Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS atau dikenal juga dengan sebutan eritema
multiforme mayor. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitif (alergi) terhadap obat, infeksi HIV,
penyakit jaringan ikat dan kanker merupakan faktor risiko penyakit ini. Efek samping obat ini mengenai
kulit, mata terutama selaput mukosa. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan
sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma,
mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992
Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-
obatan.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta di ruang rawat inap di bangsal Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin, yang didiagnosis SSJ, SSJ overlap NET, dan NET periode Agustus 2011-Agustus 2013. Hasil
menunjukkan, bahwa terdapat 27 kasus SSJ, SSJ overlap NET, dan NET dari 485 pasien yang dirawat. Dari
27 pasien, sebanyak 15 pasien (3,09%) didiagnosis SSJ, 7 pasien (1,44%) dengan SSJ overlap NET, dan 5
pasien (1,030%) didiagnosis sebagai NET. Pada penelitian ini didapatkan, bahwa angka kejadian SSJ lebih
tinggi dibandingkan dengan NET selama periode Agustus 2011-Agustus 2013. Penanganan NET yang
komprehensif, dapat membantu klinisi dalam menurunkan angka kematian pada pasien dengan NET di
rumah sakit.
Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk.
Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak
dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta
dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka
seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS
angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven
Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak
dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-
obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan
badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.
1.2.Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan Steven Johnson Syndrom.
b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi, etiologi Steven Johnson, klasifikasi Steven Johnson, manifestasi klinis Steven
Johnson, patofisiologi Steven Johnson,komplikasi etiologi Steven Johnson,pemeriksaan penunjang
Steven Johnson, penatalaksanaan Steven Johnson, asuhan keperawatan Steven Johnson.
2. Menjelasakan hasil asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan Steven Johnson.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Sindrom stevens-Johnson ( SSJ ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)
Steven Johnson Adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura( Mochtar Hamzah, 2005 : 147 ).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai
purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari
baik sampai buruk.( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 136 )
2.2. Etiologi
Etiologi pasti Sindrom Stevens – Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya ialah alergi
obat sistemik, diantaranya penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin,
antipiretik/analgetik (misalnya : derivate salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan parasetamol),
klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.
Menurut buku Kapita Selekta Kedokteran 2 yaitu penyebab belum diketahui dengan pasti, namun
beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
Ø Penisilline
Ø Sthreptomicine
Ø Sulfonamide
Ø Tetrasiklin
b) Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol )
Ø Kloepromazin
Ø Karbamazepin
Ø Kirin Antipirin
Ø Tegretol
e) Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan, kehamilan)
f) Makanan (coklat)
2.3. Klasifikasi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan
terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6
kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong.
Menurut Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi
8, volume 3 Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
1. Lapisan Kulit
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler..Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari
lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : Stratum Korneum,Stratum Lusidum,Stratum
Granulosum,Stratum Spinosum,Stratum Basale (Stratum Germinativum),
Fungsi Epidermis :Proteksi barier,Organisasi sel, Sintesis vitamin D dan sitokin, Pembelahan dan
mobilisasi sel, Pigmentasi (melanosit), Pengenalan alergen (sel Langerhans),
b.Dermis
Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri
atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.
Fungsi Dermis : Struktur penunjang, Mechanical strength, Suplai nutrisi, Menahan shearing forces dan
respon inflamasi.
c.Subcutis
Subkutan Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan
ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi
menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : Melekat ke struktur dasar, Isolasi panas, Cadangan kalori, Kontrol bentuk
tubuh,Mechanical shock absorber.
3.Fisiologi kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan
bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
4.Fungsi Imun
Imunitas alami akan memberikan respons nonspesipik terhadap setiap penterang asing tanpa
memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar dari mekanisme pertahanan alami berupa
kemampuan untuk membeda kan antara “diri sendiri” dan “bukan diri sendiri”. Sawar fisik mencakup
kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak
masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius bersama respons batuk serta bersin yang
bekerja sebagai filter dan membersihkan saluran nafas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum
mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut.
Sawar kimia seperti getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi
dalam secret kelenjar sebasea serta lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik unuk menghancurkan
bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Sel darah putih atau leukosit turut serta dalam respons imun
humoral maupun seluler. Leukosit granuler atau granulosit yang mencakup neutrofil, eusinofil, dan
basofil.
b.Imunitas didapat (akuisita)
Imunitas yang didapat (acquired immunity) terdiri atas respons imunyang tidak dijumpai pada saat lahir
tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas ini didapat biasanya terjadi setelah
seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respons imunyang
bersifat protektif. Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan imunologo akan dibentuk tubuh orang
yang dilindungi oleh imunitas tersebut. Imunitas ini biasanya berlangsung selama bertahun – tahun atau
bahkan seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang ditransmisikan
dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah penderita sakit atau menjalani imunisasi. Gama
– globulin dan antiserum yang didapat dari plasma darah rang yang memiliki imunitas didapatkan dalam
keadaan darurat untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ketika resiko terjangkit suatu penyakit
tertentu cukup besar.
Terdapat empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun, keempat stadium tersebut
yaitu :Stadium pengenalan, Stadium proliferasi, Stadium respons, Stadium efektor,
faktor – faktor yang mempengaruhi system imun Usia, Jenis kelamin, Nutrisi, Penyakit, Faktor – faktor
psikoneuro-imunologi, Obat – obatan.
d. Antigen
Terdapat beberpa teori tentang mekanisme yang digunakan limfosit B untuk mengenali antigen
penyerang dan kemudian bereaksi dengan memproduksi antibody yang tepat. Sebagian antigen memiliki
kemampuan untuk memicu pembentukan antibody secara langsung oleh limfosit B, sementara sebagian
lainnya memerlukan bantuan sel – sel T. sel T merupakan bagian dari system surveilans yang tersebar
diseluruh tubuh, dengan bantuan makrofag maka limfosit T akan manganali antigen dari penyerang
asing. Limfosit T mengambil pesan antigenic atau cetak biru (blueprint) antigen dan kemudian kembali ke
nodus limfatikus yang terdekat dengan pesan tersebut.
e.Antibody
Limfosit B yang disimpan dalam nodus limfatikus, dibagi lagi menjadi ribuan klon yang masing – masing
bersifatrespnsif terhadap suatu kelompok tunggal antigen dengan karakteristik yang hamper identik.
Pesan antigenic yang dibawa kembali ke nodus limfatikus akan menstimulasi klon spesifik limfosit B
untuk membesar, membelah diri, dan memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel – sel plasma
yang dapat memproduksi antibody spesifik terhadap antigen.
Antibody merupakan protein besar yang dinamakan immunoglobulin, setiap molekul antibody terdiri
atas dua subunit yang mengandung rantai peptide ringan dan berat. Beberapa karakteristik
immunoglobulin yaitu antara lain , Ig G (75 % dari total imunoglobulin), Ig A (15 % dari total
imunoglobulin), Ig M (10 % dari total imunoglobulin), Ig D (0,2 % dari total imunoglobulin),Ig E (0,004 %
dari total imunoglobulin)
f.Respons Imun Seluler
Reaksi seluler dimulai sel pengikatan antigen dengan reseptor antigen pada permukaan sel T. sel T akan
membawa cetak biru atau pesan antigenic ke nodus limfatikus tempat produksi sel – sel T yang lain
distimulasi. Sebagian sel T tetap berada dalam nodus limfatikus dan mempertahankan memri untuk
antigen tersebut. Sedangkan sebagian sel T lainnya akan bermigrasi dari nodus limfatikus ke dalam
system sirkulasi umum dan akhirnya ke jaringan tempat sel tersebut berada.
Terdapat dua klasifikasi utama sel T efektor yang turut serta dalam menghancurkan mikroorgansme
asing. Sel T killer atau sitotoksik menyerang antigen sacara langsung dengan mengubah membrane sel
dan menyebabkan lisis sel. Sel – sel hipersensitifitas tipe lambat melindungi tubuh melalui produksi dan
pelepasan limfosit. Limfokin yang termasuk dalam kelompok glikoprotein yang lebih besar dan dikenal
dengan nama sitokin, dapat merekrut, mengaktifkan serta mengatur limfosit dan sel – sel darah putih
lainnya.
Limfosit lain yang membantu dalam memerangi mikroorganisme yaitu limfosit null dan sel natural killer
(NK). Limfosit null, merupakan subpolpulasi limfosit yang kurang mengandung cirri – cirri khas dari
limfosit B dan T. Sel NK yang mewakili suppulasi limfosit lainnya tanpa karakteristik sel B dan T yang akan
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme dan beberapa tipe sel malignan. Sel NK dapat
membunuh langsung mikroorganisme penginvasi dan menghasilkan sitokin.
2.4. Patofisiologis
Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe
III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga
terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan
lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas
tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang
menyebabkan kehilangan cairan, Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuriat, Kegagalan termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam
pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi
terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan
komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat
terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang
rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus
peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh
suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh
sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
PATHWAY
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Pada usia tersebut anak jarang mengalami
alergi karna masih proses mengenali. Karna semua dianggap baik. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma.
Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi
erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya
generalisata.
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan
dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta
kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta
berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus.
Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di
faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain
itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping
trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.
2.6. Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Digunakan secara luas untuk mengobati beberapa kondisi medis. Umumnya, obat ini digunakan untuk
meredakan gejala pembengkakan, kemerahan, gatal-gatal, dan reaksi alergi.Bentuknya bisa tablet, cair,
suntik, inhaler atau hirup atau oles. Bisa dikonsumsi untuk anak-anak serta orang dewasa.
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari.
Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.
Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat
dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik,
tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan
5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid,
misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada
gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah
garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi
protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk
dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2. Antibiotik
Antibiotic berfungsi Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan
bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan
infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang
disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500
mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
4. Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat
diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
2.7. Komplikasi
Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan
kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
* Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
* Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
1. Laboratorium
2. Histopatologi
3. Imunologi
* Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang
mengalami kerusakan
* Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi
2.9.1. Pengkajian
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat,
dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya
mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang
sebelumnya dialami klien.
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
- Riwayat Psikososial
b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut,
dan kesulitan menelan.
- Pola eliminasi
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan
untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.
0 = mandiri
2 = membutuhkan pengawasan
4 = ketergantungan
d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk
beraktifitas.
: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang
dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan
panas di kulitnya
: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut,
dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
4. Pemeriksaan Fisik
- Data fokus:
DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.
Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan
kulit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke
dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian
traumatic
2.9.3 Intervensi
Kriteria hasil :
- RR : 16 - 20 x/menit
- TD : 100-130/60-90 mmHg
- N : 60 – 90 x/menit
No
Intervensi
Rasional
Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi
Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi
Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
No
Intervensi
Rasional
Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
- Luka mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas dari purulent
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, bengkak, panas, fungsio lesi)
- TD : 100-130/60-90 mmHg
- N : 60 – 90 x/menit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke
dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit akibat luka.
Kriteria hasil :
No
Intervensi
Rasional
Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan penggantian cairan
dan elektrolit
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
Kriteria hasil :
No
Intervensi
Rasional
Berikan makan sedikit tapi sering hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi
Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya anoreksia.
Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian lunak/bubur
Memberikan dukungan nutrisi bila klien tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang cukup banyak peroral.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
No
Intervensi
Rasional
Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
Pembatasan aktivitas penting untuk membatasi energi yang dikeluarkan, karena energi penting untuk
membantu proses metabolisme tubuh
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)
- RR : 16 – 20 x/menit
- TD : 100-139/60-96 mmHg
- N : 60 – 100 x/menit
- Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulen dan tidak demam
No
Intervensi
Rasional
Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya infeksi
Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres luka dengan NaCl) dan bersihkan jaringan nekrotik
5
Berikan perawatan pada mata
Batasi pengunjung dan anjurkan pada keluarga/pengunjung untuk mencuci tangan sebelum kontak
langsung dengan klien
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian
traumatic
Kriteria hasil :
- Klien bicara dengan keluarga terdekat tentang situasi/ perubahan yang terjadi
No
Intervensi
Rasional
Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan. Perhatikan perilaku menarik diri
dan penggunaan penyangkalan
Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan
dalam keterbatasan
Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusu tujuan dan rencana untuk
masa depan berdasarkan realita
Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi
Mempertahankan /membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien
dan keluarga
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn. A usia 20 tahun BB= 55 Kg TB= 170 cm, dirawat di ruang rawat dengan diagnose syndrome steven
jonson. Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal, nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan
lemas. Dari pemeriksaan fisik ditemukan data di hampir seluruh tubuhnya timbul eritema dan bula. Pada
mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas, mata terdapat konjungtivis dan tampak edema
kemerahan sehingga klien sulit membuka mata. TTV = 120/80 mmHg. N= 100 x/menit, RR=24 x/menit S=
390 C. Dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dengan hasil normal. Klien dilakukan
pemasangan NGT dan IVFD NaCl. Terapi obat yang diperoleh adalah salep gliserin, Deksametason
30mg/6 jam per IV dan gentamisin 400mg/12 jam perIV.
3.1 Pengkajian
Identitas
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Probolinggo
1. Keluhan Utama :
Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal, nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan lemas.
Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit Sindrom
Stevens-Johnson
A. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda Vital
- Suhu : 39o C
- Berat Badan : 55 Kg
- Tinggi badan : 170 Kg
Pemeriksaan Penunjang
Parameter
Hasil/satuan
Nilai normal
Interpretasi
Hemoglobin
13,8 g/dl
12-14
Normal
Hematokrit
Tinggi
Terapi Obat
No
Terapi
Dosis
Salep Glisrin
Deksamethason
Gentamisin
No
Data
Etiologi
Problem
DS:
DO:
- PQRST:
P: Sesak
Q: ditusuk-tusuk
R: Di dada
S: Skala 3
Nyeri
II
DS:
DO:
- Terdapat bula
Hipertermi, Kehilangan Plasma.
III
DS:
Do:
Stomatitis ulseratif
IV
DS:
Do:
Eritema, Bula
Kerusakan Integritas Kulit
No
Tanggal
Dx
Intervensi
Rasional
Tujuan:
KH:
Diharapkan
- Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot
II
Tujuan:
KH:
Diharapkan:
- Pada pemeriksaan tanda-tanda vital normal (Tekanan darah diastolic 110-130 mmHg, sistolik 70-
90 mmHg)
- Monitor tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi, Pernafasan)
III
KH:
Diharapkan:
- Pasien mengatakan
IV
Tujuan:
KH:
Diharapkan
- Kaji Kulit Setiap hari. Catat warna, turgor sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati.
- kolaborasi pemberian obat salep gliserin, Deksametason 30mg/6 jam per IV dan gentamisin
400mg/12 jam perIV.
- Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan
intervensi tepat.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Steven Johnson syndrome menyerang seorang laki-laki dengan usia 20 tahun, pada penelitian tidak
ditemukan pada usia anak dibawah 3 tahun.
4.2.Saran
Steven Johnson syndrome adalah Katarak merupakan penyakit yang paling sering didapatkan pada usia
menua, umunya setelah usia 50 tahun ke atas. Klien dengan katarak agar lebih memperhatikan
lingkungan, tempat tinggal atau geografis agar tidak mempengaruhi terjadinya dan kecepatan
perkembangan katarak senilis.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius.
Aesculapius : Jakarta
Komentar
https://hubpages.com/health/I-Could-Have-Died-Surviving-Stevens-Johnson-Syndrome
BALAS
Posting Komentar
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari tubuh seseorang kemudian
dicangkokkan ke dalam tubuh orang lain yang mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat dan
permanen. Saat ini, transplantasi ginjal merupakan terapi pilihan pada gagal ginjal kronik stadium akhir
yang mampu memberikan kualitas hidup menjadi normal kembali. Di Indonesia sendiri, salah satu
transplantasi yang paling banyak dilakukan adalah transplantasi ginjal. Total jumlah transplantasi ginjal
yang pernah dilakukan di Indonesia dalam periode tahun 1977- 2006 adalah sebanyak 479 dimana
pelaksanaan tertinggi di RS PGI Cikini Jakarta (277 kali) transplantasi ginjal sejak tahun 1977. Di
Semarang, transplantasi ginjal telah dikerjakan sejak tahun 1985 di 2 Rumah Sakit yaitu sebanyak 58 kali
di RS Telogorejo dan sebanyak 2 kali di RSUP dr. 2 Kariadi. Peningkatan jumlah pelaksanaan transplantasi
ini mengakibatkan peningkatan jumlah permintaan organ. Sayangnya, organ yang tersedia tidak…
BACA SELENGKAPNYA
Gambar
Baking soda memang sangat efektif dalam memutihkan gigi, apalagi jika tergolong orang-orang yang
malas dalam merawat giginya . Seperti halnya malas dalam menggosok gigi dan lupa berkumur. Hal ini
akanmenyebabkan gigi menguning, apalagi untuk para perokok gigi akan dengan mudahnya berubah
warna.
Nah, memutihkan gigi dengan menggunakan baking soda adalah cara paling efektif dalam memutihkan
gigi yang tidak membutuhkan jangka waktu yang panjang.
Manfaat baking soda disini bisa memutihkan gigi yang menguning menjadikannya berkilau dan hanya
membutuhkan waktu yang relative singkat. Pada penggunaan yang benar baking soda bisa
menghilangkan plak pada gigi kita. Plak ini m…
BACA SELENGKAPNYA
Foto saya
KUNJUNGI PROFIL
Arsip
Laporkan Penyalahgunaan