Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TUTORIAL KLINIK
PENURUNAN KESADARAN
Disusun Oleh:
Pembimbing:
SKENARIO
Pasien MRS dengan keluhan penurunan kesadaran sejak pukul 07.00 pagi tadi,
penurunan kesadaran terjadi pada saat pasien sedang beraktifitas sebelumnya.
Pasien sulit untuk berbicara dengan lemas separuh badan sisi sebelah kanan. Pasien
baru pertama kali mengalami hal seperti ini, pasien sesak setiap kali minum obat.
Mual (-) muntah (-) nyeri kepala (-) riwayat DM (+) riwayat HT (+) tidak terkontrol.
Riwayat keluarga: ibu pasien DM dan stroke (+). Riwayat pengobatan
mengkonsumsi obat glimepiride tablet 2 mg.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Umum
• Keadaan umum: sakit berat
• Gizi: baik
• Kesadaran: Menurun
• Tanda-tanda vital:
o Tekanan darah: 150/90 mmHg
o Nadi: 80 x/menit
o Suhu: 36,6 C
o Pernapasan: 20 x/menit
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS: : E2M4V1
1. Kepala: normocephal
2. N. cranialis:
N. Olfactorius (I): Tidak dapat dinilai
N.Optikus:
Ketajaman penglihatan: tidak dapat dinilai
Lapangan penglihatan: tidak dapat dinilai
N. Occulomotoris:
Ptosis: tidak ada
Exopthalmus: tidak ada
Pupil: ukuran: 2,5 mm/ bulat 2,5 mm/bulat
Isokor/anisokor: isokor isokor
RCL/ RCTL: + +
Reflex akomodasi: sulit dinilai sulit dinilai
Gerakan bola mata:
Parese kearah sulit dinilai sulit dinilai
Nistagmus sulit dinilai sulit dinilai
N. V (trigeminus):
o Sensibilitas: N.V1: sulit dinilai sulit dinilai
N.V2: sulit dinilai sulit dinilai
N.V3: sulit dinilai sulit dinilai
o Motorik: Inspeksi: istirahat
N. VII:
o Motorik: M. Frontalis M. orbik.okuli M. orbik. Oris
Istirahat: simetris simetris simetris
Gerakan mimic: sulit dinilai sulit dinilai sulit dinilai
o Pengecap 2/3 lidah bagian depan: sulit dinilai
N. VIII:
o Pendengaran: sulit dinilai
o Tes rinne/weber: sulit dinilai
o Fungsi vestibularis: sulit dinilai
N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
o Posisi arkus pharinks: sulit dinilai
o Reflex telan/muntah: sulit dinilai
o Pengecap 1/3 lidah bagian belakang: sulit dinilai
o Fonasi: sulit dinilai
o Takikardi/bradikardi: normal
N. XI:
o Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: sulit dinilai
o Angkat bahu: sulit dinilai
N.XII:
o Deviasi lidah: sulit dinilai
o Fasciculasi: sulit dinilai
o Atrofi: sulit dinilai
o Tremor: sulit dinilai
o Ataxia: sulit dinilai
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
o Kaku kuduk: tidak dilakukan
o Kernig’s sign: -
Arteri karotis:
o Palpasi: teraba
o Auskultasi:tidak ada bruit
Kelenjar gondok: dalam batas normal
4. Abdomen:
Reflex kulit dinding perut: TDP
5. Kolumna vertebralis: sulit dinilai
6. Ekstremitas:
Superior Inferior
D S D S
Motorik:
Pergerakan BT B BT B
Kekuatan 3 4 3 4
Tonus otot N N
Bentuk otot N N N N
KATA KUNCI
1. Perempuan , 60 tahun
PERTANYAAN
1. Anatomi dan fisiologi penurunan kesadaran
2. Langkah-langkah diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran
3. Klasifikasi penurunan kesadaran
4. Keadaan apa yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran?
5. Penanganan pada pasien dengan penurunan kesadaran
6. Patofisiologi penurunan kesadaran
7. DD
JAWABAN
3) Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas
untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran,
serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka
gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu
maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika
bangun (CDC,2004)
C. Pemeriksaan neurologik
Di samping pemeriksaan neurologik yang rutin maka terdapat beberapa
pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa.
Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan
GCS dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak
c.Kelainan pupil
1. Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya dengan
pemeriksaan tanda vital lainnya
2. Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca pembesar
3. Sebelum diperiksa dengan teliti maka mata jangan ditetesi midriatikum
4. Yang harus diperiksa meliputi:
a. Besar / lebar pupil
b. Perbandingan lebar pupil kanan dan kiri
c. Bentuk pupil
d. Refleks pupil terhadap cahaya dan konvergensi
e. Reaksi konsensual pupil
2. Proses di talamus
a) Kedua bola mata melirik ke hidung
b) Pasien tidak dapat dapat menggerakkan kedua bola mata ke atas
c) Pupil kecil dan refleks cahaya negatif
3. Proses di pons
a) Kedua bola mata berada di tengah
b) Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka tidak terlihat gerakan
bola mata ke samping (dolls eye manoever yang abnormal)
c) Pupil sangat kecil, reaksi terhadap cahaya positif (dilihat dengan kaca
pembesar)
d) Kadang-kadang tampak adanya ocular bobbing
4. Proses di serebellum
a) Pasien tidak dapat melihat ke samping
b) Pupil normal (bentuk dan reaksi terhadap cahaya)
7. Refleks okulo-auditorik
Bila telinga pasien dirangsang dengan suara yang keras maka pasien akan
menutup matanya (auditory blink reflex)
9. Refleks kornea
Bila kornea digores dengan kapas halus maka akan terjadi penutupan
kelopak mata
2. Jika terdapat tand-tanda TIK meningkat dan tidak ada hipotensi atau gagal
ginjal dan atau gagal jantung, diberikan manitol 20% 5 ml/kgBB,
dilanjutkan 2 ml/ kgBB dalam 20 menit setiap 6 jam, jaga osmolalitas darah
< 320 mOsm.
pembedahan.
1) PERDARAHAN INTRACEREBRAL
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
C. ETIOLOGI
1. Hipertensi
3. Arteriovenous Malformation
D. PATOFISIOLOGI
E. GEJALA KLINIS
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Putaminal Hemorrhage
2. Thalamic Hemorrhage
3. Perdarahan Pons
5. Perdarahan Lober
H. DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.
I. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
pengobatan untuk :
1. ”Normalisasi” tekanan darah
4. Pencegahan kejang.
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
K. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas
secara dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang
diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm.
Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah
sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka mortalitas
kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila
volume darahnya lebih dari 60 mm3.
A. Definisi
Lokasi tersering terjadinya PIS adalah pada basal ganglia, tepatnya pada
putamen. Arteri yang sering ruptur pada perdarahan intrsebral spontan adalah arteri
lentikulostriata yang merupakan cabang langsung dan arteri serebri media. Ruptur
dan arteri ini akan mengakibatkan perdarahan pada basal ganglia, tepatnya
putamen. Arteri Thalamo-perforata yang merupakan percabangan dan arteri serebri
anterior dan media juga merupakan sumber terjadinya PIS. Ruptur arteri ini akan
mengakibatkan perdarahan thalamus. Arteri lain yang terlibat pada PIS adalah
cabang paramedian dari arteri basilaris, yang mana akan menyebabkan perdarahan
dan pons dan serebelum.
C. Gejala Klinis
Gejala klinis dari perdarahan intraserebral adalah kejadian progresif yang
bertahap (dalam waktu menit sampai dengan hari) atau kejadian yang terjadi
secara tiba – tiba dari defisit neurologi fokal biasanya berhubungan dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah dan penurunan
kesadaran.Kejadian muntah banyak terjadi pada perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid dibandingkan dengan stroke iskemik. Sebanyak 33%
kasus perdarahan intraserebral mengeluhkan nyeri kepala dan penderita koma
dijumpai sebanyak 24% kasus dibandingkan dengan stroke iskemik dengan
presentasi 0 – 4%
Karakteristik yang utama dari perdarahan intraserebral adalah
perkembangannya yang bertahap pada 63% kasus dan sering mengalami
perburukan dalam waktu 24 jam pertama. Pada tabel 2 dapat dilihat gambaran
klinis dari subtipe stroke (Carhuapoma, 2010). Pada Tabel 3 dapat dilihat
gambaran neurologis berdasarkan lokasi tertentu
D. Diagnosis
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan perdarahan intraserebral yang luas dan
koma antara lain mempertahankan ventilasi yang adekuat, dengan mengkontrol
hiperventilasi mencapai PCO2 25 – 30 mmHg, mengawasi peningkatan tekanan
intrakranial pada beberapa kasus dengan melakukan pemberian cairan Mannitol
(osmolaritas dipertahankan 295 – 305 mosmol/L. Pengurangan secara cepat
tekanan darah dengan harapan dapat mengurangi perdarahan pada otak tidak
dianjurkan, setelah ditemukan adanya risiko perfusi serebral pada kasus
peningkatan tekanan intrakranial
Pada kondisi lain, tekanan darah rata – rata lebih dari 110 mmHg dapat
menimbulkan edema otak dan risiko ekstensi dari penyumbatan. Diperkirakan
pada saat hipertensi akut menggunakan obat beta blocker (esmolol, labetalol),
atau ACE inhibitor dianjurkan. Calcium channel blocking drugs jarang digunakan
dikarenakan laporan efek samping dari tekanan.
2. PERDARAHAN SUBARACHNOID
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
2. Aneurisma fusiformis
C. PATOFISIOLOGI
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama.
Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam
sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri
communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri
bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di
bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.
Gambar 3. Lokasi aneurisma
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,
terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture
tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk
selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan
sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma
ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal
dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang.
Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari
dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung
jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.4
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian pecah,
7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara keseluruhan,
aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang tidak
rupture.
D. MANIFESTASI KLINIS
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi,
sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh
perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-
tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi
sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.5 Tanda-tanda perigatan dapat berupa
nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%),
nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa
penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma
yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai
berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri
orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.5 Aneurisma berasal dari arteri
komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan penglihatan, disfungsi
endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus
dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan, penurunan
visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus
didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-kavernosus,
dapat menimbbulkan sindrom sinus kavernosus. 5 Aneurisma pada arteri serebri
media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan fokal, atau rasa baal.
Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis okulomotorius. 5
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi
perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi
dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian
tanda kklinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai
defiist neurologis berat dan koma. Semnetara itu, reflek Babinski positif bilateral.
Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi langsung
oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah,
atau c) meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada
penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan
subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk PSA.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
2. Pungsi Lumbal
3. Angiografi
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di
kepala pada pemeriksaan CT scan.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah
identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan
pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan
pemantauan invasive terhadap centralvenous pressure dan atau pulmonary artery
pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk
mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus dilakukan
secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien harus
istirahat total.1 PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus
diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai
PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan
tekanan intracranial seperti:
G. KOMPLIKASI
H. PROGNOSIS
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal
tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar
60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila
tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari
pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan pertama. Hal-hal
yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada tabel Sistem Ogilvy dan
Carter berikut ini.
Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5
mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA