Sunteți pe pagina 1din 19

Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Identifikasi Potensi Bencana Alam dan Upaya Mitigasi yang Paling


Sesuai Diterapkan di Pesisir Indramayu dan Ciamis
Ruswandi1, Asep Saefuddin2, Syafri Mangkuprawira2, Etty Riani2 dan Priyadi
Kardono2

ABSTRACT Indonesia as the biggest state results of data analysis and expert judgments are
archipelago, has huge natural coastal resources shown that in Indramayu the main threats of
and high natural disaster potency. The natural disaster are tidal wave, flood and
configuration of big islands and medium-small abrasion. And the main threats in Ciamis are
islands put Java Sea as the inner water area, tsunami, earthquake and tidal wave. The most
which made the northern part of Java coastal suitable mitigation has determined based on
was very often hit by tidal wave that made Exponential Comparative Methods. The results
abrasion. The tectonic plate boundary in the show that in Indramayu, there is a combination
southern part of Java coastal cause earthquakes, of breakwater, slope protection, and groyne,
which might follows by tsunami. The objective of which supported by mangrove planting (or
this scientific paper is to know the types of replanting), artificial reef, and beach
natural disaster that has potency to occur, and nourishment. In Ciamis, the mitigation is early
types of its disaster mitigation. The interrelated warning system, which supported by self
analysis of intersource disaster potency has done rescuing system and combination of breakwater,
by the Interpretive Structural Modeling. The slope protection, and groyne.

Keywords : disaster potency, mitigation, ISM,


Naskah masuk: 20 September 2008 ECM
Naskah diterima: 15 Oktober 2008
ABSTRAK Sebagai negara kepulauan terbesar,
Ruswandi Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam
Sekolah Pasca Sarjana IPB pesisir melimpah dan potensi bencana alam yang
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan tinggi. Konfigurasi pulau besar dan pulau kecil
Email: bagusdipa@yahoo.co.id
menempatkan Laut Jawa sebagai perairan dalam
Asep Saefuddin yang mengakibatkan pantura Jawa sering
Sekolah Pasca Sarjana IPB diterjang gelombang pasang sehingga mengalami
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan abrasi. Posisi lempeng tektonik di sebelah
Email: asaefuddin@gmail.com selatan Pulau Jawa mengakibatkan gempabumi
dan tsunami sangat potensial melanda pantai
Sjafri Mangkuprawira selatan Jawa. Tulisan ilmiah ini bertujuan
Sekolah Pasca Sarjana IPB mengetahui potensi bencana alam dan bentuk
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan mitigasi yang sesuai diterapkan di pesisir
Email: sjaf43@yahoo.com
Indramayu dan Ciamis. Metode analisis yang
Etty Riani Harsono digunakan adalah Interpretive Structural
Sekolah Pasca Sarjana IPB Modeling dan hasil analisis data serta pendapat
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan pakar menunjukkan bahwa bencana potensial di
Email: ettyriani_harsono@ yahoo.com Indramayu adalah gelombang pasang diikuti
banjir dan abrasi, dan di Ciamis adalah
Priyadi Kardono gempabumi, tsunami diikuti oleh gelombang
Sekolah Pasca Sarjana IPB pasang. Bentuk mitigasi yang paling sesuai
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan ditentukan oleh Metode Perbandingan
Email: priyadi.kardono@bnpb.go.id

1
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Eksponensial dimana di Indramayu adalah Mitigasi bencana dapat diartikan sebagai


gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, dan upaya sistemik untuk mengurangi risiko bencana
penahan sedimentasi sejajar pantai serta baik secara struktural maupun non struktural
gabungan penanaman mangrove, terumbu karang (Coburn, et al. 1994). Mitigasi struktural
buatan dan revitalisasi pasir pantai. Di Ciamis, meliputi upaya fisik yang dilakukan untuk
adalah sistem peringatan dini, penyelamatan diri mengurangi risiko bencana, antara lain sistem
dan gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, peringatan dini, pembangunan pemecah ombak,
dan penahan sedimentasi sejajar pantai. peredam abrasi, penahan sedimentasi (groin),
pembangunan pemukiman panggung, relokasi
Kata kunci : potensi bencana, mitigasi, ISM, permukiman dan remangrovisasi. Mitigasi non
MPE. struktural meliputi upaya non fisik untuk
mengurangi risiko bencana, seperti pembuatan
peraturan perundangan terkait, norma standar
PENDAHULUAN prosedur manual (NSPM), dan sosialisasi upaya
mitigasi bencana serta menyusun standard
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,
operational procedure (SOP) penyelamatan diri
Indonesia selain memiliki kekayaan sumber daya
maupun massal (Bappenas, 2006). Upaya
alam pesisir yang melimpah, juga memiliki
mitigasi bencana alam sangat ditentukan oleh
potensi bencana alam yang sangat tinggi (Dahuri,
kemampuan SDM aparat dan masyarakat
1996). Pantai Utara (pantura) dan pantai selatan
setempat, teknologi, prasarana, sarana, biaya
(pansela) pulau Jawa yang memiliki potensi
serta kombinasi antar instansi terkait. Penyiapan
perikanan, minyak dan gas bumi serta bentang
upaya mitigasi tersebut juga terkait dengan
alam yang menarik juga memiliki potensi
political will atau persepsi pemerintah daerah
bencana alam antara lain, gempabumi, tsunami,
menyikapi penting tidaknya memperhitungkan
gelombang pasang, banjir, abrasi, akresi, intrusi
risiko bencana, terutama sebelum bencana alam
air laut, dan angin kencang (Bapeda Prov. Jabar,
terjadi.
2007). Seluruh bencana alam tersebut
Bentuk dan tingkat efektivitas mitigasi
mengancam masyarakat yang bermukim dan
bencana alam yang dapat diterapkan tidak sama
menggantungkan hidupnya di pesisir, dan
antara satu upaya dengan upaya yang lain, satu
berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.
wilayah dengan wilayah lain, tergantung pada
Oleh karena itu identifikasi potensi bencana
jenis dan intensitas bencana alam yang terjadi
alam disamping potensi sumberdaya alam
(Subandono, 2007). Kajian secara akurat dan
merupakan salah satu aspek penting dalam
langsung mengenai bentuk dan efektivitas
pertimbangan perumusan kebijakan pengem-
mitigasi bencana alam di suatu daerah seringkali
bangan wilayah. Berdasarkan pemahaman
sulit dilakukan karena bencana alam seringkali
potensi bencana alam yang mungkin terjadi,
sulit diprediksi (Latief, 2005). Oleh karena itu,
maka diperlukan langkah preventif proaktif dan
kajian efektivitas mitigasi bencana alam suatu
kesiapsiagaan sebelum terjadinya bencana, serta
daerah dapat dilakukan dengan membandingkan
sistem penanggulangan ketika terjadi bencana.
sistem yang sama yang telah dilakukan dalam
Langkah pemulihan setelah terjadi bencana
penanggulangan bencana sejenis di tempat lain.
berupa rehabilitasi dapat dimasukkan dalam
Tulisan ini merupakan gabungan dua sub
rumusan kebijakan pengembangan wilayah
model dari enam sub model dalam penelitian
tersebut. Sejauh ini, pertimbangan potensi
tentang kebijakan pengembangan wilayah pesisir
bencana alam di wilayah pesisir belum
yang berkelanjutan dan berspektif mitigasi
mendasari kebijakan secara komprehensif. Hal
bencana. Gabungan kedua sub model ini
ini terbukti dalam kebijakan pengembangan
bertujuan untuk mengetahui jenis bencana alam
wilayah pesisir yang pada umumnya belum
di wilayah pesisir, serta upaya pengurangan
dilengkapi dengan sistem mitigasi bencana.
risiko bencana yang juga dikenal sebagai

2
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Gambar 1. Kerangka pemikiran pengembangan wilayah pesisir Indramayu dan Ciamis

mitigasi bencana. Selanjutnya upaya mitigasi pilihan strategi yaitu pertama pengembangan
bencana tersebut dianalisis bentuk dan tingkat wilayah pesisir yang pro growth, pro job, dan
efektivitasnya untuk diterapkan di pantai utara pro poor atau kedua yaitu pengembangan
pulau Jawa yaitu pesisir Indramayu dan di pantai wilayah pesisir yang pro growth, pro job, pro
selatan pulau Jawa yaitu pesisir Ciamis. poor dan pro mitigation. Strategi pertama
menghasilkan pertumbuhan yang tinggi dan
membuka lapangan pekerjaan, tetapi dapat
METODE PENELITIAN menguras sumberdaya ekonomi yang berlebihan
sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.
1. Kerangka Pemikiran Ketika terjadi bencana alam, kerentanan wilayah
Berdasarkan latar belakang kemiskinan, pesisir akan memperbesar risiko bencana
kerentanan dan dimensi pembangunan di wilayah sehingga kegiatan ekonomi terhenti dan
pesisir Indonesia, pemerintah memiliki dua kemiskinan akan meningkat. Sebaliknya strategi
kedua yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi

3
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

yang moderat tetapi tidak menimbulkan berprespektif mitigasi bencana disusun


kerusakan sumberdaya alam, sehingga dapat berdasarkan rangkaian proses sebagai berikut:
mempertahankan ketahanan lingkungan dan • Mengevaluasi implementasi kebijakan
ketika terjadi bencana alam risiko yang pengembangan wilayah pesisir:
ditimbulkan akan dapat direduksi. Oleh karena • Mengidentifikasi potensi pengembangan
itu pemerintah hendaknya menempuh Kebijakan wilayah pesisir,
Pengembangan Wilayah Pesisir yang • Mengidentifikasi potensi bencana alam yang
Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi sering terjadi di wilayah pesisir yang
Bencana dengan strategi pro growth, pro job, bersangkutan,
pro poor dan pro mitigation (Gambar 1). • Mengkaji bentuk dan efektivitas keberhasilan
Berdasarkan kondisi tersebut, upaya upaya mitigasi bencana yang sejenis di
pengembangan wilayah pesisir memerlukan wilayah lain,
sebuah model yang dapat menunjang sebuah • Mengembangkan model kebijakan
keputusan kebijakan yang akan diterapkan pengembangan wilayah pesisir yang
(Eryatno, 2007), sehingga kebijakan yang berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana,
dikeluarkan merupakan suatu harmonisasi dan
ekologi, sosial, ekonomi, dan berperspektif • Merumuskan kebijakan pengembangan
mitigasi bencana. Model kebijakan wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana
pengembangan wilayah yang berkelanjutan dan alam.

INDIKATOR KONSEP MKP2B2MB

Data Evaluasi Sub Model Evaluasi


Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan
Wilayah Pesisir Wilayah Pesisir

Data Identifikasi Potensi


Pengembangan Wilayah Sub Model Identifikasi
Pesisir Potensi Pengembangan
• Pembangunan Wilayah Pesisir
Berkelanjutan
Data Identifikasi Potensi
• Pengembangan Sub Model Potensi
Bencana Alam di
Wilayah Pesisir Bencana Alam di
Wilayah Pesisir
• Pengurangan Wilayah Pesisir
Data Kajian Efektivitas Risiko Bencana
dan Penentuan Mitigasi Sub Model Kajian
Bencana Alam di Efektivitas dan Penentuan
Wilayah Pesisir Mitigasi Bencana

Alternatif Kebijakan Sub Model Alternatif


Mekanisme Inferensi Kebijakan Pengembangan
Pengembangan Wilayah
Pesisir Berkelanjutan Wilayah Pesisir yang
erperspektif Mitigasi Berkelanjutan dan
Berperspektif Mitigasi

Sistem Pengolahan
Terpusat

Kebijakan Pengembangan Wilayah

Gambar 2. Konfigurasi model arahan kebijakan pengembangan wilayah


pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana (KP2B2MB)

4
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

PETA LOKASI
PENELITIAN

Kabupaten
Indramayu

Kabupaten
Ciamis

Gambar 3. Lokasi penelitian di Provinsi Jawa Barat

Setiap model tersebut dalam proses Kabupaten Ciamis merepresentasikan pantai


pelaksanaannya akan menggunakan metode dan selatan (pansela) Pulau Jawa. Penelitian
teknik tertentu seperti Knowledge Based dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Juni
Managment System (KBMS), gabungan 2008.
Analytical Hierarchy Process (AHP) dan
Strength Weakness Opportunities Threats 3. Jenis dan Sumber Data
(SWOT), Interpretive Structural Modeling
(ISM), Metode Perbandingan Eksponensial Data yang digunakan dalam penelitian ini
(MPE) serta AHP. Keenam sub model tersebut meliputi data sekunder dan data primer. Data
akan diintegrasikan menjadi suatu model dalam sekunder diperoleh melalui studi pustaka hasil-
suatu program aplikasi yaitu ‘Model Kebijakan hasil penelitian terdahulu pada berbagai instansi
Pengembangan Wilayah Pesisir yang terkait seperti Satuan Pelaksana Penanggulangan
Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Bencana (Satlak PB) Kabupaten Indramayu dan
Bencana’ yang selanjutnya akan disingkat Ciamis, Satkorlak PB Provinsi Jawa Barat,
sebagai MKP2B2MB (Gambar 2). Bakornas PB, Lembaga Ilmi Pengetahuan
Sebagai suatu program aplikasi Sistem Indonesi (LIPI), Departemen Kelautan dan
Penunjang Keputusan (SPK) - MKP2B2MB Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan
setelah dilengkapi dengan berbagai data yang Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Indramayu
dibutuhkan, akan dapat disimulasikan sehingga dan Ciamis, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
diperoleh kebijakan pengembangan wilayah Ciamis serta dari Perguruan Tinggi (ITB dan
pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif IPB). Sedangkan data primer diperoleh melalui
mitigasi bencana yang sesuai dengan kondisi diskursus pada tahun 2008 dengan pakar terkait
wilayah yang bersangkutan. yaitu Dr. Hamzah Latief, Djoko Suroso, PhD,
Dr. rer. nat. Sumantri Tahrir, Dr. Subandono
Diposaptono, Ir. Darsono, dan Danny Hilman,
2. Tempat dan Waktu Penelitian
PhD.
Penelitian dilakukan di wilayah pesisir
Kabupaten Indramayu dan Ciamis. Letak 4. Metode Analisis
Kabupaten Indramayu dan Ciamis dalam peta
skematis Provinsi Jawa Barat ditujukkan pada a. Analisis Potensi Bencana Alam
Gambar 3. Wilayah pesisir Kabupaten Identifikasi potensi bencana alam di wilayah
Indramayu merepresentasikan wilayah pantai pesisir kabupaten Indramayu dan Ciamis
utara (pantura) Pulau Jawa, dan wilayah pesisir

5
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

menggunakan metode analisis Interpretative wilayah pesisir seperti pada Gambar 5.


Structural Modelling (ISM). Langkah pertama
dalam analisis ISM (Saxena, 1992) adalah b. Analisis Bentuk dan Efektivitas Mitigasi
menentukan sub-sub elemen dalam elemen Bencana Alam
potensi bencana alam wilayah pesisir. Pemilihan
Analisis bentuk dan efektivitas mitigasi bencana
subelemen potensi bencana alam dilakukan
alam diselesaikan menggunakan dua metode
dengan studi pustaka dan survey pakar.
yaitu ISM untuk identifikasi bentuk mitigasi
Marimin (2004) menyebutkan bahwa hubungan
bencana yang dapat diterapkan, dan MPE untuk
kontekstual antarelemen berupa label V, A, X,
menentukan efektivitas keberhasilan mitigasi
dan O dengan pengertian :
bencana tersebut. Metode ISM secara rinci sudah
V : Jika sumber potensi pertama mempengaruhi/ dijelaskan terdahulu sehingga pembahasan akan
lebih penting dari sumber potensi ke dua langsung menuju kepada metode MPE. Data
A : Jika sumber potensi ke dua mempengaruhi/ peluang keberhasilan mitigasi adalah data yang
lebih penting dari sumber potensi pertama dirancang sebagai basis data yang berkaitan
X : Jika sumber potensi pertama dan sumber dengan keberhasilan kinerja dari upaya-upaya
potensi ke dua sama dan saling mempenga- mitigasi yang akan dilaksanakan. Data
ruhi/sama penting. keberhasilan mitigasi terdiri dari data parameter
O : Jika tidak ada hubungan kontekstual keberhasilan mitigasi, deskripsi keberhasilan
diantara kedua sumber potensi bencana mitigasi, dan data historis (kondisi aktual)
Langkah berikutnya adalah menyusun parameter keberhasilan upaya pengurangan
hirarkhi setiap subelemen pada elemen yang risiko bencana. Penilaian kriteria yang
dikaji dan mengklasifikasikannya dalam empat digunakan dalam metode MPE dibagi ke dalam 3
sektor yaitu sektor Autonomus, Dependent, (tiga) level skala yaitu Tinggi (T), Sedang (S),
Linkage, atau Independent (Gambar 4). dan Rendah (R) sesuai dengan teknik yang
Adapun langkah-langkah penyusunan digunakan pada model ini yaitu Metode
model potensi penyebab bencana alam di Perbandingan. Penilaian diberikan dalam hal ini

12
Sektor 4 10 Sektor 3

Driver
8
Power 0 2 4 6 8 10 12
4
Sektor 1 Sektor 2
2
Dependence

Sektor 1 Weak driver-weak dependent variables (Autonomous). Variabel sektor ini umumnya
tidak berkaitan dengan sistem
Sektor 2 Weak driver-strongly dependent variables (Dependent). Umumnya variabel tidak bebas.
Sektor 3 Strong driver-strongly dependent variables (Linkage). Hubungan antarvariabel tidak
stabil.
Sektor 4 Strong driver-weak dependent variables (Independent). Variabel merupakan sisa dari
sistem dan disebut variabel bebas.

Gambar 4. Matrik driver power-dependence dalam analisis ISM


Sumber : Marimin, 2004

6
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Inisialisasi
:: Pakar (Pi), i = 1 ... m Konversi VAXO ke Biner
Mulai :: Elemen Potensi (Ej), j = 1 ... n (Mijk)
:: Pendapat Pakar (Aijk) dalam
bentuk VAXO

Penentuan Matriks Rata-Rata Pendapat


SSIM ⎧ m

⎪ ∑ M ijk
⎪ 0 , i=1 < 0 .5
⎪ p
V jk = ⎨ m
Matriks Tidak
⎪ ∑ M ijk
Singular

⎪ 1,
i=1
≥ 0 .5
⎩ p
Ya

Penentuan Driver Power, Dependence,


dan Level Elemen Selesai

Gambar 5. Diagram alir studi potensi bencana alam di Indramayu dan Ciamis
Sumber : diolah dari Marimin, 2004

telah ditetapkan sebelumnya (Ma’arif dan Keterangan :


Tanjung, 2003). Langkah-langkah yang perlu Rkij : derajat kepentingan relatif kriteria ke-j
dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan pada keputusan ke-i, yang dapat
menggunakan MPE adalah : dinyatakan dengan skala ordinal
• Penentuan alternatif keputusan; (1,2,3,4,5)
• Penyusunan kriteria keputusan yang akan TKKj : derajat kepentingan kriteria keputusan,
dikaji; yang dinyatakan dengan bobot
n : jumlah pilihan keputusan
• Penentuan derajat kepentingan relatif setiap
m: m : jumlah kriteria keputusan
kriteria dengan menggunakan skala konversi
tertentu sesuai keinginan pengambilan Pemberian skala prioritas pada tahap akhir
keputusan; adalah berdasarkan urutan nilai alternatif
• Penentuan derajat kepentingan relatif setiap terbesar hingga alternatif terkecil. Nilai alternatif
pilihan pada setiap kriteria ; yang terbesar akan dijadikan sebagai bentuk
mitigasi prioritas dalam penanggulangan
• Penghitungan nilai dari setiap alternatif
bencana alam di wilayah pesisir Kabupaten
keputusan, dan
Indramayu dan Ciamis.
• Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap
alternatif keputusan.
Penghitungan total nilai setiap pilihan HASIL DAN PEMBAHASAN
keputusan dapat diformulasikan sebagai berikut:
1. Potensi Bencana Alam di Wilayah

∑ (Rk )Tkk
m Pesisir Indramayu dan Ciamis
Total nilai = ij j
j =i Wilayah pesisir Kabupaten Indramayu dan
Ciamis memiliki potensi bencana alam seperti
gempa bumi, bencana tsunami, gelombang

7
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

pasang, angin puting beliung, banjir, dan abrasi sepuluh jenis bencana yang mungkin terjadi di
(Bapeda Prov. Jabar, 2007). Hasil penelitian wilayah pesisir Kabupaten Indramayu, yang
menunjukkan bahwa bencana alam yang berpotensi paling merusak adalah gelombang
berpotensi terjadi di Indarmayu adalah pasang sebagai elemen kunci. Sedangkan
gelombang pasang selanjutnya banjir, abrasi, gempabumi dan tsunami adalah elemen bencana
puting beliung, tsunami dan gempabumi. Di yang paling kecil berpotensi terjadi dan merusak.
Kabupaten Indramayu gelombang pasang Hal ini disebabkan karena fenomena seismisitas
menempati posisi pada sektor IV dan level 5, menyebabkan gempabumi dapat terjadi di
yang menunjukkan bahwa gelombang pasang Indramayu, tetapi di kedalaman melebihi kriteria
mempunyai potensi yang sangat besar terjadi bencana yaitu lebih dari 60 km. Dengan
dengan tingkat ketergantungan terhadap potensi demikian karena tidak menimbulkan bencana,

Gambar 6. Hasil Analisis untuk Elemen Potensi Bencana Alam di Kab. Indramayu

lainnya sangat rendah (lihat Gambar 6 dan 7). maka tidak akan menimbulkan dampak
Kondisi tersebut disebabkan kejadian gelombang kolateralnya juga, yaitu tsunami. Selanjutnya
pasang tidak dipengaruhi oleh banjir, abrasi, struktur hirarki sub elemen potensi bencana alam
angin puting beliung dan tsunami melainkan di Indramayu dapat dilihat dalam Gambar 8.
posisi pantai di Kabupaten Indramayu sangat Untuk Kabupaten Ciamis, hasil analisis ISM
landai sehingga sangat rentan terhadap bahaya menentukan bahwa gempa dan tsunami
gelombang pasang. Selain itu gelombang pasang merupakan bencana alam yang berpotensi paling
sangat dipengaruhi oleh adanya pergantian besar terjadi, dan kemudian bencana alam
musim sehingga memberikan pengaruh terhadap gelombang pasang. Terdapat empat sub elemen
pergerakan masa air seperti arus. yang terletak dalam sektor IV, yaitu gempabumi,
Berdasarkan analisis ISM yang telah tsunami, gelombang pasang, dan abrasi. Hal ini
dilakukan, akhirnya dapat ditentukan bahwa dari berarti bahwa elemen-elemen tersebut memiliki

8
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Driver Power

Dependence

Gambar 7. Matriks driver power – dependence untuk elemen potensi bencana alam
di Indramayu

Level 1 GEMPABUMI TSUNAMI

EROSI AKRESI
Level 2

GERAKAN TANAH PUTING


Level 3 INTRUSI
AIR LAUT JENIS AMBLESAN BELIUNG

Level 4 ABRASI BANJIR

Elemen
Level 5 GELOMBANG PASANG Kunci

Gambar 8. Struktur hirarkhi sub elemen potensi bencana alam di Indramayu

9
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

tingkat ketergantungan paling rendah terhadap oseanografi sebagai daerah open sea terhadap
kejadian bencana alam lainnya. Tetapi yang Samudera Hindia relatif rawan terhadap proses
terletak pada level 4 hanya dua, yaitu sub elemen abrasi, keruntuhan dan gerakan tanah.
gempabumi dan tsunami (lihat Gambar 9). Berdasarkan analisis ISM yang telah
Matriks driver power-dependence elemen dilakukan, maka dapat ditentukan bahwa dari
potensi bencana alam di Ciamis menunjukkan sepuluh jenis bencana yang mungkin terjadi di
bahwa gempabumi dan tsunami merupakan wilayah pesisir Kabupaten Ciamis, yang
elemen bencana alam yang paling kuat dan tidak berpotensi paling merusak adalah gempabumi
terpengaruh oleh elemen bencana alam lainnya dan tsunami sebagai elemen kunci. Selanjutnya
(lihat Gambar 10). diikuti oleh abrasi dan gelombang pasang, serta
Tsunami yang dapat terjadi karena tiga hal jenis bencana lainnya sebagaimana dapat dilihat
yaitu letusan gunungapi di dasar laut, runtuhan dalam Gambar 11.

Gambar 9. Hasil Analisis untuk Elemen Potensi Bencana Alam di Kab. Ciamis

dinding terjal di dasar laut, dan pergerakan 2. Bentuk dan Efektivitas Mitigasi
lempeng tektonik yang menimbukan subduksi di Bencana Alam di Pesisir Indramayu
dasar laut (Latief, 2008).
Dalam kasus di pesisir Ciamis, tsunami yang dan Ciamis
terjadi merupakan dampak kolateral dari Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil diskursus
pergerakan lempeng tektonik di bagian selatan dengan para pakar, telah teridentifikasi tujuh sub
pulau Jawa dan kondisi topografi. Kondisi elemen mitigasi bencana yang dikaji meliputi
tektonik daerah ini mempunyai tingkat pembuatan peraturan perundangan dan norma
seismisitas yang relatif tinggi dibandingkan standar prosedur manual (NSPM), sosialisasi,
dengan kawasan utara sehingga beberapa daerah sistem penyelamatan diri, pendampingan
di kawasan selatan sering terjadi gempabumi dan pendirian bangunan standar, sistem peringatan
tsunami, yang dapat berkembang menjadi dini, gabungan remangrovisasi, terumbu karang
bencana alam. Di samping itu kondisi buatan (artificial reef) dan revitalisasi pantai

10
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Driver Power

Dependence

Gambar 10. Matriks Driver power – dependence untuk elemen potensi bencana
alam di Kab. Ciamis

Level 1 INTRUSI
BANJIR EROSI AIR LAUT AKRESI

GERAKAN TANAH
Level 2 ANGIN KENCANG / JENIS
PUTING BELIUNG LONGSORAN/KERUNTUHAN

Level 3 ABRASI
GELOMBANG
PASANG

Level 4 GEMPA BUMI TSUNAMI

Elemen
Kunci

Gambar 11. Struktur Hirarkhi Sub Elemen Potensi Bencana Alam di Ciamis

11
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

(beach nourishment), serta gabungan pemecah dan beach nourishment serta gabungan pemecah
ombak (breakwater), peredam abrasi (bank ombak, peredam abrasi, dan penahan
revetment), dan penahan sedimentasi yang sedimentasi yang bergerak sejajar sepanjang
bergerak sejajar pantai (groin). Empat elemen pantai (lihat Gambar 12).
pertama dikenal sebagai mitigasi non struktur, Dalam matriks terlihat dua elemen mitigasi
dan tiga elemen berikutnya dikenal sebagai di pesisir Indramayu berada di sektor IV pada
mitigasi struktur. level 4, yang berarti sangat kuat dan tidak
Untuk mengetahui bentuk mitigasi yang memiliki ketergantungan dengan elemen lainnya
dapat diterapkan akan dilakukan analisis yaitu gabungan pemecah ombak, peredam abrasi,
menggunakan metode ISM. Analisis dengan dan penahan sedimentasi yang bergerak sejajar
metode ISM dalam aplikasi program sepanjang pantai serta gabungan remangrovisasi,
MKP2B2MB menghasilkan informasi tingkat artificial reef dan beach nourishment. Hal ini
level dan posisi upaya mitigasi bencana dalam berarti bahwa kedua bentuk gabungan mitigasi
sektor seperti terlihat pada Gambar 12 dan tersebut sebagai elemen kunci mempunyai
Gambar 13. kemampuan besar dalam menurunkan risiko
Hasil analisis ISM menentukan bahwa bencana dengan ketergantungan yang kecil
elemen pendampingan pendirian bangunan terhadap pelaksanaan bentuk mitigasi lainnya.
standar, gabungan remangrovisasi, artificial reef Adapun struktur hirarki sub elemen mitigasi
dan beach nourishment serta gabungan pemecah bencana terlihat seperti pada Gambar 14. Elemen
ombak, peredam abrasi, dan penahan sedimentasi yang menjadi elemen kunci adalah elemen
yang bergerak sejajar sepanjang pantai gabungan pemecah ombak, peredam abrasi dan
merupakan elemen mitigasi yang dapat penahan sedimentasi sejajar pantai, serta elemen
diterapkan di Indaramayu terletak dalam sektor gabungan remangrovesasi, artificial reef dan
IV. Hal ini berarti bahwa elemen-elemen tersebut beach nourishment pada level 4. Selanjutnya
memiliki tingkat ketergantungan paling rendah elemen pendampingan pendirian bangunan
terhadap kejadian bencana alam lainnya. Tetapi standar pada level 3. Kemudian elemen
yang terletak pada level 4 hanya dua, yaitu sub peraturan perundangan dan pembuatan NSPM
elemen gabungan remangrovisasi, artificial reef serta sosialisasi mitigasi bencana pada level 2.

Gambar 12. Hasil analisis untuk elemen keberhasilan mitigasi di Indramayu.

12
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Driver Power

Dependence

Gambar 13. Matriks driver power – dependence untuk elemen mitigasi bencana
alam di Indramayu

Level 1 SISTEM PERINGATAN DINI SISTEM PENYELAMATAN DIRI

Level 2 PERATURAN PERUNDANGAN


SOSIALISASI
DAN PEMBUATAN NSPM

Level 3 PENDAMPINGAN PENDIRIAN


BANGUNAN STANDAR

GABUNGAN GABUNGAN
Level 4 PEMECAH OMBAK, PEREDAM REMANGROVESASI,
ABRASI DAN PENAHAN ARTIFICIAL REEF DAN BEACH
SEDIMENTASI SEJAJAR PANTAI NOURISHMENT

Elemen
Kunci

Gambar 14. Struktur hirarkhi sub elemen mitigasi bencana alam di Kab Indramayu

13
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Terakhir diikuti elemen sistem peringatan dini seperti terlihat pada Gambar 17. Elemen yang
dan sistem penyelamatan diri pada level 1. menjadi elemen kunci adalah elemen sistem
Untuk Kabupaten Ciamis, hasil analisis ISM peringatan dini dan elemen gabungan pemecah
menentukan bahwa elemen sistem peringatan ombak, peredam abrasi dan penahan sedimentasi
dini dan elemen gabungan pemecah ombak, sejajar pantai pada level 4. Selanjutnya elemen
peredam abrasi, dan penahan sedimentasi yang sistem penyelamatan diri dan elemen gabungan
bergerak sejajar sepanjang pantai merupakan remangrovesasi, artificial reef dan beach
elemen mitigasi yang dapat diterapkan di Ciamis nourishment pada level 3, diikuti elemen
yang terletak dalam sektor IV dan level 4. Hal ini pendampingan pendirian bangunan standar pada
berarti bahwa elemen-elemen tersebut memiliki level 2. Kemudian elemen peraturan
tingkat ketergantungan paling rendah terhadap perundangan dan pembuatan NSPM serta
kejadian bencana alam lainnya (lihat Gambar sosialisasi mitigasi bencana pada level 1.
15).

Gambar 15. Hasil analisis untuk elemen keberhasilan mitigasi Ciamis.

Berdasarkan matriks driver power– Setelah kajian yang dilakukan menunjukkan


dependence mitigasi tersebut diketahui bahwa potensi bencana yang berpeluang besar terjadi
bentuk mitigasi yang dapat menurunkan risiko dan berbagai bentuk mitigasi yang dapat
gempabumi dan tsunami di pesisir Ciamis adalah diterapkan di kedua lokasi tersebut. Selanjutnya
sistem peringatan dini dan gabungan pemecah akan dikaji bentuk mitigasi bencana yang paling
ombak, peredam abrasi, serta penahan efektif pada kedua lokasi tersebut sesuai dengan
sedimentasi sejajar pantai yang merupakan tujuan penelitian menggunakan metode MPE.
elemen kunci (Gambar 16). Kenyataan Hasil diskursus dengan pakar mitigasi telah
menunjukkan pada peristiwa bencana alam yang dapat menetapkan empat parameter yang
terjadi pada tahun 2006 di Kec. Pangandaran digunakan untuk melakukan penilaian, yaitu :
Kab. Ciamis, dimana ketidaksiapan aparat dan • Aplikasi mitigasi bencana yang sesuai dengan
masyarakat, serta minimnya ketersediaan sumberdaya lokal,
prasarana dan sarana mitigasi bencana struktur • Ketersediaan dana,
mengakibatkan jatuhnya korban ratusan jiwa. • Aksesibilitas menuju lokasi mitigasi bencana,
Adapun struktur hierarki sub elemen bentuk • Waktu yang dibutuhkan.
mitigasi bencana alam di Kabupaten Ciamis

14
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Driver Power

Dependence

Gambar 16. Matriks driver power – dependence untuk elemen mitigasi bencana
alam di Ciamis

Level 1 PERATURAN PERUNDANGAN SOSIALISASI


DAN PEMBUATAN NSPM

PENDAMPINGAN PENDIRIAN
Level 2 BANGUNAN STANDAR

GABUNGAN REMANGROVESASI,
Level 3 PENYELAMATAN DIRI REEF ARTIFICIAL, DAN BEACH
NOURISHMENT

GABUNGAN PEMECAH OMBAK,


Level 4 SISTEM PERINGATAN DINI PEREDAM ABRASI DAN
PENAHAN SEDIMENTASI

Elemen
Kunci

Gambar 17. Struktur hirarkhi sub elemen potensi bencana alam di Kab. Ciamis.

15
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Hal tersebut penting, mengingat dalam Diketahui bahwa elemen gabungan


penerapan salah satu bentuk mitigasi bencana, pembuatan pemecah ombak, peredam abrasi dan
masyarakat setempat adalah yang paling pertama penahan sedimentasi dan elemen gabungan
dan utama terlibat dalam penanggulangan remangrovesasi, artificial reef dan beach
bencana yang terjadi. Dengan demikian, sangat nourishment dalam menanggulangi bencana
dibutuhkan kemampuan dan peran serta gelombang pasang di Indramayu memperoleh
masyarakat setempat dalam mengelola bencana score 97. Tetapi bahasa program MKP2B2MB
alam yang terjadi di daerahnya. Disisi lain, memberikan sorting lebih awal bagi elemen
ketersediaan dana juga merupakan pertimbangan gabungan pemecah ombak, peredam abrasi dan
utama sebab segala tindakan yang dilakukan penahan sedimentasi daripada elemen gabungan
dalam penanggulangan bencana membutuhkan remangrovesasi, artificial reef, dan beach
biaya yang besar. Demikian pula dengan nourishment. Sehingga sekalipun metode ISM
aksesibilitas dan waktu yang dibutuhkan untuk telah menempatkan elemen-elemen tersebut pada
sampai ke lokasi mitigasi bencana. Keterbatasan ranking tertinggi, tetapi empat kriteria MPE telah
aksesibitas akan menghambat jangkauan untuk menempatkan elemen gabungan pemecah
sampai ke lokasi bencana dan membutuhkan ombak, peredam abrasi dan penahan sedimentasi
waktu yang lebih lama, sehingga segala bentuk sebagai prioritas mitigasi di Indramayu.
mitigasi bencana yang dilakukan pada lokasi Pada Tabel 3 terlihat ada dua elemen yang
yang terkena bencana menjadi tidak efektif. memiliki score sama 93, yaitu elemen sistem
Berdasarkan data yang diperoleh dapat peringatan dini dan elemen penyelamatan diri
dilihat beberapa kriteria yang dipilih oleh pakar dari gempabumi dan tsunami yang menjadi
dalam menentukan bentuk mitigasi bencana di bentuk mitigasi bencana alam yang sesuai
Kabupaten Indramayu dan Ciamis seperti dengan diterapkan di Ciamis. Tetapi bahasa program
hasil analisis pembobotan pada Tabel 1. Hasil menempatkan elemen sistem peringatan dini
pembobotan pakar ini, selanjutnya dianalisis lebih awal daripada elemen penyelamatan diri
dengan menggunakan metode MPE (Marimin, dari gempabumi dan tsunami, sehingga elemen
2005) yang dikemas dalam program aplikasi sistem peringatan dini menempati ranking 1.
MKP2B2MB, untuk mendapatkan bentuk Dengan demikian walaupun metode ISM
mitigasi bencana yang paling sesuai diterapkan menempatkan elemen sistem peringatan dini dan
di Kab. Indramayu dan Ciamis seperti pada elemen sistem penyelamatan diri pada ranking 1,
Tabel 2 dan 3. tetapi empat kriteria MPE yaitu kesesuaian
Hasil analisis dengan MPE tersebut dengan SDM lokal, ketersediaan dana,
menghasilkan urutan bentuk mitigasi bencana aksesibilitas ke lokasi mitigasi dan waktu yang
yang paling sesuai karena efektif untuk dibutuhkan telah menempatkan elemen sistem
diterapkan di Indramayu (Lihat Tabel 2) dan di peringatan dini menjadi prioritas mitigasi
Ciamis (Lihat Tabel 3) yang direpresentasikan bencana di pesisir Ciamis. Sistem peringatan dini
dalam urutan score dan rank. tsunami membutuhkan siaga dini (kewaspadaan)

Tabel 1. Kriteria dalam menentukan bentuk mitigasi bencana di Kabupaten Indramayu


Bobot
No Kriteria dalam Menentukan Bentuk Mitigasi Bencana
Indramayu Ciamis
1 Kesesuaian dengan SDM lokal (aparat dan masyarakat) 3 3
2 Ketersediaan dana untuk kegiatan mitigasi bencana 4 4
3 Aksesibilitas menuju lokasi bencana 2 2
4 Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan mitigasi 2 1

Sumber : Diskursus dengan para pakar (2008)

16
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

Tabel 2. Indikator bentuk mitigasi bencana alam di Kab. Indramayu

dan evakuasi sebelum tsunami datang. kelemahan ketika bencana alam tersebut terjadi
Kecepatan informasi peringatan dini sangat secara tiba-tiba atau kejadiannya pada malam
diperlukan mengingat selang waktu antara hari sehingga masyarakat tidak memiliki
terjadinya gempa bumi dan timbulnya tsunami kesempatan yang banyak untuk menyelamatkan
sangat singkat. dirinya. Untuk itu, sistem penyelamatan diri
Dengan dukungan sistem peringatan dini memerlukan :
yang baik, maka masyarakat yang berada pada • Standard operation procedure (SOP)
lokasi bencana secara dini dapat menyelamatkan penyelamatan
diri ke tempat-tempat yang lebih aman. • Sosialisasi tiap jenis bencana dan dampaknya
Walaupun bentuk mitigasi ini lebih murah dan • Koordinasi antar instansi yang terkait
mudah dilakukan dibandingkan dengan mitigasi • Koordinasi masyarakat dan aparat pelaksana di
lainnya terutama mitigasi struktur yang lapangan
membutuhkan biaya yang lebih besar untuk • Biaya kelebihan
membuat tempat-tempat atau bangunan- • Biaya peralatan dan sistem komunikasi
bangunan pencegah bencana, namun memiliki

17
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

KESIMPULAN DAN SARAN banjir. Selanjutnya di Kabupaten Ciamis bencana


alam gempabumi dan tsunami menempati
1. Kesimpulan peringkat tertinggi, yang kemudian diikuti oleh
abrasi dan bencana alam gelombang pasang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Untuk mengurangi risiko bencana yang
bahwa data sumber potensi bencana merupakan kemungkinan terjadi akibat bencana alam
basis data yang dirancang berkaitan dengan tersebut, maka pakar memilih bentuk mitigasi
penentuan driver power dari penyebab potensi struktur gabungan pemecah ombak (breakwater),

Tabel 3. Indikator bentuk mitigasi bencana alam di Kab. Ciamis

bencana yang diolah pada model sumber potensi peredam abrasi (bank revetment), dan penahan
bencana. Data sumber potensi bencana terdiri sedimentasi sejajar pantai (groin) serta
dari data pakar, sumber potensi bencana, dan gabungan remangrovisasi, reef artificial, dan
pendapat pakar mengenai hubungan kontekstual beach nourishment untuk diterapkan di Kab.
antar sumber potensi bencana sesuai dengan Indramayu. Pertimbangannya adalah efektivitas-
teknik yang digunakan pada model ini yaitu ISM nya meredam abrasi yang sudah parah melanda
(interpretive structural modeling). Analisis data pesisir dan membahayakan permukiman nelayan
dan pendapat pakar menghasilkan temuan serta instalasi kilang minyak Balongan, Di Kab.
sebagai berikut, di Kabupaten Indramayu Ciamis, pakar lebih memilih kombinasi mitigasi
bencana alam gelombang pasang menempati struktur sistem peringatan dini dan sistem
peringkat tertinggi, yang dikuti oleh abrasi dan penyelamatan diri. Tujuannya agar masyarakat

18
Ruswandi, et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 1-19.

lebih siaga menghadapi bencana alam tersebut Latief, H. 2005. Rancangan Pedoman
terjadi dan memahami seluruh prosedur Penanggulangan Dampak Kerusakan
penyelamatan diri jika terjadi bencana tsunami. Wilayah Pesisir Akibat Bencana Gelombang
Pasang Berbasis Ekosistem. Pusat Kajian
Tsunami ITB. Bandung
2. Saran Ma’arif, S. dan Tanjung, H. 2003. Teknik-Teknik
Agar sistem penyangga kehidupan dan Kuantitatif Untuk Manajemen. Grasindo.
produktifitas wilayah pesisir dapat optimal, Jakarta
maka rencana tata ruang wilayah pesisir dan Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi
potensi stakeholder dapat disinergikan dalam Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
model kolaborasi dan koordinasi yang erat. Graznido. Jakarta
Semangat otonomi daerah dengan
kewenangan yang dimiliki pemerintah kabupaten Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia
untuk mengelola pembangunan dan keuangan (MBPI). 2006. Kerangka Aksi Hyogo –
termasuk upaya mitigasi bencana pesisir, Pengurangan Resiko Bencana 2005-2015.
hendaknya dimanfaatkan untuk membangun Membangun Ketahanan Bangsa dan
prasarana dan sarana pesisir yang multi guna Komunitas Terhadap Bencana.
serta menumbuhkembangkan kembali orientasi
sumber daya manusia pesisir.

DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda Provinsi Jawa Barat] Badan
Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat.
2007. Penyusunan Atlas Wilayah Pesisir dan
Laut Utara. Bappeda Provinsi Jawa Barat.
Bandung.
[BAPPENAS dan BAKORNAS PB] Badan
Perencaanan Nasional dan Badan Koordinasi
Nasional Penanggulang Bencana. 2006.
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko
Bencana 2006-2009.
Coburn, A.W., R.J. S. Spence, and A. Pomonis.
1994. Mitigasi Bencana (Edisi Kedua).
Program Pelatihan Manajemen Bencana.
UNDP. Cambrid Architectural Research
Limited. United Kingdom.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J.Sitepu.
1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Eryatno dan Sofyar. 2007. Riset Kebijakan;
Metode Penelitian Untuk Pasca Sarjana.
IPB Press. Bogor.

19

S-ar putea să vă placă și