Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Partum dengan
Perdarahan Pasca Partum” dengan sebaik-baiknya.
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas individu sistem
reproduksi dan sebagai syarat menempuh ujian semester.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu
tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas
terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada yang
terhormat Ibu Muslimah, S.Sit selaku dosen pembimbing, serta pihak-pihak yang turut membantu
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat
diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai obstetric “langsung”
dan “tidak langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa kematian ibu di dunia disebabkan oleh
perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak langsung 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%,
eklampsia 12%, penyulit persalinan 8% dan penyebab lain 7%.(Depkes RI, 2008)
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih dari separuh
jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena
terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah
mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia akan menderita anemia berat.
Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan, sedangkan pada
Negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama dalam kematian
ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya dikarenakan retensio
plasenta dan gangguan pembekuan darah.(Ambar Dwi, 2010)
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan
terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan
kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam
24 jam pertama kelahiran.(Darmin Dina, 2013)
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah
perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK)
pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor
utama kematian ibu. Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen
sampai hampir 60 persen.(Depkes RI, 2010)
Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu 25% kematian ibu itu
disebabkan oleh Perdarahan Post Partum. Terhitung lebih dari 100.000 kematian maternal pertahun.
Menurut bulletin “American Collage of Obstetrician and Gynecologists” menempatkan perkiraan
140.000 kematian ibu pertahun. (Darmin Dina, 2013)
a. Tujuan Umum
Setelah pelaksanaan seminar diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui asuhan
keperawatan pada ibu postpartum dengan perdarahan pasca partum.
b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mengetahui tentang definisi, pembagian, etiologi dan faktor resiko perdarahan
pasca partum
BAB II
TINJAUAN TEORI
a. Uterus
1) Ukuran
Untuk akomodasi pertumbuhan janin, rahim membesar akibat hipertropi dan hiperlasi otot rahim,
serabut-serabut kolagennya menjadi higroskopik, endometrium menjadi desidua. Ukuran pada
kehamilan cukup bulan adalah 30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas 4.000 cc. (Abdul Bari, dkk, 2009)
2) Berat
Berat rahim naik secara luar biasa dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan (40
minggu).
Pada bulan-bulan pertama kehamilan, bentuk rahim seperti buah alpukat. Pada kehamilan 4 bulan
berbentuk bulat, sedangkan pada akhir kehamilan berbentuk bujur telur.
Pada minggu pertama isthmus uteri mengalami hipertropi dan bertambah panjang sehingga bila
diraba terasa lebuh panjang dan terasa lebih lunak ( soft ) keadaan ini disebut tanda hegar. Pada
kehamilan 5 bulan rahim tarasa seperti berisi cairan ketuban dan dinding rahim terasa tipis. Hal ini
kerena bagian-bagian janin sudah dapat dipalpasi dari luar.(Abdul Bari, dkk, 2009)
4) Posisi Rahim
Pada permulaan kehamilan, uterus dalam letak antefleksi atau retrofleksi. Pada usia kehamilan 16
minggu rahim tetap berada didalam rongga pelvis. Setelah 16 minggu baru memasuki rongga perut
yang dalam pembesarannya dapat mencapai batas hati. Rahim yang hamil biasanya mobilitasnya
lebih mengisi rongga abdomen kanan atau kiri. (Abdul Bari, dkk, 2009)
b) Pada usia kehamilan 20 minggu TFU terletak 2-3 jari dibawah pusat
d) Pada usia kehamilan 28 minggu TFU terletak 2-3 jari diatas pusat.
e) Pada usia kehamilan 2 minggu TFU terltak pertengahan antara pusat dan prosesus xipoideus
f) Pada usia kehamilan 36 minggu TFU terletak 1 jari dibawah prosessus xipoideus. Kepala belum
masuk PAP ( pintu atas panggul )
g) Pada usia kehamilan 40 minggu TFU turun kembali seperi semula lonjong sepeti telur yaitu 3
jari dibawah prosesus xipoideus. (Abdul Bari, dkk, 2009)
Serviks bertambah vaskularisasinya da menjadi lunak ( soft ) yang disebut ddengan tanda goodlle.
Kelenjer endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus. Oleh karena pertambahan
dan pelebaran pembuluh darah warnanya menjadi merah ke biru-biruan ( livide ) yang disebut tanda
chadwick. Pada akhir kehamilan serviks menjadi lunak sekali dan potio menjadi pendek dan dapat
dimasuki dengan mudah oleh 1 jari. Hal ini disebut dengan serviks yang matan g dan merupakan
syarat untuk persalinan anjuran. (Abdul Bari, dkk, 2009)
Vagina dan vulva mengalami perubahan karena pengaruh estrogen. Akibat dari hipervaskularisasi,
vagina dan vulva terlihat lebih merah atau kebiruan. Pada vagina atau portio serviks disebut tanda
chadwick, kekenyalan ( elastisitas ) vagina bertambah dalam kehamilan. Reaksi asam Ph 3,5 -6,0.
Reaksi asam ini disebabkan terbentuknya acidum lakticum sebagai hasil penghancuran glikogen yang
berada dalam sel-sel epitel vagina. Reaksi asam ini mempunyai sifat bakterisida. (Abdul Bari, dkk,
2009)
Pada permulaan kehamilan terdapat korpus leteum grafiditas sampai terbentuknya plasenta pada
kira-kira kehamilan 16 minggu. korpus luteum grafiditas berdiameter kira-kira 3cm dan korpus
luteum akan mengecil dengan terbentuknya plasenta korpus luteum akan mengeluarkan hormon
estrogen dan progesteron korpus luteum mensintesis hormon relaksin yang berfungsi untuk
menenangkan otot uterus sehingga janin dapat tumbuh dengan baik sampai aterm. Kejadian ini
tidak dapat lepas dari kemaluan vili korealis yang mengeluarkan hormon korionik gonadotropin yang
mirip dengan hormon lutetropik hipofisis anterior. (Abdul Bari, dkk, 2009)
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan
biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital. (Vicky Chapman, 2006)
Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi;sebelum,selama
dan sesudah keluarnya plasenta. (Harry Oxorn, 2010)
a. Perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dengan jumlah 500
cc atau lebih.
b. Perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu
setelah kelahiran bayi, dengan jumlah 500cc atau lebih (I.B.G Manuaba, 2007)
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone dimished,
trauma, tissue, thrombin):
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk berkontraksi dengan baik dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama
yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan
penyebab utama perdarahan postpartum.
4) Kehamilan kembar
b. Tissue
1) Retensio plasenta
2) Sisa plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka
akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus karena :
2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai
miometrium – sampai dibawah peritoneum
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum.
(Fransisca, 2012)
c. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir akibat:
1) Ruptur uterus
2) Inversi uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande
multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi
oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan
secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan
vacum atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan
tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan
bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang
besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada
penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah
pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai
penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam
menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah
plasenta keluar.
1) Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
3) Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang tidak
berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim
pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina.
Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ).
Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. (Fransisca,
2012)
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan
pembekuan darah bisa berupa :
1) Hipofibrinogenemia,
2) Trombocitopeni,
platelet count ),
unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
(Fransisca, 2012)
Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar
untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan
keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum :
a. Grande multipara
b. Perpanjangan persalinan
c. Chorioamnionitis
d. Hipertensi
e. Kehamilan multiple
1) Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam
waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang
merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan
menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
1) Atonia Uteri
a) Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah
anak lahir (perdarahan postpartum primer).
b) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
a) Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uteru baik, plasenta baik.
3) Retensio plasenta
a) Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik
b) Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan
a) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap dan perdarahan segera
b) Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5) Inversio uterus
a) Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan
plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis
ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan
servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana,
atonia uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh
darah yang melebar tadi tidak menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus menerus.
Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang
sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat
implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga
sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan placenta rest dapat
diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan pembentukan thrombus di
ujung pembuluh darah, sehingga menghambat terjadinya perdarahan. Pemebentukan epitel akan
terganggu sehingga akan menimbulkan perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007)
a. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan dan menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi nifas.
b. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani. (Harry Oxorn, 2010)
a. Penatalaksanaan Medis
1) Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan analgesik bila terjadi
kram.
1) Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
· Bila perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit sebanyak tiga
kali. Beri dosis pertama 10 menit setelah pemberian prostin.
3) Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut, perhatikan apakah ada laserasi.
a) Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua, segera perbaiki
b) Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum derajat tiga atau empat: jepit
perdarahan dan lakukan perbaikan bila terjadi hemostasis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN PASCA PARTUM
a. Pengkajian
Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan post partum adalah
perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing,
pandangan berkunang-kunang.
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion,
grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan,
robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan,
manipulasi kala II dan III. (Reza Syahbandi, 2013)
3) Riwayat kesehatan :
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain yang menyertai dan
bisa memperburuk keadaan
atau mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung (hipertensi)
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang mempunyai riwayat
yang sama
c. Pengkajian Fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Inspeksi
3) Palpasi
b) Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan nyeri pada kaki
d) Kulit apakah dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
c) Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3hari setelah
melahirkan “post portum blues”
e) Makan dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai hari ke 5
g) Nyeri dan ketidaknyamanan: Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi diantara hari
ke 3 sampai hari ke 5 post partum
h) Seksualitas:
· Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap harinya
i) Pengkajian Psikologis
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine) digunakan untuk mendiagnosis
infeksi
2) Venografi adalah metode yang paling akurat untuk mendiagnosis thrombosis vena profunda
5) Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit fibrin (SDP/FSP)
6) Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan. ( Barbara R. Stright, 2004)
e. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril
Rencana tindakan :
1) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/: Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan
organ lain.
R/: Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan
diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
R/: Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang
lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
7) Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi. Berikan infus atau cairan intravena
9) Berikan antibiotic
R/: Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada subinvolusio
Rencana keperawatan :
2) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga
menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
R/: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4) Tindakan kolaborasi :
a) Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia
jaringan )
b) Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan)
Rencana Tindakan:
R/: Aktivitas berat dapat memperparah kondisi dan menyebabkan nyeri bertambah
R/: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis
Tujuan: Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
R/: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
e. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril
Tujuan: Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
2) Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
R/: Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
R/: Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4) Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
5) Tindakan kolaborasi
b) Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
Tujuan : tidak terjadi syok dan kondisi klien dalam batas normal
Rencana keperawatan :
2) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga
menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3) Pernafasan : 20 – 24 x/menit
4) Suhu : 36 – 37 oc
d. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan
h. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya (Reza Syahbandi, 2013)
BAB IV
PEMBAHASAN
1) Grande multipara
Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
persalinan. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum. Hal
ini disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang mengalami persalinan cenderung terjadi atonia
uteri. Atonia uteri pada ibu dengan paritas tinggi terjadi karena kondisi miometrium dan tonus
ototnya sudah tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada
tempat implantasi plaseta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum. (Oktinikilah, 2009)
2) Perpanjangan persalinan
Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan tetapi juga ibu
yang kelelahan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.(Oktinikilah, 2009)
3) Chorioamnionitis
Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan merusak selaput amnion
sehingga bisa pula pecah. Penyebabnya adalah peningkatan tekana intracterine seperti pada
kehamilan kembar dan polihidromion,trauma pada amniosintesis, hipermotilitas uterus dimana
kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat, menekan selaput amnion.
Semua hal tersebut dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah dini
tetapi his (‑) sehingga pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin mudah
kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan
atau pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan.
Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk
pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi persalinan yang
lama. (Iche Baretz, 2012)
4) Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung mengalami
peningkatan tekanan, hingga hal ini dapat membuat adanya tekanan dan merusak dinding arteri di
pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90
mmHG (berarti 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastolik). Hipertensi pada
kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau di atas 40, kehamilan dengan
bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama.
5) Kehamilan multiple
Uterus yang mengalami peregangan secara berlebihan akibat keadaan-keadaan seperti bayi besar,
kehamilan kembar dan polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.
(Oktinikilah, 2009)
Terjadi relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri dan
perdarahan post partum.
Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin dapat menyebabkan terjadinya inersia sekunder
karena kelelahan pada otot-otot uterus( (Oktinikilah, 2009)
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian
lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab
terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama;
pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila
ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara
plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit
dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat
dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang
normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya
pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada
persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan
didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat
mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri
dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi
hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu
dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga
rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar,
Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion
atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta,
Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. (Abdul Bari, dkk, 2008)
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut
tingkat perlekatannya:
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium
sampai ke miometrium
d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2) Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta
sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan. (Abdul Bari, dkk, 2008)
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini
merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala
subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya
tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah
dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra,
atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam
bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus
subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung,
dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan
yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran. (Abdul Bari, dkk, 2008)
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke
dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat
melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran
konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
1) Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar
dari ruang rongga rahim.
3) Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
1) Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal
yang tinggi (mengejan dan batuk).
2) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan,
perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Gejala klinis inversio uteri :Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada
yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam :
1) Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak
Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik). (Abdul Bari, dkk, 2008)
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai
warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan
es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali
secara alami. (Dian Husada, 2011)
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan
dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
1) Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari
yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan
jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
2) Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin
ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan
cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum
3) Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito
bregmatika
4) Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung
lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. (Dian Husada, 2011)
a. Atonia uteri
2) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
3) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
a) Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas
kesehata rujukan.
b) Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen
dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
c) Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan
menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis. ( Widfa Satriani, 2013)
1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
2) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan
traksi terkontrol tali pusat.
3) Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
4) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan
halus.
2) Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin
timbul.
3) Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
4) Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan speculum
6) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
7) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit
sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
9) Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar
perlahan-lahan. ( Widfa Satriani, 2013)
d. Ruptur uteri
1) Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
2) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi
uterus
4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
6) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi. ( Widfa Satriani, 2013)
e. Sisa plasenta
3) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan,
bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret.
4) Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari. ( Widfa
Satriani, 2013)
3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
5) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan
busi pada rektum, sebagai berikut :
a) Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
b) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem
dan jahit dengan benang no 2/0.
c) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama (
atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
d) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
e) Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi. ( Widfa Satriani,
2013)
g. Robekan serviks
a) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi
spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
b) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera
lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
c) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
d) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska
tindakan
f) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi
darah( Widfa Satriani, 2013)
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan
biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital. Perdarahan postpartum dibagi
menjadi dua yaitu perdarahan postpartum primer, yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dan
perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah
kelahiran bayi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone dimished,
trauma, tissue, thrombin). Faktor resiko yang dapat menyebabkan perdarahan post partum antara
lain grande multipara, perpanjangan persalinan, chorioamnionitis, hipertensi , kehamilan multiple,
injeksi magnesium sulfat, perpanjangan pemberian oxytocin.
Tanda dan gelaja perdarahan postpartum secara umum antara lain perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Pasien mengeluh
lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul
gejala penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb
<8%), extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus perdarahan postpartum adalah anemia dan kematian
akibat perdarahan yang tidak segera ditangani. Diagnosa yang muncul antara lain kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan perdarahan pervaginam, nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas
jaringan, ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian, resiko infeksi
berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril dan resiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Dina, Darmin. 2013. Faktor Determinan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Majene
Kabupaten Majene. STIKES Bina Bangsa Majene. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Erawati, Ambar Dwi. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Normal. Jakarta: EGC.
Fransisca. 2012. Perdarahan Post Partum. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Kusuma
Surabaya.
Jaya, Reza Syahbandi Jasmawi. 2013. “Asuhan Keperawatan Perdarahan Post Partum”
(Online),(http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/08/askep-perdarahan-post-partum.html,
diakses pada 20 April 2014)
Lestari, Dian Husada Ika Devi. 2011. “Perdarahan Post Partum”, (Online), (
http://dianhusadaikadevilestari.blogspot.com/p/perdarahan-post- partum_12.html, diakses pada 5
Mei 2014)
Morgan, Geri dan Carole Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Oxorn, Harry dan William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan:Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Stright, Barbara R. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi 3. Jakarta:EGC.