Sunteți pe pagina 1din 16

KAWISTARA

VOLUME 4 No. 3, 22 Desember 2014 Halaman 225-330

MODEL PENGEMBANGAN EKOWISATA DALAM MENDUKUNG


KEMANDIRIAN EKONOMI DAERAH STUDI KASUS PROVINSI DIY

Joko Tri Haryanto


Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral
Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Email: djohar78@gmail.com

ABSTRACT
Along with the development and economic growth processing, the role of tourism nowadays is more
essential, as new sectors that contibuting foreign exchange for the improvement of people’s welfare.
Indonesia is one country that has a many natural and cultural remarkable, also enjoy this benefit.
However, tourism is often regarded as one of the largest damage contributor to the preservation of the
environment and the community, particularly through the development of the infrastructure. Yogyakarta
Province as one of the tourist destinations, also face the same problem, a shift in cultural values​​, social
and environmental wisdom. Ecotourism then regarded as one of the policy alternatives that can be used
as a solution to this problem. By using a qualitative approach, this study was conducted with the aim of
formulating a model-based sustainable ecotourism cultural values​​, social, and environmental wisdom
that will support the successful development of tourism in Yogyakarta. With the development of this
policy model, expected to be a guideline for governments in developing national policies in the field of
sustainable tourism in order to streng then the economic independence in the region.

Keywords: Eco-tourism, Tourism, Sustainable Tourism

ABSTRAK
Seiring dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, peranan pariwisata dewasa ini semakin
meningkat sebagai sektor baru penyumbang devisa yang cukup besar bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan alam dan budaya luar
biasa, juga menikmati manfaat ini. Akan tetapi, pariwisata juga sering dianggap sebagai salah satu
penyumbang kerusakan terbesar bagi kelestarian lingkungan dan masyarakat, khususnya melalui
pembangunan infrastruktur pendukungnya. Provinsi Yogyakarta sebagai salah satu tujuan wisata, juga
menghadapi permasalahan yang sama, ketika terjadi gejala pergeseran nilai-nilai budaya, sosial dan
kearifan lingkungannya. Ekowisata, kemudian dipandang sebagai salah satu alternatif kebijakan yang
dapat dijadikan solusi terhadap persoalan ini. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, kajian ini
dilakukan dengan tujuan merumuskan model ekowisata berkelanjutan berbasis nilai-nilai budaya, sosial
dan kearifan lingkungan yang akan mendukung keberhasilan pengembangan pariwisata di Yogyakarta.
Dengan tersusunnya model kebijakan tersebut, ke depannya diharapkan dapat menjadi pedoman
bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan nasional di bidang pariwisata berkelanjutan pada
khususnya serta mendukung kemandirian ekonomi di daerah.

Kata Kunci: Ekowisata, Pariwisata, Pariwisata Berkelanjutan

271
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

PENGANTAR masyarakat yang langsung bersentuhan


Pariwisata diposisikan sebagai salah satu langsung dengan wisatawan.
sektor andalan dalam pembangunan nasional Masyarakat lokal yang seharusnya
Indonesia. Saat ini dan pada masa-masa menjadi subyek utama di dalam pengelolaan
mendatang, pariwisata diharapkan dapat pariwisata, justru menjadi obyek penderita
memberikan kontribusi terbesar terhadap yang diatur dengan berbagai bentuk pe­
peningkatan devisa negara dalam upaya ngekangan atas nama kepuasan pengunjung.
pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan Mengingat hakekat pariwisata itu sendiri
kemakmuran rakyat. Salah satu upaya yang lebih luas dari hanya sekedar indikator
dilakukan sektor pariwisata adalah terus ekonomi, sudah selayaknya perlu dilakukan
meningkatkan kinerjanya dengan meperkuat interpretasi terhadap kepariwisataan se­
jejaring yang telah ada dan meningkatkan hingga tidak dimonopoli hanya pada relasi
daya saing usaha pariwisata Indonesia ekonomi semata. Dengan adanya inter­
(Astuti, 2008: 89). pretasi tersebut nantinya pariwisata akan
Meskipun memberikan manfaat yang tampil dengan lebih dinamis dengan ciri-
besar bagi perkembangan kesejahteraan ciri pertumbuhan, globalisasi, integrasi,
masyarakat di dunia, pembangunan pari­ the dialogue between cultures, multidisiplin,
wisata juga sering disebut sebagai salah sensitivitas dan daya pulih yang merupakan
satu sumber kerusakan lingkungan utama, intisari prinsip Global Code of Ethics for
ketika pembangunan pariwisata tersebut Tourism. Karena itu kepariwisataan tidak
mem­butuhkan penyediaan infrastruktur hanya dilihat sebagai salah satu aktivitas
yang harus merusak alam sebagaimana yang ekonomi, melainkan sebagai sebuah wahana
disebutkan dalam laporan World Tourism penting untuk pembangunan individu dan
Organization tahun 1996. Banyak kasus di manusia (Teguh, 2008:481).
beberapa daerah, pembangunan resort Meskipun memperoleh perhatian
dan hotel harus menghancurkan pantai, khusus dari akademisi pariwisata dan
laut, hutan dan berbagai ekosistem lainnya praktisi pembangunan pariwisata beberapa
yang sudah ada dan tumbuh sebelumnya. tahun terakhir, namun literatur tentang
Keramaian wisatawan juga memberikan konsep dan teori pariwisata seringkali
dampak perubahan perilaku binatang yang gagal menghubungkan pariwisata dengan
ditunjukkan dengan tingkah agresif yang konsep pembangunan berkelanjutan sebagai
seringkali membahayakan. Munculnya kesatuan paradigma, sehingga penerapan
kawasan kumuh juga menjadi dampak pembangunan berkelanjutan dalam konteks
negatif lainnya yang ditimbulkan oleh pariwisata masih banyak diragukan.
pariwisata selain masalah perubahan nilai- Hal ini menimbulkan ketertarikan dunia
nilai budaya lokal akibat masuknya budaya akademis untuk mendiskusikan konsep
asing (Putra, 2006). pembangunan pariwisata berkelanjutan
Dilihat dari berbagai laporan, makin (Nurhidayati, 2008). Definisi pembangunan
berkembangnya pariwisata di Indonesia pariwisata berkelanjutan dapat memiliki
juga menyisakan banyak kekuatiran, ketika makna beragam. Orang dari banyak bidang
dirasakan pengembangan pariwisata saat yang berbeda menggunakan istilah berbeda
ini lebih didominasi oleh nilai-nilai ekonomi di dalam konteks yang berbeda dan mereka
dan estetika terkait dengan pengembangan mempunyai konsep, bias, dan pendekatan
industri, dibandingkan pengembangan berbeda pula (Sharpley, 2000:1).
nilai-nilai etika budaya, sosial dan kearifan Pembangunan pariwisata berkelanjutan,
lingkungan dari masyarakat. Sebaliknya seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata
pemerintah belum menempatkan tolok Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan
ukur keberhasilan pariwisata dari sisi yang dapat didukung secara ekologis
kesejahteraan, partisipasi dan kepuasan sekaligus layak secara ekonomi, juga adil

272
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

secara etika dan sosial terhadap masyarakat. mampu menarik datangnya wisatawan baik
Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah domestik maupun manca negara. Faktor
upaya terpadu dan terorganisasi untuk keanekaragaman atraksi dan daerah tujuan
mengembangkan kualitas hidup dengan wisata, di mana terdapat lebih dari 50 tempat
cara mengatur penyediaan, pengembangan, tujuan wisata, kemudian faktor atribut budaya,
pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya sejarah dan alam yang menjadi ciri khas
secara berkelanjutan. utama wisata di Yogyakarta dan memberikan
Hal tersebut hanya dapat terlaksana identitas yang unik terhadap pariwisata
dengan sistem penyelenggaraan kepe­ Yogyakarta. Berbagai atribut tersebut dapat
merintahan yang baik (good governance) yang menggambarkan pariwisata Yogyakarta secara
melibatkan partisipasi aktif dan seimbang keseluruhan (Rahajeng, 2008; 33).
antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sejalan dengan meningkatnya gerakan
Dengan demikian, pembangunan berke­ pengembangan ekowisata, Pemerintah
lanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu Yogyakarta juga serius memajukan bebe­
lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak rapa potensi pariwisata yang dapat di­
asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. aplikasikan menjadi konsep ekowisata,
Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep seperti pengembangan ekowisata Kaliadem
pembangunan berkelanjutan tersebut di­ dan Merapi Eco Adventure. Konsep ekowisata
anggap sebagai resep pembangunan terbaik, tersebut kemudian menawarkan sebuah
termasuk pembangunan pariwisata. konsep pariwisata berbasis keindahan
Salah satu bentuk produk pariwisata alam dan kenyamanan udara Merapi yang
sebagai turunan dari konsep pembangunan dipadukan dengan interaksi masyarakat
pariwisata yang berkelanjutan adalah konsep desa di lereng Merapi, berikut kebudayaan
pengembangan ekowisata. Ekowisata ini yang dimiliki seperti labuhan sesaji untuk
lebih dari sekedar kelompok pecinta alam Merapi. Konsep ekowisata lainnya yang
yang berdedikasi, sebagai gabungan berbagai dikembangkan adalah konsep ekowisata
kepentingan yang muncul dari keperdulian Kali Code Utara di Kota Yogyakarta. Kali
terhadap masalah sosial, ekonomi dan Code Utara sebagai salah satu anak sungai
lingkungan. Bagaimana membuat devisa yang langsung terhubung dengan Merapi,
masuk kembali sehingga konservasi alam menyimpan potensi ekowisata yang berupa
dapat membiayai dirinya sendiri merupakan wisata pengelolaan sampah mandiri, Ipal
inti dari cabang baru ilmu ekonomi hijau komunal serta wisata trecking di sepanjang
pembangunan berkelanjutan ini (Western, Kali Code Utara dengan menikmati
1999;2-3). keindahan arsitektur kali hasil binaan YB.
Ekowisata menawarkan kesatuan Mangunwijaya (Karomah, 2007;16-18).
nilai berwisata yang terintegrasi antara Dukungan pemerintah terhadap
keseimbangan menikmati keindahan alam pengem­bangan konsep ekowisata di
dan upaya melestarikannya. Ekowisata ini Yogyakarta juga cukup signifikan, salah
dapat berperan aktif di dalam memberikan satunya dalam bentuk Peraturan Walikota
solusi dalam menyelesaikan permasalahan Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2007 tentang
yang mungkin terjadi dalam pengembangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
kawasan pariwisata. Fokus utama dari Daerah (RPJMD), yang menerangkan bahwa
pengembangan model ekowisata tersebut visi Kota Yogyakarta adalah Kota Pendidikan
didasarkan atas potensi dasar kepariwisataan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan
dimana kelestarian alam dan budaya Pusat Pelayanan Jasa yang Berwawasan
dikedepankan (Dirawan, 2008:139). Lingkungan.
Sebagai salah satu tujuan wisata utama Definisi dari pariwisata berbasis budaya
di Indonesia, Provinsi Daerah Istimewa dalam RPJMD tersebut adalah kegiatan
Yogyakarta memiliki banyak faktor yang pariwisata harus dikembangkan dengan

273
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

dasar dan berpusat pada budaya Jawa yang Istimewa Yogyakarta ini tentu saja jauh
selaras dengan sejarah dan budaya Kraton di bawah idealnya. Meningkatnya pola
NgaYogyakarta Hadiningrat, kearifan perubahan fungsi lahan, penggunaan lahan
lokal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tidak sesuai dengan kemampuan
serta peningkatan kegiatan pariwisata lahan juga menjadi catatan negatif
dilaksanakan dengan menciptakan inovasi- status lingkungan hidup di Provinsi
inovasi yang tetap berlandaskan pada wisata Daerah Istimewa Yogyakarta yang dapat
budaya, wisata bangunan bersejarah, wisata menyebabkan terjadinya kerusakan lahan
pendidikan, wisata konveksi dan wisata baik erosi, longsor, kekeringan, lahan kritis,
belanja. banjir dan sedimentasi.
Sayangnya, seiring dengan modernisasi Dilihat dari status dan kondisi udara
dan globalisasi ekonomi yang menyebabkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
makin meningkatnya tekanan hidup berdasarkan pemantauan kualitas udara
masyarakat, serta tekanan dari peningkatan dengan menggunakan metode aktif di
industri pariwisata yang sudah ada, 25 titik lokasi dengan parameter yang
beberapa kondisi negatif mulai dirasakan dipantau meliputi suhu udara, kelembapan,
di Yogyakarta, baik dari sisi perubahan kebisingan, CO, HC, dan Pb, dari hasil
nilai-nilai budaya, masyarakat maupun pemantauan terutama parameter kebisingan
penurunan kualitas lingkungan hidupnya. di beberapa titik, sudah melebihi baku mutu
Dari hasil penelitian Good Goverment meskipun beberapa parameter lainnya masih
on Water Resources Management (GGWRM) berada di bawah baku mutu. Berdasarkan
Uni Eropa yang bekerjasama dengan pengamatan yang sama dalam program
Lestari Indonesia dan Walhi Yogyakarta Urban Air Quality Improvement Program
menunjukkan terdapat 266 titik lokasi kerjasama antara Indonesia dan Asian
pembuangan sampah masyarakat ke Development Bank (ADB), dilaporkan bahwa
sungai, yang meliputi aliran sungai Bedog- terjadi peningkatan yang cukup signifikan di
Bayam, Denggung-Winongo, Belik, Code, dalam faktor pencemaran udara di Provinsi
Pelang-Gajahwong dan Tambakbayan- Daerah Istimewa Yogyakarta.
Grojogan Meruwe. Meningkatnya titik lokasi Berbagai gejala perubahan tersebut pada
pembuangan sampah masyarakat ke sungai akhirnya dikhawatirkan akan menimbulkan
tentu saja menggambarkan meningkatnya dampak yang cukup signifikan di dalam
ketidakperdulian masyarakat terhadap upaya meningkatkan pertumbuhan
kebersihan dan kelancaran fungsi sungai itu pariwisata di Yogyakarta khususnya terkait
sendiri. dengan isu pengembangan pariwisata yang
Berdasarkan pemaparan Badan berkelanjutan. Masyarakat yang mengalami
Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Daerah pergeseran nilai-nilai budaya, sosial serta
Istimewa Yoryakarta pada bulan Maret memburuknya kualitas lingkungan tentu saja
tahun 2011 mengenai profil status dan bukan prasyarat yang mendukung upaya
kondisi lingkungan hidup di Provinsi Daerah pengembangan pariwisata berkelanjutan
Istimewa Yogyakarta dapat dianalisis bahwa di Yogyakarta. Dari uraian perumusan
dilihat dari status hutan dan lahan, luas hutan permasalahan tersebut, pertanyaan pene­
yang tersisar sekitar 5,36% dari luas wilayah litian yang kemudian diajukan adalah:
yang terdiri dari hutan produksi seluas Bagaimana pengembangan model ekowisata
13.851,58 Ha, hutan lindung seluas 2.057,90 berkelanjutan dapat dibentuk di Provinsi
Ha dan hutan konservasi seluas 910,34 Ha. Yogyakarta?
Jika dibandingkan dengan kondisi ideal Berdasarkan permasalahan tersebut,
luas hutan di suatu wilayah seharusnya penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mencapai 30% dari total luas wilayah, penelitian untuk merumuskan bentuk
maka kondisi luas hutan di Provinsi Daerah pengembangan ekowisata yang ber­kelan­

274
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

jutan yang dapat menjadi model pariwisata tujuan utamanya bukan untuk mencari
berkelanjutan berbasis nilai-nilai budaya, penghidupan di tempat yang dituju (Pitana
sosial dan kearifan lingkungan di Yogyakarta. & Diarta, 2009; 45-47).
Menurut Yoeti (1999;34-35), wisatawan
Pariwisata adalah seseorang yang melakukan per­
Pariwisata merupakan konsep jalanan untuk sementara waktu, tidak
yang sangat multidimensional layaknya kurang selama 24 jam, dan ia semata-mata
pengertian wisatawan. Tak dapat dihindari sebagai konsumen, bukan mencari nafkah
bahwa beberapa pengertian pariwisata atau bekerja tetap ditempat yang ia kunjungi.
dipakai oleh praktisi dengan tujuan dan Wisatawan itu adalah orang yang ingin
perspektif yang berbeda sesuai dengan memenuhi kebutuhan setelah kebutuhan-
tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh kebutuhan pokok sudah terpenuhi.
beberapa ahli mendefinisikan pariwisata Kebutuhan itu antara lain seperti melihat
sebagai berikut: obyek wisata, tata cara hidup masyarakat
bangsa lain dan hasil kebudayaannya.
“Tourism comprises the ideas and opinions people Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan,
hold which shape their decisions about going on maka dilakukan pengembangan di bidang
trips, about where to go (and where not to go) kepariwisataan.
and what to do or not to do, about how to relate to Alasan utama pengembangan pariwisata
other tourists, local and service personnel. And
pada suatu daerah tujuan wisata, baik secara
it is all the behavioural manifestations of those
ideas and opinions” (Pitana & Diarta, 2009;45 ) lokal, regional atau ruang lingkup nasional
pada suatu negara sangat erat kaitannya
“The activities of persons traveling to and staying dengan pembangunan perekonomian
in places outside their usual environment for daerah atau negara tersebut. Dengan kata
not more than one consecutive year for leisure, lain, pengembangan kepariwisataan pada
business and other purposes” (Pitana & Diarta, suatu daerah tujuan wisata selalu akan
2009;45) diperhitungkan dengan keuntungan dan
manfaatnya bagi rakyat banyak. Alasan
“The sum of the phenomena and relationships kedua pengembangan pariwisata itu lebih
arising from the interactions of tourist, business,
banyak bersifat non ekonomis, adanya
host government and host communities in the
process of attracting and hosting these tourists kegiatan kepariwisataan akan menimbulkan
and other visitors” (Pitana & Diarta , 2009;45) hasrat dan keinginan untuk memelihara
semua aset wisata yang dimaksud (Yoeti,
“Tourism is defined as the interrelated system that 1997;33-34).
includes tourist and the associated services that Dewasa ini hampir seluruh negara di
are provided and utilised (facilities, attractions, dunia mengakui pariwisata merupakan
transportation, and accomodation) to aid in their industri yang mempunyai peran penting
movement” (Pitana & Diarta, 2009;45) dalam menunjang perekonomian nasio­
nalnya. Menurut Richter & Richter, hampir
Definisi pariwisata memang tidak secara universal pemerintah di dunia
dapat persis sama di antara para ahli, hal menerima pariwisata sesuatu yang positif
yang memang jamak terjadi dalam dunia sehingga sebagian besar kebijakan pariwisata
akademis, sebagaimana juga dapat ditemui dibuat untuk memperluas industri pariwisata
pada berbagai disiplin ilmu lain. Meskipun (Hermawan, 2008:17). Selanjutnya ia menga­
ada variasi batasan, ada beberapa komponen takan lembaga pemerintah pada setiap
pokok yang secara umum disepakati di tingkat mulai dari internasional sampai ke
dalam batasan pariwisata yaitu adanya unsur kota kecil secara berangsur-angsur berperan
travel, adanya unsur tinggal sementara di lebih aktif dalam penggunaan pariwisata
tempat yang bukan tempat tinggalnya serta sebagai alat pembangunan.

275
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

Hubungan dengan kebudayaan, secara etika dan sosial bagi masyarakat


pariwisata sendiri memiliki banyak tujuan setempat;
dan salah satunya adalah kebudayaan. b) Pariwisata harus berkontribusi kepada
Wisatawan secara umum bertujuan berlibur, pembangunan berkelanjutan dan di­
memanfaatkan waktu untuk mendapat int­egrasikan dengan lingkungan alam,
kesenangan. Itulah sebabnya bagi bangsa- budaya dan manusia;
bangsa yang suka berjemur dan berenang, c) Pemerintah dan otoritas yang kompeten
daerah pantai yang indah merupakan daerah dengan partisipasi lembaga swadaya
tujuan wisata yang populer. Kadang-kadang masyarakat dengan masyarakat se­
itu ditambah pula dengan peluang-peluang tempat harus mengambil tindakan
spa atau pijat yang khas, atau menata rambut untuk mengintegrasikan perencanaan
jadi kepang kecil-kecil. Atraksi boga dan pariwisata sebagai kontribusi kepada
kesenian juga dapat menjadi nilai tambah pembangunan berkelanjutan;
bagi suatu daerah wisata. Akan tetapi ekses d) Pemerintah dan organisasi multilateral
dari kebebasan berinteraksi antar tamu harus memprioritaskan dan mem­
atau antara tamu dengan tuan rumah itu perkuat bantuan, langsung atau tidka
juga dapat menjuru ke arah pelacuran dan langsung kepada proyek-proyek pari­
perdagangan narkoba. wisata yang berkontribusi kepada
perbaikan kualitas lingkungan;
Pariwisata Berkelanjutan e) Ruang-ruang dengan lingkungan dan
Pengertian pariwisata berkelanjutan budaya yang rentan saat ini maupun
adalah: keberlanjutan pariwisata terkait di masa depan harus diberi prioritas
erat dengan kebutuhan wisata saat ini khusus dalam hal kerja sama teknis dan
yang tidak boleh mengorbankan dan bantuan keuangan untuk pembangunan
mengurangi hak dan kebutuhan generasi pariwisata berkelanjutan. Promosi atau
yang akan datang. Isu pelestarian sumber dukungan terhadap berbagai bentuk
daya alam dan lingkungan terpampung di alternatif pariwisata yang sesuai
dalam kesepakatan bangsa-bangsa di dunia dengan prinsip-prinsip pembangunan
pada KTT Bumi yang diselenggarakan berkelanjutan;
oleh UNCED (United Nation Conference on f) Pemerintah harus mendukung dan
Environment and Development) yang lebih berpartisipasi dalam penciptaan jar­
dikenal sebagai Rio Summit. ing­an untuk penelitian, diseminiasi
Berbagai kesepakatan dalam Rio Summit informasi dan transfer pengetahuan
tahun 1992 dievaluasi dalam konferensi tentang pariwisata dan teknologi
Johanesberg tahun 2002 yang mempertegas pariwisata berkelanjutan;
implementasi pembangunan berkelanjutan g) Penetapan kebijakan pariwisata berke­
di segala bidang. KTT Bumi menghasilkan 5 lanjutan memerlukan dukungan dan
(lima) butir kesepakatan yang erat kaitannya sistem pengelolaan pariwisata yang
dengan konservasi sumber daya alam dan ramah lingkungan, studi kelayak­an
lingkungan yang mencakup : Deklarasi Rio, untuk transformasi sektor dan pelaksa­
Konservasi Perubahan Iklim, Konservasi naan berbagai proyek percontohan dan
Keanekaragaman Hayati, Prinsip-prinsip pengembangan program kerjasama
Kehutanan dan Agenda 21. Prinsip-prinsip internasional.
dan sasaran-sasaran dari piagam tersebut
adalah: Ekowisata
a) Pembangunan pariwisata harus ber­ Indonesia sebagai negara mega
dasarkan kriteria keberlanjutan dapat biodiversity nomor dua di dunia, telah
didukung secara ekologis dalam waktu dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan
yang lama, layak secara ekonomi, adil fauna yang sangat tinggi. Para explorer

276
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

dari dunia barat maupun timur jauh telah ekowisata adalah wisata berbasis pada alam
mengunjungi Indonesia pada abad ke lima dengan mengikutkan aspek pendidikan dan
belas vang lalu. Perjalanan eksplorasi yang interpretasi terhadap lingkungan alami dan
ingin mengetahui keadaan di bagian benua budaya masyarakat dengan pengelolaan
lain telah dilakukan oleh Marcopollo, kelestarian ekologis. Definisi ini memberi
Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn penegasan bahwa aspek yang terkait tidak
dan Van Steines dan masih banyak yang lain hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata
merupakan awal perjalanan antar pulau dan lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata
antar benua yang penuh dengan tantangan. minat khusus, alternative tourism atau special
Para adventurer ini melakukan perjalanan ke interest tourism dengan obyek dan daya tarik
alam yang merupakan awal dari perjalanan wisata alam.
ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak Definisi lainnya mengenai ekowisata,
memberikan keuntungan konservasi daerah seperti yang diuraikan oleh Green Tourism
alami, kebudayaan asli dan atau spesies Association, adalah suatu pembangunan
langka (Fandelli, 1993). pariwisata yang memiliki empat pilar atau
Definisi ekowisata yang pertama atribut yaitu;
diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism a) Environmental responsibility; mengan­
Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata dung pengertian proteksi, konservasi
adalah suatu bentuk perjalanan wisata atau perluasan sumber daya alam
ke area alami yang dilakukan dengan dan lingkungan fisik untuk menjamin
tujuan mengkonservasi lingkungan dan kehidupan jangka panjang dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan keberlanjutan ekosistem, misalnya
penduduk setempat. Semula ekowisata wisata alam Ujung Kulon yang akan
dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menghasilkan sebuah konsep ekosistem
menginginkan di daerah tujuan wisata tetap berkelanjutan dari satwa badak bercula;
utuh dan lestari, di samping budaya dan b) Local economic vitality; mendorong
kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. tumbuh dan berkembangnya ekonomi
Akan tetapi, perkembangannya ter­ lokal, bisnis dan komunitas untuk
nyata bentuk ekowisata ini berkembang menjamin kekuatan ekonomi dan
karena banyak digemari oleh wisatawan. keberlanjutan (sustainability) misalnya
Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, dampak dari pembangunan lokasi
yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. wisata biasanya akan diikuti oleh
Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai maraknya kegiatan ekonomi lokal ;
berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari c) Cultural sensitivity; mendorong timbul­
perjalanan bertanggungjawab ke area alami nya penghormatan dan apresiasi
dan berpetualang yang dapat menciptakan terhadap adat istiadat dan keragaman
industri pariwisata (Fandeli, 2000). Dari budaya untuk menjamin kelangsungan
kedua definisi ini dapat dimengerti bahwa budaya lokal yang baik misalnya
ekowisata dunia telah berkembang sangat melalui wisata budaya, maka orang akan
pesat. mengenal budaya daerah atau negara
Ternyata beberapa destinasi dari taman lain dan menimbulkan penghormatan
nasional berhasil dalam mengembangkan atas kekayaan budaya tersebut ;
ekowisata ini. Bahkan di beberapa wilayah d) Experiental richness; menciptakan
berkembang suatu pemikiran baru yang atraksi yang dapat memperkaya dan
berkait dengan pengertian ekowisata. me­ning­katkan pengalaman yang
Fenomena pendidikan diperlukan dalam lebih memuaskan, melalui partisipasi
bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang aktif dalam memahami personal dan
didefinisikan oleh Australian Department of keterlibatan dengan alam, manusia,
Tourism (Fandeli, 2000) yang mendefinisikan tempat dan/atau budaya (Yoeti, 2006;26).

277
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Teknik pengumpulan data dilakukan


penelitian Kausal Komparatif (Causal Compa­ dengan menggunakan metode wawancara
rative Research) yakni jenis penelitian yang mendalam dengan berbagai informan
bertujuan mencari kemungkinan hubungan penelitian yang nantinya akan dianalisis
sebab akibat dengan cara mengamati akibat dengan menggunakan metode content
yang sekarang ada dan mencoba mencari analysis untuk mendapatkan gambaran
kemungkinan penyebabnya dari data yang mengenai proses perubahan sosial, budaya
dikumpulkan. Hubungan sebab akibat yang dan lingkungan di Yogyakarta terkait dengan
akan dianalisis adalah perubahan nilai-nilai pengembangan pariwisata berkelanjutan.
budaya, sosial, lingkungan sebagai sebab yang Penelitian ini sebagian besar men­da­
menimbulkan dampak bagi kegiatan pariwisata sarkan kepada pendekatan kualitatif untuk
berupa gejala perkembangan pari­wisata yang menggambarkan proses pengembangan pari­
tidak berkelanjutan di Provinsi Daerah Istimewa wisata di Provinsi Daerah Istimewa Yogya­
Yogyakarta sebagai akibatnya. karta. Pendekatan kualitatif juga di lakukan
Tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk kepentingan eksplorasi informasi dari
penelitian adalah Provinsi Yogyakarta seluruh pihak yang bertanggungjawab di
dengan responden berbagai pelaku budaya, dalam melaksanakan kegiatan pariwisata.
tokoh masyarakat, wisatawan serta pihak- Variabel yang menjadi indikator utama
pihak yang terkait dengan kegiatan dalam penelitian ini adalah variabel nilai-
pengembangan pariwisata berkelanjutan, nilai budaya, sosial dan kearifan lingkungan
untuk mendapatkan gambaran mengenai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
nilai-nilai budaya, sosial dan kearifan yang nantinya akan menjadi salah satu bahan
lingkungan yang mendukung pengembangan analisis dengan mendasarkan teori, hingga
pariwisata berkelanjutan di Yogyakarta. nantinya dapat disusun menjadi sebuah model
Sebagai sampel penelitian dipilih 3 desa pengembangan ekowisata berkelanjutan.
wisata yaitu Desa Wisata Sambi, Desa Wisata
Kebon Agung dan Desa Wisata Brayut. Hasil PEMBAHASAN
dari wawancara tersebut digunakan sebagai Sesuai dengan amanat Rencana Pem­
salah satu dasar penilaian untuk mengevaluasi bangunan Jangka Menengah Daerah
dan mengkaji pelaksanaan wisata berkelanjutan (RPJMD) Provinsi Yogyakarta, yang mene­
di Yogyakarta sekaligus konfirmasi kepada rangkan bahwa visi Yogyakarta adalah
wisatawan melalui instrumen kuesioner Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis
terstruktur untuk mendapatkan gambaran Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa yang
mengenai persepsi mereka terkait dengan Berwawasan Lingkungan. Definisi dari
pelaksanaan ekowisata di Yogyakarta sekali­ pariwisata berbasis budaya dalam RPJMD
gus kesediaan berpartisipasi di dalam pengem­ tersebut adalah kegiatan pariwisata harus
bangan ekowisata tersebut. dikembangkan dengan dasar dan berpusat
Teknik pengambilan sampel yang pada budaya Jawa yang selaras dengan
digunakan dalam penelitian ini adalah sejarah dan budaya Kraton NgaYogyakarta
metode accidental sampling (non-probability Hadiningrat, kearifan lokal dan nilai-nilai
sampling). Metode tersebut dipilih dengan luhur budaya bangsa serta peningkatan
mempertimbangkan faktor ukuran populasi kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan
atau sampel tidak diketahui karena peneliti menciptakan inovasi-inovasi yang tetap
tidak mengetahui siapa saja yang akan berlandaskan pada wisata budaya, wisata
menjadi pengunjung lokasi wisata karena bangunan bersejarah, wisata pendidikan,
bersifat non-probability sampling, maka wisata konveksi dan wisata belanja.
penelitian ini tidak dapat menggeneralisasi Kebudayaan ini juga menjadi aspek
suatu kesimpulan umum. keunggulan utama dari pengembangan
pariwisata di Yogyakarta dibandingkan

278
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

dengan pariwisata di daerah lain. Pola Desa Wisata Kebonagung didirikan dan
pembangunan yang berkelanjutan, pada dikembangkan berdasarkan Surat Kepu­
intinya harus didasarkan kepada pelaksanaan tusan Bupati Bantul Nomor 359 tahun 2006
pemenuhan tiga aspek utama yaitu aspek tentang Kepengurusan Pokdarwis Desa
keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial Kebonagung, Kecamatan Imogiri. Visi yang
dan keberlanjutan ekonomi. Sedangkan dikembangkan di Desa Wisata Kebonagung
sebuah daerah wisata dikategorikan sebagai adalah visi terwujudnya Desa Wisata mandiri,
ekowisata, sesuai dengan kriteria dari Green meningkatnya pendapatan masyarakat dan
Tourism Organization, daerah wisata tersebut pengelola untuk kesejahteraan bersama.
harus memenuhi kriteria environmental Sedangkan misi yang dikembangkan
reponsibility, local economic vitality, cultural meliputi; terbangunnya sarana dan pra­
sensitivity, dan experiental richness. sarana pendukung, optimalisasi SDA dan
Jika disandingkan, pada dasarnya pe­ SDM, menguatkan lembaga pengelola, me­
ngem­bangan pilar-pilar ekowisata berdasar­ ningkatkan promosi dan pelayanan tamu.
kan Green Tourism Organization tersebut Dasar pemikiran awal berdirinya Desa
dapat sekaligus menjawab permasalahan pem­ Wisata Kebonagung adalah keyakinan bahwa
bangunan berkelanjutan. Aspek keberlanjutan potensi yang ada di Kebonagung dapat
ekologi dapat dijawab dengan pilar envi­ dikembangkan, program yang dijalan­kan pasti
ronmental responsibilities, kemudian pilar bermanfaat bagi masyarakat dan pengelola,
local economic vitality, cultural sensitivity dan mendapat dukungan dari masya­rakat dan
experiental richness merupakan jawaban atas pemerintah, mengemas potensi yang ada, hak
tujuan pembangunan sosial. Lebih detailnya dan kewajiban masyarakat dan pengelola jelas,
pilar local economic vitality juga menjawab serta dipastikan memiliki pangsa pasar.
permasalahan pembangunan ekonomi. Se­ Dari hasil analisis ternyata keseluruhan
cara langsung persandingan antara kriteria stakeholder yang terlibat perrguruan tinggi,
Eko­wisata dengan aspek Pembangunan Ber­ pemilik homestay, masyarakat desa, peme­
kelanjutan dapat diamati pada diagram di rintah daerah dan pengunjung memiliki
bawah ini: peran yang signifikan di dalam membentuk
sebuah rantai keberhasilan pelaksanaan
Kriteria Ekowisata Pembangunan Desa Wisata Kebonagung. Perguruan tinggi
Berkelanjutan
1. Environmental
responsibility sebagai sebuah institusi pendidikan me­
2. Cultural sensitivity
1. Ekologi
miliki peran dan tanggungjawab di dalam
3. Local economic
2. Ekonomi
meningkatkan kapasitas dan kemampuan
vitality 3. Sosial
teknik dari masyarakat dan pengelola Desa
4. Experiental Wisata Kebonagung. Peran yang sama
richness
juga diberikan kepada Pemda yang dapat
berfungsi sebagai fasilitator sekaligus
Gambar 4.1. pendukung utama jalannya Desa Wisata
Persandingan Antara Kriteria Ekowisata dan Kebonagung melalui berbagai kebijakan
Pembangunan Berkelanjutan yang akan dihasilkannya.
Jenis-jenis pertunjukan yang ditawarkan
Desa Kebonagung merupakan Desa yang di Desa Wisata Kebonagung sendiri terdiri
terletak di bagian selatan Daerah Istimewa dari;
Yogyakarta, tepatnya di Kecamatan Imogiri, (1) Pertunjukan Pendidikan Pertanian
Kabupaten Bantul. Luas Desa ini sekitar yang terdiri dari kegiatan membajak,
183,1105 hektar yang terdiri dari 5 pedukuhan menggaru, menanam menuju sebuah
yaitu Pedukuhan Jayan, Kalangan, Kanten, pendidikan pertanian organik
Mandingan dan Tlogo. Dari ke 5 pedukuhan sebagai ciri utama dari Desa Wisata
tersebut, dibagi lagi menjadi Rukun Tetangga Kebonagung;
(RT) yang mencapai 23 RT.

279
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

(2) Pertunjukan Kesenian Budaya dalam pemukiman telah diperkeras dengan conblok
bentuk kesenian Jathilan, Gejog Lesung sepanjang 1000 meter dengan biaya swadaya
Tradisional, gejog Lesung Kolaborasi, masyarakat setempat, dengan demikian akan
Karawitan, Ketoprak dan Cokekan; mempermudah transportasi masyarakat
(3) Pertunjukan Seni Kerajinan seperti terutama beraktivitas membawa hasil bumi.
membatik lukis, gerabah cetak, Hamparan sawah yang luas dan
gerabah putar, mewarnai gerabah serta subur masih dapat dijumpai, ketika musim
menjanur; kemarau tiba para petanipun masih dapat
(4) Pertunjukan Kuliner Tradisional seperti mengolah sawahnya dengan berbagai jenis
pembuatan apem, cemplon, mendoan, tanaman, air tidak menjadi masalah bagi
onde-onde, gula kelapa, obat anget dan masyarakat Brayut. Sumber mata air yang
paket kenduri; berada disebelah dusun mampu memberikan
(5) Pertunjukan Wisata Sepeda Onthel kontribusi bagi penduduk sepanjang
menuju makam-makan Imogiri, sentra tahun, baik dimanfaatkan untuk pertanian,
peyek, kerajinan keris dan berkeliling peternakan maupun kolam pemancingan.
desa; Masyarakat masih berharap banyak dari
(6) Pertunjukan Wisata Air Bendung Tegal keadaan alam sekitar ini sebagai penopang
untuk kegiatan perahu naga dan wisata hidup. Alam dengan hamparan sawah dan
air lainnya; panorama gunung merapi dapat dilihat di
dusun Brayut ini, disamping ada beberapa
Untuk mendukung pelaksanaan wisata tempat bersejarah tinggalan masyarakat
yang ramah lingkungan, perduli dengan setempat di antaranya :
pelastarian alam dan budaya, Desa Wisata (1) Pertunjukan wisata jalan-jalan; menelusuri
Kebonagung juga menawarkan konsep dan mengelilingi dusun Brayut;
wisata menginap dan berinterkasi langsung (2) Pertunjukan belajar mengolah sawah
dengan warga masyarakat desa. Tersedia atau bercocok tanam serta menggunakan
sekitar 22 rumah, masyarakat desa yang alat pertanian berupa ani-ani;
telah dipilih sesuai dengan kriteria tertentu (3) Pertunjukan menginap di Home Stay
(kondisi MCK, jendela, pintu, kebersihan atau Joglo;
lingkungan, sirkulasi udara dan lainnya) (4) Pertunjukan paket belajar bahasa jawa,
dengan berbagai jenis rumah dan tipe seperti. membatik, merangkai janur, memasak
Di Desa Wisata Brayut, kondisi sebagian makanan Khas, menari kesenian lokal;
besar tanah produktif masih difungsikan (5) Seni Budaya; kehidupan masyarakat
untuk lahan pertanian dengan luas Brayut masih melestarikan seni budaya
wilayah sekitar 34.750 hektar, sedangkan warisan nenek moyang terutama
4 hektar terdiri dari tanah pekarangan dan dengan seni karawitan dimana kesenian
permukiman penduduk. Kondisi ekonomi ini bagi masyarakat Jawa bukan hal
masyarakat cukup baik, terlihat dari keadaan yang baru, walaupun tidak semua
rumah tempat tinggal, tingkat pendidikan dusun memiliki kelompok atau group
masyarakat dan lingkungan tertata rapi dan karawitan, disamping seni gamelan,
bersih. Rumah-rumah didusun Brayut pada masyarakatnya memiliki seni tari klasik
umumnya berbentuk rumah sinom dan joglo dan sholawatan;
sebagai ciri kas rumah Jawa tempo dulu. (6) Pertunjukan Tradisional; yang terdiri
Dilihat dari banyaknya rumah joglo dari berbagai jenis makanan legondo,
dan sinom di dusun ini merupakan bukti sagon dan klepon;
bahwa Brayut dihuni sudah cukup lama. (7) Pertunjukan Pengolahan Limbah
Jalan menuju dusun ini beraspal cukup baik, Ternak; limbah ternak yang berpotensi
kendaraan bus pun sudah dapat sampai menimbulkan pencemaran lingkungan
dilokasi, sedangkan jalan lingkungan sudah dapat didaur ulang di Desa

280
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

Wisata Brayut, bahkan menjadi salah (1) Pertunjukan panorama desa; dimana
satu atraksi yang ditawarkan kepada panorama desa yang sejuk, asri dan
pengunjung berupa pengolahan nyaman dapat menjadi daya tarik
limbah ternak menjadi biogas yang tersendiri bagi pengunjung Desa Wisata
dimanfaatkan untuk penerangan desa Sambi. Pengunjung dapat berjalan
serta memasak di rumah warga; menyusuri desa (tracking) dengan
(8) Upacara Daur Hidup; pada waktu dipandu oleh pemandu setempat, dengan
tertentu saat musim panen, atau model dari tracking dapat disesuaikan
kegiatan upacara ritual dalam dengan kebutuhan pengunjung;
rangkaian peringatan atas kematian (2) Pertunjukan pertanian; lahan pertanian
seseorang anggota keluarga dari mulai yang membentang di Desa Wisata
membuat liang lahat mengadakan Sambi merupakan obyek yang menarik.
selamatan kenduri. Sedangkan upacara Pengunjung dapat merasakan secara
wiwit merupakan bentuk tradisi langsung kegiatan pertanian seperti
menyampaikan rasa syukur pada Tuhan menanam padi, mambajak sawah dan
Yang Maha Esa bahwa padi telah dapat belajar budidaya jamur;
dipanen. (3) Pertunjukan peternakan; di mana peter­
nakan desa wisata sambi sebetulnya
Desa Wisata Sambi terletak di pedukuhan adalah peternakan sapi perah. Pengujung
Dusun Sambi, Desa Pakem Binangun, dapat mempraktekan cara memerah
Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Jln. susu sapi secara tradi­sional. Pengunjung
Kaliurang Km 19,5 arah utara Yogyakarta juga dapat membudidayakan sapi perah,
menuju obyek wisata Kaliurang luas wilayah selain menangkap ikan di sawah tanpa
25,4 ha. Dapat ditempuh dengan kendaraan menggunakan alat sama sekali;
bermotor lebih kurang 30 menit dari pusat (4) Pertunjukan outbond; di mana jenis atraksi
kota. Desa ini merupakan kawasan yang ini dipusatkan Ledok Sambi yang lokasinya
masih berdekatan dengan Gunung Merapi, dekat dengan Kali Kuning. Fasilitas yang
kondisi alamnya merupakan dataran lereng dimiliki oleh Ledok Sari meliputi flying fox,
Merapi dan dengan terdapatnya aliran meniti tali dan lain-lain;
Sungai Kuning dengan sumber mata air (5) Pertunjukan kesenian; Desa Wisata
pegunungan, sehingga Dusun Sambi masih Sambi memiliki berbagai jenis kesenian
terasa berhawa sejuk. masyarakat antara lain wayang kulit,
Desa Wisata Sambi memiliki beragam karawitan, uyon-uyon dan lain-lain.
potensi wisata yang menarik untuk Selain melihat pertunjukan kesenian
dikunjungi oleh wisatawan. Desa wisata tersebut, pengunjung dapat mempelajari
yang berada cukup dekat dengan Gunung kesenian tersebut;
Merapi ini menghadirkan panorama (6) Pertunjukan kebudayaan; berupa
alam yang sangat indah untuk dinikmati kenduri, sadranan dan ruwahan;
sehingga dapat memberikan kesegaran (7) Pertunjukan rumah Joglo dan
dan ketentraman hati, panorama alam Homestay; rumah Joglo yang terdapat
pesawahan dan pepohonan yang rindang di dusun Sambi dibangun pada tahun
serta kejernihan airnya juga rumah-rumah 1952 dan sampai sekarang belum
adat seperti joglo, limasan, simon, dengan pernah mengalami pemugaran atau
halaman yang luas, dapat dipakai media renovasi. Wisatawan dapat menginap
bermain sambil menikmati sejuknya udara di homestay rumah-rumah penduduk
serta suasana desa alami asli Yogyakarta. sekitar sehingga dapat berinteraksi
Adapun potensi atraksi wisata yang langsung dengan masyarakat.
ditawarkan oleh Desa Wisata Sambi terdiri
dari;

281
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

Berdasarkan analisis berbagai bentuk waktu bersama dengan masyarakat


dan tipe pengelolaan pariwisata yang ada ini merupakan bentuk implementasi
di Yogyakarta dewasa ini, peneliti menilai dari upaya penguatan ekonomi lokal
bahwa tipe pengelolaan pariwisata berbasis secara mandiri sesuai dengan pilar local
berbasis komunitas, dalam hal ini berbentuk economic vitality;
Desa Wisata, merupakan tipe pengelolaan (2) Selama menetap bersama dengan
pariwisata yang dapat direkomendasikan masyarakat, wisatawan akan hidup
sebagai Model Pengembangan Pariwisata berdampingan secara normal dengan
yang Berkelanjutan di Yogyakarta sebagai aktivitas masyarakat desa, sehingga
bentuk implementasi dari konsep ekowisata. diharapkan wisatawan akan dapat
Diharapkan nantinya model tersebut merasakan secara langsung bagaimana
dapat dijadikan dasar pemikiran di dalam aktivitas masyarakat desa berjalan
penyusunan kebijakan pengembangan setiap harinya sekaligus mempelajari
pariwisata di Yogyakarta pada khususnya konsep kekerabatan sosial, kekayaan
dan nasional pada umumnya. budaya serta kearifan lingkungan yang
Dari berbagai hasil analisis mendalam dimiliki oleh masyarakat di masing-
dan kunjungan lapangan langsung ke masing Desa Wisata tersebut sebagai
beberapa Desa Wisata yang ada dan impelementasi dari pilar environmental
tumbuh di Provinsi Daerah Istimewa responsibility serta cultural sensitivity;
Yogyakarta, Desa Wisata yang benar-benar (3) Masing-masing Desa Wisata juga
memenuhi aspek dan kriteria ekowisata menawarkan berbagai bentuk
yang akan menghasilkan konsep pariwisata pertunjukan kepada wisatawan yang
berkelanjutan di Yogyakarta adalah Desa menggambarkan kekayaan budaya,
Wisata Kebonagung di Kabupaten Bantul, kearifan sosial dan kearifan lingkungan
Desa Wisata Brayut di Kabupaten Sleman Desa Wisata. Kegiatan pertunjukan
dan Desa Wisata Sambi di Kabupaten tersebut selain memberikan aspek
Sleman. Kesimpulan tersebut berdasarkan pendapatan income bagi masyarakat
hasil analisis teori ekowisata serta hasil sekaligus sebagai upaya pelestarian
diskusi mendalam dengan seluruh pengelola nilai-nilai budaya, sosial dan kearifan
serta masyarakat di tiga Desa Wisata yang lingkungan yang menggambarkan
menjadi sampel penelitian baik di Desa berjalannya pilar environmental
Wisata Kebonagung, Sambi dan Brayut. reponsibility, cultural sensitivity, local
Hasil dari analisis tersebut dapat diuraikan economic vitality serta experiental richness;
sebagai berikut; (4) Di masing-masing Desa Wisata tersebut,
(1) Masing-masing Desa Wisata tersebut kegiatan pariwisata bukan menjadi
memiliki tujuan mengembangkan jenis pekerjaan utama mereka. Pada dasarnya
pariwisata alternatif dari berbagai masyarakat di masing-masing Desa
jenis pariwisata yang sudah ada di Wisata tersebut sudah memiliki status
Yogyakarta. Desa Wisata tersebut pekerjaan utama, mayoritas sebagai
menawarkan konsep berwisata petani, sebagian menjadi pedagang,
tinggal dan menetap sementara waktu sebagian lagi berstatus wiraswasta,
(live in) dengan masyarakat desa ada pula yang menjadi guide wisata
secara langsung. Periode menetap di kota, tukang bangunan, tukang
sementara waktu sangat disesuaikan tambal ban dan segala jenis pekerjaan
dengan kebutuhan dan keinginan lainnya. Meskipun jika dilihat dari sisi
dari wisatawan, dimana biasanya kesejahteraan nominal, hampir semua
kisaran waktu tinggal sementara status pekerjaan masyarakat tersebut
wisatawan antara tiga hingga enam masih jauh dari standar masyarakat
hari. Adanya konsep tinggal sementara kaya, tetapi hampir semua masyarakat

282
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

di Desa Wisata tersebut merasa sejahtera Berdasarkan input tipe pengelolaan


karena desanya aman, harmonis, tidak wisata berbasis komunitas dalam bentuk
ada persaingan, tidak ada konflik. Desa Wisata yang terpilih, rekomendasi
kebijakan pengelolaan pariwisata yang
Kesejahteraan non ekonomi itulah yang berkelanjutan di Provinsi Daerah Istimewa
pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Yogyakarta pada khususnya dan nasional
merasa senang, gembira menjalankan pada umumnya dapat disusun dalam
pariwisata di Desa Wisata masing-masing, sebuah Model Pengembangan Pariwisata
karena mereka justru berharap dengan Berkelanjutan sebagai berikut:
adanya Desa Wisata tersebut, keeratan
masyarakat, sikap tolong menolong, saling
menghargai dan membantu serta berbagai
sikap positif lainnya akan semakin kuat
terbangun di kalangan masyarakat desa.
Sama sekali tidak terbersit adanya orientasi
kepada perhitungan profit ekonomi semata,
karena yang ada di benak masyarakat dan
pengelola adalah bagaimana cara mereka
maju bersama-sama dengan adanya Desa
Wisata ini. Jika nantinya Desa Wisata mereka
menjadi tidak laku, atau kalah bersaing
dengan Desa Wisata lainnya, mereka akan
bertransformasi kembali menjadi masyarakat
desa biasa dengan status pekerjaan utama
mereka, atau justru menjadi masyarakat Gambar 4.2.
dengan status baru mereka non pariwisata; Model Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan
Jadi di sinilah sebetulnya letak kekuatan
utama dari 3 (tiga) Desa Wisata yang dijadikan Model inilah nantinya yang diharapkan
sampel di mana mereka memandang kegiatan dapat diterapkan sebagai sebuah kebijakan
wisata di Desa mereka sebagai sebuah bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan
kegairahan, sebuah upaya bersama untuk bukan hanya di Yogyakarta, melainkan di
memberikan berbagai benefit non ekonomi seluruh wilayah di Indonesia khususnya di
bagi perkembangan Desa. Masyarakat lebih daerah-daerah tujuan utama wisata. Model
erat, lebih saling menghargai, lebih saling Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan
menghormati, sejahtera bersama-sama adalah tersebut nantinya akan disusun berdasarkan
indikator-indikator yang menurut mereka penggolongan 4 (empat) Elemen yaitu;
lebih penting dibandingkan sekedar indikator- (1) Menjadikan isu Pembangunan Berke­
indikator ekonomi semata dalam bentuk lanjutan sebagai visi dan tujuan utama
tingkat keuntungan, tingginya tingkat hunian, dari pola pengembangan dan penge­
tingginya daya saing Desa mereka, karena lolaan wisata, disebut sebagai Elemen
jika di 3 (tiga) Desa Wisata sampel tersebut Utama;
kelebihan pengunjung yang menginap, (2) Berbentuk wisata yang berbasis masya­
dengan sukarela akan diberikan kepada Desa rakat sebagai Elemen Produk Pariwisata;.
Wisata tetangganya, atau misalnya dengan (3) Memiliki pilar pelestarian lingkungan,
mudah rombongan pengunjung dapat pelestarian budaya, pengayaan atraksi,
melakukan negosiasi kesepakatan harga pendidikan berbasis partisipasi, ke­
menginap di rumah masyarakat jika memang eratan masyarakat, dan pemberdayaan
rombongan pengunjung tersebut memiliki ekonomi masyarakat lokal sebagai
keterbatasan anggaran. Elemen Kriteria;

283
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

(4) Didukung sepenuhnya oleh seluruh SIMPULAN


stakeholders dan stakeholder baik Bentuk dan tipe pengelolaan wisata
masyarakat, pengunjung, pengelola, berbasis masyarakat dalam bentuk Desa
perguruan tinggi, pemerintah pusat, Wisata adalah bentuk pariwisata yang dapat
pemerintah daerah maupun pengusaha menjadi Model Pengembangan Ekowisata
pariwisata sebagai Elemen Pendukung. Berkelanjutan di Yogyakarta secara khusus
dan nasional secara umum;
Seluruh daerah wisata di Indonesia Model Pengembangan Ekowisata Berke­
diharapkan mampu mengaplikasikan Model lanjutan nantinya akan disusun berdasarkan
Pengem­bangan Ekowisata Berkelanjutan penggolongan 4 (empat) Elemen yaitu;
ini di dalam implementasi pengelolaan Pertama, menjadikan isu Pembangunan
wisata­nya. Tanpa memandang apakah Ber­kelanjutan sebagai visi dan tujuan utama
wisata tersebut dilaksanakan di desa atau dari pola pengembangan dan pengelolaan
di kota, apakah berbasis keindahan alam wisata, disebut sebagai Elemen Utama;
atau kekayaan budaya, apakah dilaksanakan Kedua, berbentuk wisata yang berbasis
oleh Pemda atau dilakukan oleh swasta, masya­rakat sebagai Elemen Produk Pari­
dengan mendasarkan pengelolaan kepada wisata;
keseluruhan elemen tersebut, diharapkan Ketiga, Memiliki pilar pelestarian ling­
mampu mewujudkan keberlanjutan dari kungan, pelestarian budaya, peng­ayaan
pengembangan pariwisata dalam konteks atraksi, pendidikan berbasis partisipasi,
apapun, tentu saja dengan penyesuaian keeratan masyarakat, dan pemberdayaan
beberapa asumsi yang mendasar misalnya ekonomi masyarakat lokal sebagai Elemen
disesuaikan dengan adat dan nilai-nilai yang Kriteria;
berlaku atau disesuaikan dengan tingkat Keempat, Didukung sepenuhnya oleh
kesiapan dari daerah itu sendiri. se­luruh stakeholders dan shareholder baik
Satu hal yang harus selalu menjadi masyarakat, pengunjung, pengelola, per­
dasar pertimbangan pengambilan kebijakan guruan tinggi, pemerintah pusat, pemerintah
adalah adanya aspek hirarki dan saling daerah maupun pengu­saha pariwisata se­
keterkaitan di antara keseluruhan elemen bagai Elemen Pendukung. Rekomendasi bagi
yang ada di dalam model pengelolaan Pemda; menjadikan Model Pengembangan
tersebut. Artinya visi dan tujuan utama Eko­wisata Berkelanjutan yang terdiri dari
dari aspek pembangunan berkelanjutan empat elemen utama sebagai konsep dasar
adalah hal yang paling esensial yang tidak pengembangan pariwisata di daerah ke
dapat ditawar-tawar lagi. Begitu visi dan depannya. Rekomendasi bagi Pemerintah
tujuan pembangunan berkelanjutan sudah Pusat: penetapan Model Pengembangan
ditetapkan, elemen lainnya akan mulai Ekowisata Berkelanjutan ini sebagai input
berfungsi saling berkaitan karena visi dan di dalam penyusunan master plan pe­
tujuan tersebut dapat diimplementasikan ngembangan pariwisata nasional sekali­
dalam kerangka pariwisata berkelanjutan gus pemberian bantuan pen­danaan infra­
jika produk pariwisata yang dijalankan struktur. Rekomendasi bagi Perguruan
adalah wisata berbasis masyarakat. Dengan Tinggi: meningkatkan pola kerjasama antara
menjalankan wisata berbasis masyarakat lokasi wisata dengan mahasiswa. Wisata
secara otomatis keseluruhan pilar-pilar dapat berfungsi sebagai media pen­didikan
akan dapat diwujudkan di masyarakat. langsung berbasis parti­sipasi.Rekomendasi
Keseluruhan proses tersebut akan bagi pengusaha pari­wisata: untuk lebih
dapat berjalan jika seluruh pihak yang memberikan pe­mahaman bahwa indikator
berkepentingan akan memberikan dukungan kesuk­sesan wisata tidak selalu hal yang
sesuai dengan fungsi dan peran masing- sifatnya ekonomi semata;
masing.

284
Joko Tri Haryanto -- Model Pengembangan Ekowisata dalam Mendukung Kemandirian Ekonomi
Daerah Studi Kasus Provinsi DIY

DAFTAR PUSTAKA Damanik, Janianton & Helmut F. Weber,


Butler, R.W.,1975, “Tourism as An Agent 2006, “Perencanaan Ekowisata; Dari
of Social Change, Tourism as a Teori ke Aplikasi” Kerjasama Pusat
Factor in National and Regional Studi Pariwisata UGM & Penerbit
Development” Occasional Paper 4 Andi, Yogyakarta.
Peterborough Ontario Department of Dirawan, Gurfan Darma, 2006, “Strategi
Geography Trent University. Pengembangan Ekowisata (Studi
Ben-Akiva, Moshe, & Steven, R. Lerman, Kasus Suaka Margasatwa Mampie
1985, “Discrete Choice Analysis: Lampoko)” Jurnal Kepariwisataan
Theory and Application to Travel Indonesia Jakarta.
Demand” The MIT Press. Hasanudin, 2006, “Konflik Kepariwisataan
Freeman III, A. Myrick,1993, “The Measure­ di Padang Pariaman” Draft Artikel
ment of Environmental and Resour­ Ilmiah Penelitian Dosen Muda
ces Values: Theory and Methods” Fakultas Sastra Jurusan Sastra Daerah,
Washington, D.C. Universitas Andalas.
Creswell, John W, 2003, “Research Design Himooned, Twaambo, 2007, “Opportunities
Qualitative, Quantitative and Mixed and Constraint of Local Participation
Methods Approaches “Sage Publication in Ecotourism; Case Study of
Inc. United Kingdom. Kasanka National Park (KNP)
Arianto, Agus, 2004, “Upaya Pemerintah Zambia” Tesis in Development
Kabupaten Pacitan Dalam Upaya Studies Norwegian University of
Pelestarian Budaya Cepotran (Studi Science and Technology.
Kasus Dinas Kebudayaan dan Karomah, Prapti, Marwati & Kapti Asiatun,
Pariwisata Kabupaten Pacitan)” 2007, “Kesiapan Masyarakat Code
Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan Untuk Meningkatkan Kecapaka
FISIP UMM. Hidup Dengan Memanfaatkan
Gidden, Anthony, 2004, “Teori Strukturasi Untuk Limbah Industri Sebagai Cindera­
Analisis Sosial” Topprint Yogyakarta. mata Khas Yogyakarta “Jurnal
Penelitian Bappeda Kota Yogyakarta,
Afri, Listian, 2005, “Pengaruh Obyek No 2 Desember.
Wisata Candi Borobudur Terhadap
Perilaku Sosial Ekonomi Pedagang Binarwan,Robby, 2008, “Pengembangan
di Kawasan Taman Wisata Candi Pariwisata Berbasis Masyarakat di
Borobudur Kabupaten Magelang” Obyek Wisata Ciater Jawa Barat”
Skripsi Sarjana Pendidikan Pacasila dan Jurnal Kepariwisataan Indonesia
Kewarganegaraan Universitas Negeri Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Semarang. Indonesia, vol. 3 No 4 Desember,3-5.

Bukhari, Zahraini, 2005, “Strategi Pengem­ Baskoro, BRA & Cecep Rukendi, 2008,
bangan Budaya Melayu Unggulan di “Membangun Kota Pariwisata
Kabupaten Bengkalis” Tugas Akhir. Berbasis Komunitas; Sebuah Kajian
Program Studi Manajemen Pembangunan Teoritis” Jurnal Kepariwisataan Indo­
Daerah Sekolah Pasca Sarjana IPB. nesia Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata Indonesia, vol. 3 No 1 Maret,
Iamtrakul, Pawinee, Kardi Teknomo & 5-7.
Kazunori Hokao, 2005, “Public
Park Valuation Using Travel Cost Chaerun Nisa, Muliani, 2008, “Pengaruh
Method” Proceedings of the Eastern Aktivitas Pariwisata Terhadap
Asia Society for Transportation Studies, Keberlanjutan Sumberdaya Wisata
Vol. 5, pp. 1249-1264. Pada Obyek Wisata PAI, Kabupaten

285
Kawistara, Vol. 4, No. 3, Desember 2014: 271-286

Tegal” Tugas Akhir. Jurusan Peren­ Pengembangan Pariwisata Boro­


canaan Wilayah dan Kota Undip. budur” Laporan Akhir. Penelitian
Hadi, Abdul.W.M, 2008, “Takdir Alisyahbana Fakul­tas Geografi dan Pusat Studi
dan Pemikiran Kebudayaan” Jurnal Pariwisata UGM.
Paradaban Jurnal Rasmi Pusat Dialog Barika, 2009, “Kajian Dampak Pengembangan
Paradaban Jilid 1 University Malaya. Sektor Pariwisata di Kota Bengkulu;
Ismanto, Widodo, 2008, “Identifikasi Potensi Studi Kasus Kawasan Wisata Pantai
Wediombo Sebagai Kawasan Eko­ Panjang dan Tapak Paderi” Tesis.
wisata Kars di Kabupaten Gunung­ Sekolah Pascasarjana IPB.
kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta” Irawati, Eka Putra & Roni, 2009, “Kajian
Jurnal Kepariwisataan Indonesia, Perencanaan Penataan Kawasan
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Wisata Terpadu Pantai Padang
Indonesia, vol. 3 No 1 Maret. (Studi Kasus Penataan Kawasan
Baiquni, M, 2009, “Belajar dari Pasang Pantai Padang-Padang Bay City)”
Surut Borobudur dan Konsep Penelitian DIPA Universitas Andalas.

286

S-ar putea să vă placă și