Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Selain bertindak sebagai vektor penyakit, ektoparasit ini juga dapat bertindak sebagai inang
antara bagi parasit lain misalnya cacing pita pada anjing dan kucing (Diphylidium caninum) dan
A. Etiologi
Cacing ini dikenal juga dengan nama lain flea tapeworm, double-pored tapeworm, cucumber
seed tapeworm atau common dog tapeworm. Penyakit ini disebabkan oleh cacing pita yang
umumnya termasuk dalam golongan Dipylidium. Cacing pita ini termasuk kedalam kelas
subkelas cestoda, kelas cestoidea, filum platyhelminthes, genus dipylidiidae, spesies diiphilidium
caninum.
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Order : Cyclophyllidea
Family : Dipylidiidae
Genus : Dipylidium
Species : D. caninum
B. Morfologi
Cacing Dipylidium caninum tinggal dalam usus halus anjing, memiliki panjang sampai
50 cm. Untuk melekat dan memperoleh makanan cacing tersebut dilengkapi dengan 4 penghisap
(Sucker) pada skoleksnya. Skoleks ber-sucker, sebuah rostellum refraktil, memiliki 4-7 baris
hook. Serta kait-kait yang dapat ditarik ke dalam. Puluhan proglotid yang berbentuk oval
memiliki alat reproduksi hermaprodit yang memiliki 2 buah muara genital yang terletak
disebelah lateral. Di dalam proglotid mengandung telur dalam jumlah yang besar terdapat kapsul
telur yang berbentuk ovoid. Tiap kapsul terdapat telur sebanyak 3-30 butir. Telur yang
berdiameter 44-54 mikron mengandung embrio yang memiliki 6 kait dan bersifat motil
(onkosfer) (Subronto, 2006). Dalam satu kapsula terdapat 1-63 telur per paket.
C. Host intermediate
Spesies pinjal Ctenocephalides Spp dan Pulex irritans merupakan hospes antara yang
paling sering ditemukan. Meskipun kutu Trichodectes canis juga dapat bertindak sebagai hospes
antara. Larva pinjal mungkin mengkonsumsi sejumlah kapsul telur yang tiap telur mengandung
sejumlah onkosfer. Seekor pinjal dapat memiliki sistiserkoid dalam jumlah besar sehingga dapat
D. Siklus hidup
Segmen cacing yang mengandung telur yang mengandung telur gravid keluar dari tubuh
bersama feses anjing secara spontan. Segmen tersebut secara aktif bergerak di daerah anus atau
jatuh ke tanah dan membebaskan telur cacing. Kapsul cacing yang berisi embrio akan termakan
oleh larva pinjal. Kapsul tersebut pecah sehingga onkosfer menetas dan membebaskan embrio di
dinding usus larva pinjal yang selanjutnya berkembang mesnjadi sistiserkoid di dalam jaringan
tubuh larva. Saat pinjal menyelesaikan metamorfosisnya dan menjadi dewasa, sistiserkoid mejadi
infektif. Anjing yang tanpa sengaja memakan pinjal maka akan terinfeksi oleh cacing
Dipylidium sp. Di dalam usus akan mengalami evaginasi, skoleks akan melekat diantara villi
usus halus dan lama-lama akan berkembang sebagai cacing dewasa (Subronto, 2006).
E. Patogenesis
Selain menyebabkan rasa gatal di daerah anus karena keluarnya proglotid serta
rangsangan yang timbul oleh melekatnya proglotid tersebut. Rasa gatal tersebut akan
menyebabkan penderita menggosok gosokan bagian rektalnya di tanah. Penderita dengan infeksi
berat memperlihatkan gejala nafsu makan menurun dan berat badan yang menurun (Subronto,
2006).
F. Gejala Klinis
Cacing dapat mengakibatkan enteritis kronis, muntah dan gangguan syaraf (Foreyt,
2001). Rasa gatal di daerah anus yang diperlihatkan dengan menggosok-gosokan bagian yang
gatal tersebut serta berjalan dengan tubuh yang tegak merupakan petunjuk kuat untuk diagnosa
(Subronto, 2006).
G. Diagnosa Laboratorium
Dengan ditemukan proglotid di feses ataupun dengan identifikasi telur cacing dengan
pemeriksaan mikroskopis.
H. Pengobatan
pyrimidine (Ganiswara, 1995) dengan garam pyrantel yang diproduksi adalah pamoat yang
berbentuk padat, relatif stabil dalam penyimpanan, namun dalam bentuk cairan jika terkena
cahaya matahari akan mengalami fotoisomerisasi sehingga tidak memiliki potensi sebagai obat
cacing dengan demikian bila telah dilarutkan harus segera dihabiskan. Pada hewan berlambung
tunggal, pyrantel segera diserap setelah pemberian dengan kadar puncak plasma tercapai dalam
2-3 jam.
Garam pyrantel pamoat larut dalam air, dan hal ini menguntungkan untuk membunuh
cacing yang hidup di usus posterior (Subronto, dan Tjahajati, 2008). Absorbsi pyrantel pada usus
tidak baik sehingga sifat ini memperkuat efeknya yang selektif pada cacing. Ekskresi sebagian
besar bersama tinja, dan kurang dari 15% diekskresikan bersama urin dalam bentuk utuh dan
metabolitnya. Efek samping pirantel pamoat jarang, ringan dan bersifat sementara, misalnya
pirazinoisokuinolin yang efektif terhadap cestoda dan trematoda. Praziquantel tidak berwarna
dan tersasa pahit.Terabsorbsi secara cepat pada pemberian secara oral dan dimetabolisme dalam
hepar sebelum di ekskresikan ke dalam empedu. Efektif untuk mengatasi parasit Dipylidium
caninum, T. pisiformis, dan E. granulosus. Jangan diberikan pada anjing atau anjing berumur 1 –
Efek anthelmentik praziquantel secara invitro, praziquantel diambil secara cepat dan
reversibel oleh cacing tetapi tidak dimetabolisme. Kerjanya cepat melalui dua cara. Pertama pada
kadar efektif terendah menimbulkan peningkatan aktivitas otot pada cacing karena holangnya ion
Ca intrasel sehingga timbul kontraksi dan paralisis spastik yang sifatnya reversible, yang
mungkin menyebabkan terlepasnya cacing dari tempatnya yang normal pada hospes. Yang
kedua, pada dosis terapi yang lebih tinggi praziquantel dapat menyebabkan terjadinya
vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan
Pada pemberian oral absorbsinya baik, kadar maksimal dalam darah tercapai dalam
waktu 1-2 jam. Metabolisme obat berlangsung cepat melalui proses hidroksilasi dan konjugasi
sehingga kadar metabolit dalam plasma kira-kira 100 kali kadar praziquantel. Metabolitnya
sebagian besar diekskresikan bersama urin dan sedikit diekskresikan dalam bentuk utuh. Efek
samping segera timbul segera setelah diberi pengobatan seperti sakit perut, anoreksia, sakit
kepala dan pusing, namun efek ini hanya sementara dan ringan dan timbulnya tergantung
besarnya dosis.