Sunteți pe pagina 1din 5

Jurnal

Judul : Pengaruh Manajemen Laba terhadap Stock Return dengan Kualitas Audit dan
Efektivitas Komite Audit sebagai Variabel Moderasi

Dalam membuat keputusan untuk berinves-tasi seorang investor membutuhkan


informasi yang akurat dan berkualitas untuk dapat melakukan analisis investasi saham di
pasar modal, dan salah satu sumber informasi yang digunakan untuk melakukan analisis
investasi adalah laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dalam menyusun
laporan keuangan, Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa mana jemen dapat
memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku.
Standar akuntansi yang ditetapkan berdasarkan prinsip (principle based) membuat
manajemen dapat menggunakan penilaiannya sendiri dalam menentukan perlakuan akuntansi
atas suatu kejadian ekonomi. Perbedaan antara peraturan atau standar yang berlaku dengan
praktiknya sering terjadi di dalam perusahaan, perbedaan ini digunakan untuk memodifikasi
laporan keuangan, sehingga laporan keuangan dapat menyajikan laba sesuai dengan
keinginan dari manajemen perusahaan. Tindakan memodifikasi laporan keuangan sehingga
sesuai dengan ke-inginan dari manajemen dikenal sebagai earnings management.

Kasus earnings management bukanlah per-masalahan baru dalam dunia bisnis.


Beberapa kasus besar earnings management telah banyak terjadi misalnya kasus Enron pada
tahun 2001 dan kasus Worldcom pada tahun 2002. Di Indonesia kasus earnings management
juga bukan merupakan hal baru, beberapa kasus earnings management telah terjadi misalnya
saja kasus Kimia Farma pada tahun 2002 dan Great River Garment pada tahun 2003. Dengan
terungkapnya banyak kasus earnings management (manajemen laba) yang dilakukan oleh
perusahaan, membuat para pembuat kebijakan semakin memperketat peraturan atau
kebijakan yang ada untuk melin-dungi para pengguna laporan keuangan.

Manajemen laba sendiri dapat didefinisikan sebagai tindakan pemilihan kebijakan


akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan pelaporan earn-ings tertentu (Scott 2011). Praktik
manajemen laba memiliki dua sifat utama, yaitu bersifat efisien dan oportunistik. Manajemen
laba yang bersifat efisien akan meningkatkan kualitas informasi keuangan yang diterbitkan
perusahaan sedangkan manajemen laba yang bersifat oportunistik akan dapat merugikan para
pengguna laporan keuangan karena membuat laporan ke-uangan tidak menggambarkan
kondisi sebenarnya (Scott 2011). Manajemen laba yang bersifat oportunistik berkaitan erat
dengan permasalahan keagenan (agency problem). Beberapa motivasi di-lakukannya

1
manajemen laba adalah untuk memaksimalkan bonus, memenuhi persyaratan kon-trak utang,
dan motivasi politik (Watts and Zimmerman 1986). Motivasi lainnya adalah untuk
menghindari pajak dan mempengaruhi kinerja saham dalam jangka pendek (Scott 2011).

Manajemen laba sering kali dianggap sebagai tindakan akuntansi negatif oleh banyak
pihak karena pada umumnya manajemen laba menyebabkan tampilan informasi laporan
keuangan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Manajemen laba selalu identik
dengan perilaku opportunistic, dimana dalam hal ini pihak manajemen bertindak untuk
kepentingan pribadinya. Salah satunya adalah tindakan manajemen laba telah memunculkan
kasus skandal pelaporan akuntansi yaitu kasus PT Kimia Farma Tbk.
PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), merupakan salah satu produsen obat-obatan milik
pemerintah di Indonesia. Tujuan perusahaan sebagai badan usaha tidak berbeda dengan badan
usaha lainnya, yaitu mencari laba sebesar-besarnya. Pelaporan keuangan pada tanggal 31
Desember 2001, menunjukkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan
keuangan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi,
Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur manajemen. Setelah dilakukan audit ulang, pada tanggal 3 Oktober 2002
laporan keuangan PT. KAEF tahun 2001 disajikan kembali (restated).
Hal ini disebabkan telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan
keuangan restated, laba yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul
dari:
a. Kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF. Sehingga dampak kesalahan
tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2001 sebesar Rp 32,6 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7%
dari laba bersih PT KAEF.
b. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut:
1. Unit Industri Bahan Baku: Kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7
Miliar.
2. Unit Logistik Sentral: Kesalahan berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
Miliar.
3. Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF): Kesalahan berupa overstated persediaan barang
sebesar Rp 8,1 Miliar dan Kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 10,7
Miliar.

2
c. Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998 - Juni 2002
dengan cara:
1. Membuat 2 (dua) daftar harga persediaan (master prices) yang berbeda masing-
masing diterbitkan pada tanggal 1 Pebruari 2002 dan 3 Pebruari 2002, dimana
keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang
yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Pebruari 2002 merupakan
master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar
sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember
2001.
2. Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
Akuntan.
Pembahasan:

Motivasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF) yang sangat besar untuk memenuhi
(meraih) target laba yang telah ditetapkan menyebabkan PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF)
mengabaikan(tidak memperdulikan) praktek bisnis yang baik dan jujur. Akibat dari hal
tersebut adalah akan terjadi penurunan kualitas laba dan pelaporan keuangan di PT Kimia
Farma Tbk. (PT KAEF). Manajemen laba yang terjadi di PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF)
ini tidak hanya berkaitan dengan motivasi individu manajer, tetapi bisa juga untuk
kepentingan perusahaan tersebut.
Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer atau penyusun laporan keuangan di PT
Kimia Farma Tbk. (PT KAEF) dikarenakan mereka menginginkan suatu manfaat dari
tindakan yang mereka lakukan tersebut. Manajemen laba dapat menggambarkan tentang
perilaku seorang manajer dalam melaporkan kegiatan usaha pada suatu periode tertentu, yaitu
adanya kemungkinan motivasi tertentu yang mendorong para manajer untuk memanajemen
data-data keuangan. Manajemen laba semacam ini memiliki dampak negatif terhadap kualitas
laba karena dapat mendistorsi informasi yang terdapat dalam laporan laba rugi. Perlu dicatat
bahwa manajemen laba juga tidak selalu dikaitkan dengan upaya memanipulasi data atau
informasi akuntansi, tetapi cenderung dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang
diperkenankan menurut standar akuntansi. Istilah manajemen laba menarik perhatian karena
sering dihubungkan dengan perilaku manajer atau pembuat laporan keuangan. Tampak
bahwa manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba (earnings) atau
kinerja di PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF). Hal tersebut karena tingkat laba yang diperoleh

3
sangat berkaitkan dengan kinerja manajemen. Manajer sering kali berprilaku seiring dengan
reward yang akan diperoleh. Jika reward yang akan diperoleh tergantung pada laba yang
dihasilkan, maka manajer akan melakukan manajemen akuntansi dengan meningkatkan laba.
Manajemen tersebut diatur sedemikain rupa sehingga tidak melanggar prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Karena jumlah reward yang akan diterima oleh manajer tergantung dari besar
kecilnya laba yang diperoleh, maka tidaklah mengherankan bila manajer sering kali berusaha
menonjolkan prestasi melalui tingkat laba yang dicapai.
Manajemen laba telah dikenal dampaknya negatif, dan akuntan adalah pihak yang
paling berperan untuk mengatasi praktik di dunia bisnis. Manajemen laba mungkin
merupakan permasalahan moral yang paling penting bagi profesi akuntan. Healy (1999)
menjelaskan lebih lanjut bahwa manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan
kreativitasnya dalam penyusunan laporan keuangan dan mengatur transaksi untuk mengubah
laporan keuangan dengan tujuan memberi kesan tertentu atau mempengaruhi tindakan para
pemangku kepentingan yang bergantung pada laporan keuangan tersebut. Healy beranggapan
bahwa manajer akan memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan laba dalam upaya untuk
memaksimalkan imbalan reward.
Akuntan PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF) melakukan praktek earning management
melalui manipulasi berbagai prosedur akuntansi di bagian persediaan, produksi, penjualan,
keuangan dan metode akuntansinya, serta mengeksplorasi unsur pembentuk laba melalui
pengakuan transaksi, penilaian accounts, pengukuran accounts, serta penyajian dan pelaporan
accounts dalam laporan keuangan. Perlakuan akuntansi dilakukan treatment dalam rangka
pencapaian target laba yang diinginkan oleh semua pihak, yaitu stakeholder.

Solusi: ( kalau perlu)


Seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak
yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan
keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan,
selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke
Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat
dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib
melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal.
Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor
mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan
4
publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan
keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan
laporan fiktif atau tidak.
Berkaitan dengan sikap Skeptisme Profesional seorang auditor, sehingga jika akuntan
publik tersebut tidak menerapkan sikap skeptisme profesional dengan seharusnya hingga
berakibat memungkinkannya tidak terdeteksinya salah saji dalam laporan keuangan yang
material yang pada akhirnya merugikan para investor.

Seorang auditor seharusnya professional, jujur dan lebih teliti dengan bidangnya
untuk menghindari kesalahan laporan keuangan yang diauditnya karena Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi
para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak disengaja.

http://nukepermatasari.blogspot.com/2015/01/kasus-manipulasi-laporan-keuangan-pt.html
(Diakses Pada Tanggal 25 November 2018)

http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/index.php/aku/article/view/20021/19142 (Diakses Pada


Tanggal 25 November 2018)

S-ar putea să vă placă și