Sunteți pe pagina 1din 11

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partus Lama merupakan salah satu dari beberapa penyebab kematian ibu dan bayi
baru lahir. Partus Lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 12 jam yang dimulai
dari tanda-tanda persalinan. Partus lama akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga,
dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi pendarahan post partum yang dapat menyebabkan
kematian ibu. Pada janin akan terjadi infeksi, cedera dan asfiksia yang dapat meningkatkan
kematian bayi. Para ibu baru yang menjalani persalinan pertamanya dengan sulit dan lama
mengatakan bahwa pengalaman tersebut akan mempengaruhi mereka untuk selamanya.
Secara keseluruhan, 60 persen wanita yang menjalani persalinan sulit mengatakan
bahwa pengalaman tersebut akan meninggalkan kesan pada mereka sepanjang hidupnya.
Persalinan yang lama biasa terjadi terutama pada wanita yang baru menjalani persalinan anak
pertama.
Persalinan lama didefinisikan sebagai persalinan dengan kemajuan yang lama, yaitu
ibu mengalami kontraksi teratur lebih lama dari 12 jam misalnya, atau persalinan yang
membutuhkan operasi cesar darurat, bantuan forseps, atau vakum. Para peneliti menemukan
bahwa rasa sakit merupakan hal yang utama diutarakan oleh para ibu baru, terutama mereka
yang mengalami persalinan lama.

B. Tujuan
1. Mengetahui konsep persalinan lama
2. Mengetahui penatalaksanaan Ibu dengan persalinan lama
3. Mengetahui asuhan keperawatan Ibu dengan persalinan lama
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih,
bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin, 2002).
Persalianan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal atau
sulit.
B. Etiologi
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
1. Kelaianan tenaga/his tidak efisien (adekuat)
2. His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada
jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga
persalinan mengalaami hambatan atau kemacetan.
3. Kelaianan janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
4. Persalinan dapat mengalami ganagguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak
atau dalam bentuk janin.
5. Kelaianan jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
6. Kelaianan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan
persalinan atau menyebabkan kemacetan.
7. Faktor resiko persalinan lama :
8. Umur kurang dari 16 tahun akan terjadi persalinan macet karna jalan lahir/tempat
keluar janin belum berkembamg sempurna/masih kecil.
9. Tinggi badan kurang dari 140 cm dikuatirkan akan terjadi persalinan macet karna
tulang panggul sempit.
10. Kehamilan pertama dikuatirkan akan terjadi disproporsi janin dalam panggul sehingga
akan membahayakan keselamatan janin.
11. Adanya riwayat persalinan sulit ditakutkan akan terjadi lagi pada kehamilan yang
selanjutnya.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala partus lama, yaitu:
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi
 Temperature tinggi
 Nadi dan pernafasan
 Abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen
 Meteorismus
 Lingkaran bandle tinggi
 Nyeri segmen bawah rahim
4. Pemeriksaan local vulva-vagina
 Edema vulva
 Cairan ketuban berbau
 Cairan ketuban bercampur mekonium
5. Pemeriksaan dalam
 Edema serviks
 Bagian terendah sulit didorong ke atas
 Terdapat kaput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam rahim
 Asfiksia sampai terjadi kematian
 7. Akhir dari persalinan lama
 Rupture uteri imminen sampai rupture uteri
 Kematian karena perdarahan dan atau infeksi
8. Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada partograf.
9. Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam.
10. Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik

D. Jenis-Jenis Kelainan His


1. Inersia uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih
dahulu dari pada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya
terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa.
Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali
persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan
mortalitas janin baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic
uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang
lama, dan hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Dalam menghadapi inersia uteri,
harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil.
Jangan dilakukan tindakan yang tergesa-gesa untuk mempercepat lahirnya janin.
Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membuat diagnosis inersia uteri atau untuk mamulai terapi aktif.
2. His terlampau kuat
His terlampau kuat atau disebut juga hypertonic uterine contraction. Golongan
coordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia. His
yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu
yang sangat sinagkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus
presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot di luar his juga biasa,
kelaiannya pada kekuatan his. Bahaya partus presipitataus bagi ibu ialah terjadinya
perlukaaan luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa
mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan
kuat dalam waktu yang singkat.

3. Incoordinate uterine action


Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara
kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas,
tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di
samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras
dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis ini juga
disebut sebagai uncoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada
persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavumuteri
pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi.
Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau
serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan
incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi
lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan,
maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan
dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia
servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena
jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan
robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus.

E. Kelainan Kala Pada Partus Lama


1. Kelaianan kala I
 Fase laten memanjang
Fase laten terjadi bersamaan dengan persepsi ibu yang bersangkutan akan
adanya his teratur yang disertai oleh pembukaan serviks yang progresif,
walaupun lambat, dan berakhir pada pembukaan 3-5 cm. Ibu diklasifikasikan
barada dalam persalianan aktif apabila dilatasi mencapai 5 cm (Rosen).
Lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu
multipara mencerminkan nilai maksimum secara statistic. Durasi rata-ratanya
adalah 8,6 jam dan rentangnya dari 1-44 jam (Friedman & Sachtelben).
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah lama
anesthesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk
(missal tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), persalianan
palsu.Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitoksin sama
efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan.
istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari.
Menurut Friedman, memanjangnya fase laten tidak memperburuk morbiditas
atau mortalitas janin dan ibu, tetapi Chelmow membantah anggapan tersebut.

 Fase aktif memanjang


Friedman membagi fase aktif menjadi
gangguan protraction(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet/tak
maju). Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara adalah kecepatan pembukaan <
1,2 cm/jam atau penurunan <1cm/jam. untuk multipara, protraksi
didefinisukan sebagai kecepatan pembukaan < 1.5 cm/jam atau penurunan <
2cm/jam. Ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan
atau penurunan; kemacetan pembukaan (arrest of dilatation) didefinisikan
sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam,dan kemacetan
penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1
jam.
Keterkaitan atau factor lain yang berperan dalam persalinan yang
berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anesthesia regional, dan
malposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten. Pada persalinan ini
Friedman menganjurkan pemeriksaan Fetopelviks untuk mendiagnosis
disproporsi sefalopelviks. terapi yang dianjurkan adalah penatalaksanaan
menunggu, sedangkan oksitoksin dianjurkan untuk persalinan yang macet
tanpa disproporsi sefalopelviks.

2. Kelainan kala II
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk
multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi. pada ibu dengan paritas tinggi liang vagina
dan perineumnya sudah melebar, 2 atau 3 kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap
mengkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada seorang ibu dengan panggul
sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anesthesia regional atau
sedasi yanag berat, maka kala II dapat sangat memanjang. Kilpatrick dan Laros melaporkan
bahwa rata-rata persalinan kala II, sebelum pengeluaran janin spontan, memanjang sekitar 25
menit oleh anastesi regional. Tahap panggul atau penurunan janin pada persalinan umumnya
berlangsung setelah pembukaan lengkap. Selain itu, kala II melibatkan banyak gerakan pokok
yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir. Kala II persalinan pada nulipara dibatasi 2
jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila digunakan analgesi regional. Untuk multipara 1
jam adalah batasnya, diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesi regional.
F. Dampak Persalinan Lama Pada Ibu-Janin
Dampak yang ditimbukan oleh partus lama antara lain:
 Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,
terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan
sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan
akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama
persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan lama.
 Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus
lama, terutama pada ibu dengan parietas tinggi dan pada mereka dengan riwayat SC.
Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala
tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat
teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk
cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah Krista transversal atau oblik
yang berjalan melintang di uterus antara simpisis dan umbilicus. Apabila dijumpai
keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominan segera.
 Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin local uterus pada persalianan
yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl,
yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul
akibat persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen
bawah uterus. Pada situasi semacam ini identasi abdomen dan menandakan ancaman
akan rupturnya SBR. Konstriksi uterus local jarang dijumpai saat ini karena terlambatnya
persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi local ini kadang-
kadang masih terjadi sebagai konstriksi jam pasir (hourglass constriction) uterus setelah
lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang dapat
dilemaskan dengan anesthesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal,
tetapi kadang-kadang SC yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang
lebih baik bagi kembar kedua.
 Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke PAP, tetapi tidak maju untuk jangka
waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding
panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat
terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan
munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau retrovaginal. Umumnya nekrosis
akibat penekanan ini pada persalinan kala II yang berkepanjangan.
 Cidera Otot-otot Dasar Panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta
tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan
melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot,
saraf, dan jaringan ikat. Efek-efek ini bisa menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta
prolaps organ panggul.
 Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yng besar
di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostic yang serius. Kaput hampir dapat mencapai dasar
panggul sementara kepala sendiri belum cakap.
 Molase kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase. Biasanya
batas median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih
dengan tulang di sebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun,
tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering
terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang
terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh
darah janin, dan perdarahan intracranial pada janin.
G. Penatalaksanaan
 Tetap memantau/ mengobservasi tanda-tanda vital ibu
 Tetap memantau his dan mengontrol DJJ setiap setelah his.
 Beri infus ibu bila kondisi ibu semakin melemah. Infus cairan:
 Larutan garam fisiologis
 Larutan glucose 5-10% pada janin pertama: 1 liter/jam
 Tetap memperhatikan asupan gizi ibu terutama asupan cairan.
 member perlindumgan antibiotika-antipiretika
 Beri Oksigen (sesuai kebutuhan) bila terjadi tanda – tanda gawat janin.
 Posisikan ibu untuk miring ke kiri selama merujuk.
DX TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI
Nyeri b.d. Setelah tindakan 15 Managemen 1. Dengan
Fisiologis: menit ibu mampu nyeri informasi yang
Proses beradaptasi dengan 1. Kurangi rasa tepat akan
persalinan. nyerinya. takut dengan pasien mengerti
Kriteria: meluruskan akan
Tampak tenang. setiap mis managemen
Menyatakan dapat informasi nyeri
menahan nyeri. 2. Berikan bantal 2. Mengurangi
pada bawah nyeri pada
punggung dan punggung
Bantu support 3. Teknik relaksasi
kedua tungkai akan
ibu. mengurangi
3. Bantu nyeri dalam
memimpin pola proses
nafas ibu. persalinan
4. Anjurkan ibu 4.
utk
merilekskan
otot dasar
pelvis.
Manajemen
lingkungan
5. Implementasika
n tindakan
untuk
kenyamanan
fisik seperti
menciptakan
suasana yang
nyaman,
meminimalkan
stimulasi
lingkungan
6. Edukasi :
prosedur/peraw
atan
7. Demonstrasika
n pereda nyeri
non invasif/
non
farmakologis :
massage,
distraksi/imajin
asi, relaksasi,
pengaturan
posisi yang
nyaman.
8. Anjurkan ibu
mengatur pola
nafas :sebelum
meneran tarik
dua kali nafas
dlm lalu baru
meneran,
ulangi lagi
sampai
berakhirnya
kontraksi dan
berhenti
meneran
9. Anjurkan pada
ibu untuk
konsentrasi saat
meneran
10. Edukasi :
proses penyakit
11. Berikan
penjelasan
tentang
penyebab
timbulnya nyeri

Cemas berhub Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat dan


ungan dengan askep selama penyebab kecemasan
krisis proses persalin 2. Pantau TTV sesuai
situasional, an kecemasan indikasi.
ditandai berkurang dg
dengan: kriteria hasil : 3. Pantau pola kontraksi
uterus.
a. Ibu tampak
waktu rileks
persalinan 4. Laporkan disfungsi
b. Ibu tampak
lama. kooperatif
dengan
teknik
relaksasi
nafas
dalam
c. TTV
dalam
batas
normal
Resiko kelu Rehidrasi cairan 1. pemberian cairan 1. cairan IV
arnya cairan pasien tercapai IV sesuai program menggantikan
sehubungan dalam proses pengobatan cairan yang hilang
dengan persalinan 2. cek bibir pasien dalam tubuh
pemanjanga dan kekeringan 2. dengan pengkajian
n persalinan membran mukosa klinik tahu tanda-
dan dan turgor kulit tanda dehidrasi
pembatasan 3. monitor cairan 3. membantu untuk
cairan/ tidak pasien intake dan mengetahui
adekuatnya output keseimbangan
intake cairan dalam
cairan tubuh

Kelelahan ber Setelah dilakukan askep 1. kaji TTV berkala


hubungan selama proses
dengan peni keperawatan masalah 2. anjurkan ibu untuk
ngkatan kelelahan terkendali, relaksasi dan istirahat
kebutuhan dengan criteria hasil: diantara kontraksi
energi akibat 3. sarankan
peningkatan a. Pasien suami/keluarga untuk
metabolism menyatakan mendampingi ibu
sekunder masih
akibat nyeri memiliki 4. sarankan keluarga
selama cukup tenaga untuk menawarkan dan
persalinan, b. pasien tidak memberikan minuman
ditandai mengalami atau makanan pada ibu
dengan: keletihan berl
ebihan. 5. kolaborasi dengan
 Ibu tenaga medis untuk
tampa c. nadi dalam mempertimbangkan
k batas normal tindakan selanjutnya
kelela jikakelemahan
han bertambah berat

 waktu
persal
inan
l
ama.

S-ar putea să vă placă și