Sunteți pe pagina 1din 18

TANDA DAN PERISTIWA BUDAYA PADA NOVEL

RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI


PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Estetika Bahasa
Dosen : Venus Khasanah, M.Hum

Disusun Oleh :

1. Adi Kurniawan 2125160817


2. Amelinda Ruby Felicia 2125160339
3. Trisda Yuliana Hilman 2125160690

PRODI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, peneliti dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah
Estetika. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang peneliti hadapi, namun
dengan semangat ingin belajar dan terus belajar, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu
Venus Khasanah, S.S, M.Pd selaku dosen mata kuliah Estetika yang telah membantu
mengarahkan dan memberi batasan penyusunan materi makalah, serta terima kasih pula
kepada seluruh pihak baik yang secara langsung ataupun yang tidak langsung telah
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya peneliti sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan agar dalam
penyusunan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat ikut andil dalam memberikan informasi bagi masyarakat
dan bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bermanfaat juga bagi yang membacanya.
Terima kasih.

Jakarta, 7 Mei 2018

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. .......... 1

Daftar isi ................................... ..................................................................... .......... 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ .......... 3

1.1 Latar Belakang ........................................................................ .......... 6

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... .......... 6

1.3 Tujuan penulisan ..................................................................... .......... 6

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................... .......... 6

BAB II DESKRIPSI TEORETIK ........................................................... .......... 7

2.1 Teori dan cara pengkajian menggunakan Antropologi Sastra .......... 7


2.2 Estetika dan Budaya .......... ..................................................... .......... 8
2.3 Adat Istiadat Jawa Tengah ................................... .................. .......... 9

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................... .......... 11

3.1 Deskripsi data .......................................................................... .......... 11

3.2 Tanda dan Peristiwa Budaya dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk
karya Ahmad Tohari .............................................................. ......... 11

3.3 Nilai-nilai yang terkandung dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari ........................................................................ ......... 14

3.4 Interpretasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari


................................................................................................ .......... 15

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ ......... 16

4.1 Kesimpulan ............................................................................. .......... 16

4.2 Saran........................................................................................ .......... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... .......... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan cerminan dari masyarakat itu sendiri, tak ada sebuah karya
sastra yang benar-benar murni hasil pemikiran manusia, manusia membuat karya sastra pasti
merupakan refleksi dirinya ataupun lingkungannya. Oleh sebab itu nilai-nilai tertentu pasti
ada atau dimasukan dengan sengaja oleh pengarang pada karyanya. Salah satunya adalah
nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya bukan sesuatu yang awam atau sukar untuk kita pahami,
karena masyarakat Indonesia terbentuk dari adat istiadat, kebudayaan serta nilai dan norma
yang berkembang. Hal ini bisa dibuktikan dan diselarskan dengan pendapat Damono (
2002:15)1, bahwa karya sastra sebagai cermin masyarakat pada suatu zaman bisa juga
dianggap sebagai dokumen sosial budaya, meskipun unsur-unsur imajinasi tidak bisa
dilepaskan begitu saja, sebab tidak mungkin seorang pengarang dapat berimajinasi jika tidak
ada kenyataan yang melandasinya. Karya sastra juga bisa menjadi media untuk
menyampaikan gagasan atau ide-ide penulis. Di dalam karya sastra mengandung berbagai
masalah kebudayaan. Masalah-masalah yang diangkat pengarang untuk novelnya berasal dari
segala aspek kehidupan baik jasmaniah maupun rohaniah dimulai dari masalah sosial,
kejiwaan, moral, percintaan, dan budaya. Maka dari itu, sastra memiliki sifat rakus karena
memasukkan berbagai masalah sehingga dapat dibicarakan dari berbagai segi (Ratna,
2011:72) 2. Dari segala aspek kehidupan itu, banyak nilai-nilai positif yang dapat diambil,
salah satunya adalah nilai budaya. Dalam budaya, terdapat nilai-nilai kehidupan yang baik
yang dapat digunakan hingga sekarang.

3
Menurut Alfian (2013: 44) kebudayaan dalam arti luas adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang diperoleh
melalui belajar. Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjukkan hasil fisik karya manusia,
meskipun hasil fisik karya manusia sebenarnya tidak lepas dari pengaruh pola berpikir
(gagasan), dan pola perilaku tindakan manusia. Budaya dianggap sebagai perwujudan
identitas suatu masyarakat. Ketika kita berbicara kebudayaan berarti kita berbicara keindahan

1
Sapardi Joko Damono, 2002. Sosologi Sastra : Sebuah pengantar Ringkas.
2
Dr. Nyoman Kutha Ratna, 2011. Paradigma Sosiologi Sastra.
3
Alfian, 2013. Presepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan.

3
juga. Mengacu dari pendapat Hope M. Smith (1968) bahwa “In essence, aesthetics is
philosophy of the beautiful, the science of beauty and taste”, keindahan tidak terlepas dari
kebudayaan, karena kebudayaan merupakan penentu corak, typical, gaya hidup suatu
kelompok masyarakat sebagai pendukung kebudayaan tersebut. Di dalam suatu kebudayaan
mengandung unsur-unsur seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan (termasuk agama) dan nilai-
nilai (etika dan estetika). Keberadaan kebudayan itu telah di dukung oleh manusia, maka
dengan sendirinya manusia tidak dapat terlepas dari kebudayaan tersebut, karena budaya
merupakan wujud/ ekspresi dari eksistensi manusia.

Disiplin ilmu yang memiliki keterikatan dengan kebudayaan yakni ilmu antropologi.
Antropologi merupakan sebuah cabang ilmu yang berkaitan dengan manusia sebagai
objeknya yang di dalamnya terdapat berbagai macam ide dan aktivitas kehidupan manusia.
Dalam memahami ilmu antropologi hal yang pertama kali ditangkap oleh pikiran adalah nilai
kebudayaannya. Sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan manusia,
antropologi memiliki cakupan yang sangat luas dan memiliki banyak keterkaitan dengan
cabang ilmu lainnya. Akan tetapi pada kesempatan ini peneliti hanya sebatas pada cakupan
ilmu antropologi yang membahas kebudayaan dalam karya sastra. Menurut antropologi,
kebudayaan adalah seluruh s istem gagasan dan rasa tindakan, serta karya yang dihasilkan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar
(Koentjaraningrat, 2014: 72)4.

Ruang antropologi yang menyangkut kebudayaan memang sangatlah luas. Berbeda


dengan antropologi sastra, disiplin ilmu ini hanya membahas budaya yang terdapat dalam
karya sastra. Dengan adanya antropologi, wujud dan unsur-unsur budaya yang terdapat dalam
sebuah karya sastra dapat diungkap, namun hanya sebatas yang terdapat dalam karya sastra.
Berdasarkan pandangan pendekatan tersebut, penelitian ini akan difokuskan pada pengkajian
antropologi sastra.

Menurut Endraswara (2013:18) 5antropologi satra adalah upaya memahami sastra


lewat latar belakang budaya. Melalui latar belakang budaya yang terdapat dalam sebuah
karya sastra, masyarakat akan dengan mudah mengetahui seluk-beluk kehidupannya.
Antropologi dan sastra merupakan disiplin ilmu yang memiliki kedekatan yang sangat
kompleks. Antropologi sastra dengan sendirinya berkaitan dengan tradisi, adat-istiadat, mitos,

4
Prof. Dr. Koentjaraningrat, 2014. Pengantar Ilmu Antropologi.
5
Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum.. 2013. METODOLOGI PENELITIAN ANTROPOLOGI
SASTRA

4
dan peristiwa-peristiwa kebudayaan pada umumnya, sebagai peristiwa yang khas yang pada
umumnya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa masa lampau. Meskipun demikian, dalam
perkembangan berikut, seperti dinyatakan melalui definisi kebudayaan secara luas, yaitu
keseluruhan aktivitas manusia, maka ciri-ciri antropologis karya sastra dapat ditelusuri
melalui keseluruhan aktivitas tersebut, baik yang terjadi pada masa yang sudah lewat maupun
sekarang bahkan juga pada masa yang akan datang (Ratna, 2011: 73-74)6. Oleh karena itu,
penelitian antropologi sastra berarti hanya mengarah kepada aktivitas-aktivitas yang
dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Terutama kebudayaan masyarakat yang
dituangkan ke dalam novel.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari, karena terdapat banyak nilai-nilai kebudayaan yang berhubungan dengan estetika seni
tari juga kebudayaan masyarakat Desa Dukuh Paruk, Jawa Tengah yang menjadu latar novel
tersebut. Sang tokoh utama yang bernama Srintil adalah seorang anak perempuan yang
berumur 11 tahun bernama srintil, ia tinggal di Desa Dukuh Paruk yang terletak di pedukuhan
yang sangat terpencil dan jauh dari manusia-manusia modern. Di desa yang keadaannya
kering kerontang terdapat penduduk yang mempercayai bahwa mereka keturunan dari Ki
Secamenggala, seorang bromocorah yang dianggap sebagai nenek moyang mereka.
Kepercayaan mereka juga masih terpaku kepada orang-orang yang diagungkan. Srintil
mempunyai Kemampuan menari ronggeng yang akhirnya diketahui oleh kakeknya, dan ia
menyampaikannya kepada Kertarreja, seorang dukun ronggeng. Kehadiran Srintil, yang saat
itu berusia sebelas tahun, merupakan peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh penduduk dukuh
paruk. Kemampuan srintil menari ronggeng, menghidupkan kembali tradisi yang selama ini
telah hilang. Sebagaimana adat Dukuh Paruk, untuk menjadi seorang ronggeng srintil harus
melewati tahap-tahap yang tidak mudah. Peristiwa ini banyak menunjukan adat istiadat yang
sudah jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia bahkan masyarakat Jawa tengah sendiri.
Dalam hal ini kebudayaan masyarakat indonesia terlihat jelas, bahwa masih memercayai hal-
hal berbau mitos. Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk juga terdapat banyak unsur
kebudayaan yang diangkat oleh Ahmad Tohari.

6
Dr. Nyoman Kutha Ratna, 2011. Paradigma Sosiologi Sastra.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah :


1.2.1 Apa saja tanda budaya dalam novel Ronggeng dukuh paruk yang berhubungan
dengan nilai estetika budaya Indonesia?
1.2.2 Bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan penelitian yaitu :


1.3.1 Mengetahui nilai yang ada pada peristiwa di novel Ronggeng Dukuh Paruk.
1.3.2 Mengetahui adat istiadat dalam peristiwa novel Ronggeng Dukuh Puruk.
1.3.3 Mengetahui apa saja tanda dan peristiwa budaya yang ada di Novel Ronggeng
Dukuh Paruk.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu :


1.4.1 Pembaca mampu menemukan adat istiadat yang sudah jarang terlihat oleh
masyarakat sekitarnya.
1.4.2 Untuk pengembangan keilmuan dibidang sastra dan estetika budaya.

6
BAB II

DESKRIPSI TEORITIK

2.1 Teori dan cara pengkajian menggunakan Antropologi Sastra

Atropologi merupakan penelitian terhadap manusia atau ilmu tentang manusia.


Menurut Nyoman Kutha Ratna antropologi sastra adalah ilmu pengetahuan dalam
hubungan ini karya sastra yang dianalisis dalam kaitannya dengan masalah-masalah
antropologi. Yang menjadi bahan penelitian antropologi sastra adalah sikap dan perilaku
manusia lewat fakta-fakta sastra dan budaya. Manusia bersikap dan bertindak dengan tata
karma. Antropologi sastra berupaya meneliti sikap dan perilaku yang muncul sebagai
budaya dalam karya sastra. Dalam antropologi sastra, karya sastra merefleksikan budaya
tertentu. Karakteristik penelitian antropologi sastra adalah pemahaman sastra dari sisi
keanekaragaman budaya (Endraswara, 2013:23). Penelitian antropologi sastra dapat
menitikberatkan pada dua hal :
a. Meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berbau sastra untuk melihat
estetikanya;
b. Meneliti karya sastra dari sisi pandang etnografi, yaitu untuk melihat
aspek-aspek budaya masyarakat.

Peneliti dapat memusatkan pada tokoh-tokoh dan gaya hidup mereka serta
kehidupannya secara menyeluruh. Budaya masyarakat yang tergambar dalam karya
etnografi tersebut diungkap melalui teori resepsi (cermin).7

1. Teori Representasi
Representasi merupakan gambaran apa saja dalam sastra. Sastra akan
menggambarkan kehidupan manusia. Sehingga representasi merupakan pemaknaan
teks yang dapat menangkap segala hal tentang aspek budaya. Cavallaro (Edraswara,
2013:28) menyatakan bahwa representasi sejajar dengan citra. Persoalan citra tokoh
perempuan, priyai, citra petani, dapat menjadi fokus penelitian. Yang diungkap dalam
representasi antara lain:

7 Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum.. 2013. METODOLOGI PENELITIAN ANTROPOLOGI SASTRA

7
a. Penampilan dramatis tokoh lewat dialog-dialog atau deskripsi tokoh;
b. Fakta-fakta setting atau latar;
c. Fenomena alam, sosial, interaksi multicultural, dan sebaigainya.

2. Teks Sastra dan Keragaman Budaya


Sastra nerupakan ekspresi kehidupan. Teks sastra dapat merefleksikan
keberagaman budaya. Teks sastra dapat melukiskan bagaimana sebuah budaya
berproses dalam masyarakat. Biarpun hanya berupa dialog, terdapat wacana tata
krama di dalamnya, seperti bagaimana ketika orang berkomunikasi, ditawari makanan
dan minuman, dan sebagainya. Dalam dialog-dialog itulah terdapat permainan makna.

2.2 Estetika dan Budaya

Estetika merupakan sesuatu yang dirasakan oleh panca indera. Sebagai objek yang
mengandung aspek estetis, karya seni memiliki keterampilan membuat karya bermutu
yang mempunyai keindahan. Sedangkan tujuan estetika adalah keindahan (Ratna,
2007:4)8.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Estetis merupakan rasa yang
terdapat dalam diri manusia sebagai unsur budaya, sedangkan kebudayaan merupakan
pantulan dari nilai estetis dalam diri manuisa, baik berupa sikap dan perilaku maupun
yang berupa karya cipta. Dalam kebudayaan terdapat keindahan yang dipelihara
kelestarian dan kelangsungannya, misalnya kehalusan tutur bahasa, cara berpakaian,
kemegahan peninggalan-peninggalannenek moyang dan sebagainya. Jelas keindahan
selalu hadir di setiap kebudayaan, begitu juga dengan kebudayaan yang pasti memiliki
nilai keindahan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi
unsur keindahan. Manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan
pastilah dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya
tersebut. Hal-hal yang indah dan kesukaan pada keindahan diwujudkan dengan
menciptakan aneka ragam kebudayaan. Estetika berbudaya tidak semata-mata dalam
berbudaya harus memenuhi nilai keindahan. Estetika berbudaya menyiratkan perlunya
manusia untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainnya. Dengan

8
Dr. Nyoman Kutha Ratna, 2007. Estetika Sastra dan Budaya.

8
demikian, estetika berbudaya dapat memcah sekat-sekat kebekuan, ketidakpercayaan, dan
kecurigaan antar budaya.

2.3 Adat Istiadat Jawa Tengah

Adat dan tradisi di Jawa mengalami pengaruh budaya luar seperti India (Hindu,
Budha), Cina, Arab (Islam), dan Eropa. Secara umum, tipologi kebudayaan Jawa Tengah
terdiri dari:

1. Kebudayaan Kraton
Kebudayaan kraton ini sering disebut sebagai Negarigung, yaitu daerah kota
Surakarta yang merupakan daerah urban dengan karakteristik kehidupan
keagamaan yang sangat sinkretistik (campuran unsur-unsur agama Hindu, Budha,
dan Islam) hal ini terekspresi pada hampir semua adat dan tradisi kraton.
Contohnya, adat dan tradisi yang terkait dengan religi seperti ritual kirab pusaka
malam 1 Sura atau Suran, dan Sekaten atau Gerebeg, Jamasan Tosan Aji.
Adapun yang terkait dengan daur hidup manusia meliputi kelahiran, kematian,
perkawinan serta saat-saat penting tertentu. Yang terkait dengan ekonomi
masyarakat antara lain Wilujengan Negari atau Maesa Lawung.
2. Kebudayaan Agraris
Komunitas masyarakat pedesaan yang mayoritas mata pencahariannya petani.
Adat dan tradisinya pun lekat dengan kehidupan petani. Pada umumnya berada di
kawasan rural yang secara historis lebih tepat disebut Mancanegari. Contoh
tradisi yang terkait dengan religi, daur hidup dan ekonomi adalah tradisi Bersih
Desa, Merti Desa, Sedekah Bumi, Jolenan, Sodranan, Manganan, Kalungan,
Petik Tirto, dan lain-lain. Semuanya meunjukkan pengakuan dan pemujaan pada
potensi alam sebagai sumber kehidupan.
3. Kebudayaan Pesisir
Secara historis daerah kebudayaan pesisir sering disebut sebagai
Mancanegari, tidak beda dengan kebudayaan agraris. Aktivitas ekonominya lebih
dominan bertumpu pada laut melalui perdagangan, nelayan dan lain-lain. Contoh
adat dan tradisi yang terkait dengan kehidupan ekonomi antara lain Sedekah Laut,
Lumban, Labuhan Laut, dan lain-lain. Terkait dengan religi dan daur hidup

9
kebudayaan pesisir lebih dominan dengan pengaruh budaya islam meskipun
terjadi percampuran antar budaya asli dan Hindu.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Data


Novel Ronggeng Dukuh Paruk ditulis oleh Ahmad Tohari, dengan
penyuntingnya yaitu Ipong Purnama Sidhi. Diterbitkan di Jakarta oleh Gramedia
Pustaka Utama pada tahun 1982. Novel ini memiliki jumlah halaman 408 halaman.

3.2 Tanda dan Peristiwa Budaya dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari
1. Arti Tari Ronggeng
Tarian rakyat itu telah hidup di Tanah Jawa sejak abad ke-15. Kesenian itu
merupakan tarian pergaulan. Sebuah tari sederhana yang tak terkurung pakem
koreografi seni tradisi. Spontanitas gerak menjadi ciri khas bersama hentakan
alunan bunyi calung.
Ronggeng seolah menjadi identitas di kota kecil di Jawa Tengah ini. Di
Banyumas tak sulit menemukan lengger, sebutan untuk penari ronggeng. Namun
keberadaan mereka kini tak lagi rekat dengan kegembiraan masa panen.
Ronggeng pun tak lagi terkait urusan padi dan Dewi Sri. Zaman telah mengiringi
ronggeng menjadi ruh penghibur dalam hajatan masyarakat desa. Tari ronggeng
adalah menu hiburan penting di Banyumas. Mementaskannya dalam hajatan bakal
memberi kebanggaan bagi sang pemilik hajat. Nama mereka harum di mata warga
yang terhibur oleh tarian semalam suntuk itu.
Tarian ini merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia yang turun termurun
diturunkan dari generasi ke generasi, dilihat dari tarianya tari Ronggeng
menggunakan Selendang untuk menari karena selendang itu diperlukan untuk
mengibas-ngibaskan angin seperti dalam perang antar suku terdahulu, kaki yang
kuat guna sebagai kuda-kuda melakukan perang terdahulu juga dipraktekan dalam
tarian ini.
a. Tarian yang Berawal dari Balas Dendam
Kisah ini ternyata bukan sekedar legenda munculnya kesenian
Ronggeng, tapi ada bukti yang memperkuat adanya perjalanan Dewi Siti.

11
Bukti ini bisa dilihat pada temuan arkeolog pada tahun 1977 berupa runtuhnya
sebuah Candi di Kampung Sukawening, Desa Sukajaya, Kecamatan
Pamaciran, Kabupaten Ciamis.
Di sekitar candi itu banyak ditemukan arca Nandi dan batu yang
menyerupai gong kecil atau yang sering disebut kenong. Dari batu berbentuk
gong kecil inilah kemudian terciptalah kesenian Ronggeng di Sunda yang
lebih dikenal dengan Ronggeng Gunung.
b. Ronggeng, Bukan Sekedar Hiburan Masyarakat
Ronggeng gunung sebenarnya bukan sekedar hiburan, tetapi juga
pengantar upacara adat. Dalam mitologi Sunda, Dewi Siti Semboja hampir
sama dengan nyai Pohaci Sanghyang Asri yang selalu dikaitkan dengan
kegiatan bertani dan kesuburan. Karena itulah, tari Ronggeng sering digelar
saat ada upacara bercocok tanam.
Untuk membedakan tarian Ronggeng untuk upacara dan untuk
hiburan, maka pada Ronggeng untuk upacara, ada aturan yang pakem dalam
membawakannya. Sedangkan Ronggeng untuk hiburan, tak ada aturan tertentu
karena bermaksud untuk menghibur. Meski tarian Ronggeng berasal dan
berkembang di Pasundan, Jawa barat, tapi Ronggeng juga ada di beberapa
tempat. Seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta,Sumatera, dan
Semenanjung Malaya.
c. Kesenian yang Identik dengan Hal-hal ‘Panas’
Untuk di Jawa Timur dan Jawa Tengah, kesenian Ronggeng bahkan
diperkirakan sudah dikenal sejak zaman kuno. Salah satu relief di bagian
Karmawibhanga pada abad ke-8 Borobudur yang menggambarkan perjalanan
sebuah rombongan hiburan dengan musisi dan penari wanita adalah salah satu
bukti adanya kesenian Ronggeng di daerah ini.
Dulu, kesenian Ronggeng dibawakan dengan begitu erotis. Mereka
menari dan menarik penonton pria dengan selendang tari. Setelah atau selama
menari, para ronggeng akan diberikan uang saweran. Gerakan yang dilakukan
penari Ronggeng dengan penonton pria pun kadang sedikit intim dan sedikit
melanggar kesopanan. Karena itulah, ronggeng terkadang digambarkan
sebagai ajang pelacuran, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk oleh Ahmad
Tohari.

12
Tari Ronggeng ternyata tak sepenuhnya mempunyai kesan seram dan
horor. Ronggeng memang punya kesan seksualitas, tetapi saat ini kesenian
Ronggeng mampu dibawakan dengan baik sebagai budaya daerah di
nusantara.

2. Makna dari sesajen


Pandangan masyarakat tentang sesajen yang terjadi di sekitar masyarakat,
khususnya yang terjadi didalam masyarakat yang masih mengandung adat istiadat
yang sangat kental. Sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai
tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat
sesuai bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah.Sesajen
merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja
para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan
lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak
kesialan. Seperti : Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada
Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di
sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih
banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa
tepatnya di tepian Samudra Indonesia.
Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat
yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari
berkah. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan ditempat-tempat yang dianggap
keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi.
Prosesi ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek
moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran – pemikiran yang religious.
Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau
terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.
Saat ini orang beranggapan bahwa menyajikan sesajen adalah suatu
kemusyrikan. Tapi sebenarnya ada suatu simbol atau siloka di dalam sesajen yang
harus kita pelajari. Siloka, adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau
gambaran yang berbeda (aphorisma). Kearifan lokal yang disimbolkan dalam
sesajen perlu dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal
yang diturunkan oleh leluhur kita.

13
3. Makna Mandi Kembang
Mandi kembang lebih dikenal sebagai ritual kejawen (rutinitas jawa). Setelah
di cermat berulang-kali, di kenali fakta bila ritual mandi kembang bisa bersihkan
aura manusia. Aura yang kuat dan bersih yang datang dari kesehatan fisik dan
mental dapat diperoleh dengan kerjakan ritual itu. Ditambah lagi, aroma yang
datang dari bunga-bunga diambil itu bisa pula merubah sistem kerja saraf tubuh
manusia, sampai buat seseorang dapat kerjakan banyak hal yang lebih positif.
Karena pkiran dan hatinya bersih, jadi apa yang diakukannya bakal jadi baik.
Pada sastra kitab classic, telah dijabarkan oleh Jalaludin As Suyuthi mengenai
makna filosofis dari ritual mandi kembang. Kecuali mengakibatkan daya, bunga
memiliki ciri aromanya semasing. Aroma enak yang tercium dari bunga, serta
bentuk dan warnanya yang indah akan berikanlah perasaan nyaman untuk
siapapun yang memandangnya. Adapaun manfaatnya adalah;
- Buka dan bersihkan aura
- Menetralisir bermacam penyakit

3.3 Nilai-nilai yang terkandung dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari
1. Nilai dan Moral
Nilai yang terkandung yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung
hubungan yang mendalam dengan suatu masyatrakat, peradaban, atau
kebudayaan. Niai dan moral terbagi atas beberapa bagian;
a. Keagamaan (relegius), unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema
warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal
animisme lainnya
b. Kebudayaan, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi
sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang

2. Unsur Sosial
Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah
ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia
lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng
merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk.

14
3.4 Interpretasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari ini banyak menceritakan
tentang kebudayaan asli Indonesia. Begitu percayanya orang-orang desa ini terhadap
hal yang gaib atau dianggap mitos. Bagaimana kepercayaan terhadap hal gaib atau
mitos begitu memengaruhi kehidupan masyarakat. Seperti halnya kehadiran seorang
ronggeng di Dukuh Paruk yang dapat memberi pengaruh kepada kehidupan warga
desa. Adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, mengisahkan pertentangan
antara keramat Ki Secamenggala dengan kaum terpelajar. Novel ini menceritakan
minimnya pengetahuan pada saat itu yang lebih mempercayakan hal-hal gaib dan hal
yang bersifat kedaerahan.
Dalam sebuah kehidupan, kita harus menjunjung tingggi serta menghormati
adanya suatu kebudayaan serta adat istiadat yang ada pada daerah kita. Akan tetapi,
kita juga harus dapat memmbedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta
yang harus dijalani maupun yang harus ditinggalkan.
Yang terpenting adalah mempercayai dengan pembekalan penguasaan nilai
keagamaan yang tinggi.Kita juga harus mempunyai suatu cita-cita atau tujuan hidup
dengan suatu ambisi, karena dengan suatu ambisi kita dapat menggapai dengan
mudah cita-cita tersebut. Akan tetapi, dalam menjalankan sebuah ambisi tersebut
harus dilandasi dengan adanya suatu keyakinan berupa iman.

4.2 Saran
Untuk peneliti lain yang ingin meneliti novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari dapat meneliti dengan teori yang lainnya tidak hanya dengan
Antropologi sastra. Untuk mempertajam penelitian, dapat juga di awali dengan
meneliti unsur intrinsiknya jika diperlukan lalu dengan teori yang lainnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2013. METODOLOGI PENELITIAN ANTROPOLOGI


SASTRA. Yogyakarta: Ombak.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
_____2011. Paradigma Sosiologi Sastra . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prof. Dr. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka
Cipta.

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip.ac.id/
27900/1/659-ki-fs-
2010.pdf&ved=2ahUKEwjYuKzykILbAhUHPo8KHTx3DlUQFjABegQIBxAB&usg=AOvV
aw2pPFsCU_jstUP8nrdhc6TD (diunduh pada 7 Mei: 20.00)

https://jualbungapapansurabaya.weebly.com/blog/makna-filosofis-dari-ritual-mandi-
kembang (diunduh pada 7 Mei: 20.10)

https://www.boombastis.com/fakta-tarian-ronggeng/68675 (diunduh pada 7 Mei:


20.30)

https://lontarindung.wordpress.com/2010/08/24/makna-dan-arti-sesajen/ (diunduh
pada 7 Mei: 20.35)

17

S-ar putea să vă placă și