Sunteți pe pagina 1din 26

LAPORAN KASUS

G1P0A0 Hamil 40 Minggu dengan Miopia

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi

Di RSUD AMBARAWA

Pembimbing :

dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG

Disusun Oleh :

Tri Hartanto

1620221170

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RSUD AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

G1P0A0 Hamil 40 Minggu dengan Miopia

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Di RSUD AMBARAWA

Disusun Oleh :

Tri Hartanto

1620221170

Telah disetujui oleh Pembimbing,

dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG


Tanggal : November 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini selesai pada waktunya.
Makalah dengan topik G1P0A0 Hamil 40 Minggu dengan Miopia ini diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.

Penyusunan referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dan dr. Adi Racmanadi, Sp.OG selaku
pembimbing serta kepada teman-teman di kepaniteraan klinik Obsteri dan
Ginekologi atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa, November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Selama kehamilan sejumlah besar wanita mengalami perubahan dalam


organ tubuhnya misalnya pada kedua mata (okular), perubahan sistemik terkait
hormonal, metabolisme, hematologik, sistem kardiovaskular dan sistem
imunologi.1
Pada proses kehamilan akan banyak terjadi perubahan fisiologis pada
seluruh tubuh, salah satunya mata. Kehamilan sering dikaitkan dengan perubahan
okular yang mungkin lebih sering bersifat sementara, tetapi juga bisa permanen.
Hal ini mungkin terkait dengan perkembangan dari kondisi-kondisi okular yang
baru, atau kondisi okular yang sudah ada sebelum kehamilan.2
Efek okular kehamilan mungkin fisiologis atau patologis atau mungkin
modifikasi dari kondisi sebelumnya. Perubahan segmen anterior termasuk
penurunan aliran kapiler daerah konjungtiva dan peningkatan granularitas
konjungtiva terjadi pada venula dan kelengkungan kornea, perubahan ketebalan
kornea, indeks bias, akomodasi dan bias kesalahan, dan penurunan tekanan
intraokular.1,2
Perubahan segmen posterior termasuk memburuknya retinopati, Pusat
serous korioretinopati, peningkatan risiko perifer terjadinya distrofi
vitreokorioretinal dan pelepasan retina, dan efek yang menguntungkan pada non
menular uveitis. Efek okular pada kehamilan dapat dibagi menjadi perubahan
fisiologis, kondisi patologis atau modifikasi dari kondisi yang sudah ada 1,2
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kehamilan dan miopia. Insidennya menurun selama kehamilan dan kembali
normal setelah melahirkan. Kehilangan akomodasi terjadi selama dan setelah
kehamilan. Mekanisme yang mungkin terkait dengan perubahan hormon seperti
tingkat progesteron yang rendah. Namun, pada trimester ketiga, peningkatan
estrogen dan progesteron sering mengakibatkan penurunan visus dan perubahan
refraksi.3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. ES
Tanggal Lahir : 16 Januari 1993
Umur : 25 tahun 10 bulan 0 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Candirejo Permai 5/6 Jombor Tuntang
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta
Status : Menikah
Masuk RS : 16 November 2018

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan pasien di Ruang Bougenvil RSUD
Ambarawa tanggal 16 November 2018 pukul 13.00 WIB.
1. Keluhan utama : keluar darah dari jalan lahir 12 jam SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G1P0A0 usia kehamilan 40 minggu datang ke Instalasi Gawat
Darurat RSUD Ambarawa pada tanggal 16 November 2018, jam 16.00 WIB
dengan keluhan keluar darah sejak pukul 04.00 WIB darah berserta lendir, pasien
juga merasa Kencang-kencang dirasakan hilang timbul sampai saat ini ±3x/10
menit selama ±30’ arah nya dari perut atas menjalar sampai ke pinggang. Ibu
merasa gerakan janin masih aktif bergerak, dominan sebelah kanan. Tidak
merasakan adanya gerakan lain ditempat lain. Keluhan keluar rembesan cairan
dari jalan lahir (-), pasien mengaku sudah menggunakan kaca mata minus sejak
SMP dengan ukuran minus 2 untuk mata kanan dan kiri. Pasien terakhir kali
memeriksakan matanya 2 tahun yang lalu dan saat ini pasien merasa nyaman
dengan ukuran -5.00 untuk mata kanan dan kiri. Pasien tidak pernah
memeriksakan lagi mata minusnya ke doker mata selama kehamilan. BAB (+),
BAK(+), Mual (-),muntah (-), pusing (-).

HPHT : 04 Februari 2018


HPL : 11 November 2018

3. Riwayat Haid
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28-30 hari (setelah sakit ini 14 hari)
c. Lama haid : 5-7 hari
4. Riwayat Perkawinan
Merupakan pernikahan Pertama .
5. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
6. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Hipertensi : (-) f. TB paru : (-)
b. Penyakit Jantung : (-) g. Asma : (-)
c. Asam Urat : (-) h. Alergi : (-)
d. Hepatitis : (-) i. Riwayat Operasi : (-)
e. Kolesterol : (-)
7. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat kencing manis : disangkal
c. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
d. Riwayat jantung : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Ny. ES seorang wiraswasta, memiliki anak satu, biaya perawatan
ditanggung Umum.
9. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
c. Riwayat konsumsi obat – obatan : disangkal

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 16 November 2018 pukul 13.10 WIB
di Ruang Bougenvil RSUD Ambarawa.
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : 15
4. Vital sign
B. Tensi : 120/80 mmHg
C. Nadi : 99 x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup.
D. Nafas : 20 x/menit
E. Suhu : 36.7 o C
5. Status Interna
Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala : Mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)
Rambut : Warna hitam, mudah rontok (-), distribusi merata
Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
Konjunctiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm kanan = kiri
Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),
rinore (-/-)
Pemeriksaan Mulut : Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibirkering
(-), lidah kotor (-), tremor (-), ikterik (-),
sariawan (-)
Pemeriksaan Leher
Trakea : Deviasi trakea (-)
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
Kel. Limfonodi : Tidak membesar, nyeri tekan (-)
JVP : Normal, 5+2 cmH2O
a. Thorax
1) Cor

Inspeksi : ictus cordis terlihat di SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS,

tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung

kanan atas : SIC II LPSD

kiri atas : SIC II LPSS

kanan bawah : SIC IV LPSD

kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-), gallop (-)

2) Pulmo
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/-
Ronki basah kasar -/-
Wheezing -/-
b. Abdomen
1) I : Cembung, striae gravidarum (+), linea alba (+), bekas sc (-)
2) A: Bising usus (+) normal
3) P : Timpani di semua kuadran abdomen, shiftingdullness (-)
4) P : NT hipokondrik & epigastrium (-)
c. Genitalia : Air ketuban (+), lendir (+), darah (-)
d. Ekstremitas Sup-Inf
1) Akral hangat : +/+ +/+
2) Udem : -/- -/-
3) Varises : -/- -/-
4) CRT : <2 detik
6. Status Obstetri
a. Pemeriksaaan luar :
a) Pemeriksaan Leopold
 Leopold I : Teraba bagian janin bulat, lunak (kesan bokong)
TFU 31 cm Tafsiran berat janin 2945 gram
 Leopold II : Teraba tahanan besar memanjang sebelah
kiri(kesan punggung), teraba tahanan kecil – kecil sebelah
kanan (kesan ekstermitas).
 Leopold III : Teraba bulat, keras, Kesan kepala.
 Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul
b) His : +

1) Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan
bawah umbilikus dengan frekuensi 144 x/menit
b. Pemeriksaan dalam (VT) :
1) Portio : tebal, lunak, pembukaan 3 cm
2) Kulit ketuban : +
3) Penurunan : Hodge 1
4) Lendir/darah : +/+
7. Status Ginekologi
Pemeriksaan status ginekologi tidak dilakukan.
D. Pemeriksaan Penunjang
31/10/18
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.9 (L) 11,7 – 15,5 g/dL
Leukosit 13.5 (H) 3,6 – 11,0 ribu
Eritrosit 5.21 (H) 3,8 – 5,2 juta
Hematokrit 35.1 35-47 %
Trombosit 274 35 – 47 %
MCV 67.4(L) 82 – 98 fL
MCH 20.9(L) 27 – 32 pg
MCHC 30.3(L) 32 – 37 g/dL
RDW 15.6 10 – 16 %
MPV 8.76 7 – 11 Mikro m3
Limfosit 1.20 1,0 – 4,5 103/mikro
Monosit 0.429 0,2 – 1,0 103/mikro
Eosinofil 0.005 (L) 0.04 - 0.8 103/mikro
Basofil 0.054 0 – 0.2 103/mikro
Neutrofil 11.8 (H) 1.8 – 7.5 103/mikro
Limfosit % 0 (L) 25 – 40 %
Monosit % 3.17 2–8%
Eosinofil % 0.040 (L) 2–4%
Basofil % 0.403 0–1%
Neutrofil % 87.5 (H) 50 – 70 %
PCT 0.240 0,2 – 0,5 %
PDW 20.1(H) 10-18 %
PTT 8.4 (L) 9.3-11.4 %
INR 0.81
APTT 30.1 24.5-32.8 dtk
Gol. Darah AB
KIMIA KLINIK
GDS 85 74-106 mg/dL
SGOT 19 0-35U/L
SGPT 12 0-35U/L
UREUM 13.9 10-50 IU/L
Kreatinin 0,53 0.45-0.75 mg/dL
SEROLOGI
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif

E. Diagnosis Kerja
G1P0A0 Hamil 40 Minggu dengan Miopia
F. Resume
Ny. ES datang pukul 12.00 WIB tanggal 16 November 2018. Pasiem
mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir, darah disertai dengan lender dan
kenceng kenceng, Kencang-kencang dirasakan hilang timbul sampai saat ini
±3x/10 menit selama ±30’ arah nya dari perut atas menjalar sampai ke pinggang,
Keluhan keluar rembesan cairan dari jalan lahir (-), pasien mengatakan saat ini
menggunakan kacamata dengan ukuran -5.00 pada kedua matanya, selama
kehamilan pasien tidak pernah konsultasi ke dokter mata, BAB (+), BAK(+),
Mual (-),muntah (-), pusing (-).

G. Daftar Masalah
Masalah Aktif Masalah Pasif
1. In partu -
2. Myopia

H. Inisial Plan
1. Diagnosis kerja
G1P0A0 Hamil 40 Minggu primigravida, janin tunggal, hidup,
intrauterin, letak kepala, belum masuk pintu atas panggul, punggung kiri, in
partu kala I fase laten, dengan Miopia.
2. Terapi
A. IVFD RL 20 tpm
B. Persiapan tindakan section caesar di IBS
3. Edukasi
A. Memberitahu ibu tentang kondisi
B. Menjelaskan pengobatan dan komplikasi penyakit
I. Prognosis
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad sanationam : ad bonam
3. Quo ad fungsionam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina
oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami miopia atau
nearsighted. Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang berarti
menutup mata. Miopia adalah anomali refraksi pada mata di mana bayangan
difokuskan di depan retina, ketika mata dalam kondisi tidak berakomodasi.5,6
Hal ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif di mana cahaya
yang sejajar dari suatu obyek yang masuk pada mata akan jatuh di depan
retina namun tidak disertai akomodasi. Miopia merupakan manifestasi
kekaburan ketika melihat jauh, istilah lainnya adalah nearsightedness.5,6
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar
yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan
retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti
karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar
tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk
lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi
adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.6

B. Epidemiologi

Miopia merupakan kelainan refraksi yang paling banyak di seluruh


dunia dengan berbagai variasi yang tersebar luas serta frekuensi yang
meningkat disertai komplikasi atau memberatnya gejala.8 Sekitar lima juta
penduduk Inggris menderita gangguan refraksi dan 200.000 diantaranya
menderita miopia tinggi. Pada beberapa orang miopia dapat berkomplikasi
menjadi ablasio retina.6

Prevalensi dari miopia rata-rata berkisar dari 17-25% dari populasi


secara keseluruhan. Hal yang berbeda didapatkan pada ras yang berbeda.
Populasi ras Asia lebih tinggi berkisar 40% hingga 80% pada suatu
populasi.6,8,9 Prevalensi miopia bervariasi antar negara dan etnis, tampak
memiliki predileksi lebih tinggi pada keturunan Cina, Yahudi, dan Jepang.
Angka kejadiannya 2 kali lipat pada perempuan dibanding laki-laki.
Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari kelainan ini. Sekitar 148 juta atau
51% penduduk di Amerika Serikat mengalami gangguan refraksi, dengan
pengguna lensa kontak mencapai 34 juta orang.12

Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan


usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% usia 5-7
tahun, 8% usia 8-10 tahun, 14% usia 11-12 tahun, dan 25% usia 12-17 tahun.
Studi nasional Taiwan menemukan sebanyak 12% usia 6 tahun, dan 84 % usia
16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura, Jepang, dan di
beberapa negara Asia.8,9

Di Jepang diperkirakan lebih satu juta penduduk mengalami gangguan


penglihatan yang terkait dengan miopia tinggi. Selain mengganggu
penglihatan, miopia juga membebani ekonomi. Di AS, biaya terapi miopia
mencapai US$ 250 juta/tahun. Prevalensi miopia simpel maupun patologis
meningkat tiap tahun. Karena tidak ada terapi yang dapat menormalkan
perubahan struktural pada miopia patologis, pencegahan miopia telah lama
menjadi tujuan penelitian para ahli.8,9

Wanita dengan miopia diatas -4 memiliki risiko yang lebih besar


untuk mengalami ablasio retina saat persalinan. Ablasio retina disebabkan
tekanan pada retina mata saat proses mengedan jika mengedan terlalu
keras.10

Insiden ablasio retina adalah 1 dari 15.000 orang, dengan insiden


pertahun rata-rata 1 dari 10.000 atau sekitar 1 dari 300 dari populasi pernah
mengalaminya. Sumber lain mengatakan bahwa insidennya sekitar 12,5 kasus
per 100.000 orang pertahun atau 28.000 kasus pertahun di Amerika Serikat.8
C. Etiologi dan Patogenesis

Etiologi dan patogenesis pada miopia secara umum tidak diketahui


secara pasti dan banyak faktor memegang peranan penting dari waktu ke
waktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan,
lapisan okular kongestif, kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan
disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi menyatakan
bahwa miopia ditentukan secara genetik.6
Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam
faktor lingkungan sebelum hamil, saat hamil dan setelah melahirkan telah
didapatkan untuk operasi penyebab myopia.6 Namun beberapa penelitian
wanita hamil dengan miopia ada kaitannya dengan efek hormonal. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa hormon androgen, estrogen, dan atau
reseptor progesteron yang terdapat di jaringan okular seperti kelenjar
lakrimal, kelenjar meibom, konjungtiva, kornea, iris atau badan siliaris, lensa,
retina atau uvea.11
Selama kehamilan peningkatan risiko miopia atau mengarah ke
keadaan miopia biasanya terjadi. Namun keadaan sebaliknya berkebalikan
saat melahirkan atau tahap menyusui. Adanya estrogen reseptor telah
diajukan sebagai penyebab perubahan fisiologi pada kornea dan lensa selama
kehamilan. Selain itu juga menjadi pemicu terjadinya keadaan miopia yang
memburuk dan penurunan akomodasi.11
Kornea menjadi menebal antara 1 dan 16 µm disertai edematosa
sekunder terhadap resistensi cairan dalam kehamilan. Terdapat bukti bahwa
selama kehamilan kornea menebal dan terjadi pengeluaran cairan pada stroma
yang dikaitkan dengan aktivasi dari reseptor estrogen dan juga karena
peningkatan hormonal yang menyebabkan elastisitas dan biomekanikal dari
jaringan kornea.11,12
Kesepakatan umum bahwa terjadinya miopia disebabkan oleh
pertambahan lengkungan lensa, di mana perubahan refraktif berkembang
seiring dengan perubahan lengkungan kornea ataupun ketebalannya11,12
Penelitian lain juga mengemukakan bahwa seseorang yang hamil dengan
riwayat gangguan refraktif sebelumnya maka akan memperburuk fungsi
refraktif pada pertengahan usia kehamilan.
Patologi okular telah dianggap sebagai hal yang penting dalam
menentukan metode persalinan. Miopia dan faktor risiko untuk pelepasan
retina (retinal detachment) jarang digunakan sebagai indikasi dilakukan
seksio sesarea sebelumnya. 11,12
Miopia merupakan gangguan refraksi dengan -6 D diklasifikasikan
sebagai miopia tinggi dan di sisi lain juga sebagai miopia patologis dengan
komplikasi seperti katarak, glaukoma, makula degeneratif, dan pelepasan
retina (retinal detachment) yang dapat memicu kebutaan. 11,12
Selama kehamilan, berbagai perubahan fisiologi terjadi pada tubuh
akibat dari perubahan hormonal yang berasal dari plasenta. Adanya plasenta
ini menyebabkan perubahan baik secara sistemik maupun lokal termasuk
pada mata. Ketajaman mata rata-rata berkurang dari trimester pertama hingga
trimester terakhir. Pada keadaan setelah persalinan, ketajaman penglihatan
akan kembali seperti sebelum kehamilan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pizzarel, melaporkan bahwa seseorang yang menderita miopia
gejala yang timbul semakin memburuk selama kehamilan dibanding dengan
yang tidak menderita miopia.12
Perubahan pada ketajaman mata dan gangguan refraksi ini dianggap
berkaitan dengan peningkatan kadar estrogen. Estrogen merupakan hormon
yang bersifat menahan cairan. Selain itu, selama hamil terjadi peningkatan
sekresi aldosteron dan mencapai puncaknya pada akhir kehamilan.12
Oleh karena pengaruh dari estrogen menyebabkan reabsorbsi
natrium berlebih dari tubulus renalis dan terjadi tahanan cairan maka volume
darah ibu meningkat hingga 30% di atas normal. Selain itu, sum-sum tulang
meningkat aktif dan memproduksi sel darah merah seiring dengan
peningkatan volume cairan.11,12
Kornea juga mengalami edema yang dikaitkan dengan retensi cairan
dari jaringan okular. Hal ini akan memicu penurunan sensitivitas kornea ibu
hamil, yang dapat menyebabkan masalah misalnya trauma hingga terjadi
iritasi pada mata.11,12
Peningkatan cairan pada mata dapat berakibat terjadinya miopia
yang bersifat sementara, akibatnya lengkungan kornea menjadi tajam,
sehingga sinar yang datang jatuh di depan retina yang disebut dengan keadaan
“Miopia” yang mengakibatkan perubahan ketajaman penglihatan.12
Hormon steroid seperti estrogen dan dehidroepiandrosteron (DHEA,
termasuk kelompok hormon androgen) berfungsi dalam mengatur MMPs (
Matriks Metalloproteinase). Pada percobaan tikus dan sel manusia, estrogen
mampu meningkatkan pengaturan MMP-2 dan/atau MMP-9. Peningkatan
aktivitas dari MMP-2 mempengaruhi perkembangan terjadinya miopia.12

D. Klasifikasi Miopia

Miopia dapat disebabkan oleh panjang bola mata antero-posterior yang terlalu

besar atau kekuatan pembiasan pada media refraksi terlalu kuat.5,10

Dikenal dua bentuk miopia, yaitu:5

1. Miopia refraktif, yang disebabkan oleh pertambahan indeks bias atau


kekuatan pembiasan pada media penglihatan.
2. Miopia aksial, yang disebabkan oleh pertambahan panjang sumbu
anteroposterior mata.

Menurut derajat beratnya, miopia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:5,6

1. Miopia ringan, dengan ukuran lebih kecil dari 3 dioptri.


2. Miopia sedang, dengan ukuran antara 3-6 dioptri.
3. Miopia berat, dengan ukuran lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut perjalanannya, miopia dikenal dalam 3 bentuk:5,6

1. Miopia stasioner/simpleks, miopia yang menetap setelah dewasa.


2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa karena
pertambahan panjang bola mata.
3. Miopia maligna/progresif/degeneratif/patologik, miopia yang berjalan
secara progresif, dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan.

Miopia degeneratif atau miopia maligna apabila miopia lebih dari 6


dioptri disertai kelainan pada fundus okuli (penipisan epitel pigmen
retina dan koroid) dan panjangnya bola mata (umumnya > 26,5 cm).

Tabel 1. Klasifikasi Miopia5,6

E. Gejala Klinis
Gejala klinis terdiri atas :5,10
Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi )
d. Astenovergens yakni titik mata tidak berakomodasi tetapi berkonvergensi
sangat kuat, gejalanya seperti lekas lelah, silau, dan pusing.
Gejala objektif miopia antara lain:5,10
1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak
menonjol.
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar
papil saraf optik.
2. Miopia patologik : 5,10
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa
pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters atau
luapan, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasio badan kaca yang dianggap belum
jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
c) Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal.
Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang
tidak teratur.

Gambar 4. Miopia cresent


d) Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
e) Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
f) Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus trigroid.5,10

Gambar 5. Fundus Trigroid


F. Diagnosis

Diagnosis suatu miopia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan


pemeriksaan penunjang. 5,6,10

a. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan berdasarkan riwayat sebelumnya, keluhan
utama pasien, serta perjalanan penyakitnya, riwayat keluarga, penggunaan obat-
obatan, pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal.5,6
- Miopia simpleks, keluhan dan gejala yang paling sering hanya pandangan
kabur. Hal yang penting ditanyakan adalah apakah keluhan kabur itu bersifat
menetap atau hanya sementara. Pada miopia simpleks, pandangan kabur
bersifat sementara.
- Miopia nokturnal, gejala dan keluhan berupa pandangan kabur pada saat di
tempat yang gelap atau kurang cahaya misalnya di malam hari. Pasien
biasanya mengeluhkan sulit melihat jalanan ketika sedang mengemudi.
- Pseudomiopia, pandangan kabur hanya bersifat sementara, tidak permanen
- Miopia degeneratif, pada jenis ini pandangan kabur oleh karena derajat dari
miopia yang khas dan berarti. Pada pasien ini dilakukan pengoreksian alat
bantu berupa kacamata dengan koreksi yang tinggi.
- Miopia terinduksi, miopia yang timbul akibat suatu induksi atau ada
penyebabnya. Pupil akan berkonstriksi ketika terpapar oleh suatu agen
induksi misalnya obat-obat agonis kolinergik.5,6
b. Pemeriksaan fisis dan penunjang
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara
umum atau standar pemeriksaan mata, terdiri dari : 5,6,10
1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan
jarak dekat (Jaeger).
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam
pemakaian kaca mata.
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan
kemungkinan ada atau tidaknya kebutaan.
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
G. Penanganan dan Pencegahan:5,6,10
Penanganan :5,6,10

1. Jika pada persalinan sebelumnya terdapat penipisan retina, lakukan


tindakan perlekatan kembali (scleral buckling, vitrectomy, laser atau
cryopexy) jauh sebelum hari persalinan. Bila berhasil dilekatkan dengan
baik kemungkinan bisa melahirkan normal.
2. Pertimbangan boleh melahirkan normal atau tidak, tergantung besarnya
minus mata., besarnya janin, luas panggul, dan faktor lain yang
berhubungan dengan keberadaan penyulit persalinan. Secara statistik,
risiko ablasio retina partus pervaginam pada ibu hamil dengan miopia 0 D
s/d - 4,75 D sekitar 1/6662, pada - 5D s/d -9,75 D risiko meningkat menjadi
1/1335. Dan lebih dari -10 D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain,
penambahan faktor risiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan pada
miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
3. Jika ada kelengkungan, pendataran dan penipisan retina cukup parah,
persalinan harus dilakukan secara seksio sesarea.
4. Jika terjadi ablasio retina saat hamil atau bersalin, retina harus
dilekatkan kembali secepatnya melalui operasi.

Cara mencegah komplikasi miopia (pada miopia > 6 D):10

1. Jangan mengedan saat buang air besar, perbanyak konsumsi serat.


2. Jangan mengangkat beban berat.
3. Sebelum persalinan tiba, pastikan anda memeriksakan dan mendiskusikan
kondisi mata ke dokter spesialis mata dan dokter ahli kandungan, sehingga
dapat menentukan pilihan bersalin yang aman.

H. Komplikasi5,6,10

Komplikasi miopia adalah :


1. Ablasio retina
Risiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D s/d - 4,75 D sekitar
1/6662. Sedangkan pada - 5D s/d -9,75 D risiko meningkat menjadi
1/1335. Lebih dari -10 D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain
penambahan faktor risiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia
tinggi meningkat menjadi 300 kali.6,10
Apabila pasien telah datang dengan ablasio retina, pasien ini dapat
ditangani dengan laser atau cryopexy disekeliling ablasio retinanya untuk
menginduksi adhesi retina disekeliling robekan. Selain itu, ablasio retina
juga dapat ditangani secara bedah dengan vitrectomy dan scleral buckling.
Gambar 6: Robekan Retina yang Terlokalisasi dikelilingi Parut
Laser.

2. Vitreal Liquefaction dan Detachment


Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98%
air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Hal ini berhubungan denga hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap
awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). 5,6,10
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga
kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan berisiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata. 5,6,10
3. Makulopati Miopia
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapanagn
pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa
menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia vaskular
koroid/degenerasi makular miopia juga merupakan konsekuensi dari
degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang
abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.5,6,10
4. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan
ikat penyambung pada trabekula.5,6,10

Berdasarkan data statistik, terdapat beberapa faktor predisposisi yang


dapat memudahkan terjadinya komplikasi pada penderita miopia yang hamil,
yaitu:5,6,10

1. Memiliki kelainan mata rabun yg cukup besar, terutama minus 4-7.


2. Mengalami robekan retina pada salah satu mata.
3. Memiliki riwayat keluarga yang menderita robekan retina.
4. Memiliki kelainan mata jenis lainnya seperti gangguan retina, cairan bola
mata merembes.
5. Pernah operasi katarak
6. Pernah mengalami trauma dan benturan cukup keras di mata.
7. Memiliki aktivitas rutin yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam bola
mata seperti: mengangkat beban berat, sulit buang air besar.

Meskipun demikian, hubungan dan patogenesis antara kehamilan itu


sendiri dengan miopia masih belum jelas. Fletcher dan Brandon mengemukakan
hubungan tersebut merupakan komplikasi dari retrolental fibroplasia pada
kehamilan terutama bentuk abortif, tapi hingga kini masih dipertentangkan.5,6,10

I. Metode Persalinan pada Miopia dalam Kehamilan

Dahulu, miopia dan faktor risiko lainnya untuk pelepasan retinal (retinal
detachment) sering digunakan sebagai indikasi dilakukan seksio sesarea. Namun
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, maka anggapan ini berubah. Beberapa
penelitian dilakukan pada ibu hamil dengan miopiaa, setelah melahirkan dilakukan
pemeriksaan termasuk cek fundus okuli, namun tidak ada perubahan yang berarti.
Pada tahun 1996, Prost dan rekannya melakukan penelitian pada 46 pasien yang
hamil dengan menderita miopia tinggi, setelah dilakukan persalinan pervaginam,
tak ada perubahan atau perburukan keadaan setelah melahirkan.3,13

Jadi berdasarkan literatur bahwa miopia bukan indikasi mutlak untuk


dilakukan seksio sesarea atau operasi. Adapun seksio sesarea dipertimbangkan
apabila sebelumnya terdapat riwayat operasi mata yang dikhawatirkan akan terjadi
ablasio retina jika dilakukan persalinan pervaginam oleh karena mengedan yang
dapat berujung pada kebutaan. Namun, kasus seperti ini jarang.3,13
DAFTAR PUSTAKA

1. Gotovac Marta, Snjezana Kastelan. Eye and Pregnancy. Croatia: Dubrava


University Atropol; 2013; 1: 189-193.
2. Omoti, Afekhide, Joseph M.Waziri. Article : A Review of the Changes in the
Opthalmic and Visual System in Pregnancy. African journal of Reproductive
Health Vol.12 Dec 2008. Hal. 185-93.
3. Lancu, George dan Valeria Covilti. Particularity of Myopia in Pregnancy.
Romania: 2013; 196-9.
4. Somani S., dkk. Pregnancy Special Consideration,. Ophtalmology [serial
online] 2008 Jan-Mar; 1(1): [24 screens] Avalaible from URL:
http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#unclassified, eMedicine,
Nov 4, 2008.
5. Goss A David, Theodore P. Grosvenor. Optometric Clinical Practice
Guideline : Care of the Patient with Myopia. America : American Optometric
Association; 2010; 1: 71.
6. Irwana Olva, Aulia Rahman. Miopia Tinggi. [serial online] 2009 Feb-April;
1;1 [24 screens] Avalaible from URL: http://www.Files-of-DrsMed.tk.
Faculty of Medicine Riau University, 2009.
7. Willoughby Colin E, Diego Ponzin dkk. Anatomy and Physiology of the
Human Eye: effects of mucopolysaccharidoses disease on structure and
function-a review. New Zealand : Clinical and Experimental Ophtalmology.
2010; 38: 2-11
8. Mackensen, Friederike dan Wolfgang Paulus. Ocular Changes During
Pregnancy. Netherland : Deutsches Arzteblatt International.2014;111:567-76
9. Larkin GL. Retinal Detachment. [serial online] 2006 Jan-April; 1;1 [22
screens] Avalaible from URL
:http://www.emedicine.com/emerg/OPHTHALMOLOGY.htm April 11,
2006
10. Shafa, Myopia. [serial online] 2010 Feb-Mar; 1;1 [25 screens] Avalaible from
URL: http://drshafa.wordpress.com/2010/03/09/miopiaa Maret 9, 2010
11. Chen Zoe, I Jong Wang. Polymorphisms in steroidogenesis genes, sex steroid
levels, and high myopia in the Taiwanese population. Taiwan : Molecular
Vision 2011; 17:2297-310
12. Ebeigbe JA, ADA Ighoroje. Ocular Changes in Pregnant Nigerian Women.
Nigeria : Nigerian Journal of Clinical Practice. 2012. Vol 15 hal. 298-301
13. Papamichael Esther, George William. Obstetric opinions regarding the
method of delivery have had surgery for retinal detachment. London : UK.
2011. 2;24;1-4
14. Elvioza. Pemeriksaan Mata Dasar. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013
15. Amin, Ramzi. Ablasio Retina Non Rhegmatogen. Palembang : Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Universitas Sriwijaya. 2013

S-ar putea să vă placă și