Sunteți pe pagina 1din 16

AMBISI PEMIMPIN

Oleh : Muhamad Ihsan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang mempunyai dua sumber hukum yaitu al-
Qur’an dan Hadits, hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an. Akan tetapi
untuk memahami kandungan suatu hadits tidak cukup hanya dengan mengetahui
haditsnya saja, lebih dari itu perlu adanya beberapa metode yang harus digunakan
diantaranya dengan menggunakan tema-tema tertentu yang disebut dengan istilah
Hadits Tematis.

Banyak sekali tema-tema hadits yang ada pada sa’at ini, diantaranya ialah
mengenai “Siyasah Imarah”. Yaitu tentang kepemerintahan, karena dewasa ini
sudah banyak pemerintahan yang sudah jauh dari konsep rasulullah seperti banyak
sekali orang – orang yang sangat berambisi untuk menjadi seorang pemimpin hanya
karena jabatan dan popularitasnya, tidak mengetahui tugas dan kewajiban sebagai
seorang pimpinan.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan sedikit dibahas mengenai “Ambisi
seorang Pemimpin” dan bagaimana sebaiknya menjadi calon pemimpin dan
bagaimana sebaiknya setelah menjadi pemimpin dalam mengemban amanat,
sehingga nantinya akan terwujud masyarakat yang aman tenteram dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini ialah:

1. Bagaimana hadits tentang ambisi seorang pemimpin ?

2. Bagaimana kualitas hadits tentang ambisi seorang pemimpin ?

3. Bagaimana syarah Hadits tentang ambisi seorang pemimpin ?

1
4. Bagaimana kandungan hadits tentang ambisi seorang pemimpin?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalammakalah ini ialah :

1. Mengetahui hadits tentang ambisi seorang pemimpin

2. Mengetahui kualitas hadits tentang ambisi seorang pemimpin

3. Mengetahui syarah Hadits tentang ambisi seorang pemimpin

4. Mengetahui kandungan hadits tentang ambisi seorang pemimpin

2
PEMBAHASAN

‫ْل‬
ِ ‫َض‬ ْ
‫الف‬ ُ
‫بن‬ْ ‫د‬ َُّ
‫َم‬‫مح‬ُ ِ‫َان‬ ‫ْم‬ ‫ُّع‬
‫بو الن‬ َُ
‫َا أ‬ َ‫د‬
‫ثن‬ ََّ
‫ح‬
‫َا‬ َ‫د‬
‫ثن‬ ‫ُ ح‬
ََّ ‫َسَن‬ ْ ‫َا‬
‫الح‬ ‫ثن‬َ‫د‬
ََّ
‫ٍ ح‬‫ِم‬‫َاز‬ ‫ُ ح‬‫بن‬ ْ ُ‫ِير‬‫َر‬‫َا ج‬ َ‫د‬
‫ثن‬ ََّ
‫ح‬
َ‫َا‬
‫ل‬ ‫ة ق‬ََ‫ُر‬ ‫ُ سَم‬‫بن‬ْ ِ‫َن‬‫ْم‬‫َّح‬
‫د الر‬ ُْ ‫َب‬‫ع‬
َْ
‫د‬ ‫َب‬
‫يا ع‬ َ َ ‫لم‬ََّ‫َس‬
‫ِ و‬ ‫ْه‬‫لي‬ََ َّ ‫لى‬
‫اَّللُ ع‬ ََّ
‫ِيُّ ص‬‫َّب‬
‫ل الن‬ َ‫َا‬ ‫ق‬
َّ‫إ‬ َ َ ‫ة ََل‬
ِْ
‫ن‬ ‫نكَ إ‬ َِ‫ة ف‬ ََ‫مار‬َِْ ‫ل‬
‫اْل‬ ْ‫تسْأ‬ ََ
‫ُر‬ ‫َ سَم‬‫بن‬ْ ِ‫َن‬‫ْم‬‫َّح‬
‫الر‬
ِْ
‫ن‬ ‫َإ‬
‫ها و‬ َْ‫َِلي‬
‫َ إ‬ ْ‫ُك‬
‫ِلت‬ ‫ٍ و‬ َ
‫مسْأَلة‬ َ ْ ‫َن‬
‫ها ع‬ ََ
‫ِيت‬‫ُوت‬ ‫أ‬
‫َا‬ ‫َإ‬
‫ِذ‬ ‫ها و‬ َْ‫لي‬ََ
‫َ ع‬ ‫ْت‬‫ِن‬ ُ
‫ٍ أع‬ َ
‫مسْأَلة‬ َ ِ ‫َي‬
‫ْر‬ ‫ْ غ‬‫ِن‬‫ها م‬ ََ
‫ِيت‬‫أوت‬ ُ
‫ها‬َْ
‫ِن‬‫ًا م‬ ‫ْر‬‫َي‬‫ها خ‬ ََ ‫َي‬
‫ْر‬ ‫َ غ‬ ‫يت‬ َ
ْ‫َأ‬ ‫َر‬‫ِينٍ ف‬ ‫يم‬َ ‫لى‬ ََ‫َ ع‬ ‫ْت‬
‫لف‬ ََ‫ح‬
1‫ْر‬‫َي‬‫َ خ‬‫هو‬ُ ‫ِي‬ َّ ِ‫َأت‬
‫الذ‬ ْ ‫ِكَ و‬‫ِين‬‫يم‬َ ْ ‫َن‬‫ْ ع‬ ‫َف‬
‫ِر‬ ‫َك‬‫ف‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man Muhammad bin Fadhl telah
menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim telah menceritakan kepada kami Al
Hasan telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Samurah mengatakan,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abdurrahman bin Samurah,
Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika engkau diberi (jabatan) karena
meminta, kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tidak meminta,
kamu akan ditolong, dan jika kamu melakukan sumpah, kemudian kamu melihat
suatu yang lebih baik, bayarlah kaffarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik”
(H.R. Bukhari)

1
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari. (Baitul Ifkar ad-Daulah Lin
Nusyur). Hlm. 1266.

3
A. Skema Sanad ‫رسول هللا‬

‫قَا َل‬

َ ُ‫الرحْ َم ِن ْبن‬
َ ‫س ُم َرة‬ َّ ُ‫َع ْبد‬
‫َحدَّثَنَا‬
َ ‫ْال َح‬
‫س ُن‬
‫َحدَّثَنَا‬

ِ ‫ير ْبنُ َح‬


‫ازم‬ ُ ‫َج ِر‬

‫َحدَّثَنَا‬

ِ ‫أَبُو النُّ ْع َم‬


ُ‫ان ُم َح َّمد ُ ْبن‬
‫ْل‬
ِ ‫َض‬ ْ
‫الف‬
B. Kualitas Hadits
Hadits diatas adalah hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari, yang
mana tingkat kualitas keshahihanya sudah tidak diragukan lagi karena Imam Bukhari
dalam memasukan hadits dalam kitab shahihnya melalui penelitiian yang sangat
ketat.

Dari penelitian terhadap kitab al-Bukhari, para ulama akhirnya sampai pada
suatu kesimpulan bahwa dalam kitab shahihnyaAl-bukhari menerapkan derajat
tertinggi dalam menilai hadts shahih, kecuali dalam sebagian hadits yang tidak
terdapat dalam materi pokok kitab tersebut.

Tidak diiragukan lagi, bahwa para perawi hadits berbeda-beda dalam


menerapkan kedhabitan dan keterpercayaan ketika meriwayatkan hadits dari guru-
guru mereka atau dalam hal waktu mereka berkumpul dengan guru mereka tersebut,
dalam hal keadilan mereka. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya meriwayatkan hadits

4
dari para perawi yang mempunyai derajat yang tinggi dalam hal keadilan dan
kedhabitan tersebut.2

Jadi, secara umum kualitas hadits diatas ialah Hadits shahih, karena hadits
tersebut adalah hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari, yang mana kitab
Shahih Bukhari merupakan kumpulan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari.

C. Syarah Hadits
Mengenai syarah dari hadits pembahasan ambisi pemimpin di atas, Ibnu
Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari mengatakan : bahwasannya penjelasan
mengenai ambisi seorang pemimpin akan dijelaskan dalam kitabnya pada bab
hukum.3Yang manaredaksinyaadalahsebagaiberikut :

‫ع ْن‬ َ ِ ‫س ِعيد ا ْل َم ْقب ُِري‬


َ َ ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة‬ َ ‫ع ْن‬َ ‫س َحدَّثَنَا اب ُْن أ َ ِبي ِذئْب‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا أ َ ْح َمد ُ ب ُْن يُون‬
‫ون نَدَا َمةً َي ْو َم‬
ُ ‫ستَ ُك‬ َ ‫ارةِ َو‬ ِ ْ ‫علَى‬
َ ‫اْل َم‬ َ َ‫صون‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ِإنَّ ُك ْم‬
ُ ‫ستَ ْح ِر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫النَّ ِبي‬
‫َّللاِ ب ُْن‬
َّ ُ‫ع ْبد‬َ ‫شار َحدَّثَنَا‬ ِ َ‫ت ْالف‬
َّ َ‫اط َمةُ َو َقا َل ُم َح َّمد ُ ب ُْن ب‬ ْ ‫س‬َ ْ‫ض َعةُ َو ِبئ‬ ِ ‫ْال ِقيَا َم ِة َفنِ ْع َم ْال ُم ْر‬
َ ‫ع َم َر ب ِْن ْال َح َك ِم‬
‫ع ْن أ َ ِبي‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ِ ‫س ِعيد ْال َم ْقبُ ِري‬َ ‫ع ْن‬ َ ‫ُح ْم َرانَ َحدَّثَنَا َع ْبد ُ ْال َح ِمي ِد ب ُْن َج ْعفَر‬
ُ‫ُه َري َْرة َ قَ ْولَه‬
“Telahmenceritakankepada kami Ahmad bin Yunustelahmenceritakankepada
kami Ibnu Abu Dzi'bdariSa'id Al Maqburidari Abu HurairahdariNabishallallahu
'alaihiwasallam, beliaubersabda: "Sungguh kalian
akanberambisimendapatkanjabatan,
laluiaakanmenjadipenyesalandiharikiamat,sebaik-baik yang menyusidanseburuk-
burukpenyapih." Muhamad bin Basyarberkata; telahmenceritakankepada kami

2
Muhammad Abu Syuhbah, Di bawah Naungan al-Kutub as-Shittah, (Yogyakarta : Gamma Media Offset,
2007) hal. 57-58.
3
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Al Bukhari juz 32, terj. Amiruddin, (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2009). Hlm. 139.

5
Abdullah bin Humrantelahmenceritakankepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari
Sa'id Al Maqburidari Umar bin Al Hakamdari Abu Hurairahsepertidiatas.”4

‫َة‬ َِ
‫مار‬ ْ ‫لى‬
‫اْل‬ ََ َ‫ُو‬
‫ن ع‬ ‫ِص‬ ‫َح‬
‫ْر‬ ‫ُم‬
‫ْ سَت‬ َِّ
‫نك‬ ‫إ‬ (Sungguh kalian

akanberambisimendapatkanjabatan). Maksudnya,
berambisimasukdidalamjabatantertinggiyaituKhilafahdanjugajabatan yang
lebihrendahyaitukepemimpinanterhadapsebagianwilayah.

َ
‫َام‬
‫ِي‬ ْ
‫الق‬ َ
‫ْم‬ َ
‫يو‬ ً‫م‬
‫ة‬ َ‫ن‬
َ‫دا‬ َ ُ‫ُو‬
‫ن‬ ‫َك‬‫َسَت‬
‫(و‬Akan
menjadipenyesalanpadaHariKiamat). Maksudnya, bagisiapatidakmelakukan yang
semestinyadalampemerintahannya.DalamriwayatSyahabahditambahkan, ‫( وحسرة‬Dan
kerugian).

HadistinimemilikipendukungdarihaditsSyaddad bin Aus yang


diriwayatkansecaramarfu’denganredaksi, ‫َوثَا ِن ْي َها‬ ُ‫َم ََل َمة‬ ‫ا َ َّولُ َها‬
ُ‫(نَدَا َمة‬Awalnyaadalahcelaandanakhirnyaadalahpenyesalan). Dan adajugariwayat
Muslim dari Abu Dzar, diaberkata :
ُ ‫ث َحدَّثَنِي اللَّي‬
‫ْث ب ُْن‬ ِ ‫ْب ب ُْن اللَّ ْي‬ُ ‫شعَي‬ُ ‫ث َحدَّث َ ِني أ َ ِبي‬ِ ‫ب ب ِْن اللَّ ْي‬ ُ ‫ع ْبدُ ْال َم ِل ِك ب ُْن‬
ِ ‫ش َع ْي‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
ِ ‫ث ب ِْن يَ ِزيدَ ْال َحض َْر ِمي‬ ِ ‫ار‬ِ ‫ع ْمرو َع ْن ْال َح‬ َ ‫س ْعد َحدَّثَنِي يَ ِزيدُ ب ُْن أَبِي َحبِيب َع ْن بَ ْك ِر ب ِْن‬ َ
‫ب‬ َ َ‫َّللاِ أَ ََل ت َ ْست َ ْع ِملُ ِني َقا َل ف‬
َ ‫ض َر‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبي ذَر قَالَقُ ْلتُ َيا َر‬
َ ‫ع ْن اب ِْن ُح َجي َْرة َ ْاْل َ ْك َب ِر‬ َ
ٌ ‫ف َو ِإنَّ َها أَ َمانَةُ َو ِإنَّ َها َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة ِخ ْز‬
‫ي‬ َ ‫علَى َم ْن ِك ِبي ث ُ َّم قَا َل َيا أ َ َبا ذَر ِإنَّ َك‬
ٌ ‫ض ِعي‬ َ ‫ِب َي ِد ِه‬
َ ‫َونَدَا َمةٌ ِإ ََّل َم ْن أ َ َخذَهَا ِب َح ِق َها َوأَدَّى الَّذِي‬
‫علَ ْي ِه ِفي َها‬
“Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Syu'aib bin Laits telah
menceritakan kepadaku bapakku Syu'aib bin Laits telah menceritakan kepadaku
Laits bin Sa'ad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abu Habib dari Bakr bin
'Amru dari Al Harits bin Yazid Al Hadhrami dari Ibnu Hujairah Al Akbar dari Abu
Dzar dia berkata, saya berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku
sebagai pegawai (pejabat)?" Abu Dzar berkata, "Kemudian beliau menepuk bahuku
4
Ibid.,juz 35. hlm. 431.

6
dengan tangan beliau seraya bersabda: "Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk
memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah.
Padaharikiamatiaadalahkehinaandanpenyesalan, kecualibagisiapa yang
mengambilnyadenganhaqdanmelaksanakantugasdenganbenar."
An-Nawawiberkata :iniadalahdasar yang
muliatentangmenjauhijabatanterutamabagimereka yang memilikikelemahan.

ِ َ‫ت ْالف‬
ُ‫اط َمة‬ ِ ‫(فَنِ ْع َم ْال ُم ْر‬Sebaik-baik yang menyusuidanseburuk-buruk
َ ْ‫ضعَةُ َو ِبئ‬
ْ ‫س‬
yang menyapih). Ad-Dawudiberkata, sebaik-baik yang menyusuimaksudnyadunia,
danseburuk-buruk yang
menyapihadalahsesudahkematian.Karenadiaakandiperhitungkanatasperbuatannya.
Keadaannyasepertianak yang disapihsebelummasanya,
sehinggahalinimenjadikebinasaanbaginya.
Ulamalainnyaberkata, sebaik-baik yang
menyusuikarenaiadapatmendatangkankehormatan, harta,
kekuasaan,sertamendatangkankelezatanmateri yang semusaatmendapatkannya.
Seburuk-buruk yang
menyapihsaatberpisahdarinyaolehkematianataulainnyakarenatanggunganberat yang
ditimbulkan.5
Dalamhaditsinidijelaskan, bahwaapa-apa yang didapatkanpemegangjabatan,
berupakenikmatandankesenangan, lebihsedikit disbanding apa yang
didapatkannyadaripadakeburukandankesusahan, baikdisingkirkan di
duniasehinggamenjadi orang yang terpinggirkan, ataudiberisanksi di akhirat,
daninilebihberatlagi.
Qadhi Al-Baidhawiberkata, tidakpatutbagi orang yang
berakalbergembiradengankelezatan yang akandisusulolehkerugian.
Saya (IbnuHajar) katakan, pengungkapandengan kata “Ambisi”
menadiisyaratbahwa orang yang memegangjabatansaatdikhawatirkanakantersia-
siakan, posisinyasamaseperti orang diberitanpameminta, karenaumumnya orang

5
Ibid.,hlm. 433-435.

7
sepertiinitidakberambisi. Namunambisiini bias sajaditolelirolehseseorang yang
harusmemangkujabatan, karenasaatitumenjadikewajibanbaginyadirinya.
Memangkujabatanperadilanbagi imam (pemimpin)
adalahfardhuáin.Tetapibagiseorangqadhi, iahanyalahfardhukifayahbiladidapatkan
orang lain yang jugalayakmemangkujabatantersebut.6

D. Kandungan Hadits
Hadits diatas mempunyai banyak kandungan hukum khususnya tentang
ambisi seorang pemimpin, diantaranya :

Pertama, Seorang pemimpin, tidak diperkenankan mengajukan dirinya


sendiri menjadi seorang pemimpin tanpa adanya kesepakatan dan persetujuan dari
orang lain. Karena sahnya jabatan kepala negara terwujud dengan dua cara7 :

1. dengan cara dipilih oleh kalangan ahlul Halli Wal Aqdi

2. dengan penyerahan mandat dari kepala negara sebelumnya.

Juga diterangkan dalam hadits, bahwa seseorang yang meminta jabatan


tidak akan diberi pertolongan oleh Allah SWT.

َ‫س ُم َرة‬
َ ‫الر ْح َم ِن ب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬
َ ‫س ِن‬ َ ‫ازم‬ ُ ‫َحدَّثَنَا َح َّجا ُج ب ُْن ِم ْن َهال َحدَّثَنَا َج ِر‬
ِ ‫ير ب ُْن َح‬
‫ارة َ فَإِنَّ َك‬ ِ ْ ‫س ُم َرة َ ََل تَسْأ َ ْل‬
َ ‫اْل َم‬ َّ َ‫سلَّ َم يَا َع ْبد‬
َ َ‫الر ْح َم ِن بْن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫قَالَقَا َل ِلي النَّب‬
‫علَ ْي َها َوإِذَا‬
َ ‫ت‬ َ ‫غي ِْر َم ْسأَلَة أ ُ ِع ْن‬
َ ‫ع ْن‬ ِ ‫ت إِلَ ْي َها َوإِ ْن أُع‬
َ ‫ْطيتَ َها‬ َ ‫ع ْن َمسْأَلَة ُو ِك ْل‬ ِ ‫إِ ْن أُع‬
َ ‫ْطيتَ َها‬
ِ ْ‫غي َْرهَا َخي ًْرا ِم ْن َها فَ َك ِف ْر َع ْن َي ِمينِ َك َوأ‬
‫ت الَّذِي ُه َو َخي ٌْر‬ َ ‫علَى يَ ِمين فَ َرأَي‬
َ ‫ْت‬ َ ‫َحلَ ْف‬
َ ‫ت‬

“Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah menceritakan kepada
kami Jarir bin Hazim dari Al Hasan dari Abdurrahman bin Samurah mengatakan,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Wahai Abdurrahman bin

6
Ibid.,hlm. 436-437.
7
Imam al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthaaniyah wal-Wilaayatud-diniyah, edisi terjemah (Jakarta: Gema
Insani Press, 1996). Hlm. 19.

8
Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan
tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta,
maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada
suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih
baik."8

Maknahaditstersebutadalah,
barangsiapamemintajabatanlaludiberikanmakadiatidakakanditolongkarenaambisinyai
tu. Dari sinidapatdisimpulkanbahwamemintasesuatu yang
berkenaandenganjabatanadalahmakruh(tidakdisukai).Barangsiapaberambisimendapat
kanjabatanmakadiatidakakandiberipertolongan, namunsecaralahir,
halinibertentangandenganriwayat Abu Dauddari Abu Hurairah yang
diriwayatkansecaramarfu’,haditsnyayaitu :

َ ‫س َحدَّثَنَا ُم ََل ِز ُم ب ُْن َع ْمرو َحدَّثَنِي ُمو‬


‫سى ب ُْن‬ َ ُ‫ع َم ُر ب ُْن يُون‬ ُّ ‫َّاس ْالعَ ْن َب ِر‬
ُ ‫ي َحدَّثَنَا‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا َعب‬
ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬ َ َ ‫الر ْح َم ِن َو ُه َو أَبُو َك ِثير قَا َل َحدَّثَ ِني أَبُو ُه َري َْرة‬ َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ع ْن َج ِد ِه َي ِزيد ُ ب ُْن‬ َ َ ‫ن َْجدَة‬
ُ‫ع ْدلُهُ َج ْو َرهُ َف َله‬ َ ‫ب‬ َ ‫ضا َء ْال ُم ْس ِل ِمينَ َحتَّى َينَالَهُ ث ُ َّم‬
َ َ‫غل‬ َ َ‫ب ق‬ َ َ‫طل‬َ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
ُ َّ‫ب َج ْو ُرهُ َع ْدلَهُ فَلَهُ الن‬
‫ار‬ َ ‫ْال َجنَّةُ َو َم ْن‬
َ َ‫غل‬

“Telahmenceritakankepada kami Abbas Al 'Anbaritelahmenceritakankepada kami


Umar bin Yunustelahmenceritakankepada kami Mulazim bin
'Amrutelahmenceritakankepadaku Musa bin NajdahdarikakeknyaYazid bin
Abdurrahman Abu Katsiriaberkata; telahmenceritakankepadaku Abu
HurairahdariNabishallallahu 'alaihiwasallam, beliaubersabda:
"Barangsiapamemintajabatanuntukmengadilikaumusliminhinggamendapatkannya,
kemudiankeadilannyamengalahkankekurangannyamakabaginyaSurga,
danBarangsiapa yang
kekurangannnyamengalahkankeadilannyamakabaginyaNeraka."

8
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari syarah Shahih Al Bukhari juz 35, terj. Amiruddin, (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2009).hlm. 427.

9
Kemudian untuk mengkompromikan antara kedua riwayat tersebut
dikatakan, bahwa keberadaannya tidak diberi pertolongan sama sekali tidak
berkonsekuensi bahwa dirinya tidak dapat berbuat adil bila sempat memangku
jabatan. Atau kata “meminta” disinidipahamidenganartibermaksud,
sedangkanpadahadissebelumnyaberartiambisi.Olehkarenaitu, yang
menjadipasangannyaadalahpertolongan, karenabarangsiapa yang
tidakmendapatkanpertolongandari Allah terhadappekerjannya,
makadiatidakakanmampumenunaikanpekerjaantersebut.
sehinggatidakpatutmemenuhipermintannyakarenadiketahuibahwasuatujabatantidakak
anluputdarikesulitan. Barangsiapatidakmendapatkanpertolongandari Allah,
makadiamendapatkesulitandalampekerjaannyadanmerugi di duniaakhirat. Orang
yang berakalsehattentutidakakanmaumemintanyasamasekali.
Bahkanbiladiamemilikikemampuanlaludiberijabatantanpamemintamakadiadijanjikan
akanmendapatkanpertolongan.9

Mengenai pemilihan kepala negara oleh kalangan Ahlu Halli wal Aqdi telah
diperdebatkan oleh ulama dari berbagai madzhab tentang berapa jumlah dewan
pemilih yang dapat mengesahkan pengangkatan kepala nagara.

Satu kelompok berpendapat bahwa pengangkatan itu hanya sah dengan


kekutsertaan mayoritas ahlu halli wal aqdi dari seluruh negeri sehingga
kepemimpnanya itu mendapatkan penerimaan secara tul7us dan pengakuan secara
umum.

Kelompok lain berpendapat bahwa jumlah minimal yang dapat


mengesahkan pengangkatan khalifah adalah lima orang yang sepakat untuk
mengangkat seorang sebagai pemangku jabatan itu atau satu orang mencalonkan
seseorang dan kemudian dissetujui oleh empat orang lainya. Pendapat mereka
didasari oleh dua hal berikut :

9
Ibid.,hlm. 429.

10
1. Bai’at Abu Bakar r.a. dilakukan oleh lima orang yang sepakat untuk
mengangkatnya dan kemudian diikuti oleh orang-orang yang lain. Mereka adalah
Umar Ibn Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah, Asid bin Hudhair, Basyar bin Sa’ad
dan Salim Maula Abu Huzaifah r.a.

2. Umar r.a. menjadikan Syura’ yang terdiri atas enam orang sahabat, agar satu orang
dari mereka diangkat sebagai pemimpin negara dengan persettujuan lima orang
sisanya. Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha dan Mutakalimmin dari penduduk
Bashrah.10

Akan tetapi, pada haqiqatnya kalangan mana dan siapapun boleh menjadi
kepala negara, asalkan ia mampu melaksanakanya. Kepala negara ditentukkan
berdasarkan pemilihan umat islam sendiri. Merekalah yang paling tahu tentang
keadaan mereka dan hal-hal yang akan mereka pilih. Namun demikian Abd al-jabbar
mensyaratkan kepala negara yang akan dipilih harus:

1. Merdeka. Syarat ini tentu diungkapkanya secara eksplisit karena perbudakan


belum sepenuhnya terhapus pada saat itu.

2. Mempunnyai kekuatan akal dan nalar yang sehat dan lebih dari lainya. Sebagai
pemikir rasional, tentu Abd al-Jabbar (dan mu’tazilah umumnya) mengutamakan
jabatan kepala negara dipegang oleh orang-orang yang cerdas akalnya. Sehingga
ia bisa menjalankan kekuasaanya dengan baik sesuai dengan syariat.

3. Bersifat Wara’ syarat ini penting agar kepala negara tidak bertindak menyalahi
wewenang dan kekuasaan. Disamping itu, sikap wara’ ini bisa menjadi rem
baginya agar tidak meperturutkn hawa nafsu dan mabuk dalam kekuasaanya.
Dengan demikian, segala kebijakan dan keputusaa politiknya diarahkanya semata-

10
Imam al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthaaniyah wal-Wilaayatud-diniyah, edisi terjemah (Jakarta: Gema
Insani Press, 1996) hal. 20.

11
mata hanya untuk kepentingan umat islam. Bukan untuk pribadi atau golongan
saja.11

Kedua,seorang pemimpin harus bisa mengemban amanat yang


dipercayaan kepadanya. Perkataan amanah dalam bahasa Indonesia disebut
“amanat” dapat diartikan “titipan” atau “pesan”. Dalamkonteks “kekuasaan
negara” perkataan Amanah itu dapat diipahami sebagai suatu pendelegasian atau
pelimpahan kewenangan dan karena itu kekuasaan dapat disebut sebagai “mandat”
yang bersumber atau berasal dari Allah.12

Karena dalam nomokrasi Islam kekuasaan adalah Amanah dan setiap


amanah wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, maka
kekuasaan wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dalam arti
dipelihara dan dijalankan atau diterapkan dengan sebaiik-baiknya sesuai dengan
prinsip-prinsip nomokrasi Islam yang digariskan dalam al-Qur’an dan dicontohkan
dalam tradisi nabi. Penyampaian amanah dalam konteks kekuasaan mengandung
suatu implikasi bahwa ada larangan bagi pemegang amanah itu untuk melakukan
suatu Abuse atau penyalahgunaan terhadap kekuasaan yang ia pegang. Apapun
bentuk penyalahgunaan terhadap kekuasaan itu dalam nomokrasi Islam tidak dapat
dibenarkan.13

Karena pada haqiqatnya kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat allah.
Artinya ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima kekuasaan
itu maupun bagi rakyatnya. Ini dapat terjadi apabila kekuasaan itu diimplementasikan
menurut petunjuk al-Qur’an dan tradisi nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, kalau
kekuasaan itu diterapkan dengan cara yang menyimpang atau bertantangan dengan
prinsip-prinsip dasar dalam al-Qur’an dan Tradisi Nabi, maka akan hilangkah makna
haqiqi kekuasaan yaitu merupakan karunia atau nikmat allah. Dalam keadaan seperti

11
Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi doktrin Politik Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2014) hlm.144-145.
12
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits (Jakarta: Tintamas, 1982), hal. 6-10.
13
Prof. Dr. H. Muhammad Tahir Azhary, SH, Negara Hukum (Jakarta: Kencana, 2014) hal. 107.

12
ini, kekuasaan bukan lagi merupakan karunia atau nikmat Allah, melainkan
kekuasaan yang semacam ini akan menjadi bencana dan laknat Allah.14

Oleh karena itu setiap calon pemimpin harus memahami dan siap untuk
menjalankan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya tidak cukup hanya
mempunyai ambisi, misi dan visi. Lebih dari ituharus bertanggung jawab tehadap
amanat yang diamanatkan oleh rakyat untuk mensejahterakanya, sehingga harus siap
menepati setiap janji-janjinnya kepada rakyatnya.

Ketiga, seorang pemimpin harus lebih mementingkan kewajibanya daripada


menuntut hak-haknya, karena yang terpenting, ulil Amri harus menjaga dan
melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan hak asasi manusia, seperti hak milik,
hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, ha mendapatkan
pengahasilan yang layak melalui Kasb al-Halal, hak beragama, dan lain-lain.

Oleh karena itu, seorang pemimpin harus lebih mendahulukan hak-hak


rakyat dalam masa kepemimpinanya itu. Adapun mengenai hak-hak rakyat, Abu A’la
al-Maududi menyebutkan bahwa hak-hak rakyat itu antara lain ialah:

1. Perlindungan terhadap hidupnya, hartanya dan kehormatanya.

2. Perlindungan terhadap kebebasan pribadi

3. Kebebasan menyatakan pendapat dan berkeyakinan

4. Terjamin kebutuhan pokok hidupnya, dengan tidak membedakan kelas dan


kepercayaanya.15

14
M. Daud Ali, M. Tahir Azhary dan Habibah Daud, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik
(Jakarta: Bulan Bintang, 1988) hlm. 116.
15
Prof. H. A. Djazuli, MA. Fiqh Siyasah, (Bandung: Prenada Media, 2003) hlm. 99.

13
BAB III
KESIMPULAN

Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa menunjuk seorang pemimpin dalam
suatu kelompok manusia memang diharuskan. Akan tetapi harus diketahui bahwa
memilih seorang pemimpin tidaklah mudah. Karena seorang pemimpin yang berambisi
dalam memperoleh kepemimpinannya itu tidak disukai sebagaimana pesan-pesan Nabi
Muhammad dari Haditsnya.

Pemimpin yang berambisi tidaklah disukai dan menjadi sebuah larangan keras.
Karena seorang pemimpin yang berambisi dalam memperoleh jabatannya akan
menyesal di akhirat kelak. Yang mana di dalam hadits Nabi bahwa seseorang yang
berambisi dalam memperoleh jabatan di ibaratkan sebagai sebaik-baik yang menyusui
dan seburuk-buruk penyapih. Dengan maksud bahwa ia hanya akan mendapatkan
sedikit kebahagiaan berupa harta, kehormatan dan lainnya hanya di dunia, sedangkan di
akhirat nanti ia akan mendapat balasan tentang kepemimpinannya yang diraih dengan
ambisi. Karena seseorang yang berambisi terhadap jabatan disinyalir kelak ia tidak
dapat mengemban amanah sebagaimana seorang pemimpin yang semestinya.

Ditambah lagi bahwa pemimpin yang berambisi dalam memperoleh jabatannya


tidak akan ditolong oleh Allah. Dalam artian, seorang pemimpin yang tidak mendapat
pertolongan dari Allah maka ia tidak dapat melaksanakan pekerjaanya dengan baik.
Sehingga akhirnya ia akan menyesal didunia juga merugi di akhirat.

14
Karena itu harusnya malu jika meminta sebuah jabatan hingga berambisi untuk
memilikinya. Yang mana padahal berambisi dalam mendapatkan jabatan itu adalah
sebuah bumerang yang akan menghantarkan kepada siksa Allah sebagaimana yang
sudah dijelaskan di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abu SyuhbahMuhammad, 2007, Di bawah Naungan al-Kutub as-Shittah, Yogyakarta :


Gamma Media Offset.

Al-Bukhari Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari. Baitul Ifkar
ad-Daulah Lin Nusyur.

Al AsqalaniIbnu Hajar, 2009. Fathul Baari syarah Shahih Al Bukhari juz 32, terj.
Amiruddin, Jakarta : Pustaka Azzam.

Ali M. Daud, Azhary M. Tahir dan Daud Habibah, 1988.Islam untuk Disiplin Ilmu
Hukum Sosial dan Politik, Jakarta: Bulan Bintang.

AzharyH. Muhammad Tahir,2014.Negara Hukum, Jakarta: Kencana.

Hazairin, 1982.Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits, Jakarta:


Tintamas.

Djazuli, MA.2003.Fiqh Siyasah, Bandung: Prenada Media.

Imam al-Mawardi, 1996. Al-Ahkamus Sulthaaniyah wal-Wilaayatud-diniyah, edisi


terjemah, Jakarta: Gema Insani Press.

Iqbal Dr. Muhammad, 2014.Fiqh Siyasah Kontekstualisasi doktrin Politik Islam,


Jakarta: Prenada Media.

16

S-ar putea să vă placă și