Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Penderita systemis lupus erythematosus (SLE)” dengan sebaik-
baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik
suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan
selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta
bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah
ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6
2.1 Definisi ..................................................................................................... 6
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi .............................. 6
2.3 Etiologi ................................................................................................... 12
2.4 Patofisiologi............................................................................................ 13
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................... 15
2.6 Komplikasi ............................................................................................. 20
2.7 Penatalaksanaan pada Pasien SLE ......................................................... 21
2.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 26
BAB III ................................................................................................................. 28
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ............................................................ 28
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 28
3.2 Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC ......................................................... 32
BAB IV ................................................................................................................. 40
PENUTUP ............................................................................................................. 40
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 40
4.2 Saran ....................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit yang penyebabnya
tidak diketahui, dengan terjadinya kerusakan pada jaringan atau sel akibat
autoantibodi atau imun kompleks langsung terhadap satu atau lebih komponen
inti. Kejadinnya 90% pada wanita, sekitar 500 pada masa subur. Masa hidup
akibat penyakit ini dengan lam 10 tahun sebesar 75% dan dengan lama 20
tahun sebesar 50%. Penyebab kematiannya adalah infeksi samapi sepsis,
lupusflares (serangan mendadak), kegagalan organ vital, atau penyakit
jantung.
Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang
seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke
dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati,
sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang
diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang
tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak
pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah
(Sukmana, 2004).
Faktor pencetusnya adalah faktor keturunan, akibat pengaruh lingkungan,
atau keadaan abnormal hormone seksual. Bukti faktor keturunannya adalah
kejadiannya lebih besar pada monozigot dibandingkan dizigot. Sekitar 10%
dapat terjadi pada lingkungan keluarga.
Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini
disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui
sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas
pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE.
Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita
SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang
terkait dengan SLE. Oleh karena itu penting sekali meningkatkan
3
kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit SLE terhadap
kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang cukup berat untuk
penderita maupun keluarganya. Kurangnya prioritas di bidang penelitian
medik untuk menemukan obat-obat penyakit SLE yang baru, aman dan
efektif, dibandingkan dengan penyakit lain juga merupakan masalah tersendiri
(Yayasan Lupus Indonesia).
4
5. Untuk mengetahui WOC pada penyakit sistemik lupus eritematosus
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sistemik lupus eritematosus
7. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada penyakit sistemik lupus
eritematosus
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada klien sistemik
lupus eritematosus
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada sistemik lupus
eritematosus
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien SLE dan
aplikasi NANDA, NOC, dan NIC
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi mulitisistem yang
disebabkan oleh banyaka faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi aotoantibodi yang berlebihan (Albar,
2003).
Terbentuknya autoantibodi terhadap DNA, berbagai macam
ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanisme
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi
1. Pengertian
Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari antigen, antibodi,
dan fungsi pertahanan tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel, terutama
berhubungan imunitas terhadap penyakit, reaksi biologis hipersensitif,
alergi dan penolakan jaringan.
Sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan
organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan
juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain
seperti yg terjadi pd autoimunitas dan melawan sel yang teraberasi mjd
tumor.
6
2. Letak Sistem Imun
7
Limfosit yang dapat meningkatkan respon sistem imun
normal. Ketika distimulasi oleh antigen presenting sel sepeti
makrofag, T helper melepas faktor yang yang menstimulasi
proliferasi sel B limfosit.
3) Limfosit B
Tipe sel darah putih ,atau leukosit penting untuk imunitas yang
diperantarai antibodi/humoral. Ketika di stimulasi oleh antigen
spesifik limfosit B akan berubah menjadi sel memori dan sel
plasma yang memproduksi antibodi.
4) Sel plasma
Klon limfosit dari sel B yang terstimulasi. Plasma sel berbeda
dari limfosit lain ,memiliki retikulum endoplamik kasar dalam
jumlah yang banyak ,aktif memproduksi antibodi
c. Getah Bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang
perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher,
axillae, selangkangan, dan para- aorta daerah.
d. Nodus limfatikus
Nodus limfatikus (limfonodi) terletak sepanjang sistem limfatik.
Nodus limfatikus mengandung limfosit dalam jumlah banyak dan
makrofag yang berperan melawan mikroorganisme yang masuk ke
dalam tubuh. Limfe bergerak melalui sinus,sel fagosit menghilangkan
benda asing. Pusat germinal merupakan produksi limfosit.
e. Tonsil
Tonsil adalah sekumpulan besar limfonodi terletak pada rongga
mulut dan nasofaring. Tiga kelompok tonsil adalah tonsil palatine,
tonsil lingual dan tonsil pharyngeal.
f. Limpa/ Spleen
Limpa mendeteksi dan merespon terhadap benda asing dalam
darah ,merusak eritrosit tua dan sebagai penyimpan darah. Parenkim
limpa terdiri dari 2 tipe jaringan: pulpa merah dan pulpa putih
8
1) Pulpa merah terdiri dari sinus dan di dalamnya terisi eritrosit
2) Pulpa putih terdiri limfosit dan makrofag
Benda asing di dalam darah yang melalui pulpa putih dapat
menstimulasi limfosit .
4. Mekanisme Pertahanan
a. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non
spesifik disebut juga respons imun alamiah. Terdiri dari kulit dan
kelenjarnya, lapisan mukosa dan enzimnya, serta kelenjar lain beserta
enzimnya, contoh kelenjar air mata. Kulit dan silia merupakan system
pertahan tubuh terluar.
Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit,
polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme
pertahanan non spesifik.
9
B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yg disekresi oleh plasma.
Terdapat 5 kelas imunoglobulin yg kita kenal, yaitu IgG, IgM, IgA,
IgD, dan IgE.
Antibodi (antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein
dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B
yang telah teraktivasi menjadi sel plasma, sebagai respon dari
antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Pembagian
Immunglobulin.
a) Antibodi A (Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang
memainkan peran penting dalam imunitas mukosis.
b) Antibodi D (Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer
dengan fragmen yang dapat mengikat 2 epitop.
c) Antibodi E (antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis
antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia.
d) Antibodi G (Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi
monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai
ringan, yang saling mengikat dengan ikatan disulfida, dan
mempunyai dua fragmen antigen-binding.
e) Antibodi M (Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah
antibodi dasar yang berada pada plasma B.
2) Imunitas seluler didefinisikan sbg suatu respon imun terhadap
suatu antigen yg diperankan oleh limfosit T dg atau tanpa bantuan
komponen sistem imun lainnya.
2.2.2 Sistem Hematologi
1. Pengertian
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yg mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan penyakitnya.
Hematologi berasal dari bahasa Yunani “haima” yang artinya darah.
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yg diperlukan oleh se-sel di seluruh tubuh. Darah
juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
10
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yg
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-
hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Hematopoisis adalah proses pembentukan darah dan system imun,
menghasilkan semua sel darah tubuh, termasuk sel darah unutk pertahanan
imunologis. Terjadi di sumsum tulang, dimana sel batang multipotensial
memunculkan 5 jenis sel yang berbeda yang dikenal sebagai sel batang
unipotensial.
11
2.3 Etiologi
12
2.4 Patofisiologi
13
menurun (Silvia and Isenberg, 2001). Hal ini juga meningkatkan heat shock
protein 90 (hsp 90) pada sel B dan CD4+. Kelebihan hsp 90 akan terlokalisasi
pada permukaan sel limfosit dan akan menyebabkan terjadinya respon imun.
Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+
(inducer/helper). SLE ditandai dengan peningkatan sel B terutama
berhubungan dengan subset CD4+ dan CD45R+. CD4+ membantu
menginduksi terjadinya supresi dengan menyediakan signal bagi CD8+
(Isenberg and Horsfall, 1998). Berkurang jumlah total sel T juga
menyebabkan berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai ke
CD8+ juga berkurang dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel
B yang hiperaktif. Berkurangnya kedua subset sel T ini yang umum disebut
double negative (CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan sekresi autoantibodi
(Mok and Lau, 2003). Ciri khas autoantibodi ini adalah bahwa mereka tidak
spesifik pada satu jaringan tertentu dan merupakan komponen integral dari
semua jenis sel sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan organ secara
luas (Albar, 2003) melalui 3 mekanisme yaitu pertama kompleks imun
(misalnya DNA-anti DNA) terjebak dalam membran jaringan dan
mengaktifkan komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan. Kedua,
autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak
di dalam jaringan, komplemen akan teraktivasi dan terjadi kerusakan jaringan.
Mekanisme yang terakhir adalah autoantibodi menempel pada membran dan
menyebabkan aktivasi komplemen yang berperan dalan kematian sel atau
autoantibodi masuk ke dalam sel dan berikatan dengan inti sel dan
menyebabkan menurunnya fungsi sel tetapi belum diketahui mekanismenya
terhadap kerusakan jaringan (Epstein, 1998).
Gangguan sistem imun pada SLE dapat berupa gangguan klirens
kompleks imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan
penurunan up-take kompleks imun pada limpa (Albar, 2003). Gangguan
klirens kompleks imun dapat disebabkan berkurangnya CR1 dan juga
fagositosis yang inadekuat pada IgG2 dan IgG3 karena lemahnya ikatan
reseptor FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini juga berhubungan dengan defisiensi
14
komponen komplemen C1, C2, C4. Adanya gangguan tersebut menyebabkan
meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi
kompleks imun (Mok dan Lau, 2003) pada berbagai macam organ sehingga
terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan
aktivasi komplemen yang menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang
menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan
timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti
ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dan sebagainya (Albar, 2003).
Pada pasien SLE, adanya rangsangan berupa UVB (yang dapat
menginduksi apoptosis sel keratonosit) atau beberapa obat (seperti
klorpromazin yang menginduksi apoptosis sel limfoblas) dapat meningkatkan
jumlah apoptosis sel yang dilakukan oleh makrofag. Sel dapat mengalami
apoptosis melalui kondensasi dan fragmentasi inti serta kontraksi sitoplasma.
Phosphatidylserine (PS) yang secara normal berada di dalam membran sel,
pada saat apoptosis berada di bagian luar membran sel. Selanjutnya terjadi
ikatan dengan CRP, TSP, SAP, dan komponen komplemen yang akan
berinteraksi dengan sel fagosit melalui reseptor membran seperti transporter
ABC1, complement receptor (CR1, 3, 4), reseptor αVβ3, CD36, CD14, lektin,
dan mannose receptor (MR) yang menghasilkan sitokin antiinflamasi.
Sedangkan pada SLE yang terjadi adalah ikatan dengan autoantibodi yang
kemudian akan berinteraksi dengan reseptor FcγR yang akan menghasilkan
sitokin proinflamasi. Selain gangguan apoptosis yang dilakukan oleh
makrofag, pada pasien SLE juga terjadi gangguan apoptosis yang disebabkan
oleh gangguan Fas dan bcl-2 (Bijl et al., 2001).
SLE adalah salah satu dari beberapa penyakit yang dikenal sebagai "
peniru hebat "karena sering meniru atau keliru untuk penyakit lainnya. SLE
adalah barang klasik dalam diagnosis diferensial, karena gejala lupus sangat
bervariasi dan datang dan pergi tak terduga. Diagnosis demikian dapat sulit
15
dipahami, dengan beberapa orang yang menderita gejala yang tidak jelas
dari SLE yang tidak diobati selama bertahun-tahun.
1. Dermatologis manifestasi
2. Musculoskeletal
Perhatian medis yang paling sering dicari adalah untuk nyeri sendi,
dengan sendi-sendi kecil dari tangan dan pergelangan tangan biasanya
terpengaruh, meskipun semua sendi beresiko. The Lupus Foundation of
America memperkirakan lebih dari 90 persen dari mereka yang terkena
akan mengalami nyeri sendi dan / atau otot pada beberapa waktu selama
perjalanan penyakit mereka. Tidak seperti rheumatoid arthritis , arthritis
lupus kurang mematikan dan biasanya tidak menyebabkan kerusakan
parah sendi. Kurang dari sepuluh persen orang dengan arthritis lupus
16
akan mengembangkan kelainan bentuk tangan dan kaki. SLE pasien
berada pada risiko tertentu mengembangkan osteoarticular tuberkulosis.
3. Hematologi
4. Jantung
5. Paru
17
Paru-paru dan radang pleura dapat menyebabkan pleuritis , efusi
pleura , pneumonitis lupus, penyakit paru kronis interstisial difus,
hipertensi pulmonal , emboli paru , perdarahan paru , dan sindrom paru-
paru menyusut.
6. Ginjal
7. Neuropsikiatri
18
controversial, manifestasi neuropsikiatri umum lainnya dari SLE
termasuk disfungsi kognitif, gangguan mood, penyakit serebrovaskular,
kejang, polineuropati, gangguan kecemasan, dan psikosis . Jarang sekali
bisa hadir dengan sindrom hipertensi intrakranial, ditandai dengan
peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, dan sakit kepala dengan
sesekali abducens saraf paresis, adanya lesi menempati ruang-atau
pembesaran ventrikel, dan normal cairan serebrospinal kimia dan
hematologi konstituen.
8. Neurologis
9. Reproduksi
19
SLE menyebabkan tingkat peningkatan kematian janin dalam
rahim dan aborsi spontan (keguguran). Tingkat kelahiran hidup-
keseluruhan pada pasien SLE telah diperkirakan 72%. hasil Kehamilan
tampaknya lebih buruk pada pasien SLE yang penyakit flare up selama
kehamilan.
10. Sistemik
2.6 Komplikasi
20
2.7 Penatalaksanaan pada Pasien SLE
1. Terapi farmakologi
2. Terapi nonfarmakologi
Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga
diperlukan keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang
terlalu berlebihan. Penderita SLE sebaiknya menghindari merokok karena
hidrasin dalam tembakau diduga juga merupakan faktor lingkungan yang
dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet yang spesifik untuk
penderita SLE (Delafuente, 2002). Tetapi penggunaan minyak ikan pada
pasien SLE yang mengandung vitamin E 75 IU and 500 IU/kg diet dapat
menurunkan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-4, IL-6, TNF-a, IL-
10, dan menurunkan kadar antibodi anti-DNA (Venkatraman et al., 1999).
Penggunaan sunblock (SPF 15) dan menggunakan pakaian tertutup untuk
penderita SLE sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar UV
21
yang terdapat pada sinar matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah
(Delafuente, 2002).
3. NSAID
22
kortikosteroid atau antimalaria tergantung dari manifestasi yang
muncul (Herfindal et al., 2000).
23
perlindungan mukus sehingga mukosa terpapar oleh asam lambung dan
menyebabkan ulserasi. (Neal, 2002). Karena efek samping tersebut di
atas maka pemberian NSAID sebaiknya dikombinasi dengan obat
gastroprotektif (Rahman, 2001).
4. Antimalaria
a. Klorokuin
b. Hidroksiklorokuin
5. Kortikosteroid
24
Penderita dengan manifestasi klinis yang serius dan tidak
memberikan respon terhadap penggunaan obat lain seperti NSAID atau
antimalaria diberikan terapi kortikosteroid. Beberapa pasien yang
mengalami lupus eritematosus pada kulit baik kronik atau subakut
lebih menguntungkan jika diberikan kortikosteroid topikal atau
intralesional. Kortikosteroid mempunyai mekanisme kerja sebagai
antiinflamasi melalui hambatan enzim fosfolipase yang mengubah
fosfolipid menjadi asam arakidonat sehingga tidak terbentuk mediator –
mediator inflamasi seperti leukotrien, prostasiklin, prostaglandin, dan
tromboksan-A2 serta menghambat melekatnya sel pada endotelial
terjadinya inflamasi dan meningkatkan influks neutrofil sehingga
mengurangi jumlah sel yang bermigrasi ke tempat terjadinya inflamasi.
6. Siklofosfamid
7. Obat lain
8. Obat-obat lain yang digunakan pada terapi penyakit SLE antara lain
adalah azatioprin, intravena gamma globulin, monoklonal antibodi,
terapi hormon, mikofenolat mofetil dan pemberian antiinfeksi.
25
Selain dari pengobatan dengan terapi yang dilakukan diatas, ada
beberapa penatalaksanaan medis dalam pengobatang penyakit lupus ini, yaitu
sebagai berikut.
26
ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untukmendeteksi penyakit Lu
pus dibandingkan dengan LE cell prep.
7. Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit
8. Urine Rutin
9. Antibodi Antiphospholipid
10. Biopsy Kulit
11. Biopsy Ginjal
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1 Pengkajian
b. Riwayat kesehatan saat ini : adanya tanda dan gejala klinis berupa
demam, malaise, nyeri sendi, mialgia, kelelahan, dan hilangnya
kemampuan kognitif sementara.
c. Riwayat penyakit dahulu : mengidentifikasi adanya faktor-faktor
penyulit atau faktor yang membuat kondisi pasien menjadi lebih
parah.
d. Riwayat penyakit keluarga : adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit
klien sekarang. Adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
lupus.
e. Kondisi lingkungan tempat tinggal : apakah tempat tinggal klien
langsung terpapar dengan sinar UV atau matahari.
28
Keluhan utama demam, adanya sesak nafas, pembengkakan sendi,
inspeksi adanya ruam kupu-kupu di bagian pipi dan hidung
b. Pola nutrisi dan metabolik
Adanya kehilangan berat badan sampai beberapa kg, adanya rasa
mual dan muntah sehingga mengakibatkan nafsu makan menurun
c. Pola eliminasi
Ada perubahan pola eliminasi (adanya diare), dan juga sebagian
penderita SLE ini juga mengalami nefritis proliferative mesangial
d. Pola aktivitas dan latihan
Sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa dan sering
mengalami nyeri pada persendiannya, sering merasa lelah dan
lemah sehingga aktivitas terganggu
e. Pola istirahat dan tidur
Keluhan mengalami gangguan dalam tidur karena nyeri yang
dirasakan
f. Pola kognitif dan persepsi
Adanya perubahan pada daya perabaan yang mana pada jari-jari
tangannya terdapat lesi vaskultik. Pada sistem neurologis,
penderita bisa mengalami depresi, psychosis, neuropathies
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Karena terjadinya lesi pada kulit yang bersifat irreversible yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada kulit
penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan
adanya lesi kulit yang ada, seperti timbulnya kemerahan pada pipi
dan kulit
h. Pola peran hubungan
Penderita tidak dapat melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan
selama sakit. Namun masih dapat berkomunikasi. Selama sakit,
tidak dapat melakukan perannya dengan baik
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Tidak ada gangggua dalam pola seksualitas dan reproduksi
29
j. Pola koping dan toleransi stress
Timbulnya rasa depresi karena penyakitnya dan juga stress karena
nyeri yang dihadapi. Untuk itu, dukungan dari keluarga dan
tetangga sangat diperlukan sehingga penderita semanagat untuk
smebuh.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Biasanya aktivitas ibadah penderita terganggu karena keterbatasan
aktivitas akibat kelemahan dan nyeri sendi yang dirasakan
Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
Sistem Kardiovaskuler
Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura. Lesi eritematosus papuler dan purpura yang menjadi
nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari
tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan.
30
Sistem Muskoloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeriketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
Sistem Paru
Pleuritis atau efusi pleura
Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematosus dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku sreta
permukaan ekstensor bawah.
Sistem Renal
Edema dan hematuria.
Sistem Saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
31
3.2 Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC
No Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1 Nyeri akut b.d kontrol nyeri Manajemen nyeri
inflamasi indicator :
lakukan pengkajian nyeri secara
Mengenali faktor komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
penyebab durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Mengenali onset presipitasi
(lamanya sakit) observasi reaksi non verbal dari
Menggunakan metode ketidaknyamanan
pencegahan gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Menggunakan metode mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonanalgetik untuk kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
mengurangi nyeri evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Menggunakan analgetik evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
sesuai kebutuhan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
Mencari bantuan tenaga masa lampau
kesehatan bantu pasien dan keluarga untuk mencari
Melaporkan gejala pada dan menemukan dukungan
tenaga kesehatan kontrol lingkungan yang dapat
Menggunakan sumber- mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
sumber yang tersedia pencahayaan dan kebisingan
Mengenali gejala-gejala kurangi faktor presipitasi
nyeri pilih dan lakukan penanganan nyeri
Mencatat pengalaman (farmakologi, non farmakologi dan inter
nyeri sebelumnya personal)
32
Melaporkan nyeri sudah kaji tipe dan sumber nyeri untuk
terkontrol menentukan intervensi
ajarkan tentang teknik non farmakologi
berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
evaluasi keefektifan kontrol nyeri
tingkatkan istirahat
33
Tingkat nyeri
Indicator :
34
keterbatasan dalam Kriteria Hasil : Membantu untuk mengeksplorasi makna
melakukan tindakan - Ketahanan untuk pribadi aktivitas biasa (misalnya, bekerja) dan
secara mandiri mempertahankan atau kegiatan rekreasi favorit
aktivitas - Membantu untuk memilih kegiatan sesuai
- kinerja rutin biasa dengan fisik, kemampuan psikologis, dan social
- aktivitas - Membantu untuk fokus pada apa yang pasien
- konsentrasi dapat lakukan, bukan pada defisit
- daya tahan otot - Membantu untuk mengidentifikasi dan
- pola makan memperoleh sumber daya yang diperlukan
- libido untuk kegiatan yang diinginkan
- energi di kembalikan - Membantu pasien untuk mengidentifikasi
setelah istirahat. preferensi untuk kegiatan
- Keseimbangan - Membantu pasien untuk mengidentifikasi
- Koordinasi kegiatan yang berarti
- Kiprah - Membantu pasien untuk jadwal waktu tertentu
- gerakan tulang untuk tingkat aktivitas pengalihan
- kinerja posisi tubuh - Membantu pasien dan keluarga untuk
- berjalan mengidentifikasi tingkat defisit kegiatan
- melompat - Anjurkan pasien dan keluarga bagaimana
- crawling melakukan aktivitas yang diinginkan atau
- Bergerak dengan ditetapkan
mudah - Membantu pasien / keluarga untuk beradaptasi
- integritas tulang lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas
- kepadatan tulang yang diinginkan
- penyelarasan rangka - Menyediakan kegiatan untuk meningkatkan
rentang perhatian dalam konsultasi dengan PL
- Membantu dengan kegiatan fisik secara teratur
(e, g, perawatan pribadi), sesuai kebutuhan.
35
- Menyediakan aktivitas motorik untuk
meredakan ketegangan otot.
- Membantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan.
- Memantau respon emosional, fisik, sosial, dan
spiritual dengan aktivitas.
- Membantu pasien / keluarga untuk memantau
kemajuan menuju pencapaian tujuan sendiri.
Penahan Fisisk
- Membatasi aktivitas fisik untuk mengurangi
gangguan.
- Menyediakan staf yang cukup untuk
membantu klien dengan perangkat aplikasi
yang aman.
- Menunjuk salah satu anggota staf perawat
untuk staf langsung dan berkomunikasi
dengan pasien selama penerapan
pengekangan fisik.
- Gunakan hal yang sesuai ketika pasien
dalam situasi darurat
- Monitor respon pasien untuk prosedur.
Hindari mengikat hambatan di luar
jangkauan pasien.
- Memberikan tingkat yang tepat dari
pengawasan / memantau pasien dan untuk
memungkinkan tindakan terapi, sesuai
kebutuhan.
- Menyediakan untuk kenyamanan pasien
36
phychological, sesuai kebutuhan.
- Memberi obat PRN untuk kegelisahan atau
agitasi.
- Memantau kondisi kulit pada saat menahan
diri.
- Monitor suhu, dan sensasi di ekstremitas
terkendali.
- Menyediakan alat untuk gerakan dan
latihan, sesuai dengan tingkat kondisi, dan
kemampuan pasien.
- Memfasilitasi pasien untuk kenyamanan
posisi dan mencegah aspirasi dan kerusakan
kulit.
- Memberikan informasi pada pasien cara
memanggil bantuan ketika pengasuh tidak
hadir.
- Membantu kebutuhan yang berkaitan
dengan gizi, eliminasi, hidrasi, dan
kebersihan pribadi.
- Libatkan pasien dalam kegiatan untuk
meningkatkan kekuatan, koordinasi,
penilaian, dan orientasi.
- Dokumen alasan untuk menggunakan
intervensi terbatas, respon pasien terhadap
intervensi, kondisi fisik pasien, asuhan
keperawatan yang diberikan seluruh
intervensi, dan dasar pemikiran untuk
mengakhiri intervensi.
37
3 Pola Nafas tidak Re Respiratory status : Airway Management
efektif Ventilation
Definisi : Respiratory status : - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
Pertukaran udara Airway patency jaw thrust bila perlu
inspirasi dan/atau Vital sign Status - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ekspirasi tidak Kriteria Hasil : ventilasi
adekuat Mendemonstrasikan - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
batuk efektif dan jalan nafas buatan
suara nafas yang - Pasang mayo bila perlu
bersih, tidak ada - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis dan dyspneu - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
(mampu - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas - Lakukan suction pada mayo
dengan mudah, tidak - Berikan bronkodilator bila perlu
ada pursed lips) - Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Menunjukkan jalan Lembab
nafas yang paten - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
(klien tidak merasa keseimbangan.
tercekik, irama nafas, - Monitor respirasi dan status O2
frekuensi pernafasan Terapi oksigen
dalam rentang normal, - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
tidak ada suara nafas - Pertahankan jalan nafas yang paten
abnormal) - Atur peralatan oksigenasi
Tanda Tanda vital - Monitor aliran oksigen
dalam rentang normal - Pertahankan posisi pasien
(tekanan darah, nadi, - Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
pernafasan) - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
38
oksigenasi
Vital sign Monitoring
39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor .dan karaktersasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan imun dan produksi autoantibody
yang berlebihan.
Manifestasi yang ditimbulkan berupa demam, malaise, nyeri sendi,
mialgia, kelelahan, dan hilangnya kemampuan kognitif sementara. Karena
mereka begitu sering terlihat dengan penyakit lain, tanda-tanda dan gejala
bukan merupakan bagian dari kriteria diagnostik untuk SLE.
SLE lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria,manifestasi klinik
secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasalelah,
malaise,demam,penurunan napsu makan,dan penurunan BB.Tidak ada satu
testlaboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnostik SLE.pengobatan
yangdigunakan pada SLE adalah nonsteroidal anti-inflammatory
drugs(NSAIDs),corticosteroids dan lain lain yang dapat mendukung
pengobatan penyakit SLE.
4.2 Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan SLE
diperlukan pengkajian,konsep dan teori oleh seorang perawat. Sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Karena dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat kesehatan baik fisik maupun
psikologis pasien dapat membaik dengan cepat.
40
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Buku KedokteranDjaunzi,
Samsuridjal. an. Raih Kembali Kesehatan : Mencegah Berbagai Penyakit Hidup
Sehat untuk Keluarga. Jakarta : Kompas
Doenges,MarilynE.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perenc
anaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta :
EGCGibson J.M, MD. 1996. Mikrologi dan Patologi Modern untuk Perawat
BukuKedokteranLumenta,
Nico A. dkk. 2006. Manajemen Hidup Sehat : Kenali Jenis Penyakitdan Cara
Penyembuhannya. Jakarta : PT. Elex Media KomputindoRobins.
Kumar. 1995.Buku Ajar Patologi (edisi 4). Buku KedokteranRobins.,
dkk. 1996. Buku Saku Robins : Dasar Patologi Penyakit (edisi 5).
BukuKedokteran
Smeltzer, Suzanne C. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
danSuddart edisi 8 volume 3. Jakarta : EGC
41