Sunteți pe pagina 1din 39

KESEHATAN

Asuhan Keperawatan pada pasien Steven Johnson Syndrome

Juli 18, 2017

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS atau dikenal juga dengan sebutan eritema
multiforme mayor. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitif (alergi) terhadap obat, infeksi HIV,
penyakit jaringan ikat dan kanker merupakan faktor risiko penyakit ini. Efek samping obat ini mengenai
kulit, mata terutama selaput mukosa. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan
sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma,
mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992
Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-
obatan.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta di ruang rawat inap di bangsal Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin, yang didiagnosis SSJ, SSJ overlap NET, dan NET periode Agustus 2011-Agustus 2013. Hasil
menunjukkan, bahwa terdapat 27 kasus SSJ, SSJ overlap NET, dan NET dari 485 pasien yang dirawat. Dari
27 pasien, sebanyak 15 pasien (3,09%) didiagnosis SSJ, 7 pasien (1,44%) dengan SSJ overlap NET, dan 5
pasien (1,030%) didiagnosis sebagai NET. Pada penelitian ini didapatkan, bahwa angka kejadian SSJ lebih
tinggi dibandingkan dengan NET selama periode Agustus 2011-Agustus 2013. Penanganan NET yang
komprehensif, dapat membantu klinisi dalam menurunkan angka kematian pada pasien dengan NET di
rumah sakit.

Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk.
Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak
dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta
dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka
seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS
angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.

Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven
Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak
dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-
obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan
badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

1.2.Rumusan Masalah

1.2.1. Apa pengertian Steven Johnson?

1.2.2. Apa etiologi dari Steven Johnson?

1.2.3. Apa Klasifikasi dari Steven Johnson ?

1.2.4. Apa manifestasi klinis Steven Johnson?

1.2.5. Bagaimana patofisiologi dari Steven Johnson?

1.2.6. Apa komplikasi dari Steven Johnson?

1.2.7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson?

1.2.8. Bagaimana penatalaksanaan untuk sindrom Steven Johnson?

1.2.9. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Steven Johnson?

1.3. Tujuan

a. Tujuan Umum

Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan Steven Johnson Syndrom.

b. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi, etiologi Steven Johnson, klasifikasi Steven Johnson, manifestasi klinis Steven
Johnson, patofisiologi Steven Johnson,komplikasi etiologi Steven Johnson,pemeriksaan penunjang
Steven Johnson, penatalaksanaan Steven Johnson, asuhan keperawatan Steven Johnson.

2. Menjelasakan hasil asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan Steven Johnson.
BAB II

TINJAUAN TEORI

Hasil gambar untuk steven johnson syndrome

2.1. Definisi

Sindrom stevens-Johnson ( SSJ ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)

Steven Johnson Adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura( Mochtar Hamzah, 2005 : 147 ).

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai
purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari
baik sampai buruk.( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 136 )

2.2. Etiologi

Etiologi pasti Sindrom Stevens – Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya ialah alergi
obat sistemik, diantaranya penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin,
antipiretik/analgetik (misalnya : derivate salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan parasetamol),
klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.

Menurut buku Kapita Selekta Kedokteran 2 yaitu penyebab belum diketahui dengan pasti, namun
beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:

a) Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )

Ø Penisilline

Ø Sthreptomicine

Ø Sulfonamide

Ø Tetrasiklin
b) Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol )

Ø Kloepromazin

Ø Karbamazepin

Ø Kirin Antipirin

Ø Tegretol

c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )

d) Neoplasma dan factor endokrin

e) Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan, kehamilan)

f) Makanan (coklat)

2.3. Klasifikasi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan
terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6
kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong.

Menurut Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi
8, volume 3 Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

1. Lapisan Kulit

a. Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler..Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari
lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : Stratum Korneum,Stratum Lusidum,Stratum
Granulosum,Stratum Spinosum,Stratum Basale (Stratum Germinativum),

Fungsi Epidermis :Proteksi barier,Organisasi sel, Sintesis vitamin D dan sitokin, Pembelahan dan
mobilisasi sel, Pigmentasi (melanosit), Pengenalan alergen (sel Langerhans),

b.Dermis
Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri
atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.

Fungsi Dermis : Struktur penunjang, Mechanical strength, Suplai nutrisi, Menahan shearing forces dan
respon inflamasi.

c.Subcutis

Subkutan Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan
ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi
menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

Fungsi Subkutis / hipodermis : Melekat ke struktur dasar, Isolasi panas, Cadangan kalori, Kontrol bentuk
tubuh,Mechanical shock absorber.

Gambar Lapisan Kulit

Hasil gambar untuk struktur kulit

3.Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan
bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.

4.Fungsi Imun

Terdapat dua macam tipe imunitas yaitu :

a.Imunitas alami (natural)

Imunitas alami akan memberikan respons nonspesipik terhadap setiap penterang asing tanpa
memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar dari mekanisme pertahanan alami berupa
kemampuan untuk membeda kan antara “diri sendiri” dan “bukan diri sendiri”. Sawar fisik mencakup
kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak
masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius bersama respons batuk serta bersin yang
bekerja sebagai filter dan membersihkan saluran nafas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum
mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut.

Sawar kimia seperti getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi
dalam secret kelenjar sebasea serta lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik unuk menghancurkan
bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Sel darah putih atau leukosit turut serta dalam respons imun
humoral maupun seluler. Leukosit granuler atau granulosit yang mencakup neutrofil, eusinofil, dan
basofil.
b.Imunitas didapat (akuisita)

Imunitas yang didapat (acquired immunity) terdiri atas respons imunyang tidak dijumpai pada saat lahir
tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas ini didapat biasanya terjadi setelah
seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respons imunyang
bersifat protektif. Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan imunologo akan dibentuk tubuh orang
yang dilindungi oleh imunitas tersebut. Imunitas ini biasanya berlangsung selama bertahun – tahun atau
bahkan seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang ditransmisikan
dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah penderita sakit atau menjalani imunisasi. Gama
– globulin dan antiserum yang didapat dari plasma darah rang yang memiliki imunitas didapatkan dalam
keadaan darurat untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ketika resiko terjangkit suatu penyakit
tertentu cukup besar.

c.Stadium Respons Imun

Terdapat empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun, keempat stadium tersebut
yaitu :Stadium pengenalan, Stadium proliferasi, Stadium respons, Stadium efektor,

faktor – faktor yang mempengaruhi system imun Usia, Jenis kelamin, Nutrisi, Penyakit, Faktor – faktor
psikoneuro-imunologi, Obat – obatan.

d. Antigen

Terdapat beberpa teori tentang mekanisme yang digunakan limfosit B untuk mengenali antigen
penyerang dan kemudian bereaksi dengan memproduksi antibody yang tepat. Sebagian antigen memiliki
kemampuan untuk memicu pembentukan antibody secara langsung oleh limfosit B, sementara sebagian
lainnya memerlukan bantuan sel – sel T. sel T merupakan bagian dari system surveilans yang tersebar
diseluruh tubuh, dengan bantuan makrofag maka limfosit T akan manganali antigen dari penyerang
asing. Limfosit T mengambil pesan antigenic atau cetak biru (blueprint) antigen dan kemudian kembali ke
nodus limfatikus yang terdekat dengan pesan tersebut.

e.Antibody

Limfosit B yang disimpan dalam nodus limfatikus, dibagi lagi menjadi ribuan klon yang masing – masing
bersifatrespnsif terhadap suatu kelompok tunggal antigen dengan karakteristik yang hamper identik.
Pesan antigenic yang dibawa kembali ke nodus limfatikus akan menstimulasi klon spesifik limfosit B
untuk membesar, membelah diri, dan memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel – sel plasma
yang dapat memproduksi antibody spesifik terhadap antigen.

Antibody merupakan protein besar yang dinamakan immunoglobulin, setiap molekul antibody terdiri
atas dua subunit yang mengandung rantai peptide ringan dan berat. Beberapa karakteristik
immunoglobulin yaitu antara lain , Ig G (75 % dari total imunoglobulin), Ig A (15 % dari total
imunoglobulin), Ig M (10 % dari total imunoglobulin), Ig D (0,2 % dari total imunoglobulin),Ig E (0,004 %
dari total imunoglobulin)
f.Respons Imun Seluler

Reaksi seluler dimulai sel pengikatan antigen dengan reseptor antigen pada permukaan sel T. sel T akan
membawa cetak biru atau pesan antigenic ke nodus limfatikus tempat produksi sel – sel T yang lain
distimulasi. Sebagian sel T tetap berada dalam nodus limfatikus dan mempertahankan memri untuk
antigen tersebut. Sedangkan sebagian sel T lainnya akan bermigrasi dari nodus limfatikus ke dalam
system sirkulasi umum dan akhirnya ke jaringan tempat sel tersebut berada.

Terdapat dua klasifikasi utama sel T efektor yang turut serta dalam menghancurkan mikroorgansme
asing. Sel T killer atau sitotoksik menyerang antigen sacara langsung dengan mengubah membrane sel
dan menyebabkan lisis sel. Sel – sel hipersensitifitas tipe lambat melindungi tubuh melalui produksi dan
pelepasan limfosit. Limfokin yang termasuk dalam kelompok glikoprotein yang lebih besar dan dikenal
dengan nama sitokin, dapat merekrut, mengaktifkan serta mengatur limfosit dan sel – sel darah putih
lainnya.

Limfosit lain yang membantu dalam memerangi mikroorganisme yaitu limfosit null dan sel natural killer
(NK). Limfosit null, merupakan subpolpulasi limfosit yang kurang mengandung cirri – cirri khas dari
limfosit B dan T. Sel NK yang mewakili suppulasi limfosit lainnya tanpa karakteristik sel B dan T yang akan
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme dan beberapa tipe sel malignan. Sel NK dapat
membunuh langsung mikroorganisme penginvasi dan menghasilkan sitokin.

2.4. Patofisiologis

Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe
III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga
terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan
lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas
tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .

karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang
menyebabkan kehilangan cairan, Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuriat, Kegagalan termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.

1. Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam
pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi
terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan
komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat
terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang
rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus
peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).

2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh
suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh
sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

PATHWAY

2.5. Manifestasi Klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Pada usia tersebut anak jarang mengalami
alergi karna masih proses mengenali. Karna semua dianggap baik. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma.
Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

1. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi
erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya
generalisata.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan
dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta
kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta
berwarna hitam yang tebal.

Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus.
Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di
faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain
itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping
trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

2.6. Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid

Digunakan secara luas untuk mengobati beberapa kondisi medis. Umumnya, obat ini digunakan untuk
meredakan gejala pembengkakan, kemerahan, gatal-gatal, dan reaksi alergi.Bentuknya bisa tablet, cair,
suntik, inhaler atau hirup atau oles. Bisa dikonsumsi untuk anak-anak serta orang dewasa.

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari.
Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.
Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat
dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik,
tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan
5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid,
misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada
gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah
garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi
protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk
dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Antibiotic berfungsi Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan
bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3. Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan
infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang
disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500
mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

4. Topikal

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat
diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

2.7. Komplikasi

Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan
kebutaan karena gangguan lakrimasi.

Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:

* Kehilangan cairan dan darah


* Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock

* Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan

* Gastroenterologi - Esophageal strictures

* Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina

* Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni

* Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder

* Infeksi sitemik, sepsis

2.8. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

* Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi

* Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi

2. Histopatologi

* Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial

* Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.

* Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal

* Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa

* Spongiosis dan edema intrasel di epidermis

3. Imunologi

* Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang
mengalami kerusakan

* Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi

2.9. Asuhan Keperawatan

2.9.1. Pengkajian

1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat,
dan nomor register.

2. Riwayat Kesehatan

- Keluhan Utama

Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan

- Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya
mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.

- Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang
sebelumnya dialami klien.

- Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.

- Riwayat Psikososial

Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.

3. Pola Fungsional Gordon

- Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan

Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?

b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?

c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?

Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.

- Pola nutrisi –metabolic

Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?

c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?

d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?

e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?

f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?

Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut,
dan kesulitan menelan.

- Pola eliminasi

Pada pola ini kita mengkaji:\

a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?

b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?

c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien

d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?

Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan
untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.

- Pola aktivitas – latihan

Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?

b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri

c. Kaji tingkat ketergantungan klien

0 = mandiri

1 = membutuhkan alat bantu

2 = membutuhkan pengawasan

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain

4 = ketergantungan
d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?

: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk
beraktifitas.

- Pola istirahat – tidur

: pada pola ini kita mengkaji:

a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?

b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?

c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang
dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.

- Pola kognitif – persepsi

: pada pola ini kita mengkaji:

a. Kaji tingkat kesadaran klien

b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?

c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?

d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?

: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan
panas di kulitnya

- Pola persepsi diri - konsep diri

: Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?

b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?

c. Apakah klien merasa rendah diri?

: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut,
dan mengalami gangguan pada citra dirinya.

- Pola peran – hubungan

: pada pola ini kita mengkaji:


a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?

b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?

c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?

- Pola reproduksi dan seksualitas

: Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah status reproduksi klien?

b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

- Pola koping dan toleransi stress

: Pada pola ini kita mengkaji:

a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?

b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?

c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

- Pola nilai dan kepercayaan

: Pada pola ini kita mengakaji:

a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien

b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

4. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan

Palpasi: Turgor kulit, edema

- Data fokus:

DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun

DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.

5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia


Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan
basalis,- nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan
kulit

3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke
dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.

5. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

6. Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit

7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian
traumatic

2.9.3 Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

Tujuan : Nyeri dapat dikontrol atau hilang

Kriteria hasil :

- Klien melaporkan nyeri berkurang

- Skala nyeri 0-2

- Klien dapat beristirahat

- Ekspresi wajah rileks

- RR : 16 - 20 x/menit
- TD : 100-130/60-90 mmHg

- N : 60 – 90 x/menit

No

Intervensi

Rasional

Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri

Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi

Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N)

Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik

Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi

Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot

Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri

Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat.

Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri


2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan
kulit

No

Intervensi

Rasional

Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka

Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka

Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi

Meningkatkan pemulihan dan menurunkan risiko infeksi

Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres

Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi penyembuhan luka

Dorong klien untuk istirahat

Untuk mendukung pertahanan tubuh

Tingkatkan masukan nutrisi, protein dan karbiohidrat

Untuk meningkatkan pembentukan granulasi yang normal dan kesembuhan

Kolaborasi pemberian obat sistemik

Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan

Tujuan : integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan


Kriteria hasil :

- Luka mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas dari purulent

- Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, bengkak, panas, fungsio lesi)

- Kulit membaik/ terjadi regenerasi jaringan

- TD : 100-130/60-90 mmHg

- N : 60 – 90 x/menit

- Suhu : 36,5- 37, 4 C

3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke
dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit akibat luka.

Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan

Kriteria hasil :

- Haluaran urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kg BB/jam)

- Turgor kulit baik

- Urin jernih dan berwarna kuning

- Membran mukosa lembab

- TD normal (100-130/60-90 mmHg)

- Denyut nadi (60-90 x/menit)

- Kadar elektrolit serum dalam batas normal

No

Intervensi

Rasional

Kaji dan catat turgor kulit


Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

Observasi tanda vital

Untuk memonitor keadaan umum klien

Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar

Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau

Timbang BB klien setiap hari

Penggantian cairan tergantung pada BB klien

Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin

Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan mencegah komplikasi

Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht, natrium urine random)

Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan penggantian cairan
dan elektrolit

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

Kriteria hasil :

- Tidak terjadi penurunan BB/BB ideal

- Nafsu makan meningkat

- Lesi di bibir atau mulut tidak ada


- Makanan yang disediakan 80% dihabiskan

No

Intervensi

Rasional

Monitor intake dan output nutrisi

Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran makanan

Kaji terhadap malnutrisi dengan mengukur tinggi dan BB

Memberikan pengukuran objektif terhadap status nutrisi

Jaga kebersihan mulut untuk menambah nafsu makan pasien

Mulut yang bersih memungkinkan peningkatan nafsu makan

Berikan makan sedikit tapi sering hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi

Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya anoreksia.

Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian lunak/bubur

Memudahkan pasien dalam menelan makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan nutsi klien

Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

Kolaborasi dengan tim medis tentang makanan pengganti (enteral /parenteral)

Memberikan dukungan nutrisi bila klien tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang cukup banyak peroral.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas

Kriteria Hasil : Klien mengatakan peningkatan toleransi aktivitas

No

Intervensi

Rasional

Kaji respon individu terhadap aktivitas

Untuk mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien

Energi yang dikeluarkan lebih optimal

Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas

Pembatasan aktivitas penting untuk membatasi energi yang dikeluarkan, karena energi penting untuk
membantu proses metabolisme tubuh

Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien

Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga

6. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit


Tujuan : Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik

Kriteria hasil :

- Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)

- Leukosit (5000 - 10000/mm3)

- Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 - 37,4 C)

- RR : 16 – 20 x/menit

- TD : 100-139/60-96 mmHg

- N : 60 – 100 x/menit

- Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulen dan tidak demam

No

Intervensi

Rasional

Monitor tanda-tanda vital

Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya infeksi

Observasi keadaan luka setiap hari

Untuk mengidentifikasi adanya penyembuhan

Jaga agar luka tetap bersih atau steril

Menurunkan resiko inspeksi dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang

Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres luka dengan NaCl) dan bersihkan jaringan nekrotik

Untuk mempercepat penyembuhan

5
Berikan perawatan pada mata

Mata dapat membengkak oleh drainase luka

Tingkatkan asupan nutrsisi

Nutrisi mempengaruhi sintesis protein dan fotositosis

Batasi pengunjung dan anjurkan pada keluarga/pengunjung untuk mencuci tangan sebelum kontak
langsung dengan klien

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang

Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas

Peningkatan leukosit menunjukkan infeksi, pemeriksaan kultur dan sensitivitas menunjukkan


mikroorganisme yang ada dan antibiotic yang tepat diberikan

Kolaborasi berikan antibiotic

Mengurangi jumlah bakteri

7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian
traumatic

Tujuan : terjadi perbaikan penampilan peran

Kriteria hasil :

- Klien tidak berperasaan negative tentang dirinya

- Klien menyatakan penerimaan situasi diri

- Klien tidak takut/malu berinteraksi dengan orang lain

- Klien bicara dengan keluarga terdekat tentang situasi/ perubahan yang terjadi

No

Intervensi
Rasional

Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat

Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba

Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan. Perhatikan perilaku menarik diri
dan penggunaan penyangkalan

Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan

Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan
dalam keterbatasan

Meingkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat

Berikan harapan dalam parameter situasi individu

Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusu tujuan dan rencana untuk
masa depan berdasarkan realita

Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi

Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif

Dorong interaksi keluarga dan dengan tim medis rehabilitasi

Mempertahankan /membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien
dan keluarga

BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus Steven Jonson

Tn. A usia 20 tahun BB= 55 Kg TB= 170 cm, dirawat di ruang rawat dengan diagnose syndrome steven
jonson. Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal, nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan
lemas. Dari pemeriksaan fisik ditemukan data di hampir seluruh tubuhnya timbul eritema dan bula. Pada
mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas, mata terdapat konjungtivis dan tampak edema
kemerahan sehingga klien sulit membuka mata. TTV = 120/80 mmHg. N= 100 x/menit, RR=24 x/menit S=
390 C. Dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dengan hasil normal. Klien dilakukan
pemasangan NGT dan IVFD NaCl. Terapi obat yang diperoleh adalah salep gliserin, Deksametason
30mg/6 jam per IV dan gentamisin 400mg/12 jam perIV.

3.1 Pengkajian

Identitas

Identitas pasien Identitas Penanggung jawab

Nama :Tn. A Nama :Ny. R

Umur : 20th Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : probolinggo

Pendidikan : SMA Hubungan dengan klien: Istri

Jenis kelamin :Laki-laki Sumber informasi : Klien dan keluarga

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Probolinggo

Riwayat Penyakit Sekarang

1. Keluhan Utama :

Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal, nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan lemas.

2. Riwayat Penyakit Saat ini :


Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal, nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan lemas.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan data di hampir seluruh tubuhnya timbul eritema dan bula. Pada
mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas, mata terdapat konjungtivis dan tampak edema
kemerahan sehingga klien sulit membuka mata. TTV = 120/80 mmHg. N= 100 x/menit, RR=24 x/menit S=
390 C. Dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dengan hasil normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

klien mengalami tidak pernah menglami penyakit ini Sindrom Stevens-Johnson

Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit Sindrom
Stevens-Johnson

Observasi dan Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Fisik :

· Kulit : Timbul eritema dan bula

· Tenggorokan : klien mengalami gangguan menelan

· Mata : Terdapat konjungtivitis dan tampak edema kemerahan

sehingga klien sulit membuka mata

· Telinga dan hidung : sinusitis berdengung

· Mukosa bibir : bibir tampak stomatitis ulseratif spektum luas

· Dada : Nyeri pada dada

Keadaan Umum : Lemah

Tanda-tanda Vital

- Tekanan Darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 100x /menit

- Rate Respiration : 24 x/menit

- Suhu : 39o C

- Berat Badan : 55 Kg
- Tinggi badan : 170 Kg

Pemeriksaan Penunjang

Parameter

Hasil/satuan

Nilai normal

Interpretasi

Hemoglobin

13,8 g/dl

12-14

Normal

Hematokrit

Tinggi

Terapi Obat

No

Terapi

Dosis

Salep Glisrin

Deksamethason

30 mg/ 6 jam per IV


3

Gentamisin

400 Mg/12 jam per IV

Pemasangan NGT dan IUFD NaCl

3.2. Analisa Data

No

Data

Etiologi

Problem

DS:

- Pasien mengatakan badan terasa pegal

- Pasien mengatakan nyeri dada

- Pasien mengatakan badan lemas dan lemah

DO:

- Pasien tampak meringis

- Pada tubuh pasien terdapat eritema

- Pada pemeriksaan : RR: 24x/menit

- PQRST:

P: Sesak

Q: ditusuk-tusuk

R: Di dada
S: Skala 3

T: Pada malam hari

Inflamasi pada kulit

Nyeri

II

DS:

- Pasien mengatakan demam

- Pasien mengatakan nyeri ketika menelan

DO:

- Pasien tampak terlihat terpasang NGT dan IVFD NaCl

- Pada pemeriksaan Suhu pasien 390C

- Pada pemeriksaan RR pasien 28 x/menit

- Terdapat bula
Hipertermi, Kehilangan Plasma.

Kekurangan Volume Cairan

III

DS:

- Pasien mengatakan nyeri ketika menelan

- Pasien mengatakan lemas

Do:

- Pada mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas

Stomatitis ulseratif

Risiko kurangnya nutrisi

IV

DS:

- Pasien mengatakan badan terasa gatal

Do:

- Pada tubuh pasien terdapat Eritema di Seluruh tubuh

Eritema, Bula
Kerusakan Integritas Kulit

3.3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan Inflamasi pada kulit

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermi

c. Resiko kurangnya nutrisi berhubungan dengan stomatitis

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eritema

3.4. Rencana Asuhan Keperawatan

No

Tanggal

Dx

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

KH:

Diharapkan

- Pasien mengatakanbadan terasa pegal berkurang

- Pasien mengatakan nyeri dada sudah berkurang


- Pasien mengatakan badan lemas dan lemah sudah berkurang

- Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam

- Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

- Berikan posisi yang nyaman

- Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot

- Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri

- Untuk memberikan kenyamanan pada pasien.

II

Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Hipertermi, Kehilangan plasma

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam

KH:

Diharapkan:

- Pasien mengatakan sudah tidak demam

- Pasien mengatakan tidak nyeri saat menelan

- Pada pemeriksaan tanda-tanda vital normal (Tekanan darah diastolic 110-130 mmHg, sistolik 70-
90 mmHg)
- Monitor tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi, Pernafasan)

- Monitor intake dan output pasien

- Kolaborasi pemberian antipiretik ( paracetamol)

- Untuk memonitor keadaan umum pasien

- Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau

- Untuk menurunkan demam

III

Risiko kurangnya nutrisi berhubungan dengan stomatitis

Setelah dilakukannya tindakan keperawatan selama 2x24 jam

KH:

Diharapkan:

- Pasien mengatakan nafsu makan bertambah

- Pasien mengatakan

- Kaji status nutrisi

- Pantau intake dan output pasien


- Identifikasi alergi makanan

- Atur diet sesuai kebutuhan

- Bantu pasien untuk membersihkan mulut sebelum dan sesudah makan

- Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

- Untuk mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran pasien

- Untuk mengetahui adanya alergi pada makanan

- Untuk menentukan nutrisiyang dibutuhkan

- Untuk hygiene pasien

IV

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eritema

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam

KH:

Diharapkan

- Pasien mengatakan gatal berkurang


- Pada pemeriksaan bula berkurang

- Kaji Kulit Setiap hari. Catat warna, turgor sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati.

- kolaborasi pemberian obat salep gliserin, Deksametason 30mg/6 jam per IV dan gentamisin
400mg/12 jam perIV.

- Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan
intervensi tepat.

- Mengurangi nyeri serta gatal pada kulit.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Steven Johnson syndrome menyerang seorang laki-laki dengan usia 20 tahun, pada penelitian tidak
ditemukan pada usia anak dibawah 3 tahun.

4.2.Saran

Steven Johnson syndrome adalah Katarak merupakan penyakit yang paling sering didapatkan pada usia
menua, umunya setelah usia 50 tahun ke atas. Klien dengan katarak agar lebih memperhatikan
lingkungan, tempat tinggal atau geografis agar tidak mempengaruhi terjadinya dan kecepatan
perkembangan katarak senilis.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi

8, volume 3.Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius.

Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2.Jakarta: Media Aesculapius.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Media

Aesculapius : Jakarta

Komentar

The Vanilla Godzilla8 Maret 2018 20.04

https://hubpages.com/health/I-Could-Have-Died-Surviving-Stevens-Johnson-Syndrome

BALAS
Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Askep pada pasien Transplantasi Ginjal

Juli 18, 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari tubuh seseorang kemudian
dicangkokkan ke dalam tubuh orang lain yang mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat dan
permanen. Saat ini, transplantasi ginjal merupakan terapi pilihan pada gagal ginjal kronik stadium akhir
yang mampu memberikan kualitas hidup menjadi normal kembali. Di Indonesia sendiri, salah satu
transplantasi yang paling banyak dilakukan adalah transplantasi ginjal. Total jumlah transplantasi ginjal
yang pernah dilakukan di Indonesia dalam periode tahun 1977- 2006 adalah sebanyak 479 dimana
pelaksanaan tertinggi di RS PGI Cikini Jakarta (277 kali) transplantasi ginjal sejak tahun 1977. Di
Semarang, transplantasi ginjal telah dikerjakan sejak tahun 1985 di 2 Rumah Sakit yaitu sebanyak 58 kali
di RS Telogorejo dan sebanyak 2 kali di RSUP dr. 2 Kariadi. Peningkatan jumlah pelaksanaan transplantasi
ini mengakibatkan peningkatan jumlah permintaan organ. Sayangnya, organ yang tersedia tidak…

BACA SELENGKAPNYA

Memutihkan gigi dengan Baking Soda

Juli 23, 2017

Gambar

Baking soda memang sangat efektif dalam memutihkan gigi, apalagi jika tergolong orang-orang yang
malas dalam merawat giginya . Seperti halnya malas dalam menggosok gigi dan lupa berkumur. Hal ini
akanmenyebabkan gigi menguning, apalagi untuk para perokok gigi akan dengan mudahnya berubah
warna.

Nah, memutihkan gigi dengan menggunakan baking soda adalah cara paling efektif dalam memutihkan
gigi yang tidak membutuhkan jangka waktu yang panjang.

Apa itu Baking soda??


Baking merupakan sejenis bubuk yang sekilas hampir mirip dengan garam bubuk halus, perbedaannya
kalau garam berasa asin sedangkan baking soda berupa bubuk putih dan biasanya baking soda
digunakan sebagai bahan pengembang kue. Lebi akrab disebut dengan soda kue itulah sebutan bagi ibu-
ibu yang menyebutnya.

Manfaat baking soda disini bisa memutihkan gigi yang menguning menjadikannya berkilau dan hanya
membutuhkan waktu yang relative singkat. Pada penggunaan yang benar baking soda bisa
menghilangkan plak pada gigi kita. Plak ini m…

BACA SELENGKAPNYA

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh badins

Foto saya

RIZKA DWI JAYANTI

KUNJUNGI PROFIL

Arsip

Laporkan Penyalahgunaan

S-ar putea să vă placă și