Sunteți pe pagina 1din 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYALAHGUNAAN NAPZA DAN AIDS

Disusun Oleh :
1. Amalya Zukhrufa (C1016003)
2. Dhani Indah Puspita S (C1016010)
3. Gustika Aicha Balqis (C10160)
4. Lina Agustina (C1016024)
5. Nur Aida Perdani (C1016031)
6. Restu Setiasih (C1016037)
7. Sulela Mutiara (C1016043)
8. Wiwit Novita Sari (C1016049)

MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA 1


DOSEN PENGAMPU : Firman Hidayat, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Jiwa
KELAS : II A

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES BHAMADA SLAWI
Jln. Cut Nyak Dien No.16, Desa Kalisapu, Kec. Slawi – Kab. Tegal
52416
2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa
kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas segala bantuan dari semua pihak sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Slawi, 3 Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi NAPZA dan AIDS .......................................................................... 3
2.2 Etiologi NAPZA dan AIDS .......................................................................... 4
2.3 Rentang Respon Adaptif dan Maladaptif NAPZA dan AIDS ......................
2.4 Penatalaksanaan NAPZA dan AIDS ............................................................
2.5 Pathways NAPZA dan AIDS........................................................................
2.6 Pengkajian NAPZA dan AIDS .....................................................................
2.7 Diagnosa NAPZA dan AIDS ........................................................................
2.8 Intervensi NAPZA dan AIDS .......................................................................
2.9 Jurnal NAPZA dan AIDS .............................................................................

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................
3.2 Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyalahgunaan narkoba berkaitan erat dengan peredaran gelap sebagai
bagian dari dunia kejahatan internasional. Mafia perdagangan gelap memasok
narkoba, agar orang memiliki ketergantungan, sehingga jumlah suplai
meningkat. Terjalin hubungan antara pengedar/bandar dan korban. Korban
sulit melepaskan diri dari mereka, bahkan tak jarang mereka terlibat peredaran
gelap, karena meningkatnya kebutuhan narkoba.
Penderita ketergantungan obat-obatan terlarang atau kini umumnya
berusia 15-24 tahun. Kebanyakan mereka masih aktif di sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas, atau perguruan tinggi. Bahkan, ada pula
yang masih duduk di bangku di sekolah dasar.
Penyalahgunaan narkoba biasanya diawali dengan pemakaian pertama
pada usia SD atau SMP, karena tawaran, bujukan, dan tekanan seseorang atau
kawan sebaya. Didorong pula oleh rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba,
mereka mnerima bujukan tersebut. Selanjutnya akan dengan mudahnya untuk
dipengaruhi menggunakan lagi, yang pada akhirnya menyandu obat-obatan
terlarang dan ketergantungan pada obat-obatan terlarang.
Banyak generasi muda kita yang terjerembat, tersaruk, dan terperosok ke
lembah hitam di dalam menemukan dan mencari jati diri mereka, kemana,
untuk apa dan bagaimana dia menjalani hidup ini. Penanaman akidah yang
lemah, pemahaman agama yang kurang mendalam, lemahnya bimbingan
orang tua, lingkungan yang tidak kondusif dan maraknya hiburan hidonisme
yang jauh dari nilai-nilai kebenaran merupakan beberapa penyebab mereka.
Setiap manusia pasti diuji dengan banyaknya masalah, tapi bukan masalah
yang disalahkan, seharusnya bagaimana kita menyikapi dan menghadapi
masalah. Mulai dari kecil hingga menjadi dewasa dan tua, pasti banyak
masalah yang menghadang perjalanan hidup kita, terutama para pemuda.
Pemuda merupakan asset dan generasi penerus melanjutkan cita-cita bangsa
ini agar “lebih makmur yang berkeadilan dan adli dalam kemakmuran”. Tapi

1
generasi muda saat ini banyak sekali dipersimpangkan jalan, banyak persoalan
dan permasalahan yang menghadangnya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi NAPZA dan AIDS.
1.2.2 Untuk mengetahui etiologi NAPZA dan AIDS.
1.2.3 Untuk mengetahui rentang respon adaptif dan mal adaptif NAPZA
dan AIDS.
1.2.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan NAPZA dan AIDS.
1.2.5 Untuk mengetahui pathways NAPZA dan AIDS.
1.2.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien NAPZA dan
AIDS.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
2.1.1 NAPZA
Zat adiktif atau istilah yang paling dikenal kalangan masyarakat
luas dengan istilah narkoba adalah berasal dari kata narkotik dan
bahan adiktif. Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi NAPZA,
yang merupakan kependekan dari narkotik, alkohol, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya. Narkotik adalah obat-obatan yang bekerja pada
susunan saraf pusat dan digunakan sebagai analgesik (pengurang rasa
sakit) pada bidang kedokteran. Psikotropika adalah obat-obatan yang
efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, biasanya digunakan
untuk pengobatan gangguan kejiwaan. Bahan adiktif adalah bahan
yang apabila digunakan dapat menimbulkan kecanduan atau
ketergantungan. Pemakai dapat merasa tenang, merasa segar,
bersemangat, menimbulkan efek halusinasi, dan memengaruhi suasana
perasaan pemakai. Efek inilah yang sering dimanfaatkan pemakai saat
ia merasa kurang percaya diri, khawatir tidak diakui sebagai kawan,
melarikan diri dari permasalahan, atau bahkan hanya untuk sekedar
rekreasi (bersenang-senang).
Tanpa disadari, narkoba sekali digunakan akan menimbulkan
keinginan mencoba lagi, merasakan lagi, dan mengulang terus sampai
merasakan efek dari obat-obatan yang dikonsumsi, yang akibatnya
akan terjadi overdosis. Jika tidak mengonsumsi, maka tidak tahan
untuk memenuhi keinginannya, tetapi jika mengonsumsi akan
khawatir mati akibat overdosis. Hal ini merupakan lingkaran setan.
Oleh karena itu, narkoba sekali dicoba akan membelenggu seumur
hidup.

3
2.1.2 AIDS
AIDS singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrom, yaitu
kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh,
maka semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dengan mudah
(infeksi opportunistik). Oleh karena itu sistem kekebalan tubuhnya
menjadi sangat lemah, maka penyakit yang tadinya tidak berbahaya
akan menjadi sangat berbahaya.

2.2 Etiologi

2.3 Rentang Respon Adaptif dan Mal Adaptif


2.3.1 NAPZA
Rentang Maladaptif
Rentang Adaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

2.3.2 AIDS
Rentang renspon adaptif Rentang respon maladaptif

Solitude kesepian Kesepian


kebebasan manipulasi Pemerasan
kebersamaan ketergantungan Menarik diri
saling ketergantungan Curiga

2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 NAPZA
Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya
hidup dan sikap pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola

4
pikir dan perilaku adiktif yang menyebabkannya kecanduan narkoba
(martono 2006).
1. Pengobatan
Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal
dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk
mengurangi atau menghentikan gejala putus zat dengan dua cara:
a. Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut
berhenti sendiri. Klien yang ketergantungan tidak diberikan
obat untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.
a. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi
bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis
anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah
dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti
sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga
diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik,
misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus
zat tersebut.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh
dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan
religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma
ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal
mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik
fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang
disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).

5
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA
menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik
selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka
yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya
yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami
perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka
klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat
rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama
rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut
medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa
sampai 2 tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai
menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi
kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).
3. Jenis program rehabilitasi:
a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk
kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu,
klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan
misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di
pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien
rehabilitasi yang semua berperilaku maladaptif berubah
menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan
antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat

6
bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang
membimbing dan mengasuhnya.
Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali
perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk
menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering
muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi
serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang
sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan
psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang
diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan
tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi
kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara
individual maupun secara kelompok.
Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome. Gerber
(1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi
keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami
aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami
penyalahgunaan NAPZA.
c. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang
tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh seorang mantan
pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor,
setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih
keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif
dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi
keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan
mencegah relaps.

7
Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses
terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku
sejauh tidak membahayakan orang lain.
d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena
waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien
rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat
menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri
seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal
mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
2.4.2 AIDS
Penatalaksanaan HIV -AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis
Klinis, Psikologis dan Aspek Sosial.
1. Aspek Medis meliputi :
a. Pengobatan Suportif.
Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal
sehingga tidak terjadi hal hal yang berlebihan dalam pemberian
nutrisi atau terjadi kekurangan nutrisi yang dapat
menyebabkan perburukan keadaan penderita dengan cepat.
Penyajian makanan hendaknya bervariatif sehingga penderita
dapat tetap berselera makan. Bila nafsu makan penderita
sangat menurun dapat dipertimbangkan pemakaian obat
Anabolik Steroid. Proses Penyedian makanan sangat perlu
diperhatikan agar pada saat proses tidak terjadi penularan yang
fatal tanpa kita sadari. Seperti misalnya pemakaian alat-alat
memasak, pisau untuk memotong daging tidak boleh
digunakan untuk mengupas buah, hal ini di maksudkan untuk
mencegah terjadinya penularan Toksoplasma, begitu juga
sebaliknya untuk mencegah penularan jamur.
b. Pencegahan dan pengobatan infeksi Oportunistik.

8
Meliputi penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat
pada penderita infeksi HIV dan AIDS.
1) Tuberkulosis
Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali.
Dosis INH 300 mg setiap hari dengan vit B6 50 mg paling
tidak untuk masa satu tahun.
2) Toksoplasmosis
Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak
terutama daging yang kurang matang. Obat : TMP-SMX
1 dosis/hari.
3) CMV
Virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat
menimbulkan kebutaam. Ensefalitis, Pnemonitis pada paru,
infeksi saluran cernak yang dapat menyebabkan luka pada
usus. Obat : Gansiklovir kapsul 1 gram tiga kali sehari.
4) Jamur
Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS
adalah jamur Kandida. Obat : Nistatin 500.000 u per hari
Flukonazol 100 mg per hari.
c. Pengobatan Antiretroviral (ARV)
1) Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat
2) Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV disebut
“HAART” (Highly Active Anti Retroviral therapy)
3) Kombinasi ARV lini pertama pasien naïve (belum pernah
pakai ARV sebelumnya) yang dianjurkan : 2NRTI + 1
NNRTI.
4) Di Indonesia :
a) Lini pertama : AZT + 3TC + EFV atau NVP
b) Alternatif : d4T + 3TC + EFV atau NVP AZT
atau d4T + 3TC + 1PI (LPV/r)
5) Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan karena
resiko cepat terjadi resisten bila sering lupa minum obat.

9
2. Aspek Psikologis, meliputi :
a. Perawatan personal dan dihargai
b. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalah-
masalahnya
c. Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
d. Tindak lanjut medis
e. Mengurangi penghalang untuk pengobatan
f. Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka
3. Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk
dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial
meliputi 3 hal:
a. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai,
dicintai, dan diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan
nasehat
c. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu
barang dalam mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)
Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab
atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali
merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. House
(2006) membedakan empat jenis dimensi dukungan social :
a. Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap
pasien dengan HIV AIDS yang bersangkutan
b. Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positif untuk
orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu
dengan orang lain
c. Dukungan Instrumental

10
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjaman
uang, kepada penderita HIV AIDS yang membutuhkan untuk
pengobatannya
d. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana

2.5 Pathways
2.5.1 NAPZA

Koping individu tidak


efektif

Gangguan konsep diri

Harga diri rendah

Penyalahgunaan zat

Intoksikasi

Resiko perilaku
kekerasan

2.5.2 AIDS

11
HIV

Plasenta & ASI Transfusi darah Hubungan Seksual

Transmisi dari Ibu ke


anak

HIV masuk ke dalam


tubuh

Menyerang sistem imun


(sel darah putih / leukosit)

DNA virus terintegrasi


dalam sel DNA host

Sistem imun menurun

Perubahan pertumbuhan
Resiko Infeksi AIDS
dan perkembangan

Perubahan status
Demam
kesehatan

Kurang
Hipertermi Cemas
Pengetahuan

2.6 Pengkajian
1. IDENTITAS PASIEN
• Nama
• Pendidikan terakhir klien
• Status klien : kawin/tidak kawin, duda /janda, di bawah umur
• Alamat klien
• Penanggung jawab : diisi nama orang/perusahaan dan alamat
2. KELUHAN UTAMA
Ditulis singkat & jelas, keluhan yg membuat klien meminta bantuan
pelayanan kesehatan keluhan saat dilakukan pengkajian
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (RPS)

12
Penjelasan dari permulaan klien merasa keluhan sampai dibawa ke RS
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit yang mungkin dapat dipengaruhu / mempengaruhi penyakit saat
ini.
5. RIWAYAT PENGOBATAN/ TERAPI TERDAHULU
6. RIWAYAT LINGKUNGAN
7. POLA PERSEPSI KESEHATAN & MANAJEMEN
a. Pola Nutrisi dan metabolik
Diisi kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum &
sesudah sakit meliputi :
- jenis makanan/minuman
- porsi makan
- keluhan: sulit menelan, muntah
- pengetahuan tentang diet
b. Pola Eliminasi
Diisi dengan kebiasaan BAB & BAK sebelum dan sesudah sakit
meliputi :
- frekuensi
- konsistensi
- warna, bau,dll
- keluhan pada eliminasi
c. Pola Aktivitas & Latihan
Aktivitas rutin klien / pemenuhan ADL seperti : makan, mandi,
toileting, dl
kriteria :
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orng lain
3 = dibantu alat & orang lain
4 = tergantung total
d. Pola Kognitif & Persepsi Sensori

13
Kemampuan klien berkomunikasi, orientasi dan kemampuan
penginderaan
e. Pola Tidur dan Istirahat
Kualitas dan kuantitas istirahat tidur klien sebelum dan sesudah sakit
meliputi : jumlah jam tidur, kebiasaan sebelum atau saat tidur serta
keluhan tidur.
f. Pola Konsep Diri
Diisi hanya pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan
yang berhubungan dengan kesadaran akan dirinya sendiri meliputi
gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri.
g. Pola Peran-Hubungan
Hubungan klien dengan keluarga, teman, masyarakat serta tim
kesehatan.
h. Pola Seksual & Reproduksi
Bila anak 0-12 thn  tentang tugas perkembangan psikoseksual
Remaja-dewasa : riwayat mnstruasi, alat kontrasepsi, hub. Seksual,
sirkumsisi, mimpi basah, dll.
i. Pola Manajemen Koping Stress
Cara klien untuk mengatasi masalah/ konflik/stress
Bagaimana klien mengambil keputusan?
j. Pola Nilai & Kepercayaan
Bagaimana praktek ibadah klien?
Nilai/keyakinan terhadap sesuatu/ menjadi sugesti yang amat kuat
yang mempengaruhi gaya hidup klien
k. Pola presepsi dan pemeliharaan
Diisi dengan presepsi klien/ keluarga terhadap konsep sehat sakit
meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku yang menjadi gaya hidup.
8. PEMERIKSAAN FISIK
l. Status Kesehatan Umum
- Keadaan umum : lemah, sakit ringan/berat, gelisah, rewel, dll.
- Pemeriksaan kesadaran
- Pemeriksaan TTV

14
- BB & TB
2. Pemeriksaan Kesadaran
Ada 2 macam :
a. Secara kualitatif : tingkat kesadaran
b. Secara kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)
3. Tingkat Kesadaran
- Compos mentis : sadar penuh
- Apatis : acuh tak acuh
- Somnolen : mengantuk, dapat terbangun bila dirangsang
- Sopor/stupor : mengantuk yang dalam
- Coma : sama sekali tidak berespon (GCS = 3)
4. GCS
Komponen GCS :
- Respon membuka mata
- Respon verbal/bicara
- Respon motorik/gerakan
5. Kepala & Leher
- Kepala : Keadaan rambut, wajah, mata, telinga, hidung, mulut, gigi
dan gusi
- Leher : pembesaran kelenjar limfe, tiroid
6. Jantung & Paru-paru
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
7. Abdomen
- Inspeksi : warna, jaringan parut, striae
- Auskultasi : frekuensi, suara bising usus
- Palpasi : adanya nyeri tekan, teraba massa
- Perkusi
8. Ekstremitas
- Perubahan bentuk tulang

15
- Kelemahan anggota gerak
- Kekuatan otot
9. Genitalia
- Kebersihan
- Adanya alat invasif ke saluran kemih
- Adanya luka / tanda infeksi
10. Kulit
- Warna
- Perubahan pada kulit
- Turgor
- Integritas
9. Pemeriksaan Penunjang
Dituliskan tanggal pemeriksaan, hasil beserta satuannya dan nilai
normalnya
10. Terapi
- Dituliskan nama obat lengkap, dosis, frekuensi & cara pemberian (oral,
IV, IM,dll)
- Cairan parenteral yang diprogramkan (tetes /menit)

2.7 Diagnosa Keperawatan


2.7.1 NAPZA
a. Keadaan Intoksikasi
b. Resiko Perilaku Kekerasan
2.7.2 AIDS
a. Hipertermi b.d proses infeksi
b. Cemas b.d perubahan status kesehatan
c. Resiko Infeksi b.d menurunnya sistem imun

2.8 Intervensi
2.8.1 NAPZA
a. Keadaan Intoksikasi

16
Tujuan: intoksikasi pada klien dapat diatasi, kecemasan
berkurang/hilang
Rencana tindakan:
a. Membentuk hubungan saling percaya
b. Mengkaji tingkat kecemasan klien
c. Bicaralah dengan bahasa yang sederhana, singkat mudah
dimengerti
d. Dengarkan klien berbicara
e. Sering gunakan komunikasi terapeutik
f. Hindari sikap yang menimbulkan rasa curiga, tepatilah janji,
memberi jawaban nyata, tidak berbisik di depan klien, bersikap
tegas, hangat dan bersahabat
b. Resiko Perilaku Kekerasan
SP 1
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat
perilaku kekerasan
b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara fisik 1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/
bantal
c. Malatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara fisik 1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul
kasur/bantal
d. Melatih memasukkan kegiatan tarik nafas dalam dan pukul
kasur/ bantal ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 2
a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara minum obat secara teratur menggunakan prinsip 6
benar
b. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak
minum obat
c. Melatih cara minum obat secara teratur menggunakan
prinsip 6 benar

17
d. Melatih memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke
dalam jadual kegiatan harian
SP 3
a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
verbal/bicara baik-baik
b. Melatih cara verbal/bicara baik-baik
c. Melatih memasukkan kegiatan bicara baik-baik ke dalam
jadual kegiatan harian
SP 4
a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan cara
spiritual
b. Melatih cara spiritual
c. Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam
jadwal kegiatan harian
2.8.2 AIDS
a. Hipertermi b.d proses infeksi
1. Monitor TTV
2. Kenakan pakaian yang tipis pada klien
3. Berikan cairan IV sesuai order
4. Berikan antipiretik sesuai order
b. Resiko Infeksi b.d menurunnya sistem imun
1. Pantau :
– Hasil JDL dan CD4
– Temperatur setiap 4 jam
– Status umum ( apendiks F ) setiap 8 jam
2. Berikan obat antibiotik dan evaluasi ke efektifannya . jamin
pemasukan cairan paling sedikit 2-3 liter sehari.
3. Rujuk ke ahli diet untuk membantu memilih dan
merencanakan makanan untuk kebutuhan nutrisi. Ikuti
prinsip-prinsip kewaspadaan umum terhadap darah dan cairan
tubuh. Gunakan pencegahan dasar yang sesuai untuk

18
mencegah kontaminasi terhadap kulit dan mukosa membran,
bila kontak dengan darah atau cairan tubuh:
 Pakai sarung tangan bila kontak dengan darah atau cairan
tubuh adalah mungkin terjadi.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien ,
termasuk sebelum dan sesudah memakai sarung tangan.
 Pasang label katagori spesifik isolasi pada pintu kamar
pasien. Jika ada TB paru, pakai masker dan nasehatkan
semua anggota keluarga pasien untuk
skrining TB, jelaskan TB adalah menular.
 Masker tidak diperlukan untuk PCP sebab kemungkinan
infeksi disebabkan oleh jamur yang ada pada tubuhnya
sendiri.
 Pakai skort dan kacamata untuk menghindarkan bila ada
percikan cairan tubuh yang mungkin terjadi.
 Hindarkan penggunaan jarum yang telah dipakai.
Tempatkan semua benda tajam kedalam kontainer
pembuangan.
 Bersihkan tumpahan darah dengan 1:10 cairan pemutih
(natrium hipoklorida)
 Tidak untuk dianjurkan utnuk sembarang orang untuk
memberikan perawatan pada pasien yang mempunyai luka
atau lesi ber eksudat dan dermatitis yang luas atau lesi
sembuh.

2.9 Jurnal

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

19
Narkoba yang juga sering disebut NAPZA adalah singkatan dari Narkotika
dan obat-obatan terlarang yang sering disalahgunakan. Penyalahgunaan obat
adalah: Pemakaian di luar indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter,
pemakaian sendiri secara relatif teratur sekurang-kurangnya selama satu
bulan.
Obat atau zat yang sering disalah gunakan adalah obat alkohol,
Benzodiazepin, Mariyuana, Amfetamin, Kokain, Opium, Heroin, Morpin
dll. Sedangan faktor pendukungnya terdiri dari: Faktor (presdiposisi, individu,
lingkungan, biologis genetic, psikologis, sosial kultur).
Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku
yang disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf
pusat yang mempengaruhi tingkah laku, memori alam perasaan, proses pikir
anak dan remaja sehingga mengganggu fungsi social dan pendidikannya.
Tanda-tanda umum pengguna NAPZA adalah: perubahan fisik dan prilaku.
Sedangkan tnada-tanda klinis daripengguna NAPZA adalah: menghambat
fungsi saraf, penyalahgunaan yang berefek stimultan, penyalahgunaan yang
berefek halusinasi.
Komplikasi dari penyalahgunaan zat: Selain gangguan otak, dapat
menyebabkan gangguan hati, usus, seks, kelainan bayi (bila hamil), dan
resiko kena kanker. Perawat harus mengetahui masalah yang berkaitan
dengan penggunaan NAPZA agar dapat memberikan perawatan kepada klien
secara efektif.
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah
( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang
mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan khususnya kita harus terus memberikan
penyuluhan tentang penyalahgunaan obat-obat NAPZA. karena masyarakat

20
awam masih menganggap bahwa obat-obat NAPZA ini tidak berbahaya, pada
kenyataannya banyak remaja di Indonesia khususnya yang meninggal
dikarenakan obat-obat yang termasuk dalam golongan NAPZA. selain itu
juga kita harus menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
penyalahgunaan obat-obat NAPZA secara baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Yulrina. 2015. Bahan Ajar AIDS pada Asuhan Kebidanan Ed. 1.
Yogyakarta: Deepublish

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika

Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN
(Intermediet Course). Jakarta: EGC

Martono, Lydia Harlina., dkk. 2006. Pemulihan Pecandu Narkoba Berbasis


Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka

Yusuf Ah., Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

21

S-ar putea să vă placă și