Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai umat Islam, kita mengakui bahwa banyak masalah baru yang
tidak terdapat penyelesaiannya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga
para pakar hokum Islam harus berijtihad untuk memecahkannya. Meskipun
demikian, perlu diingat bahwa mereka itu dalam berijtihad tidaklah secara
acak, tetapi selalu berpegang kepada dasar-dasar umum yang terdapat dalam
kitab suci itu sehingga hukum-hukum yang mereka rumuskan melalui ijtihad
itu tidak boleh menyimpang dari dasar-dasar umum tersebut.
Untuk menjawab masalah-masalah baru yang belum ada penegasan
hokum-hukumnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka para pakar hokum
Islam (fuqaha) berupaya memecahkan dan mencari hukum-hukumnya dengan
menggunakan ijtihad. Namun ijtihad itu tidak boleh lepas dari al-Qur’an dan
as-Sunnah. Dikatakan demikian, karena ijtihad tersebut dilaksanakan dengan
cara mengkiaskan kepada yang sudah ada di dalam al-Qur’an dan as-sunnah,
menggalinya dari aturan-aturan umum (al-qawanin al-‘ammah) dan prinsip-
prinsip yang universal (al mabadi’ al-kulliyah) yang terdapat dalam al-Qur’an
dan as-sunnah dan menyesuaikannya dengan maksud dan tujuan syariat (al-
maqashid al-syari’ah) yang juga terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Aturan-aturan umum dan prinsip-prinsip yang universal itulah yamg
disebut dengan al-qawanin al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh). Dalam
pembahasan kaidah-kaidah fiqh banyak terdapat macam-macam kaidah salah
satunya tentang kaidah-kaidah asasi ( al-Qawaid al-Khamsah). Dalam kaidah-
kaidah asasi terdapat 5 macam kaidah, sehingga untuk lebih mengetahui
macam-macam kaidah dalam al-Qawaid al-Khamsah akan dibahas dalam bab
selan jutnya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Kaidah Asasi?
2. Bagaimana Macam – macam Kaidah Asasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Kaidah Asasi!
2. Mengetahui Macam – macam Kaidah Asasi!
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kaidah Asasi semula dinamakan kaidah ushul, yakni kaidah pokok dari
segala kaidah fiqhiyah yang ada. Setiap permasalahan furu’iyah dapat
diselesaikan dengan kalimat kaidah tersebut walaupun seorang mujtahid
belum sempat memperhatikan dasar-dasar hukum secara tafshili.
Kaidah Asasi itu digali dari sumber-sumber hukum baik melalui al-Qur’an
dan as-Sunnah maupun dalil-dalil istinbath. Karena itu, setiap kaidah
didasarkan atas nash-nash pokok yang dapat dinilai sebagai standar hukum
fiqih, sehingga sampai dari nash itu dapat diwakili dari sekian populasi nash-
nash ahkam.
Kelima kaidah tersebut dibawah ini sangat masyhur dikalangan mazhab al-
Syafi’I khususnya dan di kalangan mazhab-mazhab lain umumnya meskipun
urutannya tidak selalu sama.
ِ َاأل ُ ُم ْو ُر ِب ِمق
اص ِدهَا
3
Sabda Nabi SAW:
c. Eksistensi niat
1 Drs. H.Muhlish Usman, MA., Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo,
1996), h. 107-109.
4
disebuah mesjid, kemudian duduk atau tiduran dimesjid tersebut, maka
apakah dia berniat I’itikap ataukah tidak. Apabila dia berniat ihtikaf
dimesjid tersebut, maka dia mendapat pahala dari ibadah ikhtikafnya.
5
lain yang dilarang karena dengan tidak melakukan perbuatan
tersebut maksudnya sudah tercapai.
3. Keluar dari shalat tidak diperlukan niat, karena niat diperlukan
dalam melakukan suatu perbuatan bukan untuk meninggalkan
suatu perbuatan.2
Artinya: “Tidak ada pahala dan tidak ada siksa kecuali karena
niatnya”.
2
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 35-37.
6
untuk ihtiyath (kehati-hatian), yang lebih utama adalah memperbarui
wudhunya.
َ َش ْي ٌءأ َ ْمّلَفَّلَيَ ْخ ُر َجن َِمن َِْال َمس ِْج ِد َحت َى َي ْس َمع
ِص ْوتًاأَ ْويَ ِجد ِْر ْي َ ش ْيئًافَآ َ ْش َكلَعَلَ ْي ِهاَخ ََر َج ِم ْن ُه ْ َاِذَ َاو َجدَأ َ َحد ُ ُك ْم ِفيب
َ صنِ ِه
) ًحاِ(رواهمسلمعنأبىهريرة
ظرأَواالدَّ ِليْل
َ َه َُو َماكَا َنثَا ِبتًا ِبالن
7
3. Kaidah yang berkenaan dengan kondisi menyulitkan
a. Teks kaidahnya
َ ُي ُِر ْيد ُالل ُه ِب ُك ْم ْاليُس ِْر َوْلَي ُِر ْيد ُ ِب ُك ُم ْالع
ِسر
س ْم َحةَِ(رواهالبخر
َ )ال ِد ْينُيُس ٌْرا ُخبُال ِد ْينِإلَىالل ِهالخ ِف َيةَال
3
Ibid, h. 123
8
4. Lupa, misalnya seseorang lupa makan dan minum pada waktu
puasa, lupa membayar utang tidak diberi sanksi tetapi bukan
pura-pura lupa.
c. Klasifikasi kesulitan
1. Kesulitan Mu’tadah
4
A. Djazuli, op. cit, h. 56-58
9
Kesulitan qhairu mu’tadah adalah kesulitan yang tidak pada
kebiasaan, dimana manusia tidak mampu memikul kesulitan
itu. Karena jika ia melakukannya niscaya akan merusak diri
dan memberatkan kehidupannya, dan kesulitan-kesulitan ini
dapat diukur oleh criteria akal sehat. Syariat sendiri serta
kepentingan yang dicapainya, kesulitan semacam ini
diperbolehkan menggunakan dispensasi (rukhsah).
1. Kesulitan Adhimah
2. Kesulitan Khofifah
3. Kesulitan Mutawasithah
5
Ibid, h. 126-127.
10
Misalnya menggugurkan kewajiban shalat jum’at, ibadah
haji dan umrah serta jihad jika ada uzur.
11
kemafsadatan. Kaidah tersebut di atas kembali kepada tujuan untuk
merealisasikan maqashid al-syari’ah dengan menolak yang mafsadah,
dengan cara menghilanhkan kemudaratan atau setidaknya
meringankannya.
َْل
ِ ِهه)و:ِ(اْلعراف
َ ض ْ ِت ُ ْفس ُِر َواف
ِ ىاْلَ ْر
6
A. Djazuli. Op. cit, h. 67.
12
c. Kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kondisi mudarat
Kaidah pertama:
Kaidah kedua:
1. Darurat
2. Hajah
3. Manfaat
4. Fudu
Kaidah ketiga:
13
Kaidah keempat:
ُ ط ِب ْال َم ْع
ِس ْو ِر ُ ا َ ْل َم ْي
ُ َس ْو ُرْلَيُ ْسق
Kaidah kelima:
Kaidah keenam:
Kaidah ketujuh:
َ ض َر ُرْلَيُزَ الُبِال
ِض َر ِر َ اَل
Kaidah kedelapan:
Kaidah kesembilan:
14
Artinya: “Kebutuhan umum atau khusus dapat menduduki
tempatnya darurat”.7
Artinya: “Apa yang dipandang baik oleh muslim maka baik pula
disisi Allah”. (HR. Ahmad dari Ibnu Mas’ud).
7
Jaih, Sejarahan Kaidah Asasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h. 153.
15
Adah adalah suatu (perbuatan) yang terus menerus dilakukan
manusia, karena logis dan dilakukan secara terus menerus. Sedangkan
‘uruf adalah:
Kaidah pertama:
8
Ibid, h. 140-141.
16
إِ ْستِ ْع َم ُاْللنَا ِس ُح َجةٌيَ ِجبُالعَ َملُ ِب َها
Kaidah kedua:
Kaidah ketiga:
Kaidah keempat:
Kaidah kelima:
Kaidah keenam:
Kaidah ketujuh:
17
ًْال ُم ْمتَنَعُعَادَةًكَال ُم ْمتَ َن ِع َح َق ْيقَ ِة
Kaidah kedelapan:
Kaidah kesembilan:
َالذْنِاللَ ْف ِظى
ِ الذْنُالعُ ْرفِىك
ِِ
9
A. Djazuli. Op. cit. h. 85-87.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan:
Kaidah asasi dinamakan kaidah ushul, yaitu kaidah pokok dari segala
kaidah fiqhiyah yang ada. Lima kaidah asasi yaitu:
a. Teks kaidahnya
ُ األ ُ ُم
ِ َور ِب ِمق
اصدَهَا
a. Teks kaidahnya
a. Teks kaidahnya
19
4. Kaidah yang berkenaan dengan kondisi membahayakan
a. Teks kaidahnya
a. Teks kaidahnya
20
DAFTAR PUSTAKA
21