Sunteți pe pagina 1din 9

1

2
PATOFISIOLOGI (PATHWAY)

 Kelainan traktus urinarius bagian atas


 Kelainan neurologis
3
 Kelainan sistemik
 Kondisi fungsional dan tingkah laku
 Efek samping obat
Penurunan fungsi sfingter

Urgensi

Peningkatan frekuensi berkemih

Gangguan rasa nyaman Nokturia


Kurang pengetahuan Resiko
infeksi

Ansietas
Gangguan pola istirahat
dan tidur

Resiko isolasi sosial

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
INKONTINENSIA URINE

A. PENGKAJIAN

4
1. Anamnesa

a. Identitas pasien

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering terjadi pada kasus OAB adalah sering mengompol, pola
istirahat dan tidur terganggu karena sering terbangun.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Mengapa pasien masuk rumah sakit sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang muncul

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit urologi.

e. Riwayat Psikososial

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima
keadaannya, apakah ada tekanan psikologis yang berhubungan dengan penyakitnya,
kaji tingkah laku dan kepribadian apakah ada perubahan karena kondisinya.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Evaluasi neurologis pada segmen bawah sakrum, termasuk bulbocavernosus dan


reflek spinter anus.

b. Pemeriksaan abdomen untuk mengevaluasi massa atau kumpulan cairan, yang dapat
mempengaruhi tekanan intra abdomen dan fungsi detrusor.

c. Pemeriksaan pelvis yang biasanya normal pada penderita overaktif kandung kemih,
untuk menilai adakah kontribusi dari gejala overaktif kandung kemih dan juga
pemeriksaan rectal harus dinilai.

d. Test penekanan akibat batuk, untuk menilai adakah inkontinensia akibat stress.

5
e. Estimasi volume residu setelah pengosongan baik melalui kateter atau ultrasound
pelvis, residu < 50 cc normal, residu 100 cc – 200 cc dianggap pengosongan kandung
kemih tidak sempurna.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinealisis dan kultur digunakan untuk menyingkirkan hematuria (karena tumor atau
batu pada traktus urenarius), glukosuria (yang mungkin menyebabkan peningkatan
frekuensi pengosongan), pyuria dan bakteriuria.

b. Test lanjutan.

 Pemeriksaan sistoskopi

Teknik pemeriksaan berisiko rendah yang menentukan kondisi dari uretra dan
kandung kemih. Tindakan ini menggunakan sistoskop, yaitu tabung lentur atau
kaku dengan kamera dan sumber cahaya, yang bergerak melalui uretra dan masuk
ke kandung kemih.

2. DIAGNOSA

1. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan

2. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

3. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

4. Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol
di depan orang lain atau takut bau urine

3. INTERVENSI

Diagnosa 1 : Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan

Tujuan : Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi.

6
Kriteria hasil : klien mampu istirahat dan tidur dengan waktu yang cukup, klien
mengungkapkan sudah bisa tidur, klien mampu menjelaskan factor penghambat tidur.

Intervensi :

1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur/istirahat dan


kemungkinan cara untuk menghindarinya.

R/ Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap


tindakan keperawatan.

2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

R/ Menentukan rencana untuk mengatasi gangguan.

3. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemih sebelum tidur.

R/ Mengurangi frekuensi berkemih pada malam hari

4. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein

R/ Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih

Diagnosa 2 : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Tujuan : Agar pengetahuan klien tentang kondisinya bertambah.

Kriteria Hasil : Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan,
mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alas an mengikuti prosedur
tersebut, mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
pengobatan, bekerjasama dengan pemberi informasi.

Intervensi :

1. Tentukan persepsi klien tentang kondisinya

R/ Memungkinkannya dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan


konsepsi serta kesalahan pengertian.

7
2. Beri informasi yang akurat dan actual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindari
informasi yang tidak diperlukan.

R/ Membantu klien dalam memahami proses penyakit

3. Berikan bimbingan kepada klien atau keluarga sebelum mengikuti prosedur


pengobatan, terap, dan komplikasi.

R/ Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.

4. Anjurkan klien untuk memberikan unpan balik verbal dan mengkoreksi


miskonsepsi tentang penyakitnya

R/ Mengetahui sampai sejauh mana pemahaman klien dan keluarga mengenai


penyakit klien

Diagnose 3 : Resiko infeksi b.d inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.

Tujuan : Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam


batas normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.

Intervensi :

1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia,
cuci daerah perineal sesegera mungkin.

R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.

2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan


bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air
besar. R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih
dan naik ke saluran perkemihan.
3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung,
pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi
(memberikan perawatan perianal, pengososngan kantung drainse urine,
penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik asepsis bila melakukan
kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.

8
R: Untuk mencegah kontaminasi silang.

4. Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan
kebutuhan.

R: Untuk mencegah stasis urine

5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.

- Tingkatkan masukan sari buah berri.

- Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.

R: Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri
diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan
cairan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.

S-ar putea să vă placă și