Sunteți pe pagina 1din 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TINDAKAN TAH-BSO ATAS INDIKASI MIOMA UTERI


OK 5.7 (BEDAH GYNEKOLOGI)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH
FENIKA AULIA PERMATASARI SAPUTRI

PELATIHAN INSTRUMENTATOR KAMAR OPERASI


RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim (miometrium)
atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di dalam rahim.
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan
istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul,
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan
neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,
terutama wanita usai produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi reproduksi yang
dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan
prematur, dan malpresentasi

2. Klasifikasi
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana
mereka tumbuh. Klasifikasinya sebagai berikut :
a. Mioma intramural : merupakan mioma yang paling banyak ditemukan.
Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan
paling tengah, yaitu miometrium.
b. Mioma subserosa : merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan
uterus yang paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga
peritonium. Jenis mioma ini bertangkai (pedunculated) atau memiliki
dasar lebar. Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat
menempel dalam rongga peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid
Ditemukan kedua terbanyak.
c. Mioma submukosa : merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus
paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat
bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi
polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma
geburt
3. Etiologi
 Etiologi pasti belum diketahui
 Peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri
mempengarui pertumbuhan tumor
 Faktor predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi
kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh
pada pertumbuhan fibroid. Sebagian ahli mengatakan bahwa fibroid
uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
 Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke

Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:


a. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada
wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada
jaringan miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
c. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
e. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan
insiden mioma uteri (Parker, 2007).
f. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
g. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1
(satu) atau 2 (dua) kali (Khashaeva, 1992).
4. Anatomi

5. Patofisiologi
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi hal
tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma sangat
bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian body uterus (corporeal) tapi dapat
juga terjadi pada servik. Tumot subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh darah
endometrium dan menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar
tumor ini dapat menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan
perubahan rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang
menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat
menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang bersifat
ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang mengobstruksi atau
menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii. Myoma pada badan uterus
dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal ini menyebabkan kecilnya
pembukaan cervik yang membuat bayi lahir sulit.
6. Tanda dan Gejala
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
a) Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia.
Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
 Terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium
karena pengaruh ovarium
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di
antara serabut miometrium
b) Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri
terutama saat menstruasi
c) Pembesaran perut bagian bawah
d) Uterus membesar merata
e) Infertilitas
f) Perdarahan setelah bersenggama
g) Dismenore
h) Abortus berulang
i) Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.

7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis mioma uteri , sebagai berikut :
a) Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga dapat dideteksi dengan Computerized Tomografi Scanning (CT
scan) ataupun Magnetic Resonance Image ( MRI), tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal.
b) Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
c) Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
d) Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
e) Laboratorium: hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai
kadar hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
f) Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena
bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh
karena kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat
menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
a) Degenerasi ganas
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar
dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b) Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom
abdomen akut.
9. Penatalaksanaan Medis
a) Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran
tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan
ukuran tumor, dan terbagi atas :
1. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
 Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan.
 Monitor keadaan Hb
 Pemberian zat besi
 Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
2. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri
adalah :
 Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita
anemia
 Nyeri pelvis yang hebat
 Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena
mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju
dewasa)
 Gangguan buang air kecil (retensi urin)
 Pertumbuhan mioma setelah menopause
 Infertilitas
 Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada
penderita mioma uteri secara umum. Penatalaksanaan ini paling disarankan
kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan
(Chelmow, 2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila
pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma
yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid
12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel,
sistokel atau enterokel (Callahan, 2005).
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1. Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikeluhkan oleh pasien.
2. Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan
bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan
anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan
akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis
dan penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang
sering (Chelmow, 2005).
b) Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,
analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif
selalu lebih disukai apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan
indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan
letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, no. register, alamat,
diagnose, tindakan yang akan dilakukan.
2. Keluhan utama

3. Riwayat penyakit terdahulu

4. Riwayat penyakit keluarga

5. Pengkajian persistem : breath, blood, brain, bladder, bowel, bone

6. Observasi tanda-tanda vital

7. Diagnosa keperawatan dan intervensi

PRE OPERATIF

Diagnosa keperawatan Intervensi

Cemas berhubungan 1. Bina Hub. Saling percaya


dengan rencana R / Dengan saling percaya, mengurangi cemas
pembedahan menumbuhkan kesiapan
2. Mengidentifikasi kebutuhan klien
R/ Memberi ketenangan kepada pasien/
kenyamanan, misalnya jika didampingi oleh
keluarga sebelum masuk OK
3. Menjelaskan bahwa operasi ini sudah sering
dilakukan dan ditangani oleh tim.
R/ Untuk menumbuhkan keyakinan dan kesiapan
operasi
4. Anjurkan pasien untuk selalu berdoa demi
kelancaran operasi.
R/ Menumbuhkan rasa harapan yang kuat kepada
Tuhan
Resiko terjadinya injury 1. Bantu pasien untuk berpindah dari brankart/ kursi
b.d transfer dan transport roda ruangan ke brankart Pre Medikasi.
(perpindahan dan R/ Menceagah resiko pasien jatuh
pengangkutan) 2. Dorong brankart Pasien ke ruang tindakan dengan
hati-hati.
R/ Mencegah resiko pasien jatuh
3. Angkat pasien dari brankart Pre Medikasi ke Meja
operasi min 3 orang
R/ Mencegah resiko pasien jatuh
INTRA OPERATIF
Resiko infeksi b.d 1. Pastikan etiket dan indikator steril pada packing set
pemajanan peralatan dan telah sesuai.
jaringan yang rusak R/ Instrumen telah di packing dan di set sesuai
dengan jenis pembedahan. Kesalahan membuka
packing set menyebabkan ON
2. Pastikan bahwa semua tim bedah telah melakukan
cuci tangan secara benar.
R/ Mengurangi jumlah microorganisme ditangan
tim bedah
3. Lakukan desinfeksi area pembedahan dan
dipasang doek steril pada area pembedahan/
drapping sesuai prosedur.
R/ Mengurangi jumlah microorganism di area
pembedahan dan memudahkan saat operasi.
4. Cek kadaluarsa alkes yang akan digunakan.
R/ Antisipasi alkes yang expired yang digunakan/
mencegah infeksi
5. Pertahankan sterilitas selama pembedahan dan
bantu kelancaran pembedahan.
R/ Mencegah lingkungan pembedahan seperti area
lapangan operasi, instrument operasi, dan
membantu lancarnya jalan operasi
POST OPERATIF
Resiko Injury (jatuh) b.d 1. Pindahkan pasien dari meja operasi ke brankart
kesadaran yang menurun, dengan hati-hati.
gelisah dan berontak R/ Mencegah resiko pasien jatuh
2. Memindahkan pasien minimal 3 orang.
R/ Mencegah resiko pasien jatuh
3. Dorong brankart pasien ke RR dengan hati-hati.
R/ Mencegah resiko pasien jatuh
4. Pasang pengaman tempat tidur kalau perlu pasang
pengaman lutut dan siku dengan tali
R/ Mencegah resiko pasien jatuh
LAPORAN PENDAHULUAN
TEKNIK INSTRUMENTASI TAH-BSO

A. Pengertian
TAH (Total Abdominal Hyterectomy) merupakan pengangkatan uterus
bersama serviks sekaligus. Kasus ca ovarium dan uterus, endometriosis, dan
mioma uteri yang besar dapat dilakukan histerektomi jenis ini
TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,
serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding,
perut pada malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic
endrometriosis ( Tucker, Susan Martin, 1998 ; 606 ).
TAH (Total Abdominal Hyterectomy) dengan BSO (Bilteral Salpingo
Ooforektomi) adalah pengangkatan uterus, cervix, fallopian tubes dan ovarium
secara keseluruhan melalui pembedahan perut (Dionne, 2001 :100).
B. Indikasi
Beberapa jenis penyakit yang mungkin mengharuskan histerektomi antara
lain:
 Fibroids (tumor jinak yang tumbuh di dalam dinding otot rahim)
 Kanker serviks, rahim atau ovarium
 Endometriosis, kondisi berupa pertumbuhan sel endometrium di
bagian lain dari rahim
 Adenomyosis, kelainan di mana sel endometrium tumbuh hingga ke
dalam dinding rahim (sering juga disebut endometriosis interna)
 Prolapsis uterus, kondisi di mana rahim turun ke vagina karena
ligamen yang kendur atau kerusakan pada otot panggul bawah
 Inflamasi pelvis karena infeksi.
C. Tujuan
 Mengatur alat secara sisternatis di meja instrumen
 Memperlancar handling instrumen
 Mempertahankan kesterilan alat-alat instrumen selama operasi.

D. Persiapan
1. Pasien
a. Pasien harus puasa
b. Harus ada persetujuan operasi (informed consent)
c. Daerah/lokasi operasi
d. Foto rontgen (k/p), hasil laboratorium, hasil EKG
e. Vital sign dalam batas normal
f. Transfusi darah yang siap pakai
2. Lingkungan
a. Meja Mayo
b. Meja Instrument
c. Meja operasi
d. Mesin anastesi
e. Mesin diatermi
f. Mesin electro surgery unit / couter
g. Plat diatermi
h. Standart infus
i. Lampu operasi
j. Tempat sampah medis
k. Gunting verband
3. Alat instrumen
a. Meja mayo
1. Handvant mess (Scalpel and handle) no. 4 : 1 buah
2. Gunting Metzenboum (Metzenboum scissor) : 1 buah
3. Gunting jaringan kasar (Surgical scissor) : 1 buah
4. Pinset Anatomis (Tissue forceps) : 1 buah
5. Pinset Anatomis Manis : 1
buah
6. Pinset Cirurgis (Dissecting forceps) : 2 buah
7. Desinfeksi Klem (Washing and dressing Clamp) : 1 buah
8. Duk Klem (Towel Clamp) : 5 buah
9. Pean Bengkok Sedang : 2 buah
10. Pean Bengkok Besar : 4 buah
11. Kocker bengkok klem (Delicate hemostatic forcep kocher ): 2 buah
12. Histerectomy klem lurus (Histerectomy forcep straight): 2 buah
13. Nalvoeder (Needle Holder) : 2 buah
14. Gunting Benang (Surgical Scissor Straight) : 1 buah
15. Ring klem u/ stil depres : 2 buah
16. Peritoneum klem : 4 buah
17. Histerektomy klem bengkok/klem kuat : 2 buah
18. Langenbeck : 1 buah
19. Double langenbeck (US Army refractor) ricakson : 1 buah
20. Haak dalam : 1 buah
21. Canule Sution : 1 buah
22. Jarum Round besar/ sedang/ Cutting : 1/1/1 buah
23. Klem 900 : 1 buah
24. Timan : 1 buah
b. Meja instrumen
1. Scort Steril : 6 buah
2. Doek besar : 3 buah
3. Doek sedang : 4 buah
4. Doek kecil : 3 buah
5. Sarung meja mayo : 1 buah
6. Handuk steril : 5 buah
7. Kom kecil : 1 buah
8. Kom sedang : 1 buah
9. Bengkok kecil : 1 buah
10. Bengkok sedang : 1 buah
c. Bahan habis pakai
1) Handscoen steril sesuai ukuran : secukupnya
2) Paragon mess no. 22 :1
3) Aquadest 1 Lt :1
4) Underpad on/steril : 1/3
5) Alkohol : 25 ml
6) Providon Iodin : 100 ml
7) Sufratule :1
8) Hypafix : secukupnya
9) Kasa sedang/big kasa : 30/2
10) Deepers : 5 buah
11) Benang: catgut plain 1 :1
ziede 1 / 2.0 : 1/1
vichril 0 :1
PGA :1
premielen 3-0 :1
12) Catheter 16 / urobag / spuit 10 cc : 1/1/1

E. Teknik Instrumentasi
(Sign In)
1. Pasien datang cek register, lembar persetujuan / inform consent px.
2. Pasang U pad dibawah punggung pasien
3. Setelah pasien mendapat general anestesi pasien diposisikan supinasi.
4. Pasang kateter sesuai ukuran dan arde couter.
5. Lakukan disinfeksi pada lap operasi dengan chlorhexidine cuci dan
keringkan dengan kassa kering steril, dilakukan oleh perawat sirkuler.
6. Perawat instrumen melakukan surgical scrub, gowning dan gloving,
kemudian membantu operator dan asisten untuk memakai handuk, baju
steril dan sarung tangan steril.
7. Berikan disinfeksi klem dan deepers kepada asisten untuk melakukan
antisepsis.
8. Lakukan drapping area operasi dengan memberikan U.pad steril diatas
simfisis pubis, doek besar untuk bawah dan atas, doek sedang untuk
samping kanan dan kiri, fiksasi dengan memberikan doek klem , doek
kecil di atas simfisis pubis.
9. Meletakkan selang suction dan couter di atas doek steril dan memfiksasi
dengan kassa dan doek klem, cek fungsi kelayakan alat (couter dan selang
suction).
(Time Out)

10. Memberikan pinset cirurgis kepada operator dan asisten untuk menandai
daerah insisi
11. Beri Handvat mess no 22 dan pinset cirurgis kepada operator untuk incici
kulit.
12. Mosquito klem dan pinset cirugis + kassa kering kepada asisten lalu mulai
dilakukan insisi, rawat perdarahan dengan coutter dan suction.
13. Incici diperdalam dari fat sampai tampak fasia dengan coutter, rawat
perdarahan.
14. Berikan gunting kasar dan pinset chirurgis kepada operator untuk
memperlebar fasia dan berikan pinset chirurgis dan langen beck kepada
asisten untuk memperluas lapang pandang operasi.
15. Fasia dilebarkan hingga tampak musculus dectus abdominalis, otot di
split/dibuka secara tumpul dengan menggunakan bokong pinset sampai
kelihatan peritonium.
16. Berikan pinset anatomis dan gunting matzenboum kepada operator untuk
membuka peritonium (k / p berikan peritonium klem untuk menjepit
peritonium pada kedua sisi dan diperlebar mengikuti garis insisi kulit
dengan gunting matzenboum).
17. Berikan big kass (basah) untuk menyisihkan dan melindungi usus, dan
memberikan haak besar untuk membebaskan lapang pandang.
18. Operator mengidentifikasi bentuk uterus, ukuran, adanya perlengketan,
bila ada perlengketan bebaskan dengan pincet anatomis dan metzenbaum.
19. Memberikan klem panjang pada operator untuk menjepit ligamentum
rotondum dan potong diantara 2 klem dengan metzemboum, lakukan pada
sisi kontra lateralnya.
20. Berikan klem panjang 2 ,gunting kasar untuk memotong tunel avaskular.
Untuk jaringan yang ditinggal jahit dengan vicryl 0, jaringan yang dibuang
dengan zide 1 (ikat), setelah itu lepaskan kedua klem. Lakukan pada sisi
kontra lateralnya juga. Dilanjut menyusuri ligamentum latum untuk
dipotong siapkan histetrektomi klem bengkok dan gunting kasar kemudian
jahit dengan vicryl 0
21. Ligamentum sacrocevacalis dan purbocervikalis ditelusuri sampai setinggi
portio s/d 1/3 vagina atas kemudian diklem dengan klem kuat bengkok dan
dipotong dengan couter. Berikan vicryl 0 untuk meligasi jaringan yang
ditinggal dan zide 1 ikat untuk jaringan yang dibuang, setelah itu lepaskan
klem kuat.
22. Berikan gunting jaringan pada operator untuk memotong uterus sampai 1/3
vagina atas, asisten diberi kocher panjang untuk memjepit vagina stump
dan diberikan kassa alkohol menggunakan pinset anatomis untuk
memasukkan ke dalam vagina.
23. Berikan vicryl 0 dan pinset chirurgis kepada operator untuk menjahit sudut
kanan kiri pada vaginal stump dan dengan benang yang sama dilakukan
penutupan vaginal stump dan berikan klem pean untuk menjepit benang.
24. Evaluasi dan rawat perdarahan, siapkan pinset anatomis cantik dan stil
deppers serta couter.
25. Berikan klem pean (cantik) panjang untuk merawat pedarahan dari retro.
26. Mengeluarkan big kass dari rongga peritonium dan pastikan tidak ada
sesuatu yang tertinggal (inventarisasi kasa dan alat).
27. Berikan peritonium klem (4) untuk menjepit sisi peritonium (atas, bawah,
samping kanan dan kiri).
28. Menyiapkan cairan NS hangat untuk mencuci rongga abdoment dan
berikan steal deppers dan suction. Pastikan tidak ada perdarahan aktif.
(Sign Out)
29. Melakukan penutupan luka operasi lapis demi lapis.
a. Peritonium dengan plain 1 (jarum round sedang) + pinset anatomis.
b. Musculus dan fasia dengan PGA + pinset cirurgis
c. Lemak dengan plain 1 (jarum cutting) + pinset cirurgis.
d. Kulit dengan premielene 3-0 + pinset cirurgis
30. Setelah selesai dijahit bersihkan luka dengan kassa basah dan kassa kering,
kemudian beri sufratule dan tutup dengan hipavik.
31. Melakukan vaginal toucher untuk mengambil kassa alkohol melalui
vagina.
32. Operasi selesai dan rapikan pasien.

F. Penyelesaian
1. Alat yang sudah dipergunakan dan dibawa semua ke ruang pencucian
alat
2. Alat – alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien) direndam
dengan Enzymatic detergent dalam 5 liter air selama 10-15 menit
3. Cuci alat dengan cara menyikat alat hingga bersih
4. Bilas alat dengan air mengalir kemudian di keringkan
5. Lakukan setting alat dan pengepakan alat kemudian diberi indicator
dan keterangan isi dari alat
6. Alat siap untuk dilakukan sterilisasi
7. Inventarisasi bahan habis pakai pada depo farmasi
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston :
Elsevier Saunders.

Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau


Miomektomi. Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta.

Joedosapoetro MS. 2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB,


Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi.


Edisi 2. Jakarta: EGC.

Moore JG. 2001. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Hipokrates.

Rayburn WF. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik.
Jakata: Widya Medika.

S-ar putea să vă placă și