Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DEFINISI
Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Konjungtivitis (mata merah) adalah
inflamasi pada konjungtiva oleh virus, bakteri, clamydia, alergi, trauma/ sengatan matahari (Long
B C, 1996).
Konjungtivitis adalah infeksi atau inflamasi pada konjungtiva mata dan biasa dikenal
sebagai “pink eye”. Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga
menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degenerative atau kerusakan akibat
serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada
konjungtivitis didapatkan hyperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi kojungtiva
hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur, asap, debu, dan
lain-lain.
Konjungtivitis inflamasi dapat terjadi karena terpapar alergen atau iritan dan tidak
menular. Konjungtivitis infeksi lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan mudah
menular. Penyebab tersering meliputi bakteri, virus dan klamidia. Sedangkan penyebab yang
kurang sering adalah alergi, penyakit parasit dan yang jarang adalah infeksi jamur
atau occupational irritant. Bentuk idiopatik dapat berhubungan dengan penyakit sistemik tertentu
seperti ertema multipormis dan penyakit tiroid.
B. KLASIFIKASI
Konjungtivitis terbagi dalam tiga jenis, yaitu konjungtivitis alergi atau vernal, infeksi atau
bacterial, dan viral
1. Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sesitifitas terhadap serbuk, protein
hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan atau obat (atropine dan
antibiotic golongan mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray,
tatarias, asap rokok. Asma, demam kering dan eczema juga berhubungan dengan konjungtivitis
alergi.
Gejala jenis konjungtivitis ini adalah edema konjungtiva ringan sampai berat, sensasi
terbakar dan injeksi vaskuler. Lakrimasi kadang-kadang terjadi. Rasa gatal adalah yang paling
parah pada bentuk konjungtivitis ini. Kadang-kadang didapatkan rabas seperti air.
2. Konjungtivitis Infektif
Jenis konjungtivitis ini juga berhubungan dengan “pink eye” dan mudah menular.
Wabah “pink eye” dapat terjadi pada populasi yang padat dan dengan standar kesehatan yang
rendah. Penyebab infeksi ini adalah Staphylococcus aureus. Dapat juga terjadi setelah
terpapar Haemophilus influenzaatau N. gonorhoea. Dapat terjadi bersamaan dengan morbili,
parotitis epidemika, bleferitis, obstruksi duktus nasolakrimalis, karena penyinaran cahaya
(konjungtivitis elektrika).
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas pada
awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau mucus dan
berkembang menjadi purulent yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup
terutama saat bangun tidur pagi hari. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
3. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling sering adalah
keratokonjungtivitis epidemika) atau dari penyakit virus sistemik
seperti mumps dan mononucleosis.Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga
disebut juga konjungtivitis folikularis.
Gejalanya, pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotopobia dan sensasi adanya benda
asing pada mata. Epiofora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat menjadi kemerahan
dan bisa terjadi nyeri periorbital.
C. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada anak-anak dengan gizi kurang atau
sering mendapat radang saluran napas, serta dengan kondisi lingkungan yang tidak higiene.
Pada orang dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak jarang
penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan konjungtivitis flikten. Penyakit lain
yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah helmintiasis. Di Indonesia umumnya,
terutama anak-anak menderita helmintiasis, sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten
menjadi tidak jelas. (Alamsyah, 2007)
D. ETIOLOGI
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi berdasarkan
klasifikasi konjungtivis yaitu
1. Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi humoral terhadap
alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari Sindrom Steven Johnson, suatu
penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan presdiposisi alergi
obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
2. Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti:
- Stafilokok
- Streptokok
- Corynebacterium diphtheriae
- Pseudomonas aeruginosa
- Neisseria gonorrhoea
- Haemophilus influenza
3. Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti:
- Adenovirus
- Herpes simpleks
- Herpes zoster
- Klamidia
- New castle
- Pikorna
- Enterovirus
E. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata
terinfeksi Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air
mata unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja
memompa dari palpebral secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata
mengandung substansi anti mikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak menyebabkan
kerusakan pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel eksfoliasi, hipertropi
epitel atau granuloma mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva melalui epitel ke
permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet,
membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebral pada bangun
tidur.
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme,
bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu
menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan
berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran
air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan
iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan
lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur
dan rasa pusing.
F. PATHWAY
Gangguan rasa nyaman
Perlengketan tepian palpebra
Imunologi (alergi)
Iritatif (zat kimia, suhu, lingkungan, radiasi, trauma)
Terjadinya reaksi antigen dan antibodi
Menginfeksi konjungtiva
konjungtivitis
Kurang informasi
Bingung
Infeksius (virus,bakteri, jamur,)
Kurang pengetahuan
Mata terasa panas seperti terbakar
Pelebaran pembuluh darah
Hyperemia
(mata merah)
Fungsi sekresi kelenjar air mata terganggu
Lakrimasi ↑
TIO ↑
Tersumbatnya kanal schlemen
Iskemik saraf optic
Ulkus kornea
Terdapat Secret mukropurulen
↑ permebilitis sel
Oedema kelopak mata
Gangguan citra tubuh
Gangguan sensori perceptual : penglihatan
Peradangan
Nyeri
Risiko
infeksi
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran.
Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih.
Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. Kelopak mata bisa
membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi (Anonim, 2004).
I. PENATALAKSANAAN
Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi tergantung pada penyebabnya, terapi dapat
meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan antiinflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak
mata, atau kompres hangat. Bila konjugtivits disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus
diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat
dapat memberikan instruksipada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian
menyentuh mata yang sehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang
sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah.
Terapi pada infeksi bakteri adalah dengan antibiotic (sulfonamid topikal), pada infeksi
virus dengan sulfonamide/antibiotika tetes mata spectrum luas untuk mencegah infeksi
sekunder, sedangkan untuk infeksi alergi diberikan vasokonstriktor tetes seperti nafazolin,
kompres dingin, dan antihistamin oral
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid.
Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon
asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
J. KOMPLIKASI
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yangtidak tertangani diantaranya:
1. Glaukoma
2. Katarak
3. Ablasi retina
4. Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
5. Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh
akan meninggalkan jaringan parut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan,
lama- kelamaanorang bisa menjadi buta
6. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu
penglihatan
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA
A. PENGKAJIAN
Anamnesis
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan jenis konjungtivitis yang terjadi, meliputi
gatal dan rasa terbakar pada alergi; sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut dan infeksi
virus; nyeri dan fotofobia jika kornea terkena; keluhan peningkatan produksi airmata; pada anak-
anak dapat disertai dengan demam dan keluhan pada mulut dan tenggorok. Kaji riwayat detail
tentang masalah sekarang dan catat riwayat cedera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih.
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang meliputi :
1. Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan mengurang kea rah limbus.
2. Kemungkinan adanya secret :
a. Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat
bangun tidur.
b. Berair/encer pada infeksi virus.
3. Edema konjungtiva
4. Blefarospasme
5. Lakrimasi
6. Konjungtiva palpebra (merah,kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
7. Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane
pada infeksi pneumokok.Kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil-kecil baik di
konjungtiva palpebral maupun bulbi yang biasanya disebsbkan pneumokok atau virus.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajad pandangan perifer klien karena jika
terdapat secret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat
halo.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peradangan ditandai dengan rasa panas pada mata
2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi konjungtiva ditandai
dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.
3. Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan ulkus kornea yang ditandai dengan adanya
sekret purulen.
4. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada
kelopak mata (bengkak /edema)
5. Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang berhubungan
dengan keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi prognosis dan
pengobatan proses penyakit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
g) Mempercepat penyem
dan mencegah infeksi
Tetes mata diberikan
h) Kolaborasi dalam pemberian: diberikan pada malam
Analgesik ringan seperti asetaminofen kelopak mata pada pag
i) Kolaborasi dalam
h) Mengurangi nyeri
pemberian:Vasokonstriktor seperti konjungtivitis viral.
nafazolin.
i) Mengurangi dilatasi p
alergi.
E. EVALUASI
Diagnose (Dx):
Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta: Penerbit Media
Esculapius FKUI..
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Smeltzer Bare, dkk. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume III. Jakarta: EGC.