Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Banyak pihak menuding bahwa Indonesia sebagai negara tanpa jaminan sosial,
untuk mematahkan asusmsi tersebut Presiden Megawati mensahkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan kemudian
pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta menunjuk PT Askes (Persero) sebagai
penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga pada tanggal 1
Januari 2014 PT Askes (Persero) pun berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai
beroperasi untuk menjamin dan memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi
oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil, dan merata.
Pada awalnya BPJS menjamin operasi semua pasien katarak, dalam aturan
baru dijelaskan bahwa BPJS akan tetap menjamin biaya operasi katarak bagi
penyandang katarak yang mengikuti jaminan BPJS Kesehatan dengan setidaknya
memenuhi kriteria visus (lapang pandang penglihatan) 6 per 18. BPJS tidak akan
menanggung biaya operasi pasien katarak jika visus belum mencapai angka tersebut.
Dengan penjelasan tersebut dapat dikatakan tidak seluruh pasien katarak yang ikut
dalam jaminan BPJS akan mendapatan tindakan operasi. Hal ini akan berpotensi
merugikan sebagian besar pasien katarak lainnya. Ada kekhawatiran BPJS
Kesehatan menerapkan indikator yang tinggi kepada pasien katarak yang layak untuk
dilakukan operasi. Meskipun tingkat penyakit katarak seorang pasien yang menurut
BPJS belum layak untuk dilakukan operasi, sangat akan jadi sudah sangat
mengganggu aktivitas harian pasien tersebut. Marsus mengatakan, kebutaan akibat
katarak di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Aturan baru BPJS
ini akan mengakibatkan angka kebutanaan di Indonesia semakin meningkat.
Terkait pelayanan persalinan dengan bay lahir sehat, BPJS tetap menjamin
semua jenis persalinan baik normal maupun caesar. Namun yang menjadi
kekhawatiran yaitu peraturan jika bayi membutuhkan pelayanan khusus seperti bayi
prematur yang memerlukan penanganan melalui Neonatal Intensive Care Unit
(NICU), maka tidak akan dijamin oleh BPJS Kesehatan. Penanganan khusus akan
dijamin oleh BPJS jika sebelum lahir telah didaftarkan terlebih dahulu. Artinya bahwa,
dengan kewajiban iuran yang sama bahkan cenderung naik, ternyata pelayanan
persalinan bagi ibu hamil justru berkurang secara kuantitas. Marsis menyampaikan,
semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir
memiliki risiko yang tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian. Marsis menilai
aturan baru BPJS bertentangan dengan semangat Ikatan Dokter Indonesia untuk
menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi.
Terkait rehabilitasi medik dan fisioterapi, dahulu berapa kali pun pasien
melaksanakan rehabilitasi medik akan dijamin oleh BPJS. Namun aturan baru ini
BPJS mengklaim akan tetap menjamin pelayanan rehabilitasi medik dan fisioterapi,
dengan frekuensi maksimal dua kali dalam seminggu atau delapan kali dalam
sebulan. Pembatasan ini tentunya akan memberikan kesulitan bagi pasien untuk
melakukan rehabilitasi medik. Hal ini tidak sesuai dengan standar pelayanan
rehabilitasi medik. Ketika intensitas pelayanan dibatasi, hal ini akan memperlambat
proses penyembuhan pasien serta hasil terapi tidak tercapai secara maksimal.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20180928112213-4-35182/bpjs-
kesehatan-defisit-rp-165-t-ini-yang-dilakukan-direksi
https://economy.okezone.com/read/2018/09/21/320/1953640/perpres-82-
tahun-2018-ini-aturan-cukai-rokok-untuk-tambal-defisit-bpjs-kesehatan