Sunteți pe pagina 1din 7

PP No.

71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16,
dapat dilihat bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena
disana disebutkan bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban
pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

Namun kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu praktik yang ada adalah
dengan menggunakan basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang
masuk/keluar ke/dari kas umum negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat
1 UU 17 Tahun 2003 yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima)
tahun, artinya sampai dengan tahun 2008. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit, dimana kita memakai basis Kas Menuju Akrual
(Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas, Neraca berdasarkan basis Akrual).
Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga Laporan Keuangan Pemerintah tahun
2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang didapat pemerintah saat itu masih
menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR, dan
disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014.

Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti
dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk
pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada
yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010
terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis
Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran
II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya
berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera
diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama
masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan
kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada
pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan Lampiran
II adalah sebagai berikut:

Lampiran I

1. Laporan Anggaran (Budgetary Reports): Laporan Realisasi Anggaran, Laporan


Perubahan Saldo Anggaran Lebih
2. Laporan Keuangan (Financial Reports): Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan

Lampiran II

Laporan terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan

Dengan perbedaan jenis Laporan Keuangan yang akan dihasilkan, otomatis penjelasan
pada setiap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang terkait dengan masing-
masing Laporan Keuangan akan mengalami perubahan. Perbedaan daftar isi pada Lampiran I
dan Lampiran II adalah sebagai berikut:

Lampiran I

1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan


2. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP):

1) PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;


2) PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas;
3) PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
4) PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
5) PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
6) PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
7) PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
8) PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
9) PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
10) PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan;
11) PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian.
12) PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.

Lampiran II

1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan


2. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP):

1) PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;


2) PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran;
3) PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
4) PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
5) PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
6) PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
7) PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
8) PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
9) PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
10) PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi,
dan Peristiwa Luar Biasa;
11) PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian;

Kedua daftar isi hampir serupa karena memang kebijakan yang diambil oleh Komite
Standar Akuntansi Pemerintah saat mengembangkan Standar Akuntansi Pemerintahan
berbasis akrual ini adalah dengan beranjak dari PP 24 tahun 2005 yang kemudian dilakukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap PP 24 tahun 2005 itu sendiri. Dengan strategi ini
diharapkan pembaca PP 71 tahun 2010 nantinya tidak mengalami kebingungan atas
perubahan-perubahan tersebut karena lebih mudah memahami perubahannya dibandingkan
jika langsung beranjak dari penyesuaian atas International Public Sector of Accounting
Standards (IPSAS) yang diacu oleh KSAP.

Keseriusan Pemerintah dalam mentransformasi sistem akuntansi pemerintahan yang


selama ini menggunakan basis kas ke arah sistem double entry atau accrual based system
tercermin dengan dukungan undang-undang dan peraturan pemerintah terutama tentang SAP.
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan yang masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat
(1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan
bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum
dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu,
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.

Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 meliputi SAP


Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat
pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap
entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi
bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual.

Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai dengan
jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. Selanjutnya, setiap entitas
pelaporan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan
SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan
menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera
menerapkan SAP Berbasis Akrual.

Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan
untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna
maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang
dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh.

Secara definisi, sistem akuntansi akrual adalah suatu metode pencatatan transaksi atau
peristiwa dan pengakuan biaya (beban) berdasarkan periode terjadinya peristiwa atau
transaksi tersebut. Sedangkan menurut metode single entry atau cash basis pencatatan dan
pengakuan peristiwa dilakukan saat pembayaran dilakukan.

Dalam sistem akrual, pencatatan biaya depresiasi suatu aset dibebankan ke periode
waktu selama suatu aset tersebut digunakan berdasarkan biaya harga pembelian aset.
Sedangkan menurut sistem akuntansi berbasis kas, biaya pengadaan aset tersebut dibebankan
ke periode saat dilakukan pembayaran atas harga aset.

Isu tentang pentingnya timing dalam pengakuan / recognition suatu transaksi atau
peristiwa ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan sstem akrual,
sehingga lebih membantu dalam meningkatan akuntabilitas pengambilan keputusan. Angka-
angka akuntansi berdasarkan sistem akrual dianggap lebih informatif, membawa implikasi
yang signifikan untuk pimpinan daerah dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki.

Harus diakui bahwa sistem akuntansi berbasis kas lebih sederhana dikelola dan telah
menjadi bagian integral dari sistem pengelolaan dan akuntabilitas keuangan negara kita sejak
jaman kolonial. Namun, sistem tradisional tersebut memiliki beberapa kelemahan mendasar,
a.l. :

Tidak mampu menyajikan secara tepat jumlah penggunaan biaya total sumber daya
(full cost) yang digunakan. Contoh : Pembelian aset yang bernilai besar akan sangat
membebani pembiayaan pada tahun pembelian aset tersebut dibayar, tetapi tidak diakui
dalam bentuk biaya atas penggunaan aset tersebut pada tahun-tahun berikutnya.

Tidak dilakukan pencatatan dan pengakuan terhadap komitmen pembayaran di masa


yang akan datang. Suatu Hutang akan diakui sebagai biaya pada saat pembayaran dilakukan.
Pengontrolan lebih dititikberatkan pada biaya pembelian dibandingkan hasil yang bisa
dicapai atau outcomes yang dihasilkan atas suatu program atau pembelian aset pemerintah.
Dapat memunculkan sikap pejabat pemerintah untuk selalu membelanjakan semua anggaran
tahunan yang tersedia tanpa mengindahkan manfaat / benefit suatu program yang dilakukan.

Pengadopsian sistem akrual tidak hanya bertujuan standar dan format penyajian laporan
keuangan belaka. tetapi juga berdampak pada berubahnya sistem penyusunan anggaran. Di
samping itu, pengadopsian sistem akuntansi akrual mau tidak mau akan mempengaruhi
sistem dan pengukuran kinerja pemerintah. Dengan kata lain, akrualisasi sistem akuntansi
pemerintahan selain merubah format akuntabilitas keuangan, juga akan berdampak pada
kebijakan fiskal dan kinerja pemerintah Indonesia di masa yang akan datang.

Kesuksesan implementasi penerapan sistem akrual pada keuangan pemerintah tidak


dapat ditawar-tawar lagi, memerlukan latar belakang pendidikan dan pengalaman pegawai
pemerintah yang memadai. Di samping itu, terlaksananya sistem akrual membutuhkan staf
pemerintah yang memenuhi syarat minimal sebagai berikut :

1. Memahami alasan mengapa perlu dilakukan perubahan sistem, desain sistem, dan
pendekatan serta implikasi reformasi akuntansi akrual untuk pemerintah.
2. Memahami dan mampu melaksanakan sistem akrual pada masing-masing satuan kerja
perangkat daerah.
3. Mampu membaca dan memahami isi informasi berdasarkan sistem baru tersebut.

Dengan demikian, sistem akrual tidak hanya membutuhkan kemampuan teknis


pelaksanaan pada tingkat satuan kerja, tetapi juga perlu adanya kesadaran mental dan budaya
tentang manfaat serta tujuan daari sistem yang baru. Melihat kesiapan tenaga atau staf di
lingkungan pemerintahan dengan persyaratan tersebut di atas, agaknya masih sangat jauh dari
memadai. Salah satu pangkalnya adalah sistem rekrutment pegawai yang masih kaku,
sehingga membatasi sistem rekrutment profesional ke dalam lingkup birokrasi pemerintah.

Di samping masih minimnya jumlah akuntan di lingkungan pemerintah daerah, tingkat


rekrutmen pegawai yang berlatarbelakang pendidikan akuntansi masih relatif rendah.
Kekakuan itu juga tercermin dari sistem penerimaan CPNS yang hanya merekrut pegawai
yang baru menyelesaikan pendidikan atau perguruan tinggi sehingga tertutup kemungkinan
pemerintah memiliki pegawai bidang akuntansi yang berpengalaman dan berketrampilan
tinggi. Belum termasuk persoalan lain seperti fleksibilitas karier dan tingkat gaji yang kurang
kompetitif.

Singkatnya, pada level praktis implementasi akuntansi berbasis akrual akan sangat
memerlukan daya dukung staf yang terampil dan berpengalaman, sementara sistem
rekrutment dan pengembangan karyawan pemerintah masih kaku dengan berbagai
pembatasannya, akan memperlambat akselerasi implementasi akuntansi akrual pada
keuangan pemerintah seperti yang di kehendaki dalam Standar akuntansi Pemerintahan.

Selain itu pengembangan sistem akuntansi pemerintahan masih bersifat sentralistis dan
top-down, artinya inisiatif SAP lebih merupakan upaya Pemerintah, tekanan dari berbagai
kalangan termasuk DPR atau DPRD kepada Pemerintah sangat diperlukan dalam
mempercepat implementasi akuntansi akrual melalui kebijakan, komitmen organisasi,
maupun pimpinan birokrasi dalam masing-masing satuan kerja perangkat daerah.
DAFTAR PUSTAKA

https://christyrenata.wordpress.com/2012/03/07/akuntansi-sektor-publik-standar-akuntansi-
pemerintah/

http://inspektorat.kulonprogokab.go.id/article-1057-pp-71-tahun-2010-tentang-standar-
akuntansi-pemerintah.html

S-ar putea să vă placă și