Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
B. Senyawa Keton
C. Prostat
Prostat adalah organ kecil seukuran kenari yang berada dibawah
kandung kemih dan mengelilingi uretra, prostat mengeluarkan cairan
semen dan cairan semen bergabung dengan sperma untuk membentuk
air mani (kamus kedokteran).
2. PERTANYAAN YANG MUNGKIN MUNCUL
A. Pengertian Benigna Prostat Hyperplasi
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak
kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau
semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan
fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 :
193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 67).
BPH atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan yang
berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat
jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi
normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.
B. Etiologi BPH
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi .
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3) Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor
beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
C. Patofisiologi BPH
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) dimana
fungsi testis sudah menurun, akibat penurunan fungsi testis ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan
dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran
prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-
kadang mencapai 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius,
tetapi tidak mengenai bagian posterior lobus medialis. Tonjolan ini
dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai
celah atau menekan dari bagian tengah, kadang-kadang penonjolan itu
merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen
uretra.
Pada penampang, tonjolan dapat dibedakan dengan jelas antara
jaringan prostat yang masih baik. Warna tonjolan tergantung pada
unsur yang bertambah, jika tonjolan tersebut pada kelenjer maka warna
tonjolannya kuning kemerahan dengan konsistensi lunak dan berbatas
tegas dengan jaringan prostat. Jika pembesaran atau penonjolan terjadi
pada jaringan prostat yang terdesak maka warnanya putih keabu-abuan
dan konsistensinya padat dan apabila tonjolan ditekan maka akan
keluar cairan seperti susu.
Apabila unsur fibromuskular yang bertambah maka tonjolan
berwarna abu-abu dan padat serta tidak mengeluarkan cairan seperti
jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopiknya juga bermacam-macam tergantung pada
unsur yang berpoliferasi, biasanya yang lebih banyak berpoliferasi
adalah unsur kelenjer sehingga terjadi penambahan kelenjer dan
terbentuk kista-kista yang dilapisi epitel koboid selapis dimana pada
beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen membran
basalis yang masih utuh dan terkadang terjadi penambahan kelenjer
yang kecil-kecil sehingga menyerupai karsinoma.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat
Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma
Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1) Gejala Obstruktif
Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan
seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan
oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing
yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
Harus mengedan (training).
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
2) Gejala Iritatif
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari
biasanya.
Nokturia yaitu terbangun pada malam hari untuk miksi.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. Derajat BPH
Menurut Sjamsuhidajat tahun 2005 benigna prostat hiperplasia
dibagi menjadi empat derajat yaitu:
1) Stadium I
Terjadi obstruksi namun bladder/vesika urinari masih mampu
mengeluarkan atau mensekresikan urin sampai habis.
2) Stadium II
Pada stadium ini terjadi retensi urin namun vesika urinari
masih mampu mengeluarkan urin walau tidak sampai habis,
masih tersisa sekitar 60-150 cc dan pada stadium ini terjadi
disuria dan nocturia.
3) Stadium III
Pada stadium ini urin setiap berkemih urin tersisa dalam vesika
urinari sekitar ≥ 150 cc.
4) Stadium IV
Pada stadium ini terjadi retensi urin total, vesika urinari penuh
sehingga pasien terlihat kesakitan dan pada stadium ini urin
menetes secara periodik ( over flow inkontinen ).
F. Komlikasi BPH
1) Urinary traktusinfection
2) Retensi urin akut
3) Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan
fungsi ginjal.
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat
obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine
setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine
yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula
diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah
miksi.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit,
kadar ureum kreatinin.
Bila perlu lakukan pemeriksaan Prostate Spesific Antigen
(PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
3) Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen
BNO-IVP
Systocopy
Systografi
USG
H. Penatalaksanaan BPH
1) Observasi (Watchful waiting)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan,
pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan
penyakitnya tetap di awasi oleh dokter. Pasien disarankan
menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya, adapun
hal yang harus dihindari pasien antara lain:
B. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan
ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara
adekuat.
Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli –
buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan
pasca obstruksi diuresis.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
atau menghadapi prosedur bedah.
Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
2) Post Operasi
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan
insisi sekunder pada TUR-P.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung
kemih sering.
Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan
ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek
pembedahan
C. Intervensi Keperawatan
1) Pre Operasi
1. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan
ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara
adekuat.
Tujuan : Retensi urin berkurang
Kriteria hasil:
Berkemih dalam jumlah yang cukup/normal
Tidak terapa distensi vesika urinari
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong klien untuk berkemih tiap 2- Untuk meminimalkan retensi urin
4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. distensi berlebihan pada vesika
urinari.
2. Observasi aliran urin, perhatian Untuk mengevaluasi obstruksi dan
jumlah urin dan kekuatan pilihan intervensi
pancarannya.
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah Retensi urine meningkatkan tekanan
setiap kali berkemih dalam saluran perkemihan yang
dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml Untuk meningkatkan aliran cairan,
sehari dalam toleransi jantung. meningkatkan perfusi ginjal serta
membersihkan ginjal, vesika urinari
dari pertumbuhan bakteri.
5. Berikan obat sesuai indikasi Untuk mengurangi spasme vesika
(antispamodik) urinari dan mempercepat
penyembuhan
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan Untuk menentukan intervensi
intensitas nyeri (1-10). selanjutnya
2. Berikan tindakan kenyamanan Untuk menurunkan tegangan otot,
(sentuhan terapeutik, pengubahan memfokusksn kembali perhatian
posisi, pijatan punggung ) dan dan dapat meningkatkan
aktivitas terapeutik. kemampuan koping.
3. Pertahankan tirah baring jika Diperlukan selama fase awal dan
diindikasikan fase akut
4. Pertahankan patensi kateter dan Mempertahankan fungsi kateter
sistem drainase. Pertahankan dan drainase sistem, menurunkan
selang bebas dari lekukan dan resiko distensi / spasme buli -
bekuan buli.
5. Kolaborasi dalam pemberian Untuk Menghilangkan spasme
antispasmodik
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau keluaran urin tiap jam bila Diuresisi yang cepat dapat
diindikasikan. Perhatikan keluaran mengurangkan volume total karena
100-200 ml/. ketidakcukupan jumlah natrium
diabsorbsi tubulus ginjal
2. Pantau masukan dan kaluaran Indikator keseimangan cairan dan
cairan. kebutuhan penggantian.
3. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan Deteksi dini terhadap hipovolemik
peningkatan nadi dan pernapasan, sistemik.
penurunan tekanan darah, diaforesis
dan pucat.
4. Tingkatkan tirah baring dengan Menurunkan kerja jantung
kepala lebih tinggi. memudahkan hemeostatis sirkulasi.
5. Kolaborasi dalam memantau Berguna dalam evaluasi kehilangan
pemeriksaan laboratorium sesuai darah / kebutuhan penggantian.
indikasi. Serta dapat mengindikasikan
contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah terjadinya komplikasi misalnya
merah. Pemeriksaan koagulasi, penurunan faktor pembekuan
jumlah trombosit. darah,
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : Cemas berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Klien tidak cemas lagi
Klien sudah bisa menerima keadaannya sekarang
Klien sudah memahami tujuan dari pembedahan
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Dampingi klien dan bina hubungan Menunjukka perhatian dan
saling percaya. keinginan untuk membantu.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong klien menyatakan rasa takut Membantu klien dalam mengalami
persaan dan perhatian. perasaan.
2. Kaji ulang proses penyakit, dan Memberikan dasar pengetahuan
pengalaman klien. dimana klien dapat membuat
pilihan informasi terapi.
2) Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi
sekunder pada TUR-P.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
Ekspresi wajah klien tenang.
Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini Kien dapat mendeteksi gajala
spasmus kandung kemih. dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang Menentukan terdapatnya
teratur selama 48 jam, untuk spasmus sehingga obat – obatan
mengenal gejala – gejala dini dari bisa diberikan.
spasmus kandung kemih.
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas Memberitahu klien bahwa
nyeri dan frekuensinya akan ketidaknyamanan hanya
berkurang dalam 24 sampai 48 jam. temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak Mengurang kemungkinan
berkemih ke seputar kateter. spasmus.
5. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, Menurunkan tegangan otot,
termasuk latihan nafas dalam dan memfokuskan kembali perhatian
imajinasi. dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
6. Menjaga selang drainase urine tetap Sumbatan pada selang kateter
aman dipaha untuk mencegah oleh bekuan darah dapat
peningkatan tekanan pada kandung menyebabkan distensi kandung
kemih. Irigasi kateter jika terlihat kemih dengan peningkatan
bekuan pada selang. spasme.
7. Anjurkan pada klien untuk tidak Mengurangi tekanan pada luka
duduk dalam waktu yang lama insisi.
sesudah tindakan TUR-P.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk Menghilangkan nyeri dan
memberi obat – obatan (analgesik mencegah spasmus kandung
atau anti spasmodik ) kemih.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien tentang sebab Menurunkan kecemasan klien dan
terjadi perdarahan setelah mengetahui tanda – tanda
pembedahan dan tanda – tanda perdarahan
perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi Gumpalan dapat menyumbat
gumpalan dalm saluran kateter kateter, menyebabkan peregangan
dan perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat Dengan peningkatan tekanan pada
dan memberi obat untuk fosa prostatik yang akan
memudahkan defekasi . mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer Dapat menimbulkan perdarahan
rektal, pemeriksaan rektal atau prostat .
huknah, untuk sekurang –
kurangnya satu minggu .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu Traksi kateter menyebabkan
traksi di pasang dan kapan traksi pengembangan balon ke sisi fosa
dilepas . prostatik, menurunkan perdarahan.
Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah
pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap Deteksi awal terhadap komplikasi,
4 jam, pemasukan dan pengeluaran dengan intervensi yang tepat
dan warna urin. mencegah kerusakan jaringan yang
permanen .
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan
akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil:
Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan
menurun .
Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
Klien mengerti tentang pengaruh TUR -P pada seksual.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Beri kesempatan pada klien untuk Untuk mengetahui masalah klien.
memperbincangkan tentang pengaruh
TUR – P terhadap seksual.
2. Jelaskan tentang : kemungkinan Kurang pengetahuan dapat
kembali ketingkat tinggi seperti membangkitkan cemas dan
semula dan kejadian ejakulasi berdampak disfungsi seksual.
retrograd (air kemih seperti susu).
3. Mencegah hubungan seksual 3-4 Bisa terjadi perdarahan dan
minggu setelah operasi . ketidaknyamanan.
4. Dorong klien untuk menanyakan Untuk mengklarifikasi kekhatiran
kedokter salama di rawat di rumah dan memberikan akses kepada
sakit dan kunjungan lanjutan . penjelasan yang spesifik.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien dan keluarga meningkatkan pengetahuan klien
penyebab gangguan tidur dan sehingga mau kooperatif dalam
kemungkinan cara untuk tindakan perawatan .
menghindari.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002
Uliyah, Musrifatul dan Alimun, Aziz, 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik.
Jakarta: Selemba Medika