Sunteți pe pagina 1din 7

A.

DEFINISI
Autis adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak
sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada
sejak lahir.
B. ETIOLOGI
1. Faktor genetic
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.
Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous
sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X karena
secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang
tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4.
Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X
terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu
tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat
menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH Faradz,
Ph.D, 2003)
2. Gangguan pada system saraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada
hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah
pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel
purkinye di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat
merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi
pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang
abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati. (Dr. Hardiono D.
Pusponegoro, SpA(K), 2003). Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur
dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan
pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu
fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang
mengatur emosi dan perilaku.
3. Ketidakseimbangan kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi
terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu,
tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan
pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun
2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak
yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang umur
antara 1 – 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang
adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak
ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan
pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100
anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak
(15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi
terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003).
Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal,
peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang
menurunkan persepsi nyeri dan motivasi
4. Kemungkinan lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak
seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan
kerusakan otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena
kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi
dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga
dapat menyebabkan anak menderita autisme.
C. KLASIFIKASI
1. Autisme infantil atau autisme masa anak-anak
Autisme masa anak-anak yaitu penarikan diri yang ekstrem dari lingkungan
sosialnya, gangguan dalam berkomunikasi, serta tingkah laku yang terbatas
dan berulang (strereotipik) yang muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini
3 sampai 4 kali lebih banyak pada anak lelaki daripada perempuan.
2. Asperger Syndrome (AS)
Asperger Syndrome yaitu abnormalitas yang secara kualitatif sama seperti
autisme. Dapat disebut sebagai mild autism, tanpa gangguan yang signifikan
dalam kognisi dan bahasa. Individu dengan sindrom asperger memiliki tingkat
intelegensi dan komunikasi yang lebih tinggi daripada mereka yang autis
masa anak-anak. Namun mereka kesulitan dalam interaksi sosial. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa asperger adalah bentuk lebih ringan dari
autisme.
3. Rett Syndrome
Rett Syndrome umumnya dialami anak perempuan. Muncul pada usia 7
sampai 24 bulan, dimana sebelumnya terlihat perkembangan yang normal,
kemudian diikuti dengan kemunduran berupa hilangnya kemampuan gerakan
tangan serta ketrampilan motorik yang telah terlaltih.
4. Childhood Disintegrative Disorder
Childhood Disintegrative Disorder yaitu perkembangan yang normal hingga
usia 2 sampai 10 tahun, kemudian diikuti dengan kehilangan kemampuan
yang signifikan dalam ketrampilan terlatih pada beberapa bidang
perkembangan setelah beberapa bulan gangguan berlangsung. Terjadi pula
gangguan yang khas dari fungsi sosial, komunikasi, dan perilaku. Sebagian
penderita mengalami retardasi mental yang berat.
5. Pervasive Developmental not Otherwise Specified (PDD-NOS)
Pervasive Developmental not Otherwise Specified (PDD-NOS) adalah
individu yang menampilkan perilaku autis, tetapi pada tingkat yang lebih
rendah atau baru muncul setelah usia tiga tahun atau lebih.
D. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).
Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih.
Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia
kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel
saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi
proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui
sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian
otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit,
dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian
sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan
logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang
baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh
berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic
factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene
peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk
mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati
secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan
pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel
Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di
otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang
pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan
mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer
atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi
jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi,
proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil
menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak
besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala
(bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala
mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-
agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun,
pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial
monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan
hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan
gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara
lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang
diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal
yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat
menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya
sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara,
gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial
abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes
non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih
dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak
austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang
dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang
sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada
objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa
dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
4. Kontak mata minimal atau tidak ada.
F. TERAPI PENUNJANG BAGI ANAK AUTISME
Anak autis dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
anak.Ada pun Macam-macam terapi autis diantaranya :
1. Terapi akupunktur
Metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf pada otak
hingga dapat bekerja kembali.
2. Terapi music
Lewat terapi ini, musik diharapkan memberikan getaran gelombang yang
akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak. Secara tak langsung,
itu akan turut memperbaiki kondisi fisiologis. Harapannya, fungsi indera
pendengaran menjadi hidup sekaligus merangsang kemampuan berbicara.
3. Terapi balur
Banyak yang yakin autisme disebabkan oleh tingginya zat merkuri pada
tubuh penderita. Nah, terapi balur ini bertujuan mengurangi kadar merkuri
dalam tubuh penyandang autis. Caranya, menggunakan cuka aren campur
bawang yang dilulurkan lewat kulit. Tujuannya melakukan detoksifikasi gas
merkuri.
4. Terapi perilaku
Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian dan bersosialisasi
dengan lingkungannya. Caranya dengan membuat si anak melakukan
berbagai kegiatan seperti mengambil benda yang ada di sekitarnya.
5. Terapi anggota keluarga. Orangtua harus mendampingi dan memberi
perhatian penuh pada sang anak hingga terbentuk ikatan emosional yang
kuat. Umumnya, terapi ini merupakan terapi pendukung yang wajib dilakukan
untuk semua jenis terapi lain.
6. Terapi okupasi
Teknik ini merupakan terapi autis yang penting dalam membantu melatih otot
pada penderita autis sehingga secara berangsur- angsur bisa kembali
normal.
7. Terapi visual
Terapi ini dilakukan dengan memberikan gambar- gambar yang sangat
bermanfaat terutama jika sianak tidak bisa bicara.
8. Terapi wicara
Yaitu terapi berbicara,agar bisa berbicara dengan orang lain untuk
mengurangi suatu kesulitan yang mereka rasakan saat sedang berinteraksi
dengan orang lain.

S-ar putea să vă placă și