Sunteți pe pagina 1din 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327393329

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DENGAN PROPOLIS


DAN SILVER SUFADIAZIN 1% (Comparison Of The Effectiveness Between
Propolis And Silver Sulfadiazine 1% On Burn Wound Hea...

Article · October 2009

CITATIONS READS

0 142

4 authors, including:

Jurnal Ners
Airlangga University
406 PUBLICATIONS   24 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014 View project

Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012 View project

All content following this page was uploaded by Jurnal Ners on 03 September 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DENGAN
PROPOLIS DAN SILVER SUFADIAZIN 1%
(Comparison Of The Effectiveness Between Propolis And Silver Sulfadiazine 1% On Burn
Wound Healing)

I Ketut Sudiana*, Walida Pangestuti*, Wahyuni Tri Lestari*

ABSTRACT

Introduction: Silver sulfadiazine 1% is often used as topical agent in burn wound due to its
antimicrobial effect. Moreover, this agent has toxigenic effect on fibroblast and keratinocyte. Propolis
is a honey bee product and has been used for a long time in burn wound related to antimicrobial effect,
anti-inflammation, anti-oxidant and increasing fibroblast. The purpose of this study was to examining
the differences between propolis and silver sulfadiazine 1% on burn wound healing process. Method:
Design used in this study was true experimental design. The samples were 18 guinea pigs divided
randomizely into three group. The groups were control group, propolis group, and silver sulfadiazine
group. The independent variables were the using of propolis and silver sulfadiazine 1%. The dependent
variables were inflammation phase (erythema, oedema, wound fluid) and proliferation phase (wound
granulation, wound size) which were observed on the 3rd, 7th, 14th days. Data were collected by using
observation paper based on the sign of inflammation and proliferation. Data were analyzed using One-
Way ANOVA and Kruskal-wallis test with level of significance of α ≤ 0.05. Result: Results showed that
there were differences between propolis and silver sulfadiazine 1% in erythema (p=0.00) and oedema
(p=0.001) on 3rd day and erythema (p=0.00) and oedema (p=0.00) on7th day, furthermore burn wound
size (p=0.00) on14th day was also attenuated by propolis and silver sulfadiazine 1 %. Analysis: It can
be concluded that the using of propolis was more effective than silver sulfadiazine 1% in burn wound
healing. Discussion: Further studies involved microscopic observation of collagen, PMN cell
(neutrophile), lymphocyte and monocyte cell are needed.

Keywords: propolis, silver sulfadiazine 1%, burn wound healing

*Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya. Telp/Fax: (031)


5913257, E-mail : ik.sudiana@yahoo.com

PENDAHULUAN menyebutkan bahwa salah satu cara yang dapat


dilakukan agar perawatan terhadap luka tidak
Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang banyak menimbulkan efek samping adalah
disebabkan oleh api, atau oleh penyebab lain dengan menggunakan bahan-bahan dari alam.
seperti air panas, listrik, bahan kimia dan Keunggulan pengobatan alami adalah
radiasi (Sudjatmiko, 2007). Luka bakar bahan mudah didapat, ekonomis, mudah
memerlukan perawatan berupa agen topikal digunakan, dan hanya menimbulkan efek
untuk mendukung penyembuhan luka. Silver samping minimal. Salah satu bahan alami yang
sulfadiazin 1% (SSD 1%) merupakan bahan dapat digunakan untuk penyembuhan luka
yang biasa digunakan sebagai agen topikal bakar adalah propolis. Propolis merupakan
pada luka bakar (Smeltzer & Bare, 2002). salah satu produk yang dihasilkan oleh lebah
Selain efektif terhadap luka bakar, bahan ini dan mengandung komposisi kimia yang
juga diketahui memiliki beberapa efek kompleks yang bersifat sebagai antibakteri,
samping seperti leukopenia, alergi, anti-inflamasi dan anti-oksidan (Lotfy, 2006).
menghambat proliferasi fibroblas dan Penggunaan propolis secara topikal terbukti
epitelisasi sehingga memperlambat mampu mempercepat penyembuhan luka
penyembuhan luka (Lee & Moon, 2008). bakar, meningkatkan produksi sel epitel, serta
Menurut Tsauri (2006) dalam Afrina (2009) mengurangi pembentukan jaringan parut

128
Penyembuhan luka dengan Propolis dan SSD 1%

(Krell, 1996 dalam Dzik et al., 2003). Namun terlebih dengan adanya isu back to nature.
sampai saat ini, perbedaan efektivitas antara Sementara ini banyak orang beranggapan
propolis dan silver sulfadiazin 1% terhadap bahwa penggunaan obat tradisional relatif
proses penyembuhan luka bakar masih belum lebih aman dibandingkan obat sintetis (Katno
diketahui. & Pramono, 2009). Salah satu obat tradisional
Sekitar 2,5 juta orang mengalami luka yang dapat dijadikan sebagai salah satu
bakar di Amerika serikat setiap tahunnya. Dari altenatif terapi pada luka bakar adalah
kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan propolis. Menurut Koichi et al. (2006) propolis
penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien merupakan bahan resin yang melekat pada
dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang bunga, pucuk dan kulit kayu yang
meninggal setiap tahun akibat luka bakar dan dikumpulkan oleh lebah madu (Apis mellifera)
cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka dan sekarang banyak dipakai sebagai obat
bakar (Smeltzer & Bare, 2002). Di unit luka persediaan di rumah dalam bentuk kapsul, obat
bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, pada tetes, obat kumur, krim dan bubuk. Propolis
tahun 1998 di laporkan 107 kasus luka bakar memiliki efek antibiotik, anti-oksidan, dan
yang dirawat. Di unit luka bakar RSU Dr. anti-inflamasi yang mampu mempercepat
Soetomo Surabaya jumlah kasus yang dirawat penyembuhan luka bakar. Efek anti-inflamasi
selama satu tahun (Januari 2000 sampai propolis disebabkan oleh senyawa caffeic acid
Desember 2000) sebanyak 106 kasus luka phenethyl ester (CAPE) dan bioflavonoid yang
bakar atau 48,4% dari seluruh penderita bedah dapat menekan mediator inflamasi
plastik (Noer dkk., 2006). Luka bakar (Ramos&Miranda, 2007). Kedua bahan
menyebabkan kerusakan integritas kulit yang tersebut juga bersifat sebagai anti-oksidan
memungkinkan masuknya mikroba ke luka yang mampu mengikat radikal bebas yang
sehingga dapat terjadi infeksi pada luka. Luka dihasilkan oleh sel-sel peradangan (Song et al.,
bakar yang terinfeksi akan menyebabkan 2008 dalam Nijveldt et al., 2001).
infeksi sistemik yang merupakan penyebab Senyawa CAPE dalam propolis
utama kematian pasien luka bakar (Shuid et al, terbukti mampu meningkatkan pembentukan
2005). Oleh karena itu, diperlukan suatu fibroblas yang berarti juga meningkatkan
alternatif obat topikal pada luka bakar yang pembentukan kolagen pada luka (Song et al.,
aman dan efektif pada luka agar tidak berlanjut 2008). Menurut Lotfy (2006) menyatakan
ke kondisi yang lebih parah. bahwa propolis memiliki sifat antibakteri yang
Luka bakar merupakan suatu bentuk kuat yang dapat mencegah infeksi pada luka
kerusakan atau kehilangan jaringan yang bakar. Karena efek yang menguntungkan dari
disebabkan kontak dengan sumber panas propolis terhadap penyembuhan luka, peneliti
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan ingin membandingkan antara propolis dan
radiasi (Sudjatmiko, 2007). Luka bakar pengobatan standar pada luka bakar yaitu SSD
disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu 1% terhadap proses penyembuhan luka bakar.
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat Sehubungan penelitian ini masih belum dapat
dipindahkan lewat hantaran atau radiasi diterapkan pada manusia, maka digunakan
elektromagnetik. Luka bakar dapat hewan coba yaitu marmut (Cavia cobaya).
menyebabkan kerusakan jaringan yang akan
memicu serangkaian proses dari host yang METODE PENELITIAN
bertujuan untuk memperbaiki integritas
jaringan (Smeltzer & Bare, 2002). Proses Penelitian menggunakan true
penyembuhan luka bakar terjadi melalui eksperimental design menggunakan post test
beberapa fase, diantaranya fase inflamasi, fase only control group. Pemilihan sampel
proliferasi, dan maturasi. Apabila proes ini dilakukan dengan simple random sampling.
tidak terkontrol dan berlebih akan Penelitian ini menggunakan hewan coba
menimbulkan berbagai masalah. Luka bakar marmut (cavia cobaya) dan untuk menghindari
yang tidak ditangani secara baik akan berisiko sampel yang drop out, peneliti telah
untuk menjadi jaringan parut hipertrofik atau menetapkan kriteria sampel subyek penelitian:
keloid (Noer dkk., 2006) 1) usia marmut 3 bulan, 2) berat badan 350-
Penggunaan bahan alam baik sebagai 450 gram, 3) jenis lokal dan 4) jenis kelamin
obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, jantan. Variabel independen dalam penelitian

129
Jurnal Ners Vol.4 No.2: 128 - 138

ini adalah pemberian propolis dan silver luka, jaringan granulasi belum nampak dan
sulfadiazin 1%. Variabel dependen pada diameter luka bakar belum mengecil.
penelitian ini adalah proses penyembuhan luka Kondisi luka bakar pada hari ke-7
yang terdiri atas fase inflamasi (kemerahan di kelompok propolis terlihat tidak ada cairan
sekitar luka, edema di sekitar luka dan cairan luka, ada sedikit kemerahan dan edema di
pada luka) dan fase proliferasi (granulasi pada sekeliling luka, jaringan granulasi belum
jaringan luka dan ukuran diameter luka). nampak, diameter luka bakar belum mengecil
Instrumen yang digunakan yaitu dan luka masih berukuran 1 cm. Kelompok
lembar observasi yang berisi kriteria perlakuan dengan silver sulfadiazin 1%
penyembuhan luka menurut Rainey (2002) dan terlihat tidak ada cairan pada luka, ada
modifikasi dari Watono (2007). Sampel yang kemerahan dan edema yang cukup lebar di
terpilih dibagi dalam 3 kelompok: kelompok sekeliling luka, jaringan granulasi belum
propolis, kelompok sulfadiazin dan kelompok nampak, luka bakar semakin melebar dan
kontrol masing-masing berjumlah 6 ekor meradang. Kelompok kontrol normal salin 0,9
marmut. Pembuatan luka bakar dilakukan pada % pada hari ke-7 menunjukkan kondisi luka
seluruh kelompok dengan cara memanaskan yang terlihat kering dan tidak ada cairan luka,
logam berdimeter 1 cm di atas api selama 13 kemerahan di sekeliling luka masih cukup
menit, kemudian ditempelkan pada punggung lebar, ada edema, jaringan granulasi belum
marmut selama 6 detik. Luka bakar pada nampak, diameter luka bakar tetap berukuran 1
kelompok propolis dirawat dengan propolis, cm.
pada kelompok sulfadiazin dirawat dengan Hari ke-14 perawatan luka bakar pada
sulfadiazin 1 % dan kelompok kontrol hanya kelompok propolis memiliki luka yang terlihat
dibilas dengan normal saline. Perawatan luka kering atau tidak terdapat cairan pus pada luka,
bakar ini dilakukan setiap hari sekali selama 14 tidak ada kemerahan dan edema di sekeliling
hari. Penilaian terhadap proses penyembuhan luka, terdapat jaringan granulasi di seluruh
luka dilakukan pada hari ke-3 (fase inflamasi), bagian luka, ukuran luka bakar mengecil.
hari ke-7 (peralihan fase inflamasi ke fase Kelompok silver sulfadiazin 1% terlihat tidak
proliferasi) dan hari ke-14 (fase proliferasi). ada cairan luka, tidak ada edema dan
Data yang didapat kemudian dianalisis kemerahan di sekeliling luka, terlihat jaringan
menggunkakan uji One Way Anova dan granulasi di seluruh bagian luka, luka bakar
Kruskal Wallis dengan derajat kemaknaan semakin mengecil. Kelompok kontrol normal
α≤0,05. salin menunjukkan luka yang terlihat kering,
tidak tampak kemerahan dan edema di sekitar
HASIL PENELITIAN luka, pada bagian tengah luka tertutup oleh
keropeng dan dibagian tepi luka sudah muncul
Hasil perawatan luka pada hari ke-3 granulasi, diameter luka bakar sedikit
dengan propolis menunjukkan tidak terbentuk mengecil.
cairan pus pada luka, ada kemerahan dan Berdasarkan hasil perawatan selama
edema di sekeliling luka, jaringan granulasi 14 hari, kelompok propolis memiliki diameter
belum nampak dan diameter luka bakar belum ukuran luka terkecil di antara semua
mengecil. Kelompok perawatan silver kelompok. Kelompok SSD 1% dan kontrol
sulfadiazin 1% menunjukkan tidak ada cairan memiliki ukuran diameter luka bakar yang
pada luka, ada kemerahan dan edema yang hampir sama pada hari ke-14 post pembuatan
cukup lebar di sekeliling luka, jaringan luka. Hal ini menunjukkan bahwa propolis
granulasi belum nampak dan diameter luka lebih efektif dalam penyembuhan luka bakar
bakar belum mengecil. Kelompok kontrol dibanding SSD 1%. Berikut ini merupakan
normal salin 0,9% memiliki luka yang kering data yang diperoleh mengenai tanda inflamasi
dan tidak ada cairan pus pada luka, ada luka bakar pada tiap kelompok pada hari ke-3,
kemerahan dan edema yang lebar di sekeliling 7, 14 post pembuatan luka bakar.

130
Penyembuhan luka dengan Propolis dan SSD 1%

Tabel 1. Ukuran Kemerahan dari Tepi Luka pada Hari Ke-3, 7, 14 Post Pembuatan Luka Bakar di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Tanggal 14-
28 Juni 2009
Kelompok N Rata-rata kemerahan dari tepi luka hari ke- (cm)
3 7 14
Propolis 6 0,41 ± 0,058 0,13 ± 0,075 0
SSD 1% 6 0,60 ± 0,077 0,32 ± 0,026 0
Kontrol 6 0,54 ± 0,049 0,33 ± 0,026 0
One-Way ANOVA p = 0.00 p = 0.00 p=-

Tabel 2. Hasil Post Hoc Test Ukuran Kemerahan dari Tepi Luka pada Hari Ke-3 dan 7 Post
Pembuatan Luka Bakar di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya Tanggal 14-28 Juni 2009

Kemerahan hari Kelompok p value


ke-
Propolis SSD 1% 0.00
3 Propolis Kontrol 0.002
SSD 1% Kontrol 0.129
Propolis SSD 1% 0.00
7 Propolis Kontrol 0.00
SSD 1% Kontrol 0.559

Tabel 3 Ukuran Edema dari Tepi Luka pada Hari Ke-3, 7, 14 Post Pembuatan Luka Bakar di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Tanggal 14-
28 Juni 2009
Kelompok N Rata-rata edema dari tepi luka hari ke- (cm)
3 7 14
Propolis 6 0,44 ± 0,066 0,14 ± 0,086 0
SSD 1% 6 0,60 ± 0,077 0,32 ± 0,026 0
Kontrol 6 0,55 ± 0,055 0,33 ± 0,027 0
One-Way ANOVA p = 0.003 p = 0.00 p=-

Tabel 4. Hasil Post Hoc Test Ukuran Edema dari Tepi Luka pada Hari Ke-3 dan 7 Post Pembuatan
Luka Bakar di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya Tanggal 14-28 Juni 2009

Edema hari ke- Kelompok p value

Propolis SSD 1% 0.001


3 Propolis Kontrol 0.013
SSD 1% Kontrol 0.215
Propolis SSD 1% 0.00
7 Propolis Kontrol 0.00
SSD 1% Kontrol 0.794

131
Jurnal Ners Vol.4 No.2: 128 - 138

Tabel 5. Cairan Luka pada Hari Ke-3, 7, 14 Post Pembuatan Luka Bakar di Laboratorium Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Tanggal 14-28 Juni 2009
Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14
Kelompok Cairan Ada Tidak Cairan Ada Tidak Cairan Ada Tidak
dengan cairan ada dengan cairan ada dengan cairan ada
pus cairan pus cairan pus cairan
Propolis 0 0 6 0 0 6 0 0 6
SSD 1% 0 0 6 0 0 6 0 0 6
Kontrol 0 0 6 0 0 6 0 0 6
Kruskal- p = 1.00 p = 1.00 p = 1.00
Wallis

Tabel 6. Granulasi Luka pada Hari Ke-3, 7, 14 Post Pembuatan Luka Bakar di Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Tanggal 14-28 Juni 2009
Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14
Kelompok Tidak Sebagian Seluruh Tidak Sebagian Seluruh Tidak Sebagian Seluruh
ada luka bagian ada luka bagian ada luka bagian
granulasi luka granulasi luka granulasi luka
Propolis 6 0 0 6 0 0 0 0 6
SSD 1% 6 0 0 6 0 0 0 0 6
Kontrol 6 0 0 6 0 0 0 6 0
Kruskal- p = 1.00 p = 1.00 p = 0.00
Wallis

Tabel 7. Ukuran Diameter Luka Bakar pada Hari Ke-3, 7, 14 Post Pembuatan Luka Bakar di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Tanggal 14-
28 Juni 2009
Kelompok N Rata-rata ukuran diameter luka hari ke- (cm)
3 7 14
Propolis 6 1 ± 0,00 1 ± 0,00 0,48 ± 0,044
SSD 1% 6 1 ± 0,00 1,41 ± 0,053 0,69 ± 0,066
Kontrol 6 1 ± 0,00 1 ± 0,00 0,75 ± 0,064
Uji statistik One-Way ANOVA Kruskal-Wallis: One-Way ANOVA p
p=- p = 0.00 = 0.00

Tabel 8. Hasil Post Hoc Test Ukuran Diameter Luka Bakar pada Hari Ke-14 Post Pembuatan Luka
Bakar di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Tanggal 14-28 Juni 2009
Diameter luka Kelompok p value
hari ke-
Propolis SSD 1% 0.00
14 Propolis Kontrol 0.00
SSD 1% Kontrol 0.105

PEMBAHASAN perpanjangan inflamasi justru akan


memperlambat penyembuhan luka. Fase
Fase inflamasi merupakan tahapan inflamasi dimulai setelah beberapa menit
yang penting pada penyembuhan luka. terjadi luka dan berlangsung selama sekitar 3
Walaupun inflamasi diperlukan untuk hari setelah cedera (Potter & Perry, 2006;
penyembuhan luka, namun bila terjadi Ramos & Miranda, 2007). Fase inflamasi

132
Penyembuhan luka dengan Propolis dan SSD 1%

dapat diobservasi secara makrokopis dari antibakteri yang dimilikinya. Sulfadiazine


tanda-tanda yang muncul seperti kemerahan di dalam SSD 1% merupakan antibakteri yang
sekitar luka, edema, dan adanya cairan pada bersifat sebagai kompetitor PABA (para
luka. aminobenzoic acid) yang diperlukan kuman
Kemerahan hari ke-3 pada kelompok untuk membentuk asam folat yang digunakan
propolis berukuran rata-rata 0,41 cm dari tepi untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat
luka, sedangkan nilai kemerahan SSD 1% (Mariana & Setiabudi, 2006). Kelompok
adalah 0,6 cm dan kontrol 0,54 cm. Ukuran propolis maupun SSD 1% mengalami
kemerahan pada ketiga kelompok tersebut penurunan kemerahan yang ditandai oleh
mengalami penurunan pada hari ke-7, dimana semakin mengecilnya ukuran kemerahan pada
ukuran kemerahan kelompok propolis menjadi hari ke-7 dan menghilang pada hari ke-14.
sebesar 0,13 cm, kelompok SSD 1% sebesar Bahan anti-inflamasi dalam propolis membuat
0,32 cm, dan kontrol sebesar 0,33 cm. Hal ini regulasi inflamasi berjalan optimal sehingga
menunjukkan bahwa baik penggunaan propolis efektif dalam menurunkan kemerahan. Begitu
maupun SSD 1% dapat menurunkan juga dengan penggunaan SSD 1% yang
kemerahan. mencegah infeksi mikroba pada luka sehingga
Kerusakan jaringan menyebabkan inflamasi menjadi terkendali yang ditandai oleh
terbentuknya asam arakhidonat yang akan adanya penurunan kemerahan.
dikonversi melalui dua jalur yang berbeda, Edema hari ke-3 pada kelompok propolis
yaitu jalur siklooksigenase dan lipoksigenase berukuran rata-rata 0,44 cm dari tepi luka,
yang dapat menghasilkan mediator inflamasi sedangkan nilai edema SSD 1% adalah 0,6 cm
seperti tromboksan, prostaglandin dan dan kontrol 0,55 cm. Ukuran edema pada
leukotrien. Mediator inflamasi menyebabkan ketiga kelompok tersebut mengalami
vasodilatasi yang memungkinkan lebih banyak penurunan pada hari ke-7, dimana ukuran
darah mengalir ke daerah yang cedera, edema kelompok propolis menjadi sebesar 0,14
sehingga terjadi kemerahan lokal pada cm, kelompok SSD 1% sebesar 0,32 cm, dan
peradangan akut (Price & Wilson, 2006). kontrol sebesar 0,33 cm. Hal ini menunjukkan
Propolis mampu meningkatkan hilangnya bahwa baik penggunaan propolis maupun SSD
kemerahan karena memiliki kemampuan anti- 1% dapat menurunkan edema.
inflamasi dan antibakteri. Komponen Respon jaringan luka pada fase
bioflavanoid dan CAPE dapat meregulasi inflamasi adalah terjadinya edema lokal yang
inflamasi dengan jalan menghambat jalur disebabkan karena meningkatnya permeabilitas
siklooksigenase dan lipoksigenase yang pembuluh darah akibat mediator inflamasi
menghasilkan mediator inflamasi (tromboksan, pada daerah peradangan dan mengakibatkan
prostaglandin, leukotrien) dari konversi asam kebocoran protein (Price & Wilson, 2006).
arakidonat, menghambat pelepasan histamin, Propolis yang memiliki kandungan anti-
atau aktivitas "radical scavenging" suatu inflamasi yaitu flavonoid dan CAPE mampu
molekul (Ramos & Miranda, 2007). Pemberian mencegah terbentuknya mediator inflamasi dari
propolis akan mencegah terjadinya peningkatan konversi asam arakhidonat tanpa mengganggu
inflamasi sehingga regenerasi jaringan terbentuknya sel-sel peradangan yang
berlangsung lebih cepat karena ada indikasi bermanfaat bagi penyembuhan luka (Ramos
bahwa peningkatan inflamasi menyebabkan &Miranda, 2007). Hal ini menyebabkan
produksi berlebih dari IL-8 dan sitokin regulasi inflamasi menjadi lebih optimal.
inflamasi yang lain yang menghambat replikasi Menurut Tanu dalam Afrina (2009), adanya
keratinosit sehingga mengganggu pembentukan aktivitas anti-inflamasi dan anti-oksidan pada
matriks baru dan memperlambat penutupan propolis membuat sel lebih terlindung dari
luka (Cho Lee et al., 2005). Menurut Lotfy pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan
(2006) menyatakan bahwa flavonoid dalam viabilitas sel. Dengan meningkatnya viabilitas
propolis juga bersifat sebagai antibakteri yang sel, neutrofil-neutrofil yang dibawa oleh darah
dapat mencegah infeksi pada luka sehingga ke jaringan yang meradang akan semakin
inflamasi menjadi lebih terkendali. meningkat dan monosit yang masuk ke daerah
peradangan akan cepat membesar menjadi
Penggunaan SSD 1% dapat makrofag. Pembentukan makrofag membuat
menurunkan kemerahan karena kandungan lebih banyak bakteri yang difagosit, kecepatan

133
Jurnal Ners Vol.4 No.2: 128 - 138

makrofag dalam memfagositosis bakteri ini kuman untuk membentuk asam folat yang
lebih cepat daripada neutrofil. Hal ini membuat digunakan untuk sintesis purin dan asam-asam
bakteri tidak dapat mengkontaminasi luka dan nukleat (Mariana & Setiabudi, 2006). SSD 1%
memungkinkan fase inflamasi berjalan normal. menghambat replikasi DNA dan merusak
Begitu juga perawatan luka bakar dengan dinding sel bakteri. Kandungan perak dalam
menggunakan SSD 1%. Bahan tersebut SSD juga berfungsi sebagai anti-mikroba
mengandung perak yang dapat membunuh (Almeida, 2000). Hal tersebut mengakibatkan
bakteri patogen pada luka sehingga fase luka bakar terhindar dari infeksi mikroba yang
inflamasi menjadi terkendali (Almeida, 2000). ditunjukkan oleh tidak terdapatnya cairan pada
Edema merupakan salah satu tanda luka selama penelitian.
inflamasi dan bila edema yang muncul semakin Penggunaan propolis dan SSD 1%
parah berarti inflamasi yang terjadi juga membuat luka tidak mengalami infeksi yang
semakin meningkat, hal ini dapat ditunjukkan tidak terdapatnya cairan pada luka.
memperlambat penyembuhan luka. Baik Hal ini membuktikan bahwa propolis dan SSD
penggunaan propolis maupun SSD 1% dapat 1% merupakan agen topikal yang efektif dalam
menurunkan edema pada luka bakar yang mencegah infeksi mikroba pada luka bakar.
ditandai oleh ukuran edema hari ke-7 yang Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia
lebih kecil dibanding hari ke-3. Penggunaan karena yang menonjol adalah proses proliferasi
propolis dapat menurunkan edema yang terjadi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase
karena kandungan anti-inflamasi dan inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga
antibakteri yang dapat meregulasi inflamasi. (Sjamsuhidayat & Jong, 2005). Fase proliferasi
Penggunaan SSD 1% juga dapat menurunkan dapat diamati secara makroskopis melalui
edema karena terdapat kandungan antibakteri jaringan granulasi yang terbentuk pada luka dan
yang mampu mencegah infeksi mikroba pada mengecilnya diameter luka bakar.
luka bakar. Kelompok propolis, SSD 1% dan
Berdasarkan hasil penelitian yang kontrol 100% pada hari ke-3 dan ke-7 tidak
dilakukan di Laboratorium Biokimia FK Unair terdapat granulasi luka. Jaringan granulasi baru
Surabaya, hasil perawatan luka dengan terlihat pada hari ke-14 dimana kelompok
menggunakan propolis, SSD 1% dan kontrol propolis 100% terdapat granulasi di seluruh
normal salin 0,9% didapatkan data bahwa tidak bagian luka, Kelompok SSD 1% juga 100%
ada cairan pus pada semua kelompok pada hari terdapat granulasi di seluruh bagian luka, dan
ke-3,7, dan 14. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok kontrol 100% hanya terdapat
ketiga kelompok tidak mengalami infeksi granulasi di sebagian luka. Hal ini
mikroba pada luka bakar. menunjukkan bahwa baik penggunaan propolis
Adanya cairan pus pada luka dan SSD 1% mampu meningkatkan granulasi
merupakan indikasi adanya infeksi pada luka, pada luka.
neutrofil yang mati akan meninggalkan pus Pada fase proliferasi, luka akan
(Potter & Perry, 2006). Kemampuan propolis dipenuhi sel radang, fibroblas , dan kolagen,
dalam mencegah terbentuknya cairan pada luka membentuk jaringan berwarna kemerahan
dikarenakan propolis mengandung senyawa dengan permukaan yang berbenjol halus yang
flavonoid yang bersifat sebagai antibakteri. disebut jaringan granulasi (Sjamsuhidayat &
Flavonoid menyebabkan tidak berfungsinya Jong, 2005). Jaringan granulasi merupakan
pompa NA+-K+ pada bakteri, keadaan ini salah satu bentuk jaringan penyambung yang
menyebabkan ion sodium tertahan di dalam sel, memiliki lebih banyak suplai darah daripada
sehingga terjadi perubahan kepolaran pada kolagen (Potter & Perry, 2006). Propolis
plasma sel yang berakibat terjadinya osmosis mengandung senyawa CAPE dan flavonoid
cairan ke dalam plasma sel. Hal inilah yang yang bersifat sebagai anti-oksidan. Pemberian
menyebabkan sel membengkak dan akhirnya anti-oksidan lokal akan mengikat ROS dan
pecah. Membran yang pecah ini menyebabkan menurunkan kerusakan jaringan akibat radikal
gangguan pertukaran zat yang dibutuhkan bebas sehingga perbaikan jaringan berlangsung
bakteri untuk mempertahankan hidupnya dengan baik (Song et al., 2008 dalam Nijveldt
sehingga terjadi kematian pada bakteri et al., 2001). Flavonoid akan berikatan dengan
(Harborne, 2000). SSD 1% merupakan anti komponen reaktif radikal bebas sehingga
bakteri yang bersifat sebagai kompetitor PABA radikal bebas menjadi lebih stabil (Nijveldt et
(para aminobenzoic acid) yang diperlukan al., 2001).
134
Penyembuhan luka dengan Propolis dan SSD 1%

Flavanoid sebagai anti-inflamasi dan penyebab kerusakan sel (Song et al., 2008
anti-oksidan akan menghambat jalur dalam Nijveldt et al., 2001). Flavonoid akan
metabolisme asam arakhidonat, pembentukan berikatan dengan komponen reaktif radikal
prostaglandin, pelepasan histamin, atau bebas sehingga radikal bebas menjadi lebih
aktivitas "radical scavenging" suatu molekul. stabil (Nijveldt et al., 2001). Senyawa CAPE
Melalui mekanisme tersebut, sel lebih meningkatkan pembentukan fibroblas yang
terlindung dari pengaruh negatif, sehingga berarti juga meningkatkan pembentukan
dapat meningkatkan viabilitas sel. Hal ini kolagen. Proliferasi fibroblas akan
membuat neutrofil yang dibawa oleh darah ke menghasilkan kolagen yang membuat luka
jaringan yang meradang akan semakin semakin mengecil dan merupakan tahapan yang
meningkat dan monosit yang masuk ke daerah sangat penting bagi perbaikan jaringan dan
peradangan akan cepat membesar menjadi penyembuhan luka (Song et al., 2008).
makrofag (Tanu dalam Afrina, 2009). SSD 1% merupakan bahan yang
Makrofag merangsang pembentukan fibroblas, bersifat antibakterial yang membuat luka bersih
mengatur proliferasi sel, sintesa matrik, dan dari mikroba sehingga regenerasi jaringan
angiogenesis (Brunicardi et al., 2005). menjadi tidak terganggu (Atiyeh et al., 2007).
Kemampuan SSD 1% dalam membentuk Kondisi ini sangat mendukung proses
granulasi pada luka bakar karena SSD 1% penyembuhan luka yang optimal. Kandungan
berbentuk salep yang bersifat melembabkan krim pada SSD 1% mampu melembabkan luka
sehingga meningkatkan granulasi luka. sehingga mendukung pembentukan jaringan
Granulasi luka baru terlihat pada hari ke-14 granulasi. Penggunaan propolis dan SSD 1%
dimana perawatan dengan propolis dan SSD berpengaruh terhadap pengecilan ukuran
1% membuat jaringan granulasi muncul di diameter luka bakar dimana baik kelompok
seluruh bagian luka. Hal ini mengindikasikan propolis maupun SSD 1% sama-sama membuat
bahwa penggunaan propolis dan SSD 1% dapat ukuran luka mengecil. Hal ini terjadi karena
meningkatkan pembentukan granulasi luka propolis mengandung senyawa yang dapat
bakar. meningkatkan proliferasi fibroblast. Sedangkan
Semua kelompok mengalami penggunaan SSD 1% dapat membuat luka
penurunan atau pengecilan ukuran diameter mengecil pada hari ke-14 dikarenakan
luka pada hari ke-14 dimana luka bakar yang kandungan anti-bakteri yang membuat luka
semula berukuran 1 cm menjadi sebesar 0,48 terhindar dari infeksi mikroba, selain itu
cm pada kelompok propolis, 0,69 cm pada sediaan yang berbentuk krim membuat bahan
kelompok SSD 1% , dan 0,75 cm pada ini bersifat melembabkan luka sehingga
kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa meningkatkan granulasi yang membuat luka
perawatan luka dengan SSD 1% dan propolis bakar semakin mengecil.
dapat membuat ukuran diameter luka bakar Penelitian yang telah dilakukan di
semakin mengecil. Laboratorium Biokimia FK Unair pada tanggal
Luka yang tidak memiliki tepi luka 14-28 Juni 2009 memberikan hasil sebagai
yang berdekatan, kontraksi luka akan membuat berikut. Post Hoc Test menunjukkan bahwa
ukuran luka mengecil (penyembuhan sekunder) kelompok yang berbeda secara signifikan
(Sabiston 1995). Proses re-epiteliasi tergatung dalam menurunkan kemerahan hari ke-3 dan
pada proliferasi keratinosit dan proses kontraksi ke-7 adalah kelompok propolis dibanding SSD
bergantung pada proliferasi fibroblast (Cho Lee 1% dan kelompok propolis dibanding kontrol,
et al., 2005). Kemampuan propolis dalam sedangkan kelompok SSD 1% dibanding
meningkatkan kecepatan kontraksi luka kontrol tidak terdapat perbedaan yang
dikarenakan adanya senyawa flavonoid dan bermakna dalam menurunkan kemerahan.
CAPE didalamnya. Flavonoid dan CAPE yang Ukuran edema hari ke-3 dan ke-7 juga terdapat
terkandung dalam propolis bersifat sebagai perbedaan antar kelompok dalam menurunkan
anti-oksidan. Pemberian anti-oksidan lokal edema. Hasil Post Hoc Test menunjukkan
akan mengikat ROS dan menurunkan bahwa kelompok yang berbeda secara
kerusakan jaringan akibat radikal bebas signifikan dalam menurunkan edema hari ke-3
sehingga perbaikan jaringan berlangsung dan ke-7 adalah kelompok propolis dibanding
dengan baik. Kedua senyawa tersebut mampu SSD 1% dan kelompok propolis dibanding
mengikat radikal bebas yang merupakan kontrol, sedangkan kelompok SSD 1%

135
Jurnal Ners Vol.4 No.2: 128 - 138

dibanding kontrol tidak terdapat perbedaan sitoplasma bakteri (Lotfy, 2006). Dari
yang bermakna. Baik pada hari ke-3 maupun penelitian yang dilakukan Song et al. (2008),
ke-7 kemerahan dan edema kelompok propolis juga diketahui bahwa senyawa CAPE
berukuran paling kecil diantara kelompok yang meningkatkan pembentukan fibroblas pada luka
lain. Sedangkan tanda fase inflamasi yang lain bakar.
yaitu cairan luka, tidak didapatkan perbedaan Penggunaan SSD 1% menyebabkan
yang signifikan antara ketiga kelompok dalam perlambatan penyembuhan luka karena
hal cairan luka dimana semua kelompok tidak kandungan krim yang larut air (water soluble
memiliki cairan pada luka. cream base) yang membuat inflamasi pada luka
Perbedaan juga terlihat pada proses bakar semakin meningkat (Atiyah et al., 2007).
penyembuhan luka bakar fase proliferasi. SSD 1% juga merusak keratinosit yang
Perbedaan baru terlihat pada hari ke-14 dimana berperan terhadap re-epitelisasi luka, serta
kelompok propolis dibanding kontrol dan merusak fibroblas sehingga menganggu
kelompok SSD 1% dibanding kontrol terdapat maturasi matriks kolagen (Lee & Moon, 2003).
perbedaan dalam meningkatkan granulasi luka, SSD 1% merusak penyembuhan luka secara
sedangkan propolis dibanding SSD 1% sama- langsung dengan cara menghambat mitosis
sama efektif dalam meningkatkan granulasi fibroblas, keratinosit, dan sel-sel peradangan
luka. Uji Post Hoc Test menunjukkan bahwa (Cho Lee et al., 2005). Kandungan perak dalam
ada kelompok yang berbeda secara signifikan SSD 1% tidak dapat membedakan antara
dalam mengecilkan ukuran diameter luka bakar bakteri yang jahat dan sel-sel yang sehat yang
hari ke-14 yaitu kelompok propolis terlibat dalam penyembuhan luka (Atiyah et al.,
dibandingkan dengan kelompok SSD 1% dan 2007). Hal tersebut membuat penurunan
kelompok propolis dibandingkan dengan kontraksi luka bakar yang mengakibatkan
kontrol, serta tidak ada perbedaan yang lambatnya pengecilan ukuran diameter luka
signifikan antara kelompok SSD 1% dibanding bakar pada kelompok SSD 1%.
dengan kelompok kontrol. Ukuran diameter Hasil penelitian menunjukkan bahwa
luka propolis adalah yang terkecil diantara tingkat kemerahan dan edema yang merupakan
semua kelompok dan berarti bahwa tanda fase inflamasi lebih kecil pada kelompok
penggunaan propolis paling efektif dalam propolis dibandingkan dengan kelompok SSD
memperkecil ukuran diameter luka bakar. 1%. Walaupun kemerahan dan edema masih
Peran propolis dalam mempercepat terlihat pada kelompok propolis dan SSD 1%
penyembuhan luka bakar berasal dari pada hari ke-7 post pembuatan luka bakar yang
kandungan antibakteri, antioksidan, dan anti- menandakan bahwa kedua kelompok
inflamasi di dalamnya. Bioflavonoid adalah mengalami perpanjangan fase inflamasi, tetapi
senyawa yang dominan pada propolis dan kelompok propolis memiliki nilai kemerahan
memberikan efek antibiotik, anti oksidan, dan dan edema yang lebih kecil daripada kelompok
anti inflamasi. Propolis sebagai anti-inflamasi SSD 1%. Hal ini menandakan bahwa propolis
bekerja dengan menghambat jalur lebih efektif dalam menghilangkan kemerahan
siklooksigenase dan lipoksigenase yang dan edema yang merupakan tanda inflamasi
menghasilkan mediator inflamasi (tromboksan, pada luka bakar. Penggunaan propolis dan SSD
prostaglandin, leukotrien) dari konversi asam 1% membuat diameter luka bakar semakin
arakidonat (Ramos & Miranda, 2007). mengecil tetapi diameter kelompok propolis
Flavonoid dan CAPE yang terkandung dalam lebih kecil daripada kelompok SSD 1%
propolis bersifat sebagai antioksidan. Kedua sehingga penggunaan propolis lebih efektif
senyawa tersebut mampu mengikat radikal dalam memperkecil ukuran diameter luka bakar
bebas yang merupakan penyebab kerusakan sel yang merupakan tanda fase proliferasi
(Song et al., 2008 dalam Nijveldt et al., 2001). dibandingkan SSD 1%. Hal tersebut
Penyembuhan luka akan berjalan optimal bila membuktikan bahwa penggunaan propolis lebih
tidak terjadi infeksi mikroba pada luka yang efektif dalam penyembuhan luka bakar
dapat memperparah inflamasi. Flavonoid dalam dibandingkan dengan SSD 1%.
propolis bekerja sebagai antimokroba dengan
cara menghambat sintesa protein pada
mikroorganisme sampai menjadi inaktif,
mencegah pembelahan sel bakteri,
menghancurkan dinding sel dan membran
136
Penyembuhan luka dengan Propolis dan SSD 1%

SIMPULAN DAN SARAN Harborne, 2000. Advances Research Flavonoid


Since 1992. Phytochemistry, 55, pp.
Simpulan 499-500.
Katno & Pramono, 2002. Tingkat Manfaat dan
Propolis lebih efektif menghilangkan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
kemerahan dan edema pada fase inflamasi serta Tradisional, (online),
memperkecil ukuran diameter luka bakar pada (www.tanamanobat.com, diakses
fase proliferasi dibanding SSD 1%. Hal ini tanggal 4 Mei 2009, jam 15.00 WIB).
disebabkan senyawa bioflavonoid dan CAPE Koichi, et al., 2006. Anti-inflammatory Effects
dalam propolis yang bersifat sebagai anti- of Propolis Through Inhibition of
inflamasi, anti-oksidan, antibakteri, dan Nitric Oxide Production on
merangsang pembentukan fibroblas pada luka Carrageenin-induced Mouse Paw
bakar. Edema.Biol. Pharm. Bull, 29 (1), pp.
96-99
Saran Krell, R., 1996. Value-Added Products from
Beekeeping, (online),
Peneliti menyarankan agar dilakukan (www.fao.org/dorcep.htm, Diakses
penelitian lebih lanjut tentang luka bakar tanggal 4 Mei 2009, jam 15.00
dengan observasi secara mikroskopis agar WIB).
dapat melihat berbagai perubahan yang terjadi Lee, A. & Moon, H., 2003. Effect of Topically
pada sel kolagen, sel PMN (neutrofil), dan sel Applied Silver Sulfadiazine on
limfosit dan monosit selama proses Fibroblast Cell Proliferation and
penyembuhan luka baik fase inflamasi maupun Biomechanical Properties of the
fase proliferasi perlu dilakukan. Penelitian lebih Wound. Archives of Pharmacal
lanjut dengan menggunakan sampel manusia Research, 26 (10), pp. 856-860.
perlu dilakukan. Lotfy, M., 2006. Biological Activity of Bee
Propolis in Health and Disease. Asian
Pacific Journal of Cancer
KEPUSTAKAAN Prevention, 7, pp. 22-31.
Mariana & Setiabudi, 2006. Farmakologi dan
Afrina, N., 2009. Perbedaan Efektivitas Terapi. Jakarta: Gaya Baru, hlm.
Antara Propolis dan Madu Lebah 587-588
untuk Mempercepat Hilangnya Nijveldt, R., et al., 2001. Flavonoids: A
Eritema pada Luka Bakar Derajat II Review of Probable Mechanism of
Dalam pada Tikus Putih (Rattus Action and Potential Applications.
norvegicus) Galur Wistar. Skripsi The American Journal of Clinical
tidak dipublikasikan. Malang: PSIK Nutrition, 74, pp. 418-423.
FK Universitas Brawijaya. Noer, S., Iswinarno, DS. & David P., 2006.
Almeida, A,.& Noronha, C., 2000. Local Burn Penanganan Luka bakar. Surabaya:
Treatment-Topical Antimicrobial Airlangga University Press, hlm. 5-6.
Agents. Annuals of Burns and Fire Potter & Perry, 2006. Buku Ajar Fundamental
Disasters, 13 (4), pp. 216-219. Keperawatan; Konsep, Proses, dan
Atiyah, B., Michael C & Shady W. H, 2007. Praktik. Edisi 4, Volume 2. Jakarta:
Effect of Silver on Burn Wound EGC, hlm. 1854-1859.
Infection Control and Healing: Price, S. & Wilson, LM., 2006. Patofisiologi:
Review of Literatur. Burns, 33, Konsep Klinis Proses-proses
pp.139-148. Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, hlm.
Brunicardi, C, 2005. Schwartz’s Principles of 61-62.
Surgery. New York: McGraw-Hill Rainey, J., 2002. Wound Care: A Handbook
Companies, pp: 190-191 dan 224-330 for Community Nurses. London:
Cho L, et al., 2005. Reversal of Silver Whurr Publishers, pp. 12-15.
Sulfadiazine Impaired Wound Healing by Ramos & Miranda, 2007. Propolis: A Rivew
Epidermal Growth Factor. Journal of of Its Anti-Inflammatory and Healing
Biomaterilas, 26, pp. 4670-4676. Actions. Journal Venom. Anim.

137
Jurnal Ners Vol.4 No.2: 128 - 138

Toxins incl. trop. Dis, 13 (4), pp. Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC,
697-710. hlm. 1934-1935.
Sabiston, 1995. Buku Ajar Bedah Bagian 1, Sudjatmiko, G., 2007. Petunjuk Praktis Ilmu
Jakarta: EGC, hlm. 146-148. Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta:
Shuid, A., Anwar, M. &Yusof, A., 2005. The Yayasan Khazanah Kebajikan, hlm.
Effects of Carica papaya Linn Latex 79-80.
on the Healing of Burn Wounds in Watono, 2007. Efektivitas Penggunaan Aloe
Rats. Jurnal Sains Kesihatan Vera dan Chlorhexidine Gluconate
Malaysia,. 3 (2), hlm. 39-47. Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Sjamsuhidayat & Jong, W., 2005. Buku Ajar Insisi pada Marmut. Skripsi tidak
Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: EGC, dipublikasikan. Surabaya: PSIK FK
hlm. 67-79. Unair.
Smeltzer, S. & Bare, Brenda G., 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah

138

View publication stats

S-ar putea să vă placă și