Sunteți pe pagina 1din 10

45

PRODUKSI TELUR DAN PENDAPATAN PETERNAK ITIK PADA PEMELIHARAAN


SECARA GEMBALA DAN TERKURUNG DI DAERAH PERTANIAN DAN PERIKANAN
(DUCK EGG PRODUCTION AND FARMERS’ INCOME UNDER EXTENSIVE AND
INTENSIVE SYSTEMS IN AGRICULTURAL AND FISHERY CENTERS)

Oleh:
Ismoyowati dan Imam Suswoyo
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Kontak Person: moy.moyowati@gmail.com
(Diterima 20 April 2011, disetujui 7 Juni 2011)

ABSTRACT
The purpose of this research was to study the differences of egg production and income of duck
farming in agriculural and fishery areas. Accordingly, the areas had different altitude natural resourches
to support the existing duck farming. Survey method was applied with respondents of extensive and
intensive duck farmers in Purbalingga Regency as a center of agricultural area and Cilacap Regency as
a center of fishery area. Data consisted of primary data as a result of direct observation and discusion
with respondents. Parameters observed were egg production, farm size, costs of production, farm
revenue and income. Data were analysed using variance analysed based on the nested classification
and honestly significance different. The results showed that the intensive farming in the agricultural
area (Purbalingga) had a higher egg production (60.42%) than that in the fishery area (Cilacap). Farm
revenue and production cost under intensive system in agricultural area was higher; consequenlty the
income of both sysems in the area relatively similar. It can be concluded that egg production was higher
in the agricultural area, but the farm revenue under extensive and intensive systems in the both areas
relatively similar.

Key words: egg production, income, production cost, agriculural and fishery centers.

PENDAHULUAN 2010). Dalam usaha peternakan itik, dikenal


Usaha peternakan itik merupakan salah berbagai sistem pemeliharaan dan sistem
satu usaha peternakan unggas yang sudah lama gembala ekstensif yang masih merupakan sistem
dikenal masyarakat Indonesia. Jenis usaha ini pemeliharaan yang masih banyak diterapkan
banyak dijumpai tidak hanya di daerah pantai peternak sekarang ini. Beberapa penelitian
tetapi juga di daerah pegunungan, dan merupakan melaporkan bahwa pada sistem pemeliharaan
salah satu sumber pendapatan keluarga yang seperti ini produktivitas itik sangat rendah.
utama bagi banyak anggota masyarakat. Pada Produksi telur rata-rata pada sistem gembala
umumnya, peternakan itik berkembang di berkisar antara 26,9 – 41,3 persen (Setioko et
daerah lumbung padi, karena peternak itik al., 1985); sedangkan pada sistem terkurung
memanfaatkan areal persawahan sebagai ladang rata-rata 78,00 ± 19,00 persen (Ismoyowati et
penggembalaan itik, dan juga di daerah sekitar al., 2009)
pantai yang banyak dihasilkan ikan. Rendahnya tingkat produksi telur itik
Jenis itik yang dipelihara pada umumnya pada sistem pemeliharaan ekstensif karena itik
adalah itik petelur. Produksi dan kualitas telur sangat tergantung pada ketersediaan pakan
itik sangat dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan alami yang ada di sawah pasca panen. Bahan
yang dilakukan peternak (Balitbang Deptan, pakan yang dimanfaatkan adalah butir-butir padi

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 11 Nomor 1, Juni 2011, hal. 45 - 54


46

yang tercecer, keong, katak kecil, belalang, dan perikanan. Ketersediaan pakan yang berbeda
serangga (Setioko et al.,1985). Kemampuan akan berpengaruh pada pola komposisi pakan
itik beradaptasi dan kemampuannya bertelur yang diberikan, produksi dan pendapatan
dalam jumlah banyak menyebabkan unggas peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
ini cocok dalam sistem pertanian khususnya perbedaan produksi telur dan tingkat pendapatan
padi. Itik membantu memangsa berbagai hewan sistem pemeliharaan gembala dan terkurung di
pengganggu tanaman padi dan memanfaatkan daerah pertanian dan perikanan.
butir-butir padi yang jatuh pada saat panen
(Powell, 2004). METODE PENELITIAN
Pada sisi lain, pemeliharaan secara Sasaran penelitian adalah peternak yang
terkurung menghadapi tantangan tersendiri memelihara itik dengan sistem pemeliharaan
dari sudut kenyamanan ternak (animal welfare) gembala dan terkurung di Kabupaten Purbalingga
karena itik tidak lagi hidup secara alami, tidak yang merupakan daerah sentra pertanian yaitu
dapat berkeliaran dan makan secara bebas. kecamatan Kaligondang dan Bukateja; dan
Sebaliknya dengan sistem terkurung kehidupan Kabupaten Cilacap yang merupakan daerah
itik menjadi terbatas serta pakan tergantung sentra perikanan yaitu kecamatan Kroya dan
sepenuhnya kepada peternak. Itik memiliki Adipala.
peran sebagai penghasil telur dan daging yang Penelitian dilakukan dengan metode
cukup baik, sebanyak 19,35% dari 793.800 ton survai. Sumber data terdiri dari data primer
kebutuhan telur di Indonesia yang dipenuhi dari dan sekunder, data primer diperoleh dari hasil
telur itik setelah telur ayam niaga. Perananannya pengamatan dan wawancara langsung dengan
sebagai penghasil daging masih rendah yaitu peternak menggunakan daftar pertanyaan,
baru sekitar 0,5% dari 3 juta ton kebutuhan khususnya mengenai data produksi, jenis
daging nasional (Ditjennak, 2007). Tingkat pakan, biaya, penerimaan, dan manajemen
produktivitas itik lokal Indonesia baik telur pemeliharaan. Data sekunder diperoleh dari
maupun daging masih rendah dan berpeluang instansi-instansi terkait dengan penelitian
besar untuk ditingkatkan. Perbedaan sistem (Dinas Peternakan, Bappeda, BPS Kabupaten
pemeliharaan menyebabkan tingkat produksi Purbalingga dan Kabupaten Cilacap), pustaka,
telur yang dihasilkan berbeda pula. Perbedaan dan hasil penelitian terdahulu.
sistem pemeliharaan dan topografi daerah Penetapan sampel menggunakan metode
dalam usaha ternak itik akan berpengaruh Cluster Sampling (daerah), dengan lokasi
terhadap produksi telur. Daerah sentra pertanian ternak yaitu daerah pertanian dan perikanan
dan perikanan memiliki kondisi lingkungan sebagai cluster dan sub cluster adalah sistem
yang berbeda, mengakibatkan perbedaan pemeliharaan (terkurung dan gembala).
pada ketersediaan sumber daya alam. Daerah Pemilihan sampel di kecamatan secara purposive
pertanian merupakan daerah dengan komoditas sampling dengan kriteria daerah yang terdapat
utama hasil pertanian sehingga ketersediaan peternak itik baik sistem pemeliharaan gembala
pakan untuk ternak sebagian besar berasal dari maupun terkurung. Kabupaten Purbalingga
limbah pertanian; sedangkan daerah perikanan terpilih untuk mewakili daerah sentra pertanian;
dekat dengan pantai yang ketersediaan sumber sedangkan Kabupaten Cilacap untuk wilayah
daya alam berasal dari limbah pertanian dan daerah perikanan. Pemilihan sampel peternak

Produksi Telur dan Pendapatan Peternak Itik ... (Ismoyowati & I. Suswoyo)
47

sistem pemeliharaan gembala pada kedua daerah TFC = Biaya tetap total
diambil dengan metode random sampling TC = Biaya total yang dikeluarkan
sebanyak 25% dari populasi 80 orang, sehingga Y = Jumlah produk telur
responden terpilih sebanyak 20 orang untuk Py = Harga produk yang dihasilkan
masing-masing kabupaten. Pemilihan sampel
peternak sistem pemeliharaan terkurung diambil Perbedaan produksi telur dan pendapatan
dengan metode sensus yaitu semua peternak antara sistem gembala dan sistem terkurung di
yang memelihara itik secara terkurung dari daerah sentra pertanian dan perikanan dianalisis
seluruh populasi yang terpilih yaitu sebesar 15 dengan nested clasification (pola tersarang)
orang untuk masing-masing wilayah. dengan daerah sebagai grup, sistem pemeliharaan
Variabel penelitian yang diamati sebagai sub grup, dan peternak sebagai sampel.
meliputi: Uji lanjut yang digunakan adalah uji BNJ (beda
1. Produksi telur adalah jumlah telur yang nyata jujur) untuk mengetahui perbedaan antar
dihasilkan selama periode satu bulan sub grub yang dibandingkan.
pencatatan produksi pada usaha peternakan
itik responden. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Hen day production (HDP) adalah Sistem Pemeliharaan Itik
perbandingan jumlah telur yang diproduksi Sistem pemeliharaan yang dilakukan
dengan jumlah itik betina hidup dalam satu pada usaha itik di Kabupaten Purbalingga dan
periode pencatatan dengan satuan persen. Cilacap yang mewakili daerah daerah pertanian
3. Penerimaan adalah jumlah penjualan produk dan perikanan menunjukkan adanya perbedaan,
berupa telur itik dinyatakan dalam satuan baik untuk sistem pemeliharaan gembala maupun
rupiah selama satu bulan. terkurung. Pada sistem pemeliharaan gembala
4. Pendapatan adalah jumlah keseluruhan di Kabupaten Purbalingga, ternak dilepaskan
penerimaan dikurangi biaya produksi yang untuk mencari pakan mulai jam 7 pagi sampai
telah dikeluarkan dinyatakan dalam satuan jam 4 sore. Peternak di Kabupaten Cilacap
rupiah dalam kurun waktu satu bulan. melepaskan itik ke padang gembalaan dalam
5. Biaya Produksi merupakan jumlah dari biaya dua kali frekuensi yaitu mulai jam 8-10 dan jam
tetap (biaya peralatan, itik, kandang dan 1-4 sore. Persamaan dari kedua kabupaten ini,
penyusutan) dan biaya variabel (biaya pakan, masing-masing peternak tidak memberi pakan
tenaga kerja, transportasi, dan rehabilitasi tambahan, tetapi beberapa peternak memberi
kandang) dinyatakan dalam rupiah per satu obat yang dicampur pada minuman ketika ternak
bulan. sakit.
Pendapatan dianalisis model analisis cashflow; Pemeliharaan itik secara gembala
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: I tidak memperhatikan jenis bahan pakan
= TR – TC; TC = TVC + TFC dan TR = Y Py yang digunakan. Peternak gembala hanya
(Moleong, 2004). mengandalkan pakan dari sumber daya yang
Keterangan: tersedia di areal penggembalaan. Peternak
I = Pendapatan terkurung memberikan pakan disesuaikan
TVC = Biaya variabel total dengan kebutuhan itik untuk mencapai
TR = Total penerimaan produksi yang optimal. Peternak di Kabupaten

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 11 Nomor 1, Juni 2011, hal. 45 - 54


48

Purbalingga yang memelihara itik secara sistem terkurung berkisar antara 200-3000 ekor
terkurung memberikan pakan berupa bekatul, yang termasuk skala usaha sedang. Jumlah
nasi aking, dedak dan konsentrat. Pada sistem kepemilikan itik pada sistem gembala kurang
terkurung di Kabupaten Cilacap, peternak dari 1000 ekor. Rata-rata kepemilikan itik
memberikan pakan berupa bekatul, jagung, betina pada masing-masing daerah dan sistem
konsentrat, dedak, nasi aking, ikan laut, dan pemeliharaan tersaji pada Tabel 1.
kerang (lancang) yang memiliki kadar kalsium Hasil analisis variansi menunjukkan
dan protein yang cukup. Hasil penghitungan bahwa kepemilikan jumlah itik antara sistem
kandungan protein kasar dan energi pada sistem pemeliharaaan berbeda nyata (P<0,05);
terkurung di Kabupaten Purbalingga masing- sedangkan jumlah kepemilikan antara
masing sebesar 15,46% dan 2769,9 kkal. Hal kabupaten berbeda tidak nyata (P>0,05). Tabel
tersebut sesuai dengan pendapat Saleh (2004) 1 menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan
bahwa protein yang dibutuhkan pada periode itik betina pada sistem terkurung lebih
bertelur sebesar 15-17%. Prasetyo dan Muryanto banyak daripada sistem gembala. Hal tersebut
(2006) menyatakan bahwa kandungan energi dipengaruhi oleh kemampuan seorang
yang dibutuhkan itik umur > 16 minggu adalah penggembala dalam menggembala itik terbatas.
sebesar 2800 kkal. Kandungan protein kasar Banyaknya jumlah itik yang dipelihara
dan energi yang diberikan pada sistem terkurung dapat berpengaruh terhadap pendapatan
di Kabupaten Cilacap masing-masing sebesar peternak. Semakin banyak itik yang dipelihara
13,33 % dan 2777,53 kkal. Kebutuhan nutrisi maka dapat meningkatkan pendapatan, tetapi
itik periode produksi telur yang utama adalah dengan konsekuensi meningkatnya biaya pakan.
kadar protein ransum sebesar 17-19 persen dan Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gusasi
tingkat energi metabolis sebesar 2900 kkal/kg dan Saade (2006) bahwa skala usaha yang lebih
(Sinurat dkk., 2000). besar akan memperoleh penerimaan yang cukup.
Semakin besar skala usaha, maka semakin
Jumlah Kepemilikan Itik besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk
Jumlah kepemilikan itik betina berkisar membiayai usaha tersebut.
antara 40 - 1400 ekor dengan rata-rata sebanyak
226,5 ekor. Ranto dan Maloedyn (2008) Produksi Telur
menyatakan jumlah kepemilikan rata-rata pada Usaha ternak itik dalam penelitian ini

Tabel 1. Rataan Jumlah Itik Betina di Daerah Pertanian (Kabupaten Purbalingga) dan Perikanan
(Kabupaten Cilacap)

Jumlah Itik Betina (ekor)


Daerah Terkurung Gembala Rata-rata
Pertanian (Purbalingga) 293,73±326,69ab 163,95 ±58,71 b
228,84±223,87
Perikanan(Cilacap) 269,13±88,49a 179,35±45,43 ab
224,24±80,06
Rata-rata 281,43±235,50 171,65±52,40 226,54±160,89

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P<0,01)

Produksi Telur dan Pendapatan Peternak Itik ... (Ismoyowati & I. Suswoyo)
49

memiliki produk utama berupa telur dan tidak telur. Umur pertama bertelur itik adalah pada
ada produk sampingan yang dihasilkan. Sebagian umur 23 minggu. Itik memiliki kemampuan
besar peternak baik pada sistem pemeliharaan produksi telur sampai umur 74 minggu (Saleh,
gembala maupun terkurung di daerah pertanian 2004). Puncak produksi itik dicapai pada umur
(Purbalingga) dan perikanan (Cilacap) menjual 3 bulan dari awal produksi, berlangsung selama
telur itik sebagai telur konsumsi, dan hanya satu 2 bulan, dan setelah itu produksi telur mulai
orang saja yang melakukan penjulan telur sebagai menurun (Hardjosworo, 2001).
telur konsumsi dan telur tetas. Produksi telur HDP telur itik berkisar antara 5,18%
sangat berpengaruh terhadap pendapatan sebab sampai 82,13% dengan rata-rata HDP sebesar
penerimaan hanya berasal dari penjualan telur. 47,85%. Rataan hasil penelitian ini lebih rendah
Prasetyo dan Ketaren (2005) menyatakan bahwa dibandingkan dengan penelitian Ismoyowati,
kemampuan produksi telur itik dipengaruhi et al. (2009) yang melaporkan HDP telur itik
oleh beberapa faktor, antara lain adalah kualitas Tegal pada umur 6 bulan sebesar 78,00 ± 19 %.
bibit, umur ternak, kondisi lingkungan, dan yang Produksi telur dipengaruhi pakan yang diberikan
utama adalah kualitas pakan. dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan
Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi energi pakan pada sistem terkurung di daerah
telur itik selama satu bulan pada sistem pertanian (Purbalingga) yaitu sebesar 15,46%
pemeliharaan terkurung baik di daerah pertanian dan 2769,9 kkal/kg, lebih tinggi dibandingkan
maupun perikanan lebih pertanian dibandingkan dengan sistem terkurung di daerah perikanan
dengan sistem pemeliharaan gembala. Hal (Cilacap) yaitu sebesar 13,33% dan 2777,53
tersebut disebabkan oleh rataan jumlah ternak kkal/kg. Rendahnya HDP pada sistem gembala
di Kabupaten Purbalingga sistem pemeliharaan diduga karena rendahnya kualitas pakan.
terkurung lebih pertanian dibandingkan dengan Itik pada sistem gembala tidak diberi pakan
sistem pemeliharaan yang lain. Dilihat dari HDP, tambahan oleh peternak. Itik hanya mendapatkan
sistem pemeliharaan terkurung baik di Kabupaten pakan dari area penggembalaan tanpa diketahui
Purbalingga maupun Kabupaten Cilacap lebih kecukupan kebutuhan nutriennya. Nutrien pakan
tinggi daripada sistem pemeliharaan gembala yang tinggi di daerah pertanian disebabkan
seperti yang terlihat pada Tabel 2. Selain itu, karena pemberian konsentrat yang cukup sebagai
faktor umur itik juga mempengaruhi produksi sumber protein; sedangkan di daerah perikanan

Tabel 2. Rataan Produksi Telur, Jumlah Ternak dan Umur Ternak Sistem Gembala dan Terkurung di
Daerah Pertanian dan Perikanan

Daerah Pertanian (Purbalingga) Perikanan (Cilacap)


Sistem Pemeliharaan Terkurung Gembala Terkurung Gembala
Produksi Telur (butir/bulan) 4967,93 2055,71 4729,00 2419,00
Jumlah Ternak (ekor) 337,00 168,00 279,00 182,00
Umur Ternak (bulan) 12,20 13,18 12,55 10,33
HDP (%) 60,42a
43,39b 57,79 a
45,92b

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata
(P<0,01)

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 11 Nomor 1, Juni 2011, hal. 45 - 54


50

meskipun diberikan pakan ikan segar tetapi jual yang tinggi maka penerimaan yang diperoleh
jumlahnya sangat terbatas. peternak juga semakin besar. Besar kecilnya
Pendapatan Usaha Ternak Itik penerimaan yang diperoleh oleh peternak akan
Penelitian ini menggunakan analisis berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh
pendapatan secara cash out flow selama satu oleh peternak. Semakin besar penerimaan yang
bulan yaitu bunga modal, biaya tenaga kerja diperoleh maka akan semakin besar pendapatan
keluarga, dan sewa lahan (lahan sendiri) tidak yang diperoleh didukung dengan biaya produksi
diperhitungkan. Perhitungan pendapatan yang dikeluarkan dapat ditekan.
diperoleh dari selisih antara penerimaan dan Penerimaan diperoleh dari hasil
biaya. penjualan produk berupa telur konsumsi dan
(1) Penerimaan telur tetas selama satu bulan. Dari lima belas
Penerimaan dalam usaha tani dapat peternak sistem pemeliharaan terkurung di
dibagi menjadi dua: penerimaan tunai yaitu Kabupaten Purbalingga, seorang peternak
diperoleh dari penjualan produk; dan penerimaan melakukan diversifikasi usaha yaitu selain
tidak tunai yang diperoleh dari selain penjualan menjual telur konsumsi, dan juga menjual DOD
produk (Soekartawi, 2004). Rataan penerimaan hasil penetasan sendiri. Skala usaha dari peternak
usaha itik sistem pemeliharaan gembala dan diversifikasi ini mencapai 1400 ekor itik dengan
terkurung di daerah pertanian dan perikanan HDP sebesar 46,45%. Sebanyak ±90% dari
dapat dilihat di Tabel 3. Penerimaan tertinggi telur yang dihasilkan digunakan sebagai telur
usaha itik sistem pemeliharaan terkurung di tetas dan sisanya ±10% atau telur yang tidak
daerah sentra pertanian (Kabupaten Purbalingga) layak sebagai telur tetas dijual sebagai telur
sebesar Rp 7.321.847,00. Demikian juga, konsumsi. Daya tetas di peternakan ini cukup
penerimaan yang terendah sebesar Rp tinggi yaitu mencapai ±70% dengan sex ratio
2.055.705,88 pada pemeliharaan secara gembala. jantan betina 1:1. Penerimaan dari penjualan
Hal tersebut disebabkan produksi telur itik pada DOD juga lebih menguntungkan dari pada
sistem pemeliharaan terkurung di Kabupaten menjual telur konsumsi. Harga jual DOD jantan
Purbalingga lebih tinggi dibandingkan sistem sebesar Rp 3.000,00 dan DOD betina sebesar
pemeliharaan lainnya. Rataan harga jual Rp 6.000,00. Oleh karena itu, rataan penerimaan
telur/butir paling tinggi juga terdapat pada sistem pemeliharaan terkurung di Kabupaten
sistem pemeliharaan terkurung di Kabupaten Purbalingga lebih baik pada daerah pertanian
Purbalingga. Semakin besar produksi dan harga dibandingkan sistem pemeliharaan lainnya.

Tabel 3. Rataan Penerimaan Peternak Itik Sistem Gembala dan Terkurung di Daerah Pertanian dan
Perikanan (selama 1 bulan)

Daerah Pertanian Perikanan


Sistem Pemeliharaan Terkurung Gembala Terkurung Gembala
Penerimaan (Rp) 7.321.846,67 2.055.705,88 4.526.086,36 2.193.187,50
Penerimaan/ekor (Rp) 21.726,55 12.236,34 16.222,53 12.050,48
Produksi (butir) 4967,93 2055,71 4729,00 2419,00
Jumlah Ternak (ekor) 337,00 168,00 279,00 182,00
Harga telur/butir (Rp) 1223,33 1000,00 966,67 920,00

Produksi Telur dan Pendapatan Peternak Itik ... (Ismoyowati & I. Suswoyo)
51

Rataan penerimaan per ekor per bulan 2. Biaya Produksi


pada sistem pemeliharaan terkurung di Kabupaten Berdasarkan hasil penelitian, biaya
Purbalingga juga lebih tinggi dibandingkan produksi dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap
sistem pemeliharaan yang lain yaitu sebesar Rp dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya
21.726,55 ± 38.892,77. Rataan penerimaan per yang tidak berubah dengan atau tidak adanya
ekor per bulan paling rendah terdapat pada sistem itik yang dipelihara di kandang. Sekalipun
pemeliharaan gembala di Kabupaten Cilacap peternakan dalam masa istirahat, biaya ini
sebesar Rp 12.050,48 ± 6.347,32. Hal tersebut tetap dikeluarkan. Biaya tetap dalam penelitian
disebabkan oleh rataan harga telur pada sistem ini meliputi biaya penyusutan dari kandang,
pemeliharaan gembala di Kabupaten Cilacap peralatan, ternak, iuran desa (pajak bagi sistem
paling baik di daerah perikanan dibandingkan pemeliharaan gembala) dan sewa lahan. Biaya
dengan sistem pemeliharaan lainnya meskipun variabel merupakan biaya yang berhubungan
skala usaha dan produksinya lebih baik di daerah langsung dengan jumlah itik yang dipelihara.
pertanian dari pada sistem pemeliharaan gembala Semakin banyak itik yang dipelihara maka
di Kabupaten Purbalingga. semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan
(Rasyaf, 1996). Biaya variabel dalam penelitian

Tabel 4. Rataan Biaya Produksi Sistem Gembala dan Terkurung di Kabupaten Purbalingga dan Cilacap
(Bulan)

Kabupaten Purbalingga (Rp) Kabupaten Cilacap (Rp)


Rataan
Gembala % Terkurung % Gembala % Terkurung %
Biaya Tetap:
Sewa lahan 150.000 15,47 - - 121.125 14,18 - -
Penyusutan 61.372 6,33 302.378 6,79 60.110 7,04 258.750 8,75
Makan peternak 540.294 55,72 - - 465.250 54,48
Iuran warga 85.294 8,80 - - 74.150 8,68 - -
Tenaga kerja - - 244.000 5,47 - - -
Total biaya tetap 836.960 86,31 546.378 12,26 720.635 84,38 246.061 8,75
Biaya variabel:
Rapid/cat 5.353 0,55 - - 5.300 0,63 - -
Obat 5.588 0,58 5.267 0,09 1.500 0,18 - -
Pakan 4.706 0,49 3.489.320 77,95 13.000 1,52 2.530.818 85,57
Transport 117.059 12,07 91.000 2,04 113.000 13,29 86.364 2,92
Perbaikan kandang - - 114.000 2,56 - - 81.818 2,77
Perbaikan mesin tetas - - 13.333 0,30 - - - -
Minyak - - 180.000 4,04 - - - -
Tempat DOD - - 30.000 0,67 - - - -
Listrik - - 4.333 0,09 - - - -
Total biaya variabel 132.706 13,69 3.910.087 87,74 133.400 15,62 2.699.000 91,25
Biaya total 969.666 100,00 4.456.464 100,00 854.035 100 2.957.750 100
Skala usaha 168 337 182 279
Biaya per ekor 5.772 13.224 4.693 10.601

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 11 Nomor 1, Juni 2011, hal. 45 - 54


52

meliputi biaya pakan, obat, listrik dan transportasi hujan. (2). Jumlah pemberian pakan terkait
yang dianalisis selama satu bulan. dengan jumlah ternak yang dimiliki. Semakin
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan banyak jumlah ternak yang dimiliki maka
biaya produksi per ekor per bulan tertinggi jumlah pakan yang diberikan juga semakin
dikeluarkan pada sistem pemeliharaan banyak. Selisih harga pakan yang berbeda antar
terkurung di Kabupaten Purbalingga sebesar kabupaten akan berpengaruh pada biaya pakan
Rp 13.224,00 dan biaya yang terendah pada yang dikeluarkan. Biaya sangat mempengaruhi
sistem pemeliharaan gembala di Kabupaten pendapatan, semakin besar biaya yang
Cilacap sebesar Rp 4.693,00. Biaya produksi dikeluarkan maka semakin kecil pendapatan
tertinggi pada sistem pemeliharaan terkurung yang diterima.
di Kabupaten Purbalingga dan Cilacap adalah
biaya pakan mencapai 77,95% dan 85,57% dari 3. Pendapatan
total biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut sesuai Berdasarkan hasil penelitian rataan
dengan temuan Mangisah dkk (2009) bahwa pendapatan peternak itik sistem gembala di
semakin banyak jumlah ternak yang dimiliki daerah sentra pertanian (Kabupaten Purbalingga)
maka semakin banyak biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.086.039,95 ± 1.102.006,37 dengan
khususnya untuk pakan yang merupakan biaya kisaran pendapatan per responden yaitu Rp
terbesar dari total biaya yang dikeluarkan yaitu 704.000,00 sampai Rp 4.323.000,00; sedangkan
mencapai 60 – 80%. pada sistem pemeliharaan terkurung sebesar Rp
Rataan biaya produksi pada sistem 2.865.382,22 ± 5.370.459,01 dengan kisaran Rp
pemeliharaan gembala di Kabupaten 77.750,00 sampai Rp 21.559.666,67.
Purbalingga dan Cilacap relatif sama. Pada Tabel 5 menunjukkan rataan pendapatan
sistem pemeliharaan gembala biaya terbesar per ekor per bulan tertinggi adalah usaha itik
yang dikeluarkan adalah untuk kebutuhan dengan sistem pemeliharaan terkurung di daerah
penggembalaan tetapi biaya ini tidak pertanian (Purbalingga) sebesar Rp 8.502,62
terpengaruh jumlah ternak yang digembalakan. ± 15.936,08 dan rataan pendapatan terendah
Rataan biaya produksi pada sistem pemeliharaan pada sistem pemeliharaan terkurung di daerah
gembala di Kabupaten Purbalingga dan Cilacap perikanan (Cilacap) sebesar Rp 5.621,28 ±
memiliki selisih yang berbeda jauh. Hal tersebut 4.498,89. Hal tersebut karena rataan jumlah
disebabkan beberapa faktor antara lain: (1). kepemilikan ternak pada sistem pemeliharaan
Harga bahan pakan yang berbeda di Kabupaten terkurung di Purbalingga lebih besar berkisar
Purbalingga dan Cilacap. Perbedaan yang nyata antara 337 ± 425 ekor; sedangkan pada sistem
pada rataan harga konsentrat di Kabupaten terkurung di Cilacap berkisar 279 ± 98,68 ekor.
Purbalingga sebesar Rp 6239,29 ± 978,84; Jumlah kepemilikan ternak akan berpengaruh
sedangkan di Kabupaten Cilacap sebesar Rp pada banyaknya produksi telur. Gusasi dan
6714,29 ± 453,80. Harga bahan pakan juga Saade (2006) bahwa pendapatan pertanian
dipengaruhi iklim. Bahan pakan harganya dapat dicapai dengan penambahan sumber-
lebih di daerah pertanian pada musim hujan sumber usaha antara lain dengan penanaman
dibandingkan pada musim kemarau, sehingga modal yang lebih besar, dalam hal ini adalah
peternak bisa melakukan teknik pengawetan jumlah ternak itik. Peningkatan produksi telur
bahan pakan untuk penimbunan pakan di musim akan meningkatkan penerimaan. Semakin besar

Produksi Telur dan Pendapatan Peternak Itik ... (Ismoyowati & I. Suswoyo)
53

Tabel 5. Rataan Pendapatan, Penerimaan dan Biaya Usaha Ternak Itik Sistem Gembala dan Terkurung
di Daerah Pertanian dan Perikanan (Rupiah)

Daerah Pertanian (Purbalingga) Perikanan (Cilacap)


Sistem Pemeliharaan Terkurung Gembala Terkurung Gembala
Penerimaan (Rp) 7.321.846,67 2.055.705,88 4.526.086,36 2.193.187,50
Biaya (Rp) 4.456.464,00 969.666,00 2.957.750,00 854.035,00
Pendapatan (Rp) 2.865.382,22 a
1.086.039,95a 1.568.336,36 a
1.339.152,63a
Pendapatan/ekor (Rp) 8.502,62 6.464,52 5.621,28 7.357,98
∑ Ternak 337,00 168,00 279,00 182,00

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukan perbedaan nyata
(P<0,05).

penerimaan yang diperoleh maka akan semakin terkurung dan gembala di daerah pertanian dan
besar pendapatan yang diperoleh didukung biaya perikanan relatif sama karena produksi yang
yang dapat ditekan. tinggi membutuhkan biaya yang tinggi pula.
Pendapatan tidak hanya dipengaruhi DAFTAR PUSTAKA
oleh perbedaan topografi kedua daerah dan
Balitbang Departemen Pertanian. 2010. Prospek
sistem pemeliharaan yang berbeda tetapi dan Arah Pengembangan Agribisnis
juga dipengaruhi beberapa faktor lain antara Unggas. Departemen Pertanian. Jakarta.
lain jumlah kepemilikan ternak, umur ternak,
Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Buku
produksi ternak, harga bahan pakan dan harga Statistik Peternakan. Departemen Pertanian.
jual produk. Sistem pemeliharaan terkurung Jakarta.
di daerah pertanian memiliki jumlah ternak
Gusasi, A. dan M. A. Saade. 2006. Analysis of
lebih tinggi dibanding sistem pemeliharaan
Income and Efficiency of Effort Chicken
gembala. Penerimaan yang diperoleh pada Livestock at Small Industry Scale. Jurnal
sistem pemeliharaan terkurung lebih besar, Agrisistem, 2 (1): 1-9.
tetapi juga diimbangi dengan pengeluaran yang
Hardjosworo, P. S., A. Setioko, P. P. Ketaren, L.
besar pula khususnya untuk biaya pakan. Pada H. Prasetyo, A. P. Sinurat dan Rukmiasih.
sistem pemeliharaan gembala, peternak dapat 2001. Perkembangan Teknologi Peternakan
memperoleh penerimaan lebih besar sebab tidak Unggas Air di Indonesia. Prosiding
perlu mengeluarkan biaya pakan. Oleh karena Lokakarya Unggas Air. Pengembangan
Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang
itu, pendapatan pada kedua sistem pemeliharaan Usaha Baru. Bogor, 6-7 Agustus 2001.
di kedua daerah relatif sama.
Ismoyowati., I. Suswoyo., A. T. A. Sudewo
dan S. A. Santosa. 2009. Peningkatan
SIMPULAN
Produktivitas Itik Tegal Melalui Seleksi
Performams produksi telur itik tertinggi Individu. Animal production 11 (3).2.183-
adalah pada sistem pemeliharaan terkurung di 188.
daerah sentra pertanian (Purbalingga) dengan
Mangisah, I., B. Sukamto dan M. H. Nasution.
HDP sebesar 60,42%. Akan tetapi, pendapatan 2009. Implementasi Daun Eceng Gondok
usaha ternak itik pada sistem pemeliharaan Fermentasi Dalam Ransum Itik. www.

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 11 Nomor 1, Juni 2011, hal. 45 - 54


54

pustaka-deptan.go.id. diakses 5 Januari Rasyaf, M. 1996. Manajemen Peternakan Ayam


2011. Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 67

Moleong, L. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Saleh, E. 2004. Pengelolaan Ternak Itik di
Edisi IV. PT Remaja Rosdakarya. Pekarangan Rumah. Fakultas Pertanian
Bandung. Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.
Tersedia di website http://library.usu.ac.id/
Powell, J. C. 2004. Modern Depelopments in a download/fp/ternak-eniza.pdf. (Diakses 17
Traditional System : Egg Layer Ducks in Januari 2011)
Asia. World Poultry (12). 10 :12-13.
Setioko, A.R., D.J.S. Hetzel and A.J. Evans.
Prasetyo, A. dan Muryanto. 2006. Profil 1985. ‘Duck Production in Indonesia’.
Usahatani Unggas di Kabupaten Brebes Dalam: Duck Production: Science and
(Studi Kasus). Lokakarya Nasional Inovasi World Practice (Editor D.J. Farrell dan P.
Teknologi dalam Mendukung Usahaternak Stapleton). University of New England.
Unggas Berdayasaing. Hal 40-46. Armidale.

Prasetyo, H. P. dan P. Ketaren. 2005. Interaksi Sinurat, A. P., Miftah dan Pasaribu. 2000.
Antara Itik dan Kualitas Ransum pada Pengaruh Sumber dan Tingkat Energi
Produksi dan Kualitas Telur Itik Lokal. Ransum Terhadap penampilan Itik Lokal.
Balai Penelitian Ternak. Bogor. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Ranto dan Maloedyn, S. 2008. Panduan Lengkap Soekartawi. 2004. Agribisnis: Teori dan
Beternak Itik. Edisi Revisi III. Agro Media Apilikasinya. Cetakan ke-8. PT Raja
Pustaka. Tanggerang. Grafindo Persada. Jakarta.

Produksi Telur dan Pendapatan Peternak Itik ... (Ismoyowati & I. Suswoyo)

S-ar putea să vă placă și