Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Status Asmatikus adalah asma yang berat dan peristen yang tidak merespons terapi konvensional.
Serangan dapat berlangsung 24 jam. Infeksi, kecemasan, penggunaan tranquiliser berlebihan,
penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat
menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin
(Smeltzer dan Bare 2002)
Status Asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu :
1. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan di utamakan terhadap usaha
menanggulangi sumbatan saluran pernafasan
Asma adalah penyakit saluran udara yang di tandai oleh peradangan saluran nafas dan hyper
reactivity (meningkat terhadap berbagai pemicu). Hyper reactivitas mengarah kesaluran napas
karena onset akut kejang otot pada otot polos dari tracheobronchial obstruksi pohon, sehingga
mengarah ke lumen menyempit. Selain kejang otot, terdapat pembengkakan mukosa, yang
menyebabkan edema. Terakhir, kalenjar lendir peningkatan jumlah, hipertrofi, dan mengeluarkan
lender tebal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi
konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan
tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan
iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh
hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat kemudian
bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut
seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis β2 tidak ada perbaikan atau malah
memburuk.
B. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
C. Patofisiologi
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa bronchial, dan
pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus.
Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis pada
awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.
Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH.
Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun, mencerminkan
respirasi asidosis.
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor
tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal
mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan
nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh
berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi
(hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas
di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan
alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis
(radang kulit), demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma
intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang
spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada asma hebat
– pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya
mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat
hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan pemeriksaan klinis
saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak napas mendadak disertai bising
mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat penting dalam upaya
penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama menentukan apakah asam
tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia pertengahan atau
lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut berat
sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang potensial
mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
1. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
4. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
5. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.
Asma hebat
Perpanjangan ekhalansi
Pembesaran vena leher
Mengi
Asietas akut
Takikardi
Berkeringat
Dipsnea berat
Retraksi dada
Whizzing
D. Komplikasi
10. Hiperkarpia
E. Pemeriksaan penunjang
2. Tes provokasi :
c) Tes provokasi histamin (suatu senyawa amin depressor yang didapat dengan dekarboksilasi
histidin), metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi (keadaan nafas yang cepat) dengan
udara dingin dan inhalasi (penghirupan) dengan aqua destilata.
3. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E (kependekan immunoglobulin, protein
penting dalam mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
8. Pemeriksaan sputum.
9. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas
akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis ),
mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis,
adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun
kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam
keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas
atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
10. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi
pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap
tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik.
Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali
merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai
pH darah rendah.
11. Arus puncak ekspirasi APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan
merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam
presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak
diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi
asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks.
Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi,
pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang meurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring
dengan hilangnya serangan asma tersebut.
13. Elektrokardiografi
F. Penatalaksanaan medis
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif jalan napas
yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh
dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat berpedoman secara
klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru
memburuk.
Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun
sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang
sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada
pemberian drips aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan
penderita meski dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD dilakukan
penatalaksaanan sebagai berikut.
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia. Oksigen aliran rendah yang
dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang
diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg.
Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan
berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2. Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat diperjarang
pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat
diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler /volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi
perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip didahului
dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada
penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita menggunakan simetidin,
siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian
aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila
terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang
berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya keadaan serta
kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 –
4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative adalah triamsiolon 40 – 80
mg, dexamethason / betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat
diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara
inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis
β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian
adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan
pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans seperti
obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun
N-asetilsistein.
c) Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita
hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d) Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan neutrofil le
BAB III
ASKEP TEORI
A. Pengkajian
Pengkajian khusus :
Kaji ABCDE terlebih dahulu pada pasien yang mengalami kegawat daruratan
Pengkajian lengkap “Head to toe” hanya dilakukan jika masalah ABC telah tertangani only after.
1. Airway
2. Breathing
e. Auskultasi
3. Circulation
Pengkajian umum
Dapatkan riwayat:
1) Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat pasien tentang disfungsi pernafasan
sebelumnya; bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen atau iritan lain, trauma. Lakukan
pengkajian fisik pada dada dan paru.
3) Kedalaman: kedalaman normal, terlalu dangkal ( hipopnea ), terlalu dalam (hiperpnea), biasanya
diperkirakan dari amplitude torakal dan pegembangan abdomen.
4) Kemudahan: kurang upaya, sulit (dispnea), ortopnea, dihubungkan dengan retraksi enterkosta
dan atau substrenal (inspirasi “ tenggelam” dari jaringan lunak dalam hubungannya dengan
kartilaginosa dan tulang toraks), pulsus paradoksus (tekanan darah turun dengan inspirasi dan
menigkat karena ekspirasi), pernafasan cuping hidung dan mengi.
5) Pernafasan sulit: kontinu, intermiten menjadi makin buruk dan menetap, awitan tiba- tiba pada
saat istirahat atau kerja, dihubungkan dengan mengi, menggorok, dihubungkan dengan nyeri.
1) Bukti infeksi: peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe serfikal, membrane mukosa
terinflamasi, dan rabas purulen dari hidung, telinga atau paru- paru (sputum).
2) Mengi (wheezing): ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau musical, memanjang, secara lambat
progresif atau tiba- tiba, berhubungan dengan pernafasan sulit
3) Sianosis: perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang tubuh sera wajah, derajat, durasi,
berhubungan dengan aktivitas).
4) Nyeri dada: perhatikan lokasi dan situasi; terlokalisir atau menyebar, pernafasan cepat, dangkal
atau menggorok.
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan
Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan
Asma
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam
memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang
dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah
serta kesulitan dalam pola eliminasi.
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya.
Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur dan
istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma
yang berulang pun akan semakin tinggi.
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal. Pasien
perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
Reproduk
BAB III
ASKEP TEORI
A. Pengkajian
Pengkajian khusus :
Kaji ABCDE terlebih dahulu pada pasien yang mengalami kegawat daruratan
Pengkajian lengkap “Head to toe” hanya dilakukan jika masalah ABC telah tertangani only after.
1. Airway
2. Breathing
e. Auskultasi
3. Circulation
Pengkajian umum
Dapatkan riwayat:
1) Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat pasien tentang disfungsi pernafasan
sebelumnya; bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen atau iritan lain, trauma. Lakukan
pengkajian fisik pada dada dan paru.
3) Kedalaman: kedalaman normal, terlalu dangkal ( hipopnea ), terlalu dalam (hiperpnea), biasanya
diperkirakan dari amplitude torakal dan pegembangan abdomen.
4) Kemudahan: kurang upaya, sulit (dispnea), ortopnea, dihubungkan dengan retraksi enterkosta
dan atau substrenal (inspirasi “ tenggelam” dari jaringan lunak dalam hubungannya dengan
kartilaginosa dan tulang toraks), pulsus paradoksus (tekanan darah turun dengan inspirasi dan
menigkat karena ekspirasi), pernafasan cuping hidung dan mengi.
5) Pernafasan sulit: kontinu, intermiten menjadi makin buruk dan menetap, awitan tiba- tiba pada
saat istirahat atau kerja, dihubungkan dengan mengi, menggorok, dihubungkan dengan nyeri.
1) Bukti infeksi: peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe serfikal, membrane mukosa
terinflamasi, dan rabas purulen dari hidung, telinga atau paru- paru (sputum).
2) Mengi (wheezing): ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau musical, memanjang, secara lambat
progresif atau tiba- tiba, berhubungan dengan pernafasan sulit
3) Sianosis: perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang tubuh sera wajah, derajat, durasi,
berhubungan dengan aktivitas).
4) Nyeri dada: perhatikan lokasi dan situasi; terlokalisir atau menyebar, pernafasan cepat, dangkal
atau menggorok.
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan
Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan
Asma
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam
memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang
dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah
serta kesulitan dalam pola eliminasi.
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya.
Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma
yang berulang pun akan semakin tinggi.
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal. Pasien
perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
Reproduk
D. Rencana Keperawatan
No Dx
Perancanaan keperawatan
Rasional
Tujuan(NOC)
1.
Kriteria hasil :
b. Sesak berkurang
c. Batuk efektif
d. Mengeluarkan sekret
3. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut
6. Higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut
2.
Kriteria hasil :
c. Batuk berkurang
1. Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
3.
Kriteria hasil :
b. Pernapasan normal
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk bernapas
3. Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
6. Palpasi Fremirus
1. Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit
2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas
3. Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau daun
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia
4. Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif
5. bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
6. Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak
7. Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara total tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Status Asmatikus adalah asma yang berat dan peristen yang tidak merespons terapi konvensional.
Serangan dapat berlangsung 24 jam. Infeksi, kecemasan, penggunaan tranquiliser berlebihan,
penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat
menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin
(Smeltzer dan Bare 2002).
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada asma hebat
– pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya
mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat
hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
B. Saran
Saat melaksanakan pengkajian pada klien status asmatikus untuk mempertahankan keluhan yang
dirasakan oleh klien, dan yang paling penting adalah terbinanya hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien dan keluarga klien. Dan sebelum membuat perencanaan hendaknya perawat
memperhatikan aspek perawatan yaitu bio, psiko, sosio, dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika.
(Online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-sitiistian-6715- 2-
babii.pdf. (diakses 22 Oktober 2015)
(Online) http://dwidclimbing.blogspot.co.id/2012/07/askep-asmatikus.html
(diakses 22 Oktober 2015)