Sunteți pe pagina 1din 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SGOT-SGPT bukan istilah baru. Meski begitu, umumnya kita hanya tahu
sepintas lalu. Belum banyak yang paham bahwa angka laboratorium kadang tak
selalu bisa dijadikan patokan baku. Kadar di atas normal tak mesti sakit. Kadar
normal pun tak selalu berarti sehat.
SGOT-SGPT adalah dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama
oleh sel-sel lever. Bila sel-sel lever rusak, misalnya pada hepatitis atau sirosis,
kadar kedua enzim ini meningkat. Karena itu, keduanya bisa memberi gambaran
adanya gangguan hati.
Gangguan hati bentuknya berjenis-jenis. Penderitanya pun tak sedikit.
Jumlah pengidap hepatitis C saja sekitar 3% dari populasi. Belum lagi hepatits A
dan B yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Apalagi jika ditambah dengan
perlemakan hati, sirosis, intoksikasi obat, fibrosis hati, dan penyakit-penyakit lain
yang namanya jarang kita dengar. Penyakit-penyakit ini umumnya ditandai
dengan peningkatan SGOT-SGPT.
Namun, kedua enzim ini tidak seratus persen dihasilkan lever. Sebagian
kecil juga diproduksi oleh sel otot, jantung, pankreas, dan ginjal. Itu sebabanya,
jika sel-sel otot mengalami kerusakan, kadar kedua enzim ini pun meningkat.
Rusaknya sel-sel otot bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya aktivitas
fisik yang berat, luka, trauma, atau bahkan kerokan. Ketika kita mendapat injeksi
intramuskular (suntik di jaringan otot), sel-sel otot pun bisa mengalami sedikit
kerusakan dan meningkatkan kadar enzim transaminase ini. Pendek kata, ada
banyak faktor yang bisa menyebabkan kenaikan SGOT-SGPT.
Dibanding SGOT, SGPT lebih spesifik menjukkan ketidakberesan sel hati
karena SGPT hanya sedikit saja diproduski oleh sel nonlever. Biasanya, faktor
nonlever tidak menaikkan SGOT-SGPT secara drastis. Umumnya, tidak sampai
seratus persen di atas BAN. Misalnya, jika BAN kadar SGPT adalah 65 unit/liter
(u/l), kenaikan akibat bermain bola lazimnya tak sampai dua kali lipat.
Jika kadarnya melampaui dua kali lipat, ini adalah lampu merah yang
harus diwaspadai. Jangan sakit hati jika dokter curiga kita sakit hati.
BAN bisa saja berbeda antarlaboratorium. Jika Anda pernah tes darah di
dua laboratorium yang beda, dan mendapatkan BAN yang berbeda, Anda tak
perlu heran.
“Batas atas normal tergantung dari reagen dan alat yang digunakan,” jelas
Rino. Di rumah sakit tertentu, BAN kadar SGPT bisa 40 u/l, tapi di klinik lain
bisa 65 u/l. Ini hanya masalah teknis pemeriksaan. Itu sebabnya, kita tak bisa
mengatakan tinggi rendahnya SGOT-SGPT dari angka absolut, tetapi dari nilai
relatif (dibandingkan dengan BAN).

A. SGOT (Serum Glutamik Oksoloasetik Transaminase)


Merupakan enzim transaminase, yang berada pada serum dan jaringan
terutama hati dan jantung. Pelepasan SGOT yang tinggi dalam serum
menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan jantung dan hati.
Nilai normal :
Pria s.d.37 U/L
Wanita s.d. 31 U/L
SGOT normalnya ditemukan dalam suatu keanekaragaman dari
jaringan termasuk hati, jantung, otot, ginjal, dan otak. Ia dilepaskan kedalam
serum ketika satu saja dari jaringan-jaringan ini rusak. Contohnya, tingkatnya
didalam serum naik dengan serangan-serangan jantung dan dengan kelainan-
kelainan otot. Ia oleh karenanya bukan suatu indikator yang sangat spesifik
dari luka hati.

B. SGPT (Serum Glutamik Pyruvik Transaminase)


Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada
dalam jaringan tubuh terutama hati. Peningkatan dalam serum darah
menunjukkan adanya trauma atau kerusakan hati.
Nilai normal :
Pria sampai dengan 42 U/L
Wanita sampai dengan 32 U/L
SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan
enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis
destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot
jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih
tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan
pada proses kronis didapat sebaliknya. SGPT (juga dikenal sebagai ALT)
adalah enzim yang dipakai oleh hati dalam pekerjaannya. Biasanya enzim ini
ditahan dalam hati, tetapi bila hati menjadi rusak karena hepatitis, semakin
banyak enzim ini dapat masuk ke aliran darah. Tingkat enzim ini dalam darah
dapat diukur, dan tingkatnya menunjukkan tingkat kerusakan pada hati.

C. Mekanisme Kerusakan Hati


Sebagaimana organ lain, lever punya mekanisme pertahanan diri.
Ketika diserang virus, ia berusaha melawannya. Jika kalah, ia punya dua
pilihan: berjuang sampai akhir hayat atau bunuh diri.
Pada hepatits A dan B, lever mengambil pilihan pertama, berjuang
sampai mati. Begitu sel-sel lever mati. Dindingnya jebol, dan akhirnya lever
mengalami radang. Kondisi ini menyebabkan naiknya kadar SGOT-SGPT di
dalam darah. Karena kadarnya meningkat, dokter lebih mudah mendiagnosis.
Tapi pada hepatitis C, urusannya lebih kompleks. Tak semua sel lever
merespons kekalahan dengan tetap berjuang sampai mati. Sebagian yang lain
bunuh diri secara terencana. Dalam istilah dokter, ini disebut apotosis
(programmed cell death).
Acara bunuh diri ini bukan tanpa tujuan. Dengan bunuh diri, sel-sel
lever berusaha “membunuh” virus secara tidak langsung. Salah satu
kelemahan virus adalah mereka tidak punya mekanisme sendiri dalam
berkembang biak. Mereka beranak pinak dengan cara memenfaatkan
mekanisme hidup sel mahluk hidup lainnya. Dalam kasus hepatitis, sel yang
ditumpangi adalah sel-sel lever. Dengan bunuh diri, sel lever berusaha
membuat virus tak bisa berkembang biak.
Karena bunuh diri, sel-sel lever tidak pecah, tapi menciut. Yang terjadi
selanjutnya bukan proses peradangan, tapi pengerutan. Karena lever tak
meradang, kadar SGPT pun tak terpengaruh. Inilah yang menyebabkan
penderita hepatitis C bisa memiliki kadar SGPT normal, meskipun sebenarnya
ia telah menderita penyakit kronis. Ini pula yang membuat dokter harus
berulang-ulang membetulkan letak kaca mata karena sulit menegakkan
diagnosis.

D. Aminotransferase-Aminotransferase Secara Normal


ALT (SGPT), berlawanan dengannya, normalnya ditemukan sebagian
besar di hati. Ini bukan dikatakan bahwa ia berlokasi secara eksklusif dalam
hati namun bahwa ia ada dimana ia paling terkonsentrasi. Ia dilepas kedalam
aliran darah sebagai akibat dari luka hati. Ia oleh karenanya melayani sebagai
suatu indikator yang cukup spesifik dari keadaan (status) hati.
AST (SGOT) normalnya ditemukan dalam suatu keanekaragaman dari
jaringan termasuk hati, jantung, otot, ginjal, dan otak. Ia dilepaskan kedalam
serum ketika satu saja dari jaringan-jaringan ini rusak. Contohnya, tingkatnya
didalam serum naik dengan serangan-serangan jantung dan dengan kelainan-
kelainan otot. Ia oleh karenanya bukan suatu indikator yang sangat spesifik
dari luka hati.

E. SGOT-SGPT dari Sisi Tradisional


Sudah menjadi kelaziman di masyarakat kita untuk menurunkan
SGOT-SGPT dengan cara minum jamu. Ini masalah dilematik. Di satu sisi,
pasien berhak minum jamu atas kehendak sendiri. Tapi di sisi lain, jamu bisa
mengganggu interpretasi dokter dalam menegakkan diagnosis.
Jamu-jamu tertentu memang terbukti bisa menurunkan kadar SGOT-
SGPT. Jika kenaikan SGOT-SGPT hanya bersifat sementara, minum jamu tak
akan menimbulkan masalah. Problem akan muncul jika kenaikan SGOT-
SGPT memang disebabkan oleh penyakit lever yang masih malu-malu untuk
membuka identitas.
Dalam keadaan ini, jamu bisa menimbukan efek masking. SGOT-
SGPT turun, tapi sebetulnya proses perusakan lever terus terjadi.
Bila kadar SGOT-SGPT turun, dokter mungkin akan menganggap
pasien sehat-sehat saja. Padahal, mungkin saja ia telah menderita penyakit
kronis. Akibatnya, pasien tidak mendapat terapi yang diperlukan. Dengan kata
lain, ini justru akan merugikan pasien sendiri.
Sebagai jalan tengah, disarankan agar pasien memberi tahu dokter
ketika minum jamu. Dengan begitu, proses diagnosis tak terganggu. Selain itu,
Rino juga menyarankan agar pasien mengurangi aktivitas fisik yang berat.
Jika ada undangan bermain futsal, misalnya, lupakan saja untuk sementara.
Biasanya, beratnya kerusakan digambarkan dengan berapa kali di atas
normal. Contohnya, bila SGPT Anda 80, berarti SGPT Anda sedikit di atas
dau kali (2x) normal. Kalau 120, berarti 3x atas normal. Biasanya, tingkat
SGPT/SGOT dianggap masalah bila 3x atau lebih di atas normal, tetapi juga
harus dilihat gejala lain. Kalau SGPT agak tinggi (tergantung keadaan; bisa 5x
atau lebih), tetapi tidak ada gejala lain, dokter biasa hanya akan memantau
lebih berhati-hati.
Suatu langkah awal dalam mendeteksi kerusakan hati adalah suatu tes
darah sederhana untuk menentukan kehadiran dari enzim-enzim hati tertentu
dalam darah. Dibawah keadaan-keadaan normal, enzim-enzim ini berada
dalam sel-sel hati. Namun ketika hati luka, enzim-enzim ini ditumpahkan
keluar kedalam aliran darah.
Diantara yang paling sensitif dan digunakan secara luas dari enzim-
enzim hati ini adalah aminotransferase-aminotransferase. Mereka meliputi
aspartate aminotransferase (AST atau SGOT) dan alanine aminotransferase
(ALT atau SGPT). Enzim-enzim ini biasanya terkandung dalam sel-sel hati.
Jika hati terluka, sel-sel hati menumpahkan enzim-enzim kedalam darah,
menaikan tingkat-tingkat enzim dalam darah dan menandai kerusakan hati.
Aminotransferase-aminotransferase mengkatalisasi reaksi-reaksi kimia
dalam sel-sel dimana suatu kelompok amino ditransfer dari suatu molekul
donor ke suatu molekul penerima. Makanya, namanya "aminotransferases".
Istilah-istilah medis adakalaya dapat membingungkan, seperti dengan
kasus enzim-enzim ini. Nama lain untuk aminotransferase adalah
transaminase. Enzim aspartate aminotransferase (AST) juga dikenal sebagai
serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT); dan alanine
aminotransferase (ALT) juga dikenal sebagai serum glutamic pyruvic
transaminase (SGPT). Untuk menyederhanakannya, AST = SGOT dan ALT =
SGPT. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis.

F. Tes Laboratorium untuk Mengetahui Fungsi Hati


Pemeriksaan enzim yang sering dilakukan untuk mengetahui kelainan
hati adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT (Serum Glutamic Pirivuc
Transaminase dan Serum Glutamic Oksalat Transaminase). Pemeriksaan
SGPT lebih spesifik untuk mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT
dalam hati lebih banyak daripada SGOT. Tes fungsi hati yang umum adalah
AST (aspartate transaminase), yang di Indonesia lebih sering disebut sebagai
SGOT (serum glutamic-oxaloacetic transaminase), dan ALT (alanine
transaminase) yang biasanya di Indonesia disebut sebagai SGPT (serum
glutamic-pyruvic transaminase). SGOT dan SGPT akan menunjukkan jika
terjadi kerusakan atau radang pada jaringan hati. SGPT lebih spesifik terhadap
kerusakan hati dibanding SGOT. Adalah hal yang biasa bila terjadi sedikit
peningkatan (hingga dua kali angka normal) kadar SGOT dan SGPT. Namun,
kadar SGOT dan SGPT lebih dari dua kali angka normal, umumnya dianggap
bermakna dan membutuhkan pemeriksaan lebih jauh. Alkaline phosphatase
adalah tes lain yang mungkin dilakukan jika ada perhatian mengenai hati, dan
dapat menunjukkan sumbatan dalam sistem saluran pembuangan dari empedu.
LDH (lactic acid dehydrogenase) adalah enzim non-spesifik yang dapat
meningkat bila hati rusak.
GGT (gamma glutamyl transferase) adalah enzim yang kadarnya
diukur untuk skrining penyakit hati dan untuk memantau sirosis (pengerasan
atau parut/sikatrik pada hati, terutama akibat kecanduan alkohol). Ini juga
bermanfaat untuk mendiagnosis sumbatan pada saluran yang mengalirkan
cairan empedu dari hati ke usus. Tes virus hepatitis (A, B, C dan D) dapat
dilakukan untuk menyingkirkan infeksi virus. Tes ini mencari virus dan
antibodi dalam darah. Sementara tes laboratorium melihat apa yang terjadi
dalam sel, tes pemotretan digunakan untuk melihat anatomi organ.
Ultrasonografi (memotret dengan memakai getaran bunyi di atas batas
pendengaran manusia) sering kali digunakan untuk mencari batu empedu dan
radang hati dan kantung empedu. Ini juga dapat mendeteksi gumpalan yang
mungkin ada dalam atau di sekitar hati. Demikian pula, CT (computerized
tomography) memberikan gambaran di dalam tubuh.
Kejadian hepatitis akut ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT
10-20 kali dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT dan
SGOT normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis kronis kadar SGPT
meningkat 5-10 kali dari normal.
1. Tes Enzim Hati
Tingkat enzim hati – yang disebut SGPT dan SGOT (atau ALT dan
AST di daerah lain) – diukur dengan tes enzim hati, yang sering disebut
sebagai tes fungsi hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan
bahwa hati tidak berfungsi semestinya, dan mungkin ada risiko kerusakan
permanen pada hati. Selama infeksi hepatitis B akut, tingkat enzim hati
dapat tinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan masalah
jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis, enzim ini, terutama
SGPT, dapat menjadi lebih tinggi, secara berkala atau terus-menerus, dan
hal ini menunjukkan risiko kerusakan hati jangka panjang.

G. Aneka macam hasil tes faal hati yang terganggu.


Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang
sistemik yang bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai
dengan demam tinggi, myalgia, nausea, asthenia dan sebagainya. Disini faal
hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta ∂-GT antara 3-5X
nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama
dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat.
Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis.
Faal hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang
dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10
mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal. ∂-GT
dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada
hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih
normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin globulin
dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang.
Tes faal hati pada sumbatan saluran empedu. Bilirubin direct/indirect
dapat tinggi sekali (>20 mg%), terutama bila sumbatan sudah cukup lama.
Peningkatan SGOT dan SGPT biasanya tidak terlalu tinggi, sekitar kurang
dari 4 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat sekali dapat lebih
dari 5 kali nilai normal. Kolesterol juga meningkat.
Tes faal hati pada perlemakan hati (fatty liver). Albumin/globulin dan
Bilirubin biasanya masih normal. SGOT dan SGPT meningkat sekitar 2
sampai 3 kali nilai normal demikian juga ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat
sekitar ½ sampai 1 kali dari nilai normal . Kadar triglyserida dan kolesterol
juga terlihat meninggi. Kelainan ini sering pada wanita dengan usia
muda/pertengahan, gemuk dan biasanya tidak ada keluhan atau mengeluh
adanya perasaan tak nyaman pada perut bagian kanan atas. Pada kasus
perlemakan hati yang primer maka semua pertanda hepatitis C harus negatif.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Martindale The Extra Pharmacopoeia, Ed 30th, The Pharmaceutical


Press, London, 1993.
Anonim, MIMS Petunjuk Konsultasi, PT. InfoMaster Lisensi CMP Medica, 2005:
84-87.
Dipiro, Joseph T., Gastrointestinal Disorders, hal 195-246. Hayes C. Peter,
Mackay, Thomas W., Buku Saku Diagnosis dan Terapi, cetakan I, EGC,
Jakarta, 1997: 165-184.

S-ar putea să vă placă și