tulang rawan. Bahr (2003) membagi fraktur
berdasarkan kontinuitas berdasarkan patah tulang dapat digolongkan
menjadi:
1) Patah tulang komplek, dimana tulang terputus sama sekali.
2) Patah tulang stress, dimana tulang retak, tetapi tidak terpisah.

Sedangkan, berdasarkan tampak tidaknya jaringa dari bagian luar


tubuh, Bahr (2003) membagi patah tulang menjadi:

1) Patah tulang terbuka dimana pragmen (pecahan) tulang melukai


kulit diatasnya dan tulang keluar
2) Patah tulang tertutup dimana pragmen (pecahan) tulang tidak
menembus permukaan kulit
a. Tanda dan gejala
b. Penangan patah tulang
Hal yang harus dilakukan pada keadaan patah tulang adalah
penderita harus segera di reposisi oleh tenaga medis secepat
mungkin dalam waktu kurang dari 15 menit sebelum terjadi respon
peradangan jaringan lunak yang dapat mengganggu proses reposisi.
Setelah dilakukan reposisi bagian yang mengalami patah tulang
kemudian di piksasi dengan spalk balut tekan untuk
mempertahankan kedudukan yang baru, serta menghentikan
perdarahan.
1. Strains
a. Pengertian
Kerusakan pada suatu bagian otot atau tendon karena
penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan
pada struktur muskuloskeletal (Wahid, 2013, halaman. 61).
b. Penyebab
1) Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara
mendadak, seperti pada pelari atau pelompat
2) Adanya pergerakan yang terlalu cepat atau tidak disengaja
serta meliputi kumpulan tendangan, trauma, gerakan
menjepit, dan gerakan memutar.
3) Pada strains akut terjadi ketika otot terjulur dan berkontaksi
secara mendadak.
4) Strains kronik terjadi secara berkala oleh karena
penggunaan berlebihan atau tekanan berulang-ulang, yang
menyebabkan terjadinya tendonitis (peradangan pada
tendon) (Wahid, 2013, halamna. 63
c. Penanganan
1) Ada kemungkinan bahwa strains yang tidak sembuh itu
ialah fraktur tulang yang harus segera dibawa kedokter,
setelah dilakukan koreksi atas dislokasi, ada kemungkinan
bahwa sendi akan tetap tidak stabil dalam beberapa waktu,
strains yang parah tidak dapat ditanggulangi secara
memadai dapat mengakibatkan sendi menjadi lemah secara
permanen, strains yang masih bengkak dan masih nyeri
ketika digerakan, merupakan tanda strains yang belum
sembuh, perban elastis tidak cukup menompang atau cukup
melindungi strains pada tumit.
2) RICE (Rest-Ice-Compress-Elevate) dan MSA (Movement-
Strenh-Alternat activity) yaitu :
a) Istrihatkan pada bagian cedera,
b) Dingin selama 15 sampai 30 menit.
c) Balut pada bagian cedera
d) Tinggikan atau dinaikan pada bagian cedera
Sedangkan MSA yaitu :

a) Gerakan sendi atau otot sesuai (ROM)


b) Buila pembengkakan berkurang dan ROM dapat dilakukan
dengan baik, maka mulai latih kekuatan sendi dan otot
c) Selama fase penyembuhan dapat dilakukan latihan dengan
tidak membebani bagian yang cidera
3) Strain tingkat I ( First degree)
Tidak perlu penolongan atau pengobatan, cidera pada
tingkat ini cukup diberikan istirahat saja karena akan
sembuh dengan dirinya.
4) Strains tingkat II (Second degree)
Harus diberikan pertolongan dengan metode RICE.
Disamping itu harus memberikan tindakan imobilisasi (
suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cidera tidak
dapat digerakan ) dengan cara balut tekan, spalk maupun
gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu
5) Strain tingkat III ( Third degree)
Tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya
kemudian dirujuk kerumah sakit untuk dijahit/ disambung
kembali. (Wahid,2013 hal.62)
2. Sprain
a. Pengertian
Cidera pada legamentum, cidera ini yang paling sering terjadi
pada berbagai cabang olah raga. Hal ini karena stree berlebihan
yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-
ulang dari sendi. Berdasarkan Fanmechelen tahun 2003 berat
ringanya sprain dibagi menjadi 3 tingkatkan, yaitu :
1) Sprain tingkat I
pada cidera ini terdapat sedikit hematoma dalam
legamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Cidera
menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa
sakit pada daerah tersebut.
2) Sprain tingkat II
pada cidera ini lebih banyak serabut dari legamentum yang
putus, tetapi lebih separuh serabut legamentum yang utuh.
Cidera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,
pembengkakan, efusi, dan biasanya tidak bisa menggerakan
persendian tersebut.
3) Sparain tingkat III
pada cidera ini seluruh legamentum putus, sehingga kedua
ujung terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa
sangat sakit, terdapat darah dalam persendian,
pembengkakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan
terdapat gerakan-gerakan abnormal.
b. Penanganan
1) Sparin tingkat I
Pada keadaan ini, bagian yang mengalami cidera cukup
diistirahatkan untuk memberi kesempatan regenerasi.
2) Sprain tingkaat II
Pada keadaan ini penanganan yang dilakukan berdasarkan
prinsip RICE ( Rest,Ice,Compresor,Elivation) tindakan
istirahat yang dilakukan sebaiknya dalam bentuk piksasi
dan imobilisasi dengan cara balut tekan, spalk maupun
gibs.Biasanya istirahat selama 3-6
3) Sprain tingkat III
Tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya
kemudian dirujuk kerumah sakit untuk dijahit/ disambung
kembali. (Wahid,2013 hal.62)
3. Dislokasi
a. Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya
saja yang bergeser dan terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (Wahid,2013,hal 74)
Dislokasi merupakan suatu kondisi terjadinya kehilangan hubu
gan yang normal antara kedua permukaan sendi secara komplit
atau lengkap (Muttaqin,2008 hal 69)
b. Penyebab
1) Cidera olah raga
Olah raga yang biasa menyebakan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya :
terporosok akibat bermain ski, senam, volley ball. Pemain
basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena t=secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2) Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi
3) Terjatuh
a) Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas
lantaian licin
b) Tidak diketehaui
c) Faktor predisposisi (pengaturan posisi)
d) Akibat kelainan pertubuhan sejak lahir
e) Trauma akibat kecelakaan
f) Trauma akibat pembedahan ortopedi
4) Terjadi infeksi disekitar sendi (Wahid 2017 halaman 76)
c. Penatalaksanaan
1) Dislokasi reduksi : dikendalikan ketempat semula dengan
menggunakan anestesi jika dislokasi berat
2) Kaput tulang yang megalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi
3) Sendi kemudian dimonilisasi dengan pembalut, bidai, gibs,
atau tyraksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil
4) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk
mengembalikan kisaran sendi
5) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama
masa penyembuhan (Wahid 2013 halaman 7)
G. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur
merujuk pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada
berbagai macam meliputi:
a. Riwayat penyakit
Sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan
patah tulang kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah
sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat
mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi
akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab
utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri
atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang
terkena.
d) Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi
cedera.
(1) Neurosensori
(a) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
(b) Kebas/ kesemutan (parestesia)
(c) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan,
rotasi, krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot,
terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
(d) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau
trauma lain)
(2) Nyeri / kenyamanan
(a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang
pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan
syaraf.
(b) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
(c) Keamanan
a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
(d) Pola hubungan dan peran Klien akan kehilangan
peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
klien harus menjalani rawat inap.
(e) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.
(f) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
(g) Pola nilai dan keyakinan Klien fraktur tidak dapat
beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel
nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.

2. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
pasien fraktur antara lain:
a. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis
fraktur
b. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur
dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel
darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara
(1999) adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/
immobilisasi, stress, ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak
nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas,
penurunan kekuatan / tahanan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon
inflamasi tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/
kerusakan kulit, insisi pembedahan.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif):
traksi atau gibs pada ekstrimitas
f. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.
g. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
4. Fokus Intervensi Dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito
(2007), Doenges (2002), dan Yosep (2007) antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/
immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu
beradaptasi dengan nyeri yang di alami.
Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif.
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan
skala nyeri.
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
4) Observasi tanda- tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien.
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana
analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan
berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah
kerusakan kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus,
kemerahan, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda
vital dalam batas normal atau dapat di toleransi.
Intervensi :
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka. Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi
sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi
infeksi.
7) Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.
Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan
mikroorganisme pathogen pada daerah yang beresiko terjadi
infeksi.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak
nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/ tahanan.
Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan
perpindahan, mempertahankan mobilitas optimal yang dapat
ditoleransi dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 =
memerlukan alat bantu 2 = memerlukan bantuan dari orang lain
untuk bantuan pengawasan dan pengajaran. 3 = membutuhkan
bantuan dari orang lain dan alat bantu 4 = ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktifitas apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan
pasif.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
pasien.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/
kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas
normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama
bila suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme
pathogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
pathogen.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif):
traksi atau gibs pada ekstrimitas
Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
Intervensi :
1) Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien
untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal
melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Merawat untuk kebutuhan dasar orang lain
membantumempertahanka harga diri.
2) Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas
untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap
kering pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai
pesanan untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi
dan dapat menggunakannya secara tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban
yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat
menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk
mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik
adalah sepesialis latihan yang membantu pasien dalam
rehabilitasi mobilitas.
f. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama
waktu makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
4) Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti
anoreksi dan mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain yang
dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan
diet.
5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.
g. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
Tujuan: memperbaiki konsep diri
Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan
sekarang
Intervensi:
1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit
dan penangananya
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan
keluarga terhadap penyakitnya sekarang.
2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya
Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien
Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam
keluarga
4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang,
kehangatan dan kemesraan.
Rasional: seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap
individu tergantung pada tahap maturasi.
BAB III

KASUS

Seorang pasien wanita Ny.N 72 tahun dibawa ke UGD karena terjatuh dikamar
mandi pasien tidak bisa terbangun setelah terjatuh dan mengeluh nyeri dibagian
pinggul kanan dan paha atas. Skala nyeri 10 pasien tampak kesakitan bahkan
smpai menangis. Di UGD diberikan suntikan osmorphone hidroklorida kemudian
dibawa keruangan radiologi untuk dilakukan rontgen. Tampak kaki kiri lebih
pendek dari kaki kanan dan berotasi keluar. Nadi distal teraba kuat secara
bilateral. Kedua kaki teraba hangat. Tidak ada baal dikedua kaki, kaki kiri pasien
hanya bisa menggerakan jari-jari kaki. Kaki kanan masih mampu fleksi, ekstensi,
aduksi dan abduksi maupun rotasi. TTV BP 120/60 mmhg, Nadi 100x/menit RR
18x/menit Suhu 36.6oC, pemeriksaan lab HB 11 g/dl, leukosit 7000mm3 hasil
kimia darah dalam batas normal. Hasil pemeriksaan radiologi x-ray terlihat fraktur
femoral neck (fraktur leher femur). Saat ini pasien terpasang traksi 10lb (5 kg).
Satu minggu lagi akan dilakukan reduksi terbuka internal fiksasi. 2 tahun yang
lalu pasien terdiagnosa osteoporosis. Pasien mengatakan “apakah selamanya kaki
saya akan menggunakan beban seperti ini?”

A. Pengkajian
Pengumpulan data
1. IDENTITAS
a. Identitas pasien
Nama : Ny. N
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaaan : Ibu rumah tangga
Suku/bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Diagnosa medis : fraktur femoral neck
Tanggal masuk Rs : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No.Medrec : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
b. Identitas Penanggungjawab
Nama :
Umur :
Hub dengan klien :
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien dibawa ke UGD karena terjatuh dikamar mandi pasien tidak
bisa terbangun setelah terjatuh dan mengeluh nyeri dibagian
pinggul kanan dan paha atas. Skala nyeri 10 pasien tampak
kesakitan bahkan smpai menangis. Di UGD diberikan suntikan
osmorphone hidroklorida kemudian dibawa keruangan radiologi
untuk dilakukan rontgen. Tampak kaki kiri lebih pendek dari kaki
kanan dan berotasi keluar. Nadi distal teraba kuat secara bilateral.
Kedua kaki teraba hangat. Tidak ada baal dikedua kaki, kaki kiri
pasien hanya bisa menggerakan jari-jari kaki. Kaki kanan masih
mampu fleksi, ekstensi, aduksi dan abduksi maupun rotasi.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Dua tahun yang lalu klien terdiagnosa osteoporosis
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak terkaji, data yang diharus dimasukan apakah keluarga
pernah memiliki penyakit yang sama atau tidak, dan dikaji apakah
keluarga mempunyai penyakit menular seperti TB, Hepatitis, serta
penyakit tidak menular seperti hipertensi, DM, penyakit jantung
dan lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. General Survey
Tingkat kesadaran Klien compos mentis
TD :120/60 mmHg RR : 18x/menit
N :100x/menit S : 36,6oC
b. Pemeriksaan Antropometri
BB :tidak terkaji BMI : Tidak terkaji
TB : Tidak terkaji LLA : Tidak terkaji

c. Pemeriksaan fisik persistem


1) Sistem pernapasan
Tidak terdapat cuping hidung,
2) Sistem kardiovaskular
3) Sistem pencernaan
4) Sistem integumen
5) Sistem muskuloskeletal
6) Sistem perkemihan
7) Sistem endokrin
8) Sistem persyarafan
9) Sistem persepsi sensori
10) Sistem reproduksi
11) Sistem hematologi
12) Sistem imunologi
d. Riwayat ADL (Activity Daily Living)

No. Aktivitas SebelumSakit SetelahSakit


1. Nutrisi Tidak Terkaji Tidak terkaji
a. Makan
Frekuensi
Jenis
Keluhan
b. Minum Tidak terkaji Tidak terkaji
Jenis
Jumlah
Keluhan
No. Aktivitas SebelumSakit SetelahSakit
2. Eliminasi
a. BAB Tidak terkaji Tidak terkaji
FrekuensiKonsistensi
Warna
Keluhan
b. BAK
Frekuensi Tidak terkaji Tidakterkaji
Warna
Keluhan
3. Mobilisasi Tidak terkaji Pasien tidak
bisa bangun
setelah
terjatuh, kaki
kiri pasien
hanya mampu
menggerakan
jari-jari, kaki
kanan masih
mampu fleksi,
ekstensi,
aduksi, abduksi
maupun rotasi.
4. Istirahat/ Tidur Tidak terkaji Tidak terkaji
Tidursiang
Tidurmalam
Keluhan

5. Personal Hygiene Tidak terkaji Tidak terkaji


Mandi
No. Aktivitas SebelumSakit SetelahSakit
Keramas
Gosokgigi

e. Data Psikologis
1) Status Emosi
Pasien terus menerus menangis karena merasa kesakitan
2) Konsep Diri
a) Gambaran diri
Tidak terkaji, data yang harus dikaji apakah ada bagian
tubuh klien yang disukai atau tidak disukainya.
b) Identitas diri
Pasien seorang perempuan lanjut usia yang berumur 72
tahun
c) Peran diri
Tidak terkaji
d) Ideal diri
Tidak terkaji
e) Harga diri
Tidak terkaji
3) Pola Koping
Tidak terkaji
4) Gaya Komunikasi
Tidak terkaji
5) Data Sosial
Tidak terkaji
6) Data Spiritual
Tidak terkaji
f. Data Penunjang
Hasil pemeriksaan x-ray didapatkan fraktur femoral neck (fraktur
leher femur).
g. Pemeriksaan laboratorium
Jenis Nilai
Hasil Satuan Interpretasi
Pemeriksaan Rujukan
Hemoglobin 11 11-16 gr% Normal
6000-
Leukosit 7000 Rb/uL Tinggi
17000
h. Terapi

No. Nama Obat Route Indikasi Kontraindikasi


1 Oxymorphone Perawatan nyeri 1. Cairan diparu-paru
hidroklorida sedang sampai karena iritasi kimia
berat. 2. Diketahui atau
diduga lambung
atau usus
penyumbatan
3. Lambat atau sulit
bernafas
4. Sedang atau
masalah hati yang
masalah
5. Tingginya kadar
karbondioksida
dalam darah
6. Asma berat
7. Hipersensitivitas
8. Inhibitor
monuamine
oksidase
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Do: Nyeri Akut
- Skala nyeri 10 (0-
10)
- Kaki kiri tampak
lebih pendek dari
kaki kanan
-
- Riwayat
osteoporosis
Ds:
- Pasien meerasa
nyeri dan menangis
terus menerus
2. Do: Hambatan
- Kaki kiri pasien mobilitas fisik
hanya mampu
menggerakan jari-
jari
- Kaki kiri lebih
pendek dari kaki
kanan dan berotasi
keluar
- Terpasang traksi 10
lb (5 kg)
Ds:
-
C. Intervensi
Nama Pasien : Ny. N
No Medrec : Tidak terkaji
Dx Medis : Fraktur Femoral Neck
Usia : 72 tahun
No Diagnosa NOC NIC Rasional
1 Nyeri akut b.d
2 Hambatan mobilitas fisik 1. Kaji kemampuan
klien dalam
mobilisasi
2. Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADL
pasien.
3. Berikan bantuan
pasien dalam
mobilisasi dengan
alat gerak
4. Kolaborasi
dengan ahli
fisioterapi
D. Implementasi
Nama Pasien : Ny. N
No Medrec : Tidak terkaji
Ruangan : tidak terkaji

Diagnosa Tanggal/jam Implementasi Paraf

E. Evaluasi
Nama Pasien : Ny. N
No Medrec : Tidak terkaji
Ruangan : Tidak terkaji

Diagnosa Tanggal/jam Evaluasi


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Intan Novita, Arofah. 2015. Diagnosis dan manajemen cidera olahraga [online].
Tersedia: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4939/3729 [08
Oktober 2018]

LeMone, Priscilla. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan


Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

TN. 2018. Oxymorphone hydrochloride-kontraindikasi [online]. Tersedia:


https://www.google.com/amp/s/www.tabletwise.com/medicine/ide/oxymorp
hone/hydrochloride/amp [08 Oktober 2018]

Wahid Akbar, Hikmah. TT. Doslokasi, strain, contusio [online]. Tersedia:


https://www.academia.edu/12101510/Dislokasi_strain_contusia [08 Oktober
2018]

S-ar putea să vă placă și