Sunteți pe pagina 1din 17

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER BERWAWASAN KEARIFAN

LOKAL DALAM KURIKULUM PTK

MAKALAH

Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PTK

Oleh:
[18138028] SARI AZHARIYAH

PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, serta dengan izin-Nya penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah dengan judul “URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
BERWAWASAN KEARIFAN LOKAL DALAM KURIKULUM PTK”.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PTK


pada Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Makalah
ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Nizwardi Jalinus, M.Ed, selaku dosen pembimbing.


2. Bapak Dr. Ir. Mulianti, M.T, selaku dosen pembimbing.
3. Rekan-rekan mahasiswa program studi PTK Fakultas Teknik Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal shaleh bagi
Bapak dan Ibu serta mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT.

Makalah ini ditulis sesuai dengan ketetapan dan aturan yang ada. Apabila
masih terdapat kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan di kemudian hari. Semoga Allah SWT. menilai ibadah yang
penulis kerjakan dan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.

Padang, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Teknik Kejuruan ...................................... 3
B. Pengertian Pendidikan Karakter ........................................................................ 4
C. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal .................................................................. 6
D. Urgensi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal Pada Pendidikan
Kejuruan ........................................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan suatu program pembelajaran agar tujuan
pendidikan tercapai, disamping itu kurikulum juga merupakan pedoman
dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kurikulum tidak dapat dipisahkan dari
pembelajaran.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan, salah satunya
pada pendidikan kejuruan, maka penyusunan kurikulum tidak dapat
dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran
dan penelitian yang mendalam. Dengan kurikulum yang mumpuni
diharapkan sekolah kejuruan atau SMK mampu menghasilkan lulusan
yang siap kerja. Lulusan SMK diharapkan mempunyai softskill dan
hardskill yang bagus. Dengan pendidikan karakter berwawasan kearifan
lokal diharapkan mampu mendukung siswa dalam mendapatkan softskill
yang bagus. Pendidikan karakter bagi bangsa yang kehilangan jati dirinya
memang sangat diperlukan. Pendidikan karakter dikembangkan untuk
menguatkan identitas bangsa dan mencegah permasalahan di tanah air
yang kian menghaburkan semangat kebangsaan. Untuk menciptakan
pemuda pelajar yang memiliki karakter mulia diperlukan upaya dan
kerjasama yang sinergis antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.
Makalah ini akan membahas mengenai urgensi pendidikan
karakter berwawasan kearifan lokal dalam kurikulum PTK.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana makna dari pendidikan karakter?
2. Bagaimana makna dari pendidikan berbasis kearifan lokal?
3. Bagaimana urgensi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui makna dari pendidikan karakter?
2. Mengetahui makna dari pendidikan berbasis kearifan lokal?
3. Mengetahui urgensi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Teknik Kejuruan


Kurikulum didefinisikan sebagai semua ruang pembelajaran terencana
yang diberikan kepada siswa oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang
dinikmati oleh siswa saat kurikulum itu terapkan. Kurikulum dapat juga
dikatakan dengan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari
oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Jadi kurikulum
merupakan suatu program pendidikan untuk diterapkan pada siswa. Dengan
program itu, para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga terjadi
perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan
tujuan pendidikan dan pembelajaran tersebut.
Curtish R. Finch and John R. Grunkilton (1984: 32) berpendapat bahwa
sebenarnya dalam pengembangan kurikulum pada awalnya difokuskan sebagai
berikut: “The development phase focuse on relating objectives to sound
learning principles, identifying the learning guidelines necesarry for optimum
learning, and specifying activities that should take place in the learning
environment”. Penjelasan dapat dimaknai secara sederhana bahawa fokus awal
adalah bagaimana tujuan akan dicapai dengan memperhatikan prinsip-prinsip
belajar untuk peserta didik, dan mengidentifikasi pembelajaran optimal yang
diperlukan dengan memperhatikan lingkungan belajar agar peserta didik dapat
melakukan aktivitas belajar.
Pendidikan kejuruan dapat didifinisikan sebagai program pendidikan
yang disusun langsung berhubungan dengan persiapan setiap orang (tenaga
kerja) untuk mendapatkan nafkah ataupun sebagai tambahan persiapan untuk
meniti karir yang dibutuhkan atau untuk kebutuhan kesarjanaan. Maka dapat
disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan kejuruan merupakan suatu program
pendidikan yang disediakan untuk mempersiapkan siswa agar mampu dan siap
dalam dunia kerja dan mendapatkan nafkah ataupun sebagai tambahan
persiapan untuk meniti karir yang dibutuhkan.

3
Pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki fungsi ganda bahkan
multifungsi apabila direncanakan dan dilaksanakan secara cermat, mantap,
terkendali sesuai dengan perkembangan usia peserta didik. Hasil yang dicapai
dari pendidikan teknologi dan kejuruan ini akan berkontribusi pada tujuan
pembangunan nasional sesuai dengan yang dikemukakan Wardiman
Djojonegoro (1998 : 35). ”Pendidikan kejuruan memiliki multi-fungsi yang
kalau dilaksanakan dengan baik akan berkontribusi besar terhadap
pembangunan nasional”. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan pendidikan
teknologi kejuruan dapat mengembangkan kemampuan siswa itu sendiri dan
juga mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional.

B. Pengertian Pendidikan Karakter


Secara terminologis ‘karakter’ diartikan sebagai sifat manusia pada
umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Hidayatullah
(2010:9) menjelaskan bahwa secara harfiah ‘karakter’ adalah kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan
kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Menurut kamus
lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak (Tim Bahasa
Pustaka Agung Harapan, 2003:300). Dennis Coon dalam bukunya Introduction
to Psychology: Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai
suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan
dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh
masyarakat. Karakter merupakan kunci penting yang penting dalam
menciptakan masyarakat yang berkualitas..
Orang yang disebut berkarakter adalah orang yang dapat merespon
segala situasi secara bermoral, yang memanifestasikan dalam bentuk tindakan
nyata melalui tingkah laku yang baik.
Secara historis-geneologis, pencetus pendidikan karakter yang
menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah
pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Ada empat ciri dasar dalam

4
pendidikan karakter menurut Foerster. Pertama, keteraturan interior dengan
setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif
setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat
seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi
baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa
percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas
seseorang. Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari
luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Itu dapat dilihat lewat penilaian
atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh oleh atau desakan dari pihak lain.
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan
seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Kesetiaan merupakan
dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Karakter itulah yang
menentukan bentuk seorang pribadi dalam segala tindakannya.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D., pendidikan karakter
dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help
people understand, care about, and act upon core ethical values. When we
think about the kind of character we want for our children, it is clear that we
want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right,
and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from
without and temptation from within”. Dapat dijelaskan bahwa pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
siswa. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru
berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan
berbagai hal terkait lainnya.
Maka jelas pentingnya pendidikan karakter ini pada setiap orang.
Sehingga tingkat pengertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan
salah satu alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan
keberhasilan pergaulan di dalam masyarakat. Di samping pendidikan formal
yang kita dapatkan, kemampuan memperbaiki diri dan pengalaman juga
merupakan hal yang mendukung upaya pendidikan seseorang di dalam

5
bermasyarakat. Tanpa itu pengembangan individu cenderung tidak akan
menjadi lebih baik. Pendidikan karakter diharapkan mampu menjadikan siswa
beragama, beretika, bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan
masyarakat sehingga siswa yang suka tawuran, nyontek, malas, pornografi,
penyalahgunaan obat-obatan dan lain-lainnya tidak akan ada lagi.

C. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal


Menurut Nadlir (2014) Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh dengan kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal merupakan suatu gagasan
yang konseptual yang terdapat pada kehidupan masyarakat serta tumbuh dan
berkembang terus dalam suatu kesadaran masyarakat yang berfungsi untuk
mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Ciri dari kearifan lokal sendiri
adalah mampu bertahan terhadap budaya-budaya dari luar atau budaya baru
dan memiliki kemampuan untuk mengakomodasi unsur-unsur budaya asing.
Menurut Sholakhudin (2016) Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah
pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu dekat dengan
lingkungan kongkret di sekitar tempat belajar. Beberapa pilar pendidikan
kearifan lokal adalah:
1) Pendidikan harus berbasis kebenaran dan keluhuran budi serta
menjauhkan dari cara berpikir tidak benar;
2) Pendidikan harus mengembangkan ranah moral, spiritual (ranah afektif);
dan
3) Sinergitas budaya, pendidikan dan pariwisata perlu dikembangkan secara
sinergis dalam pendidikan yang berkarakter.
Dalam proses terbentuknya, kearifan lokal tidak dikonsepsikan secara
individu namun membutuhkan peran komunal yakni masyarakat. Selanjutnya
kearifan lokal menjadi bagian dari budaya untuk kemudian menjadi identitas
bahkan karakter suatu masyarakat. Karenanya, antara kearifan lokal dan

6
budaya merupakan hubungan antara anak dengan induknya. Kearifan lokal
tidak lain adalah bagian dari budaya.
Upaya pengembangan pendidikan kearifan lokal tidak akan
terselenggara dengan baik tanpa peran serta masyarakat secara optimal.
Keikutsertaan berbagai unsur dalam masyarakat dalam mengambil prakarsa
dan menjadi penyelenggara program pendidikan merupakan kontribusi yang
sangat berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi. Berbagai bentuk
kearifan lokal yang merupakan daya dukung bagi penyelenggaraan dan
pengembangan pendidikan dalam masyarakat antara lain sebagai berikut:
1) Kearifan lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang
kewajiban belajar, seperti kewajiban mengikuti kegiatan pembelajaran
bagi warga masyarakat yang masih buta aksara.
2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antarsesama
manusia, melalui aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat
dalam berbagai aktivitas.
3) Kearifan lokal yang berkaitan dengan seni. Keseniaan tertentu memiliki
nilai untuk membangkitkan rasa kebersamaan dan keteladanan serta rasa
penghormatan terhadap pemimpin dan orang yang dituakan,
4) Kearifan lokal dalam sistem anjuran (tidak tertulis), namun disepakati
dalam rapat yang dihadiri unsur-unsur dalam masyarakat untuk
mewujudkan kecerdasan warga, seperti kewajiban warga masyarakat
untuk tahu baca tulis ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk dan Kartu
Keluarga.
Menurut Naritoom (Wagiran, 2010) merumuskan local wisdom dengan
definisi, Local wisdom is the knowledge that discovered or acquired by lokal
people through the accumulation of experiences in trials and integrated with
the understanding of surrounding nature and culture. Local wisdom is dynamic
by function of created local wisdom and connected to the global situation. Hal
ini menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual.
Kearifan selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika hidup itu berubah,
kearifan lokal pun akan berubah pula.

7
Maka dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan pandangan
dan kematangan masyarakat dalam memngembangkan potensi dan sumber
lokalnya sehingga berkontribusi dalam perubahan kearah yang positif.

D. Urgensi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal Pada


Pendidikan Kejuruan
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam
rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
bersikap dan berperilaku. Karena itu, pendidikan merupakan salah satu proses
pembentukan karakter manusia. Menurut Bhakti (2018:22) Pendidikan bisa
juga dikatakan sebagai proses pemanusiaan manusia. Dalam keseluruhan
proses yang dilakukan manusia terjadi proses pendidikan yang akan
menghasilkan. Sejalan dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan
menjadi dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada.
Dalam pendidikan teknik kejuruan diharapkan pendidikan yang mampu
mempersiapkan siswa untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Namun
keadaan lulusan siswa SMK saat ini masih jauh dalam kata siap untuk dapat
bekerja khusunya dalam hal moral atau softskill. Era globalisasi yang ditandai
dengan kemajuan yang pesat pada bidang ilmu dan teknologi membuat
manusia hidup menjadi tanpa batas yang jelas. Terdapat dampak positif dan
negatif, sebagai dampak negatif terdapat gejala dekulturasi atau pemudaran
budaya lokal dalam berbagai bentuk. Berbagai bentuk kebudayaan barat
semakin gencar mempengaruhi siswa seperti maraknya pergaulan bebas, kasus
narkoba dan sebagainya.
Disamping itu kurikulum merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari pendidikan. Kurikulum merupakan pedoman dalam pelaksanaan suatu
pendidikan. Maka dapat di simpulkan bahwa kebutuhan akan kurikulum yang
mampu menetralisir hal tersebut khususnya dalam kurikulum PTK. Di era-
globalisasi ini pergeseran dan saling menpengaruhi antar nilai-nilai budaya
tidak dapat dihindarkan lagi, apalagi dalam pendidikan kejuruan. Sejalan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga

8
dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak.
Beberapa perubahan yang dialami remaja adalah perubahan fisik, psikis, dan
sosial. Menurut teori Erik Erickson (1989), remaja merupakan masa yang kritis
(storm and stress), dimana remaja berusaha mempunyai suatu peranan yang
berarti dalam lingkungan sosialnya. Transisi dari anak ke remaja dan masa
peka pada perubahan sosial, muncul perasaan terasing/ menyendiri, dan tidak
dapat mengambil keputusan (identity confusion).
Pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa perlu
menjadi program nasional. Dalam pendidikan, pembentukan karakter dan
budaya bangsa pada peserta didik tidak harus masuk kurikulum. Nilai-nilai
yang ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik berupa nilai-nilai dasar
yang disepakati secara nasional. Nilai-nilai yang dimaksudkan di antaranya
adalah kejujuran, dapat dipercaya, kebersamaan, toleransi, tanggung jawab,
dan peduli kepada orang lain. Nilai-nilai ini sangat dibutuhkan khusunya bagi
lulusan SMK karena akan terjun ke lingkungan masyarakat. Hal ini akan
menjadi modal utama.
Sejarah menunjukkan, masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan
lokal sendiri. Misalnya saja (untuk tidak menyebut yang ada pada seluruh suku
dan etnis di Indonesia), suku Batak kental dengan keterbukaan, Jawa nyaris
identik dengan kehalusan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi, dan
etnis Cina terkenal dengan keuletan. Lebih dari itu, masing-masing memiliki
keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka.
Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang
sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan
mereka. Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya
yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Artinya, sampai
batas tertentu ada nilai-nilai perenial yang berakar kuat pada setiap aspek
lokalitas budaya ini. Semua, terlepas dari perbedaan intensitasnya, mengeram
visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Dalam bingkai
kearifan lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan
yang lain.

9
Menurut Nadlir (2014) tujuan pendidikan berbasis kearifan lokal
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada siswa agar
memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku di daerahnya dan
mendukung pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri
mereka melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya
mereka. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak
makna substantif kearifan lokal. Sebagai misal, keterbukaan dikembangkan
dan kontekstualisasikan menjadi kejujuran dan seabreg nilai turunannya yang
lain. Kehalusan diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri
diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi; dan demikian seterusnya.
Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan
ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan
sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu. Untuk itu, sebuah
ketulusan, memang, perlu dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa.
Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan
untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain
sebagai entitas dari bangsa yang sama. Persoalannya adalah bagaimana
mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun pendidikan karakter
di sekolah? Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal)
yang relevan untuk membangun pendidikan karakter.
Hal ini dikarenakan kearifan lokal di daerah pada gilirannya akan
mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada
daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah
kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk
menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa
yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam
secara bijaksana.
Dalam konteks tersebut di atas, kearifan lokal menjadi relevan. Anak
bangsa di negeri ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang

10
paling dekat di desanya, kecamatan, dan kabupaten, setelah tingkat nasional
dan internasional. Melalui pengenalan lingkungan yang paling kecil, maka
anak-anak kita bisa mencintai desanya. Apabila mereka mencintai desanya
mereka baru mau bekerja di desa dan untuk desanya. Kearifan lokal
mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari
kearifan lokal anak didik kita akan memahami perjuangan nenek moyangnya
dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur, dan tidak kenal menyerah perlu
diajarkan pada anak-anak kita. Dengan demikian, pendidikan karakter melalui
kearifan lokal seharusnya mulai diperkenalkan oleh guru kepada para
siswanya. Semua satuan pendidikan siswanya memiliki keberagaman ras
maupun agama, dapat menjadi laboratorium masyarakat untuk penerapan
pendidikan karakter. Proses interaksi yang melibatkan semua pihak dalam
kearifan lokal sama saja mempelajari karakteristik dari materi yang dikaji
sehingga siswa secara langsung dapat menggali karakter peristiwa kelokalan
itu.
Hal ini dikarenakan Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah
pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi
konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Model pendidikan berbasis kearifan
lokal merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi
bagi kecakapan pengembangan hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan
ketrampilan serta potensi lokal pada tiap-tiap daerah. Kearifan lokal milik kita
sangat banyak dan beraneka ragam karena Indonesia terdiri atas bermacam-
macam suku bangsa, berbicara dalam aneka bahasa daerah, serta menjalankan
ritual adat istiadat yang berbeda-beda pula.
Pendidikan berbasis kearifan lokal dapat digunakan sebagai media
untuk melestarikan potensi masing-masing daerah. Kearifan lokal harus
dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah merupakan potensi sumber
daya spesifik yang dimiliki suatu daerah tertentu. Para siswa yang datang ke
sekolah tidak bisa diibaratkan sebagai sebuah gelas kosong, yang bisa diisi
dengan mudah. Siswa tidak seperti plastisin yang bisa dibentuk sesuai

11
keinginan guru. Mereka sudah membawa nilai-nilai budaya yang dibawa dari
lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Guru yang bijaksana harus dapat
menyelipkan nila-nilai kearifan lokal mereka dalam proses pembelajaran.
Pendidikan berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil apabila guru memahami
wawasan kearifan lokal itu sendiri. Guru yang kurang memahami makna
kearifan lokal, cenderung kurang sensitif terhadap kemajemukan budaya
setempat. Hambatan lain yang biasanya muncul adalah guru yang mengalami
lack of skill. Akibatnya, mereka kurang mampu menciptakan pembelajaran
yang menghargai keragaman budaya daerah.
Dalam hal ini pendidikan karakter berwawasan kearifan lokal dapat
membangun karakter anak bangsa yang memiliki jiwa nasionalisme yang
tinggi dan berkarakter yang kuat sehingga mampu berkecimpung dalam
kehidupan bermasyarakat dan berkontribusi khususnya bagi siswa SMK yang
setelah lulus diharapkan siap untuk bekerja.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Kurikulum pendidikan kejuruan merupakan suatu program pendidikan
yang disediakan untuk membelajarkan siswa dengan persiapan
mendapatkan nafkah ataupun sebagai tambahan persiapan untuk
meniti karir yang dibutuhkan atau untuk kebutuhan kesarjanaan.
2. Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
3. Pendidikan karakter di sekolah melalui kearifan lokal mengandung
nilai-nilai yang relevan dan berguna bagi pendidikan.

B. Saran
Adapun saran dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.
2. Makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal pada kurikulum PTK.

13
DAFTAR RUJUKAN

Bhakti, Yoga Budi, dkk. (2018). Penyuluhan Pengintegrasian Nilai Karakter


Dalam Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013 Di Sekolah. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 21-28.
Finch, C. R. and Grunkilton, J.R. (1984). Curriculum Development in
Vocational and Technical Education. Boston-London-Sydney-
Toronto : Allyn and Bacon, Inc.
Gunawan, Gagianti, dkk. (2017). Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di
Kabupaten Purwakarta. Humanitas, 1(3), 147-160.
Nadlir. (2014). Urgensi Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 2(2), 300-330.
Sagala, H. Syaiful. (2018). Etika Dan Moralitas Pendidikan Dalam
Mengembangkan SDM Berbasis Sains Dan Teknologi. Seminar
Nasional Pendidikan Universitas PGRI Palembang.
Sholakhudin, M. Najib, dkk. (2017). Paket Sumber Belajar (PSB) Dengan
Analisis Foto Kejadian Fisika (AFKF) Berbasis Kearifan Lokal Pada
Pembelajaran Fisika Di SMK. Jurnal Pembelajaran Fisika, 5(3),
253-260.

14

S-ar putea să vă placă și