Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
POTENSI IMUNOMODULATOR
BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK SEBAGAI PRODUK SUBSTANDAR
SECARA IN VITRO PADA SEL LIMFOSIT MANUSIA
Oleh
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2
POTENSI IMUNOMODULATOR
BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK SEBAGAI PRODUK SUBSTANDAR
SECARA IN VITRO PADA SEL LIMFOSIT MANUSIA
SKRIPSI
Oleh
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
3
POTENSI IMUNOMODULATOR
BUBUK KAKAO BEBAS LEMAK SEBAGAI PRODUK SUBSTANDAR
SECARA IN VITRO PADA SEL LIMFOSIT MANUSIA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Menyetujui,
Bogor, Juli 2006
drh. Bambang Pontjo P., MS, P.hD Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc
Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I
Mengetahui,
ABSTRAK
dengan nilai absorbansi yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Selain
itu penambahan beberapa jenis ekstrak bubuk kakao yaitu sampel bulk masak
serta ekstrak buah kakao yang terserang P. palmivora tingkat serangan sedang dan
berat, menimbulkan respon proliferatif yang positif karena nilai absorbansinya
lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kontrol negatif (p<0.05). Jenis sampel bulk
masak ini memang memiliki senyawa fenolik yang cukup tinggi yaitu sebesar
35.534 ppm. Meskipun demikian ekstrak buah kakao yang terserang P. Palmivora
tingkat serangan sedang dan berat kandungan polifenolnya termasuk rendah. Dari
hasil ini diduga kandungan senyawa fenolik bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan respon proliferasi ekstrak. Selain itu komposisi senyawa fenolik di
setiap jenis ekstrak bubuk kakao juga diduga mempengaruhi respon
imunostimulan maupun imunosuppresifnya.
Hasil analisis dengan metode biru trifan menunjukkan bahwa semua jenis
ekstrak bubuk kakao mampu mempertahankan viabilitas sel limfosit di dalam
kultur setelah masa inkubasi selama 72 jam. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sel
limfosit yang mati pada kultur dengan penambahan ekstrak sangatlah kecil jika
dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa
ekstrak bubuk kakao memiliki potensi sebagai imunomodulator dengan
mempertahankan sel limfosit agar tetap hidup setelah masa inkubasi. Untuk
beberapa jenis ekstrak bubuk kakao yaitu bulk masak serta ekstrak buah kakao
yang terserang P. Palmivora tingkat serangan sedang dan berat, potensi ini lebih
didukung dengan adanya respon positif terhadap proliferasi sel limfosit pada
kultur.
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik
serta menyusun karya tulis ini dengan baik pula. Dalam penyusunan karya tulis ini
banyak sekali pihak yang mendukung dan banyak berperan, oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc dan drh. Bambang Pontjo
Priosoeryanto, MS, phD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan tugas akhir dan penulisan
karya tulis ini.
2. Ayahanda Zairisman, Ibunda Sri Rachmawati, Uda Ari Rachman dan Adik
Arman Rafik tercinta atas segala limpah kasih sayang, doa, dukungan,
semangat dan kehangatan keluarga yang selalu diberikan pada penulis.
3. Yessica Meiriana, Mba Femi Olivia, Mba Erniati, dan Bapak Sukirno, teman
senasib seperjuangan yang telah banyak bekerjasama dan saling membantu
serta berperan sebagai teamwork terbaik selama pelaksanaan penelitian.
4. Dr. Ir. M. Arpah, MSi sebagai dosen penguji atas saran kritik serta koreksinya
terhadap karya tulis ini sehingga dapat menjadi yang terbaik dan bermanfaat.
5. Dr. Ir. Sri Wahyuni, Ir. Didah Nur Faridah, MSi, Bapak Ibnu Wachid, Bapak
Sobirin, Bapak Abdul Rojak dan para laboran di laboratorium ITP Fateta serta
para petugas perpustakaan Fateta, PAU, dan LSI IPB yang telah banyak
membantu, memfasilitasi, dan memberikan pengetahuan selama melaksanakan
penelitian.
6. Ir. Ria Suryani, my second mother, yang telah banyak mengajari penulis dalam
menjalani hidup dengan ikhlas,”NODIE” (dita, neo, ona, nda, indi) yang telah
mendampingi penulis menjadi sahabat terbaik sepanjang masa.
7. Teman-teman Pubi : Elvina & Dora yang telah menjadi teman terbaik siang
maupun malam selama penelitian, Tissa, Farah, Nuy, Ratry, Fany, dan Inggrid
yang senantiasa mendampingi dalam suka dan duka, mendengarkan keluh
kesah penulis, juga selalu memberikan perhatian, semangat, serta keceriaan.
Thanx God I found you!
8
8. Rekan-rekan TPG 39 terutama Ribka d’hippo yang dalam waktu singkat telah
mampu menjadi sahabat terbaik dengan memberikan semangat, support
mental maupun fisik, termasuk melindungi d’little bug dari penindasan ☺,
thanx also dedicated to Putra, Tono, dan Inal abang-abangku yang telah
banyak memberikan pelajaran hidup serta warna-warni kehidupan selama 4
tahun penulis di TPG, Dadik (thanx udah banyak membantu ’mengangkat
beban’ penulis dengan jasa antar jemputnya serta memberikan keceriaan
setiap saat selama penelitian), Ajeng (thanx untuk penyediaan fasilitas
’penginapan’ dan pengolahan datanya, serta bantuan tanpa pamrihnya selama
ini...), Randy, Woro, Didin, Nanda, Qky, Stut, Aponk, Deddy, Izal, Ulik,
Prasna serta semua anggota JoJoPy (thanx atas hiburan rutinnya setiap bulan,
setiap minggu, bahkan setiap hari selama pelaksanaan tugas akhir), Kelompok
D2 (Nanda, Dian, Beta dan Randy) what a great team work we are!
9. Ka Irfan yang dalam 5 tahun terakhir telah banyak memberikan pengetahuan,
bantuan menentukan pilihan, serta membantu penulis agar selalu dapat
menjadi yang terbaik; rekan-rekan KOMA (kaka nyoi, mas upank, abang
sofyan, kang abul, aa bayu, mas santo, putu, sani, rita, dan vika); panitia
INVASI 2003 (ganjar, fadli, wachyu, tyas, dadot, kiki, ginna, deka, komenk,
idong, dll); serta roommate penulis di asrama putri TPB (renny, mba sus, dan
diah) termasuk para tetangga (vina, pipit, dilla, isti, ayu, nova, dkk) yang telah
menghiasi hari-hari penulis di IPB sehingga menjadi tak terlupakan.
10. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang telah tulus
ikhlas berperan serta membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan
karya tulis ini baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan
karya-karya selanjutnya sangat diharapkan penulis. Penulis mengharapkan
semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Permasalahan ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
D. Hipotesis ............................................................................................ 3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sel-sel dalam sirkulasi darah ............................................................... 8
Tabel 2. Persentase normal tipe sel darah putih ................................................. 9
Tabel 3. Pengaruh penambahan ekstrak bubuk kakao pada kultur terhadap
proliferasi limfosit yang ditunjukkan oleh nilai absorbansi kultur ...... 35
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi terhadap proliferasi limfosit yang ditunjukkan
oleh nilai absorbansi kultur ................................................................. 36
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Darah perifer dan Ficoll hypaque sebelum disentrifugasi ............. 21
Gambar 2. Hasil pemisahan leukosit ............................................................... 22
Gambar 3. Kurva standar asam tannat ............................................................. 28
Gambar 4. Diagram kadar total polifenol rata-rata pada ekstrak bubuk
kakao .............................................................................................. 29
Gambar 5. Grafik jumlah sel limfosit mati setelah masa inkubasi 72 jam
yang dihitung dengan metode biru trifan .................................. 32
Gambar 6. Grafik absorbansi kultur dengan penambahan ekstrak bubuk
kakao secara keseluruhan setelah inkubasi selama 72 jam dan
diukur dengan metode MTT .......................................................... 38
Gambar 7. Kemungkinan mekanisme biokimia aktivasi sel T oleh
komponen bioaktif bubuk kakao [Dimodifikasi dari Roitt
(1991)] ........................................................................................... 42
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kandungan medium RPMI-1640 ................................................. 51
Lampiran 2. Contoh perhitungan penentuan konsentrasi ekstrak bubuk kakao .. 52
Lampiran 3. Kadar total polifenol ekstrak bubuk kakao (0.8mg/ml) ................ 53
Lampiran 3. Data jumlah sel limfosit mati yang diberi perlakuan ekstrak
kakao konsentrasi 2x dosis normal (C2 = 6,64 x 10-3 g/ml) ........... 54
Lampiran 4. Data nilai absorbansi hasil pembacaan plat mikro yang
menunjukkan jumlah sel limfosit hidup pada perlakuan
penambahan ekstrak bubuk kakao terhadap suspensi limfosit
dari darah manusia (metode MTT) ................................................ 55
Lampiran 5. Analisis sidik ragam jumlah sel limfosit dengan pengaruh
penambahan ekstrak bubuk kakao (metode MTT)......................... 56
Lampiran 6. Analisis sidik ragam (ANOVA) jumlah sel limfosit yang mati
(metode biru trifan) ....................................................................... 57
Lampiran 7. Hasil uji Duncan rata-rata jumlah limfosit dengan penambahan
ekstrak bubuk kakao (metode MTT).............................................. 58
Lampiran 8. Hasil uji Duncan rata-rata jumlah limfosit yang mati (metode
biru trifan) ...................................................................................... 59
Lampiran 9. Inform of Concern ......................................................................... 60
14
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. PERMASALAHAN
C. TUJUAN PENELITIAN
D. HIPOTESIS
Banyak di antara jenis senyawa yang bukan merupakan zat gizi namun
dianggap berkhasiat bagi tubuh karena dapat memperbaiki fungsi-fungsi
fisiologis di dalam tubuh jika dikonsumsi, senyawa tersebut sering digunakan
sebagai komponen makanan fungsional.
Pada tahun 1950 dan 1960-an dikenal komponen pangan selain zat gizi
yang disebut secondary plants product atau phytochemicals meliputi senyawa
fenol, alkaloid, turunan isoprene, terpene, steroid, dan zat kimia lainnya (San
Lin, 1994). Dalam beberapa tahun terakhir ini senyawa fitokimia menjadi
topik penelitian yang sangat penting karena di antaranya dapat memberikan
fungsi-fungsi fisiologis yang luar biasa menguntungkan bagi kesehatan
termasuk dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif (Hendrich et al.,
1994). Beberapa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis
diantaranya karotenoid, polifenol, asam fitat, dan lain sebagainya. Fungsi
fisiologis yang dipunyai antara lain sebagai antikanker, antimikroba,
antioksidan, antitrombotik, anti-radang, merangsang sistem daya tahan tubuh,
mengatur tekanan darah, mengatur kadar gula darah, dan menurunkan
kolesterol (Watzl, 1996).
Senyawa fenolik meliputi senyawa fenol sederhana, asam fenolat,
turunan asam hidroksinamat dan flavonoid. Senyawa fenol sederhana terdiri
dari monofenol, difenol dan trienol. Turunan asam hidroksinamat berasal dari
p-koumarin, asam kafeat dan ferulat, sedangkan flavonoid terdiri dari katekin,
proantosianidin, antosianidin, flavon, flavonol dan glikosidanya (Ho et al.,
1991).
Senyawa fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan primer karena
mampu menghentikan rantai radikal bebas pada oksidasi lipid (Kochhar dan
Rossell, 1990). Radikal bebas yang terbentuk pada reaksi senyawa fenol
dengan radikal lemak selalu distabilkan oleh delokalisasi elektron tidak
berpasangan di sekitar cincin aromatik (Ingold, 1968). Melalui efek induktif,
20
Produk olahan tanaman kakao sepeti coklat atau bubuk coklat banyak
disukai oleh masyarakat. Dengan demikian banyak pula isu-isu kesehatan
tentang produk ini. Beberapa tahun belakangan, para ilmuwan telah meneliti
bahwa coklat tidak selalu membahayakan kesehatan seperti yang banyak
dibicarakan di kalangan masyarakat. Diantaranya adalah penelitian yang
membuktikan bahwa coklat ataupun bubuk kakao bukanlah penyebab utama
obesitas karena asam lemak utama yang terdapat pada coklat yaitu asam
stearat termasuk asam lemak yang non-aterogenik, jika dibandingkan dengan
banyak lemak jenuh lain. Selain itu ada pula penelitian yang menyebutkan
bahwa tidak ada korelasi yang positif antara konsumsi coklat maupun bubuk
kakao dengan timbulnya jerawat (Van Heerden, 2006).
22
E. DARAH
G. LIMFOSIT
Limfosit merupakan inti dalam proses respon imun spesifik karena sel-
selnya dapat mengenal setiap jenis antigen. Sel limfosit dibentuk di dalam
sumsum tulang belakang dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan B di dalam jaringan bursa fabricus (kelenjar timus) (Bellanti,
1993).
Sel limfosit terdiri atas sel T dan sel B yang keduanya bertanggumg
jawab dalam respon imun spesifik untuk mengenali antigen melalui reseptor
antigen. Sel ini juga mampu membedakan antigen dengan komponen tubuh
sendiri atau berfungsi sebagai pengontrol sistem imun (Bellanti, 1993). Selain
sel B dan sel T adapula sel Natural Killer sebanyak + 10 % dari sel limfosit
dalam darah, yang turut berperan serta dalam sistem imun.
1. LIMFOSIT T (SEL T)
Sel T merupakan 65 – 85 % dari semua limfosit dalam sirkulasi. Di
bawah mikroskop, morfologi sel T tidak dapat dibedakan dengan sel B.
Limfosit T berasal dari sel hematopoetik di sumsum tulang belakang, sel
ini kemudian pindah ke timus dan menjadi dewasa. Di organ timus sel T
sangat cepat membelah diri. Pada proses pendewasaannya sel ini
mengalami diferensiasi menjadi sel Thelper (Th), sel Tsupressor (Ts), dan
sel Tcytotoxic (Tc) (Bellanti, 1993). Sel berproliferasi menjadi sel T
memori dan berbagai sel efektor yang mensekresi berbagai limfokin.
Limfokin ini berpengaruh pada aktivasi sel B, sel Tc, sel NK dan sel lain
yang terlibat dalam respon imun (Roitt, 1991).
Limfosit T berperan penting dalam imunitas seluler dengan cara
merespon benda asing melalui reseptor permukaan secara langsung.
Setelah interaksi antara benda asing dengan sel limfosit T, terjadi suatu
seri peristiwa morfologik, biologik, dan biokimia dimana sel dapat
berfungsi secara langsung atau melalui pelepasan produk limfokin.
2. LIMFOSIT B (SEL B)
Sel B berperan dalam reaksi imun humoral dan bereplikasi apabila
terjadi rangsangan misalnya antigen. Adanya antigen akan merangsang sel
27
B membentuk sel plasma yang dapat mensekresi antibodi, selain itu sel B
juga dapat berdiferensiasi membentuk sel memori (Baratawidjaya, 1994).
Sel B adalah sel yang dapat membentuk immunoglobulin (Ig) dan
merupakan 5 – 15 % dari limfosit dalam sirkulasi darah (Kresno, 1996).
Sel B bisa menjadi satu sel besar dengan metabolisme aktif, menjadi sel
blast atau limfoblast dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat
membentuk antibodi (Bellanti, 1993).
Sel B perawan yang terangsang oleh antigen, dengan bantuan sel
Th (sel T helper), akan mengalami proses perkembangan melalui 2 jalur,
yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk
immunoglobulin dan membelah lalu kembali istirahat sebagai sel B
memori. Bila sel B memori terstimulasi dengan antigen yang sama, maka
akan mengalami proliferasi lebih cepat membentuk sel plasma untuk
membentuk antibodi spesifik (Roitt, 1991).
Satu sel plasma dapat mensekresi beribu-ribu molekul antibodi
setiap detik. Sel B yang teraktivasi di dalam darah mengalami serangkaian
proses pembelahan dan diferensiasi sel setiap 24 jam selama periode 5 hari
(Albert et al., 1994).
H. KULTUR SEL
K. MITOGEN
2. Alat
Alat untuk analisis kultur sel dan pengujian kandungan total fenolik
meliputi, laminar flow (lab.gard Class II, Type A/B2, model NU-407-
600), inkubator (C0 2 water jacketed incubator, model NU-2700E),
sentrifuse jenis swing dengan tipe CR412 dari Jouan, hemasitometer
(Neubauer), I3-counter (Beckman), mikroskop (Zeiss ID03, Germany),
mikropipet, neraca analitik, tabung reaksi, pipet Mohr 2ml dan 10 ml,
corong, vorteks, lampu spiritus, serta spektrofotometer. Pengamatan dari
foto sel menggunakan inverted microscope tipe 1x70 dari Olympus dengan
pembesaran lensa obyektif 100x. Pembacaan absorbansi jumlah sel
menggunakan alat microplate reader (Benchmark, Bio-Rad).
Peralatan habis pakai yaitu lempeng sumur mikrotiter 96 (Nunc),
tabung Falcon 5 ml, tabung 1,5 ml (Eppendorf), tabung vakum
vacutaener 9 ml, syringe dengan jarum butterfly No. 23, membran filter
0,22 μm, mikrotip biru dan kuning, alumunium foil, kertas saring
Whatman no.1.
C. METODE PENELITIAN
1. Ekstraksi
Sebanyak 8 gram bubuk kakao diekstraksi dalam 100 ml pelarut air
(H2O) sehingga konsentrasinya menjadi 0,08 g/ml selama 24 jam pada
suhu kamar. Kemudian disaring sebanyak 2 kali dengan kertas saring dan
dipisahkan antara ampas dan filtratnya. Sebanyak 1,5 ml masing-masing
35
filtrat sampel dijadikan larutan stok dan disterilkan secara aseptis dengan
penyaringan membran 0,22 μm. Kemudian dilakukan pengenceran
bertingkat dalam media RPMI 1640 untuk mendapatkan larutan stok
dengan tingkat konsentrasi masing-masing 1,66 mg/ml (C1), 3,32 mg/ml
(C2) dan 6,64 mg/ml (C3). Tingkatan konsentrasi ini ditentukan
berdasarkan konsumsi normal minuman bubuk kakao murni perhari yang
terserap ke dalam darah manusia, dimana konsentrasi tersebut diatas
berturut-turut merupakan analogi dari 1x, 2x, dan 4x dosis normal per hari.
Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2.
1970). Larutan tersebut disterilkan dengan membran steril 0,22 μm. Jika
digunakan sebagai media pertumbuhan, komposisi medium ditambahkan
10% FBS steril (Zakaria, 1997).
N (sel/ml) = A x FP x 104
D. RANCANGAN PERCOBAAN
Yij = µ + τi + εij
Dimana :
Yij = variabel respon yang dipengaruhi
µ = nilai rata-rata perlakuan
τi = pengaruh ekstrak bubuk kakao taraf ke-i
i = jenis ekstrak bubuk kakao
εij = galat perlakuan akibat dua kali ulangan
A. BUBUK KAKAO
Bubuk kakao pada penelitian ini diekstraks dengan akuades atau air
yang dipilih sebagai pendekatan terhadap keadaan nyata konsumsi bubuk
kakao sehari-hari. Masyarakat biasanya membuat minuman kakao ataupun
coklat dengan cara melarutkan bubuk kakao di dalam air untuk kemudian
dikonsumsi. Pemilihan pelarut air ini juga memudahkan pembuatan kultur
karena seperti halnya air, media RPMI-1640 juga bersifat polar sehingga dapat
dengan mudah melarutkan suspensi limfosit dan ekstrak sampel.
Ekstraksi dilakukan selama 24 jam dengan maksud agar komponen
polar termasuk polifenol yang terlarut didalam pelarut air akan lebih optimal.
Selanjutnya dilakukan penyaringan sebanyak 2 kali dengan kertas saring
untuk memisahkan endapan yang terbentuk di dasar wadah, sehingga
diperoleh larutan ekstrak sampel yang homogen. Konsentrasi yang dipilih
ketika melakukan ektraksi adalah sebesar 8 gram per 100 ml akuades.
B. TOTAL POLIFENOL
sering terdapat bergabung dengan gula glikosida dan biasanya terdapat dalam
rongga sel tumbuhan. Dengan demikian, ekstraksi dengan pelarut air seperti
yang dilakukan pada penelitian ini diduga mampu mengekstrak komponen
polifenol dari sampel bubuk kakao yang kemudian akan memicu proliferasi
sel limfosit.
Penentuan total polifenol dalam penelitian ini dilakukan secara
spektrofotometrik menggunakan standar asam tannat pada konsentrasi 5 ppm
hingga 50 ppm. Hasil reaksi diukur pada panjang gelombang 760 nm.
Hubungan antara konsentrasi polifenol (asam tannat) dan absorbansi hasil
reaksi dapat dilihat pada gambar 3. Hasil analisis total polifenol pada sampel
ekstrak bubuk kakao berdasarkan persamaan kurva tersebut dapat dilihat pada
gambar 4 berikut ini.
1.2
y = 0.0176x + 0.0791
1
R2 = 0.9932
0.8
absorbansi
0.6
0.4
0.2
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
konsentrasi (ppm)
39.455
45
37.409
35.534
40
29.057
35
Konsentrasi (ppm)
30
21.727
20.903
25
20
12.381
9.966
15
4.966
10
4.028
5
0
A1 A2 B1 B2 C1 C2 C3 D1 D2 D3
Jenis sampel
Keterangan :
A1 = Edel muda
A2 = Edel masak
B1 = Bulk muda
B2 = Bulk masak
C1 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Ringan
C2 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Sedang
C3 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Berat
D1 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Ringan
D2 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Sedang
D3 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Berat
lebih besar jumlahnya daripada jenis bulk. Meskipun demikian hal ini
bergantung pada proses fermentasinya.
Misnawi (2005) mengatakan bahwa semakin masak buah kakao,
semakin tinggi kandungan polifenolnya. Ini dikarenakan pada buah yang
masih muda, pembentukan senyawa polifenol dalam biji kakao masih belum
sempurna. Hasil penelitian yang berbeda ini kemungkinan terjadi karena
sampel yang diujikan total polifenolnya bukan berupa sampel segar dari biji
kakao, melainkan yang telah berbentuk bubuk. Dengan demikian mungkin
terjadi perubahan komposisi kimia termasuk kandungan polifenolnya selama
proses pengeringan menjadi bentuk bubuk tersebut. Hasil penelitian
sebelumnya mendapatkan bahwa kandungan polifenol dalam biji kakao kakao
lindak fermentasi dan tanpa fermentasi berkisar 50 − 180 g/kg (Misnawi et al.,
2002 a,c).
mengkultur sel limfosit selama 3 hari. Jika inkubasi kultur dilakukan lebih
lama dari jangka waktu tersebut maka perlu dilakukan penyegaran media
termasuk penambahan glutamin (Malole, 1990).
Penentuan ekstrak bubuk kakao yang ditambahkan pada kultur
ditentukan berdasarkan pada perhitungan konsentrasi ekstrak yang akan
berada dalam darah ketika konsumsi normal minuman bubuk kakao. Contoh
perhitungan konsentrasi ini dapat dilihat pada lampiran 2. Konsentrasi ekstrak
berdasarkan konsumsi sehari-hari dilambangkan dengan C1 yaitu sebesar
1,66mg/ml, kemudian dari konsentrasi ini dibuat peningkatan konsentrasi
sebanyak dua kali lipat yaitu sebesar 3,32 mg/ml (C2), dan empat kali lipat
yaitu sebesar 6,64 mg/ml (C3).
Pengujian ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro
menggunakan beberapa taraf konsentrasi seperti ini telah banyak dilakukan.
Hal ini dengan maksud untuk mengetahui signifikansi peningkatan dosis
konsumsi dengan efek respon proliferatif sel yang dihasilkannya. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan dengan penggunaan beberapa tingkat
konsentrasi ini diantaranya dilakukan pada sampel ekstrak cincau hijau
(Pandoyo, 2000) dan ekstrak jahe (Yuana, 1998).
Analisis dengan metode MTT diujikan dengan menggunakan ketiga
tingkat konsentrasi pada setiap jenis ekstrak bubuk kakao, namun untuk
analisis dengan metode biru trifan hanya digunakan ekstrak bubuk kakao pada
konsentrasi 3,32 x 10-3 g/ml.
Jumlah sel hidup yang terdapat pada kultur setelah masa inkubasi
dilihat dengan metode MTT, dimana pengukuran dilakukan secara
spektrofotometri. Jumlah sel hidup dapat dilihat dari absorbansi yang
ditunjukkan oleh microplate reader. Kemampuan sel limfosit utuk
berproliferasi akibat penambahan ekstrak bubuk kakao ke dalam sampel akan
dilihat dengan membandingkan absorbansi yang dihasilkan oleh kultur dengan
penambahan ekstrak dan kultur tanpa penambahan ekstrak (kontrol). Metode
biru trifan dilakukan untuk mengetahui jumlah sel limfosit yang mati setelah
masa inkubasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak
bubuk kakao untuk mempertahankan viabilitas sel limfosit.
46
Pada metode MTT galat dapat terjadi berupa kesalahan positif jika
terdapat kontaminasi. Kontaminasi menyebabkan kristal formazan yang
terbentuk bukan saja diperoleh dari kerja enzim suksinat dehidrogenase yang
dimiliki oleh sel limfosit hidup, tetapi juga dari sel mikroba kontaminan.
Kedua galat ini tentunya harus dapat dihindari semaksimal mungkin pada
pelaksanaannya secara teknis.
Untuk menghindari kontaminasi, pembuatan kultur sel dilakukan
secara aseptis di dalam laminar flow hood. Selain itu, pada media RPMI yang
digunakan juga ditambahkan antibiotik yaitu penicillin yang efektif
menghambat bakteri gram positif maupun negatif, serta streptomycin yang
efektif menghambat bakteri gram positif dan negatif serta mycoplasma (Junge
et al., 1970)
Beberapa ekstrak bubuk kakao yang ditambahkan pada kultur pada
penelitian ini ternyata mampu menyebabkan sel limfosit bertahan hidup secara
baik dan mengalami proliferasi secara signifikan terhadap kontrol. Hal ini
dapat dilihat dari nilai absorbansi kultur dengan penambahan ekstrak yang
lebih tinggi daripada kontrol. Hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada
sub bab berikutnya.
120 112
80
60
40
28 28
24 24
16 16 16 16
20 12
8 8
0
kontrol LPS A1 A2 B1 B2 C1 C2 C3 D1 D2 D3
(-)
jenis sampel
Gambar 5. Grafik jumlah sel limfosit mati setelah masa inkubasi 72 jam
yang dihitung dengan metode biru trifan.
sel itu sendiri. Dengan terjadinya proliferasi sel maka jumlah sel di dalam
kultur menjadi banyak, sehingga kemungkinan nutrisi yang tersedia dari
media menjadi kurang cukup dan limfosit mengalami kematian. Menurut
Junge et al. (1970), ketersediaan nutrisi di dalam media pada kultur sel
secara in vitro sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan
viabilitas sel.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05
LPS = kontrol positif
A1 = Edel muda
A2 = Edel masak
B1 = Bulk muda
B2 = Bulk masak
C1 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Ringan
C2 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Sedang
C3 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Berat
D1 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Ringan
D2 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Sedang
D3 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Berat
50
Jumlah sel limfosit pada suspensi awal yang dibuat kultur adalah
sebanyak 106 sel/ml, dimana suspensi ini memberikan nilai absorbansi
sebesar 0,3 – 0,4. Dengan demikian, nilai absorbansi kultur sampel yang
cukup tinggi setelah masa inkubasi, yaitu mencapai 1,6 menunjukkan
jumlah sel limfosit sebanyak 4 – 5 x 106 sel/ml, dimana jumlah ini masih
termasuk di dalam batas jumlah normal sel limfosit di dalam tubuh. Maka
hasil pengujian ini menunjukkan pula bahwa proliferasi sel limfosit yang
ditimbulkan akibat penambahan ekstrak bubuk kakao pada kultur tidak
berlebihan atau masih dalam batas normal sehingga tidak membahayakan.
Sementara itu, tiga tingkat konsentrasi ekstrak bubuk kakao yang
diujikan terhadap kultur menghasilkan nilai p sebesar 0.0230, yang berarti
perlakuan ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap absorbansi kultur
maupun proliferasi sel. Seperti tampak pada tabel 5, pada dosis tinggi
yaitu konsentrasi empat kali dosis normal, penambahan ekstrak bubuk
kakao pada kultur memberikan pengaruh yang lebih tinggi dan berbeda
nyata dengan dua konsentrasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan konsumsi bubuk kakao sampai dengan empat kali dosis
normal dapat meningkatkan kemampuan limfosit untuk berproliferasi.
Dengan kata lain, konsumsi bubuk kakao dalam jumlah yang cukup tinggi
ini dapat lebih meningkatkan sistem imunitas tubuh. Meskipun demikian
ada kemungkinan jika dosis yang dikonsumsi terlalu tinggi akan menjadi
bersifat toksik bagi sel limfosit. Tapi untuk ekstrak bubuk kakao yang
diujikan, sampai dengan konsentrasi empat kali dosis normal (6,64 mg/ml)
ekstrak bubuk kakao tidak bersifat toksik.
Dosis yang terlalu tinggi pada pengujian penambahan ekstrak
sampel secara in vitro bisa jadi berakibat toksik pada sel sehingga
menekan proliferasi limfosit. Menurut Kresno (1991), imunogenitas suatu
substansi ditentukan oleh cara masuknya subsntansi bersangkutan ke
dalam tubuh dan besarnya dosis juga menentukan respon imun yang
dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pandoyo (2000),
penambahan ekstrak cincau hijau pada konsentrasi tinggi mencapai 8 kali
dosis normal justru menekan proliferasi sel limfosit di dalam kultur.
51
Konsentrasi/dosis Mean
1,66 mg/ml (C1) 1.25861b
3,32 mg/ml (C2) 1.28447b
6,64 mg/ml (C3) 1.38143a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α = 0.05
C1 = 1x dosis normal
C2 = 2x dosis normal
C3 = 4x dosis normal
2.0
1.729
1.713
1.672
1.8
1.610
1.565
1.538
1.511
1.513
1.462
1.6
1.385
1.368
1.356
1.338
1.300
1.295
1.279
1.226
1.4
1.216
1.195
1.185
1.183
1.178
1.171
1.161
1.154
1.149
1.125
1.130
1.081
1.070
absorbansi
1.043
1.2
1,66 mg/ml (C1)
0.862
1.0 3,32 mg/ml (C2)
0.8 6,64 mg/ml (C3)
kontrol
0.6
LPS
0.4
0.2
0.0
A1 A2 B1 B2 C1 C2 C3 D1 D2 D3 kontrol LPS
jenis sampel
Gambar 6. Grafik absorbansi kultur dengan penambahan ekstrak bubuk kakao secara keseluruhan setelah inkubasi selama 72 jam dan
diukur dengan metode MTT.
53
ekstrak bubuk kakao dapat terikat dengan reseptor permukaan sel T (T cell
receptor-TCR) melalui ikatan hidrogen, sedangkan pada sel B dapat
terikat pada reseptor permukaannya (Ig M). Pengikatan antigen pada
reseptor permukaan sel T bersama interleukin 1 (IL-1) dari APC (antigen
presenting cell) dapat mengaktivasi G-protein yang kemudian
memproduksi fosfolipase C. Enzim ini menghidrolisis fosfatidil inositol
bifosfat (PIP2) menjadi produk reaktif diasilgliserol (DAG) dan inositol
trifosfat (IP3). Reaksi tersebut berlangsung dalam membran plasma. IP3
kemudian menstimulasi pelepasan Ca2+ ke dalam sitoplasma sehingga
konsentrasi Ca2+ meningkat. Peningkatan Ca2+ ini berperan penting dalam
menstimulasi kerja enzim protein kinase C dan 5-lipoxygenase. Protein
kinase C menstimulasi produksi interleukin-2 (IL-2) yang kemudian
mengaktivasi sel B maupun sel T untuk berproliferasi (Roitt, 1991).
Pemecahan lanjut DAG menjadi arakhidonat yang melalui jalur 5-
lipoksigenase meningkatkan pembentukan cGMP. Peningkatan cGMP
berakibat pada peningkatan aktivitas cGMP dependent protein kinase yang
berfungsi dalam aktivasi DNA-dependent RNA polymerase, dan dalam
awal sintesa ribosomal (rRNA) dan RNA lainnya. Sintesis RNA dan
protein ini menyebabkan sel limfosit B maupun T memasuki fase
pembelahan (blast). Gambaran umum mekanisme aktivasi sel ini dapat
dilihat pada gambar 7.
Hasil pengujian secara in vitro pada penelitian ini belum tentu
sama dengan kondisi in vivo karena pada kondisi in vivo perlu
dipertimbangkan adanya metabolisme dan peranan absoprsi di dalam
tubuh. Selain itu di dalam tubuh juga terdapat mekanisme pertahanan yang
efisien dari mamalia, sehingga komponen fenolik yang ada dalam kondisi
in vitro bersifat toksik tetapi tidak pada kondisi in vivo (Singleton, 1981).
Meskipun bukan merupakan satu-satunya hal yang menunjukkan respon
imun tubuh, hasil pengujian secara in vitro ini diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai potensi bubuk kakao bebas lemak
sebagai imunomodultor.
56
A. KESIMPULAN
8. Bubuk kakao dari buah kakao yang masih muda maupun yang telah masak
mampu memberikan respon proliferatif yang positif terhadap sel limfosit
manusia. Respon ini bergantung pada kandungan polifenolnya.
9. Bubuk kakao bebas lemak sebagai produk substandar dari hasil
pengolahan biji kakao memiliki fungsi kesehatan karena berpotensi
sebagai imunomodulator melihat kemampuannya dalam memicu
proliferasi sel limfosit secara in vitro.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Chein, S. 1988. White Blood Cell Rheology. Di dalam : Clinical Blood Rheology.
Lowe, G. D. O. (ed.) Vol. I. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Ed and F. Man. 2004. Cocoa Report Market No. 371: March 2004. Ed & F Man
Ltd.
Elliot, R. and T. J. Ong. 2002. Science, medicine, and the future. Nutritional
genomics. BMJ. 324:1438-1442.
Freshney, R. I. 1994. Culture of Animal Cells, 3rd ed. Willey-Liss Inc., Singapore.
60
Ho, C. T., C. Y. Lee, and M. T. Huang. 1991. Phenolic Compounds In Food and
Their Effects on Health I. Am. Chem. Soc. Washington.
Malole, M. B.M. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Pusat Antar Universitas,
Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Mao, T., J. Van de Water, Carl L. Keen, Harold H. Schmitz dan M. E. Gershwin.
2000. Cocoa procyanidin and human transcription and secretion. J. Nutr
130:2093S-2099S.
Murphy, K. J., Andriana K. C., Indu S., Maureen A. F., Helen M., Marilyn J. P.,
Alan H. T., Neil J. M., dan Andrew J. S. 2003. Dietary flavanols and
procyanidin oligomers from cocoa (Theobroma cacao) inhibit platelet
function. Am J. Clin Nutr 77:1466-1473.
62
Setyawati, R. 2003. Pengaruh produk daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers)
dan Premna oblongifolia Merr. terhadap kapasitas antioksidan limfosit
mencit C3H bertumor kelenjar susu. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.
Wum, M., et al. 1998. Pentacyclic oxindole alkaloids from Uncaria tomentosa
induce human enditelial cells to release a lymphocyte-proliferation-
regulating factor. Planta Med. 64:701-704.
Yuana. 1998. Pengaruh Ekstrak Jahe terhadap Proliferasi Sel Limfosit dan
Beberapa Alur Sel Kanker secara In vitro. Skripsi. Fateta. IPB. Bogor.
Zakaria, F. R. 1996. Sintesis Senyawa Radikal dan Elektrofil dalam dan oleh
Komponen Pangan. Di Dalam : Prosiding Seminar Radikal Bebas dan
Sistem Pangan, Reaksi Biomolekul, Dampak terhadap Kesehatan, dan
Penangkalannya. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan
Kedutaan Besar Perancis, Jakarta. Zakaria (ed.) 4 April 1996, Bogor.
Zakaria, F. R. Alfi Khatib dan Arif Hartoyo. 1997. Bioactive Compounds of Food
and Agriculture Products Having Imunomodulator. Di dalam : Seminar
Proceeding Biomolecular Reactions and Industrial Application of
Immunology in Food and Agriculture. The Association of French Alumni
64
maka,
100 μl x 3,3.10-4 g/ml = 20 μl x M2
Æ M2 = 1,66 x 10-3 g/ml (C1 = dosis normal)
Selain itu dibuat beberapa dosis lebih tinggi untuk mengetahui toksisitasnya,
sehingga terdapat 3 konsentrasi :
C1 = 1x dosis normal = 1,66 x 10-3 g/ml
C2 = 2x dosis normal = 3,32 x 10-3 g/ml
C3 = 4x dosis normal = 6,64 x 10-3 g/ml
Stok ekstrak dibuat dengan kosentrasi 8 g/100 ml akuades (0,08 g/ml), jika mau
membuat sampel dosis normal dalam 1,5 ml tabung ependorf :
1,5 ml x 3,3.10-4 g/ml = V2 x 0,08 g/ml
Æ V2 = 0,249 ml
= 249 μl
Keterangan :
A1 = Edel muda
A2 = Edel masak
B1 = Bulk muda
B2 = Bulk masak
C1 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Ringan
C2 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Sedang
C3 = Buah Terserang Busuk Buah Phytopthora Tingkat Serangan Berat
D1 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Ringan
D2 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Sedang
D3 = Buah Terserang Penggerak Buah Kakao Tingkat Serangan Berat
68
Lampiran 4. Data jumlah sel limfosit mati yang diberi perlakuan ekstrak kakao
konsentrasi 2x dosis normal (C2 = 6,64 x 10-3 g/ml).
Keterangan :
Lampiran 5. Data nilai absorbansi hasil pembacaan microplate reader yang menunjukkan jumlah sel limfosit hidup pada
perlakuan penambahan ekstrak bubuk kakao terhadap suspensi limfosit dari darah manusia (metode MTT).
Lampiran 6. Analisis sidik ragam jumlah sel limfosit dengan pengaruh penambahan ekstrak bubuk kakao (metode MTT).
NOTE: Due to missing values, only 96 observations can be used in this analysis.
Lampiran 7. Analisis sidik ragam (ANOVA) jumlah sel limfosit yang mati (metode tryphan blue).
Number of Means 2 3
Critical Range .09124 .09599
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N DOSIS
A 1.38143 30 4
B 1.28447 30 2
B
B 1.25861 36 1
73
Lampiran 9. Hasil uji Duncan rata-rata jumlah limfosit yang mati (metode
tryphan blue).