Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB II
STUDI PUSTAKA
Tabel 2.1.
Klasifikasi menurut kelas jalan.
Arteri I > 10
II 10
II A 8
Kolektor III A 8
III B 8
Tabel 2.2.
Klasifikasi menurut medan jalan.
Besarnya tarif tol berbeda untuk setiap golongan kendaraan dan ketentuan
tersebut telah ditetapkan berdasarkan keputusan presiden. Sedangkan ruas jalan
tol adalah bagian atau penggal dari jalan tol tertentu yang pengusahaannya dapat
dilakukan oleh badan usaha tertentu.
Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan dalam pengembangan
wilayah dengan memperhatikan keadilan yang dapat dicapai dengan membina
jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan. Adapun tujuannya
adalah untuk meningkatkan efesiensi pelayanan jasa distribusi, guna menunjang
peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi
tingkat perkembangannya. Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada
pemerintah. Sebagian wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol
yang berkaitan dengan pengaturan, pengusahaan dan pengawasan badan usaha
dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI Tahun 1997)
dijelaskan mengenai definisi jalan tol sebagai jalan untuk lalu lintas menerus
dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi
ataupun tak-terbagi. Adapun tipe jalan tol yaitu dua-lajur dua-arah tak terbagi
(2/2 UD), empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D) dan jalan tol terbagi dengan lebih
dari empat lajur.
Jalan bebas hambatan yang dikenal dengan jalan tol memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan jalan biasa/jalan non-tol. Beberapa kelebihan ini meliputi:
1. Berkurangnya waktu tempuh jika dibandingkan pada jalan non-tol. Saat
melewati persimpangan, pengguna jalan diharuskan berhenti dan menunggu.
Sehingga kondisi tersebut menyebabkan banyak waktu yang terbuang.
2. Pertimbangan keselamatan lalu-lintas diprioritaskan. Tingkat kecelakan pada
jalan tol dipengaruhi oleh faktor geometrik jalan. Sebagai contoh, dengan
pelebaran lajur, pelebaran bahu jalan, tersedianya lajur pendakian dan pemisah
tengah (median) dapat mengurangi tingkat kecelakaan lalu-lintas.
3. Penghematan biaya operasi, konsumsi bahan bakar, polusi udara dan
kebisingan. Pengoperasian kendaraan yang lebih halus dan penghentian
kendaraan sesedikit mungkin dapat mengurangi konsumsi bahan bakar serta
16
8. Pada jalan tol antar kota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk
kepentingan pengguna jalan tol. Disediakan paling sedikit satu untuk setiap
jarak 50 km pada setiap jurusan.
Jalan tol harus mempunyai spesifikasi :
1. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan
prasarana transportasi lainnya.
2. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara
efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara
penuh.
3. Jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 km untuk jalan tol luar
perkotaan dan paling rendah 2 km untuk jalan tol dalam perkotaan.
4. Jumlah lajur sekurang-kurangnya 2 lajur per arah.
5. Menggunakan pemisah tengah atau median dan lebar bahu jalan sebelah
luar harus dapat dipergunakan sebagai jalan lalu-lintas sementara dalam
keadaan darurat.
Tabel 2.3.
Standar Pelayanan Minimum (SPM) Jalan tol
5 Keselamatan - Sarana
Pengaturan Lalu-
Lintas
• Perambuan - Kelengkapan dan - 100 %
Kejelasan Perintah dan
Larangan serta Petunjuk
• Marka Jalan - Fungsi dan Manfaat - Jumlah 100 %
dan reflektifitas
≥ 80 %
• Guide Post/ - Fungsi dan Manfaat - Jumlah 100 %
Reflektor dan reflektifitas
≥ 80 %
20
Untuk melihat kinerja suatu jalan maka arus lalu-lintas dihitung per 5
menit sehingga akan diketahui arus lalu lintas pada saat jam puncak sebagai
periode yang paling kritis (peak hour flow). Hubungan antara arus puncak per 5
menit dan volume 1 jam penuh dijelaskan pada persamaan di bawah ini:
PHF = volume1 jam penuh (2-1)
Tabel 2.4.
Emp untuk Jalan Bebas Hambatan 4/2 D pada Alinyemen Umum
Meskipun jalan tol Semarang Seksi A merupakan jalan tol dengan dua lajur
dua arah tak terbagi, tetapi dalam analisa pada Tugas Akhir ini menggunakan
emp untuk jalan terbagi karena analisa untuk dua arah dikerjakan secara
terpisah. Nilai emp untuk jalan bebas hambatan 2/2 UD pada kelandaian khusus
untuk jurusan mendaki (jurusan 1) ditentukan sebagai berikut :
- Emp untuk kendaraan ringan (LV) selalu 1,0
- Emp untuk bus besar (LB) adalah 2,5 untuk arus lebih kecil dari 1.200
kend/jam dan 2,0 untuk keadaan lainnya
- Gunakan tabel II. 5. Untuk menentukan emp kendaraan berat
menengah (MHV) dan truk besar (LT). Jika arus lalu lintas dua-arah
lebih besar dari 1000 kend/jam. Nilai tersebut dikalikan 0,7
26
Tabel 2.5.
Emp untuk Jalan Bebas Hambatan 2/2 UD pada Kelandaian Khusus
Emp
Panjang kemiringan (%)
(km) 3 4 5 6 7
MHV LT MHV LT MHV LT MHV LT MHV LT
0.50 2.00 4.00 3.30 5.00 3.80 6.40 4.50 7.30 5.00 8.00
0.75 2.50 4.60 3.30 6.00 4.20 7.50 4.80 8.60 5.30 8.30
1.00 2.80 5.00 3.50 6.20 4.40 7.60 5.00 8.60 5.40 8.30
1.50 2.80 5.00 3.60 6.20 4.40 7.60 5.00 8.50 5.40 9.10
2.00 2.80 5.00 3.60 6.20 4.40 7.50 4.90 8.30 5.20 8.90
3.00 2.80 5.00 3.60 6.20 4.20 7.50 4.60 8.30 5.00 8.90
4.00 2.80 5.00 3.60 6.20 4.20 7.50 4.60 8.30 5.00 8.90
5.00 2.80 5.00 3.60 6.20 4.20 7.50 4.60 8.30 5.00 8.90
Sumber: MKJI, 1997
Untuk menentukan emp pada arah menurun (jurusan 2) dianggap sama
seperti alinyemen umum (datar).
2.4.2.2. Kecepatan (Speed)
Kecepatan adalah jarak yang dapat ditempuh suatu kendaraan pada suatu
ruas jalan per satuan waktu. Kecepatan merupakan dasar penilaian kinerja lalu
lintas suatu jalan, selain itu digunakan pula dalam memperkirakan kebutuhan
bahan bakar, kebisingan, level of service, analisis kecelakaan dan analisis
ekonomi. Secara umum kecepatan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a. Kecepatan setempat (spot speed): kecepatan seketika kendaraan di suatu
titik pada ruas jalan tertentu.
b. Running speed : kecepatan rata-rata kendaraan selama bergerak
c. Journey speed : kecepatan rata-rata kendaraan yang dihitung dari jarak yang
ditempuh dibagi dengan waktu yang dibutuhkan, termasuk waktu berhenti
pada saat melewati lampu lalu lintas.
Karakteristik kecepatan kendaraan pada arus tidak terganggu (lokasi studi
jauh dari persimpangan) biasanya diukur dan direkam, sehingga akan diperoleh
data kecepatan kendaraan yang berbeda-beda sebagai sampel secara statistika.
Dari sampel tersebut data dikelompokkan dan dihitung nilai rata-rata X ( ) dan
standar deviasi (S). Nilai rata-rata ini merupakan kecepatan rata-rata waktu (time
mean speed).
27
n
u
∑
i =1
i
u TMS = .................................................................................................(2-2)
n
dimana :
u TMS = time mean speed
ui = kecepatan kendaraan
n = jumlah sampel
kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) adalah kecepatan yang berhubungan
dengan waktu perjalanan rata-rata melalui jarak tertentu, atau kecepatan rata-rata
kendaraan di dalam suatu jarak tertentu dan waktu tertentu.
.. ... .. ... ... .. .. ... .. .. ... .. .. ... .. .. ... ... .. ..
d (2-3)
u SMS =
t
1n ∑n i
i= 1
dimana :
u SMS = space mean speed (km/jam)
d = jarak tempuh (km)
ti = waktu tempuh kendaraan (travel time) (jam)
n = jumlah sampel
hubungan antara time mean speed dan space mean speed dapat dilihat pada
persamaan berikut:
2.4.2.3. Kepadatan (Density)
Kepadatan adalah jumlah kendaraan yang menempati ruang lajur pada
ruas jalan (kendaraan/km). Spacing atau distance headway (hd) adalah jarak
bagian terdepan suatu kendaraan dengan bagian terdepan kendaraan yang ada
didepannya. Hubungan antara distance headway dengan kepadatan sebagai
berikut:
Gambar 2.1.
Grafik hubungan antara speed (Us)- density (D) Metode Linier Greenshield
Bila density = 0, maka speed maksimum (Uf) atau kecepatan arus bebas (free flow
speed). Jika density maksimum (Dj), maka kecepatan = 0 sehingga terjadi
kemacetan. Karena hubungan antara speed-density liner maka didapatkan persamaan
sebagai berikut:
Us Hubungan antara
D = Dj − × Dj
Uf speed-density ............................ (2-5)
D
Us = 1 − ×Uf
Dj
Gambar 2.2.
Grafik hubungan antara flow (V)- density (D) Metode Linier Greenshield
Uf
Gambar 2.3.
Grafik hubungan antara flow (V)- speed (Us) Metode Linier Greenshield
Um
Dj
Arus maksimum untuk model Greenberg dapat dihitung dengan persamaan di bawah
ini:
Fm = Dj ×Um ............................................................................. (2-14)
e
31
Grafik hubungan antara speed-flow-density dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4.
Grafik hubungan antara speed (Us)- density (D) Metode Logaritmik Greenberg
Gambar 2.5.
Grafik hubungan antara flow (V)- density (D) Metode Logaritmik Greenberg
Gambar 2.6.
Grafik hubungan antara flow (V)- speed (Us) Metode Logaritmik Greenberg
32
Ln Us = ( Ln × Uf ) − D
.............. ........ ................ ........ ................
(2-16)
Dm
hubungan flow-density ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:
F = D ×U f × ×−D ) ........................................................ (2-17)
exp ( Dm
hubungan flow-speed ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:
Uf
.............................................................. (2-18)
F = U s × Dm × Ln ×
Us
Volume maximum untuk model Underwood dapat dihitung dengan persamaan di bawah
ini:
(
F max = Dj × U f ) ........................................................................ (2-19)
e
Grafik hubungan antara speed-flow-density dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.7.
Grafik hubungan antara speed (Us)- density (D) Metode Eksponensial Underwood
33
Gambar 2.8.
Grafik hubungan antara flow (V)- density (D) Metode Eksponensial Underwood
Gambar 2.9.
Grafik hubungan antara flow (V)- speed (Us) Metode Eksponensial Underwood
Menurut MKJI tahun 1997, untuk jalan dua lajur tak terbagi hubungan
kecepatan-arus seringkali mendekati linier dan dapat digambarkan dengan
model linier sederhana.
2.4.4. ANALISA REGRESI
Bentuk umum persamaan matematis dari regresi linier sederhana adalah sebagai
berikut :
y = a + bx .................................................................................... (2-20)
dimana
:
y = variabel tak bebas
x = variabel bebas
a = konstanta
b = konstanta
n ∑ Xi2 − (∑ Xi)2
∑ −∑ ∑
=n XiYi Xi Yi
b
n ∑ Xi2 − (∑ Xi)2
Pada metode Greenshield diperlukan modifikasi persamaan matematis agar dapat
dikerjakan dengan analisis regresi linier. Adapun persaman tersebut adalah sebagai berikut :
Uf
...........................................................
×D (2-22)
Us = U f −
Dj
y= s;x=D;a= f ;b= Uf
U U
Dj
Pada metode Greenberg diperlukan modifikasi persamaan matematis agar dapat
dikerjakan dengan analisis regresi logaritmik. Adapun persaman tersebut adalah sebagai
berikut :
s= (2-23)
U Um × LnDj − Um × LnD
y = Us ; x = LnD ; a = Um× LnDj ; b = Um
Pada metode Underwood diperlukan modifikasi persamaan matematis agar dapat
dikerjakan dengan analisis regresi eksponensial. Adapun persaman tersebut adalah sebagai
berikut :
−D
Us = U f × exp ..................................................................
(2-24)
Dm
y= s;x=D; −1
U a = LnU f ;b=
Dm
Berdasarkan asumsi di atas perhitungan statistik untuk ketiga metode
...........................
(n (∑ Xi) − (∑ Xi) (n (∑Yi) − (Yi) ))
2 2 2 2
2
Jika nilai r dikuadratkan, maka akan didapatkan nilai r yang disebut
sebagai koefisien determinasi atau koefisien penentu. Dinamakan demikian
2
karena 100 r % variasi yang terjadi dalam variabel tak bebas (y) dapat dijelaskan
oleh variabel bebas (x) dengan adanya regresi linier y atas x.
[
t = X1 − X 2 ] ........................................................................... (2-26)
S
n
dimana :
t = student’s test
S = standar deviasi
n= jumlah sampel
2
F= S 1
....................................................................................... (2-27)
2
S2
dimana :
F = variance ratio test
S1 = standar deviasi variabel 1
S2 = standar deviasi variabel 2
getaran dari osilator yang lainnya dan setelah dikalibrasi menurut jarak
dan frekuensi osilator diperoleh kecepatannya.
c. Radar meter: alat ini bekerja menurut suatu asas fisika, dimana
gelombang yang dipatulkan oleh benda yang bergerak, panjang
gelombangnya berubah dan besar perubahannya tergantung dari
kecepatan benda tersebut bergerak.
d. Pemotretan udara: apabila dilakukan pemotretan dari udara dengan
waktu antara yang tertentu, maka dari perpindahan kendaraan akan dapat
dihitung kecepatannya. Salah satu cara pengukuran adalah dengan
memproyeksikan kedua gambar tersebut pada suatu layar yang sudah
mempunyai pembagian skala.
Penentuan panjang jalan untuk studi spot speed menurut Bina Marga Jalan
Perkotaan sebagai berikut:
Tabel 2.6.
Rekomendasi panjang jalan untuk spot speed
Perkiraan Kecepatan rata-rata arus lalu-lintas (km/jam) Penggal jalan (m)
< 40 25
40 – 65 50
> 65 75
Untuk mendapatkan kecepatan setempat pada penggal jalan tertentu, rumus yang
digunakan adalah:
U = 3,6J .................................................................................... (2-28)
W
dimana :
U = kecepatan setempat (km/jam)
J= panjang jalan (km)
W= waktu tempuh (detik)
dilakukan oleh seorang saja. Untuk running speed, waktu berhenti di lampu lalu
lintas tidak diperhitungkan. Panjang rute bisa diukur dengan mudah. Adapun
beberapa metode yang digunakan antara lain:
a. Floating car method: dengan metode ini si pengamat ikut dengan
kendaraannya ke dalam arus lalu lintas, lalu dicatat waktu-waktu berhenti
dan bergerak.
b. Tachograph: alat ini dipasang pada panil kendaraan dan memuat data
kecepatan, waktu bergerak dan diam, jarak yang ditempuh dan lain-lian
keterangan yang perlu untuk mengawasi pengoperasian suatu kendaraan.
Semua data dicantumkan secara grafis pada suatu grafik melingkar yang
berputar secara teratur menurut skala waktu.
tersebut terdiri dari busur lingkaran ditambah bususr peralihan, busur peralihan
saja ataupun busur lingkaran saja.
Kendaraan yang bergerak pada lengkung horisontal akan mengalami gaya
sentrifugal. Gaya sentrifugal tersebut diimbangi dengan gaya gesekan antara ban
dan muka jalan serta komponen berat kendaraan sehingga dibuatlah superelevasi
(kemiringan melintang muka jalan di tikungan).
2.6.1.1. Jari-jari Lengkung Minimum
Jari-jari lengkung minimum untuk kecepatan rencana yang berlainan, didasarkan
pada superelevasi maksimum dan gesekan sisi dengan rumus:
R= V2 .......................................................................
(2-29)
127( fm + e)
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
Untuk VR antara 80-112 km/jam
fm = (- 0.00125VR) + 0.24 ......................................................... (2-30)
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
Untuk VR < 80 km/jam
fm = (- 0.00065VR) + 0.192 .......................................................... (2-31)
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
dimana :
R = Jari-jari lengkung minimum (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
e = Super elevasi (%)
fm = Koefisien gerakan melintang
R R
∆/2 ∆/2
Gambar 2.10.
T = R tan ( ∆/2 )
.............................................................
E = R2 + T 2 − R (2-32)
L = 0
∆ . Rc. π / 180
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
dimana :
PI = Titik perputaran garis tangen
R = Jari – jari busur lingkaran
0
∆ = sudut tangent ( )
T = Jarak Tc atau CT ke PI
L = Panjang busur lengkung lingkaran
E = Jarak PI ke busur lengkung lingkaran
2. Lengkung Spiral-Circle-Spiral
Bentuk tikungan type ini digunakan pada tikungan yang tajam dan
mempunyai sudut tangent yang besar.
41
PI
Ts
Es
Xc Yc
k SC CS
S S
ST
Rc Rc
TS
∆ øs
Gambar 2.11.
Lengkung Spiral – Circle – Spiral
Rumus – rumus :
Tikungan dengan bentuk spiral –circle – spiral mempunyai dua buah
bentuk lengkung yaitu lengkung peralihan (spiral) dan lengkung circle.
Lengkung spiral
Ls = 0 ,02143 V3
min
R .C .10 e
θ s = Ls ⋅ 360
2.Rc 2π
Xc = Ls − Ls3
2
Ls 2 40.Rc
Yc = (2-33)..................................................................
6Rc
p = Yc − Rc(1 − cosθ s )
k = Xc − Rc.sinθ s
Es = (Rc + p)sec 12 ∆ − R
Ts = (Rc + p)tg 12 ∆ + k
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
Lengkung circle
∆c = ∆ − 2θ s .......................................................................... (2-34)
Lc = ∆c 2.π .Rc
360
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
42
dimana :
PI
TS
SC
CS
ST
Rc
Ls
Ts
Es
Xc
Yc
3. Lengkung Spiral-Spiral
Y E
SC
P P
T S
Gambar 2.12.
Lengkung Spiral – Spiral
43
Rumus-rumus:
∆ = 2 θs
2 πR
Ls = 2 Ls dimana Ls = 360 ⋅ 2θs
= − Ls 3
Xc Ls ................................................ (2-36)
40.Rc2
2
Yc = Ls
6Rc
p = Yc − Rc(1 − cos 12 ∆)
k = Xc − Rc.sin 12 ∆
Tikungan SCS
tidak
ya
Lc < 25m Tikungan SS
tidak
ya
p < 0,25 Tikungan FC
tidak
ya
e < e min (0,04
atau 1,5 en) Tikungan FC
tidak
Tikungan SCS
Gambar 2.13.
Diagram Alir Pemilihan Tipe Tikungan
Ls = VR *T
.................................................................................
(2-39)
3.6
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
45
dimana :
Lc = ∆c (2-41)
360
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
dimana :
Lc = Lengkung circle (m)
∆c = Sudut tangen (0)
(2-42)
24 * Rc
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
46
R1 2
R 〈 3 , tikungan gabungan searah harus dilengkapi dengan bagian lurus
Tabel 2.9.
Persyaratan Kelandaian Maksimum
(VR). Lama perjalanan ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Persyaratan
panjang kritis seperti yang tercantum pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10.
Persyaratan Panjang Kritis dari Kelandaian
-g1 +g2
PLV PTV
EV A
PPV
Gambar 2.14.
Lengkung vertikal cekung
49
dimana :
EV = A * LV ........................................................................... (2-43)
800
A = g1− g2
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
..........................................................................
LV = 3* V (2-48)
3,6
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
d. Keluwesan bentuk
2
LV = A *V ...........................................................................
(2-49)
380
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
e. Syarat drainase
..........................................................................
LV = 50* A (2-50)
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
50
PPV A
EV
PLV LV PTV
LV
-g2
+g1
LV
Gambar 2.15.
Lengkung vertikal cembung
399
S>LV Æ Lv = 2S −399 ................................................................. (2-52)
A Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan
A
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua jarak pandang, yaitu
jarak pandang henti (JPH) dan jarak pandang mendahului (JPM).
Menurut Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman dijelaskan
pengertian jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk dapat
menghentikan kendaraannya. Jarak pandang henti minimum adalah jarak yang ditempuh
pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya
rintangan pada lajur jalannya. Besarnya jarak pandang henti (JPH) dirumuskan sebagai
berikut:
2
V
R
JPH = VR T 3,6 ...... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ..
(2-57)
3,6 ∗ 2gf
Jarak pandang menyiap adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat
melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari arah depan
dengan bebas. Jarak pandang menyiap standar dihitung dengan rumus di bawah ini:
.................................................................................
JPM = d1 + d2 + d3 + d4 (2-58)
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
at
d = 0,278tV − m + 1
......................................................................... (2-59)
1 1 2
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Silvia Sukirman
dimana :
d1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu
reaksi dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke
lajur kanan.
t1 = waktu reaksi yang tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan
dengan korelasi t1 = 2,12 + 0,026 V
Tabel 2.12.
Persyaratan Jarak Pandang Menyiap
Panjang lengkung vertikal minimum bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 2.13
didasarkan pada kecepatan rencana dan perbedaan kelandaian memanjang.
Tabel 2.13.
Persyaratan Minimum Lengkung Vertikal
Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang
(km/jam) Memanjang (%) Lengkung (m)
< 40 1 20 - 30
40 - 60 0.6 40 - 80
> 60 0.4 80 -150
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
turun
II.6.3.3. Median
Fungsi utama median adalah untuk memisahkan dua jurusan arus lalu-
lintas demi keamanan dan keselamatan lalu-lintas. Menurut Ketentuan Teknik
Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol, Kepmen Kimpraswil
Nomor : 353/KPTS/M/2001 tanggal 22 Juni 2001, median jalan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Lebar median harus didesain sekurang-kurangnya 5,50 meter untuk daerah
luar kota dan 3,00 meter untuk daerah perkotaan, diukur dari garis tepi
dalam lajur lalu lintas.
2. Dalam hal dilaksanakan konstruksi bertahap, median harus didesain untuk
dapat menampung penambahan lajur dengan lebar median sekurang-
kurangnya 13 meter untuk daerah luar kota dan 10 meter untuk daerah
perkotaan.
3. Untuk median dengan lebar minimum tresebut harus menggunakan
pengaman lalu-lintas.
56