Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
2.1 DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial
(mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat
sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan
oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri
atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di
jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2.2. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
1. Faktor predisposisi :
a) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya
dapat diturunkan pada anakmya.
b) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada
anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan
konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
2. Faktor presipitasi
a) Adanya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus
misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut,
tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis.
b) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit
sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia,
hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
c) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma
kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan
kerusakan otak.
2.1.3. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh
membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat
dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di
ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai
apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI,
serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
2.1.5 KOMPLIKASI
a) Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang
berlangsung lama dan dapat menjadi matang.
b) Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat
gangguan perkembangan atau kelainan neurologis.
c) Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung
lebih dari 30 menit)
d) Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan
menjadi spasme.
e) Kematian
2.1.7. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan
kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10
mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian.
Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin,
harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa
dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan
-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama
kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis
8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis
4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang
epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut.
Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut.
Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko
infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita
dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti:
pemeriksaan darah lengkap.
3. Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
a) Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian
demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui
bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang
tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal.
Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau
lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan
7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral
0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).
b) Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian
antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang
menunjukkan hal berikut;
Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis
atau perkembangannya.
Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap.
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode
demam.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : An. E
Umur : 7 th
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sasak /Indonesia
Dx. Medis : Kejang demam
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 38 th
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sasak /Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sumbawa
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Ny. S mengatakan bahwa An. E mengalami kejang.
2. Riwayat penyakit sekarang : Klien mengalami kejang 6x berupa kedua
tangan dan kaki kelojotan, kedua mata mendelik ke atas, lamanya ± 30 menit,
jarak antara kejang 1 jam. Sebelum terjadi kejang klien dalam keadaan sadar,
sesudah kejang klien tidak sadar, tertidur dan sulit untuk dibangunkan.
Keluhan kejang didahului dengan panas badan yang awalnya mendadak tinggi
terus menerus sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Terdapat muntah 1x
dan sakit kepala, pada 6 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan tidak
disertai dengan sesak nafas. Riwayat terjadi trauma kepala tidak ada, riwayat
panas badan > 1 minggu tidak jelas, terdapat riwayat gigi berlubang dan cairan
keluar dari hidung.
3. Riwayat penyakit dahulu : tidak ada riwayat trauma kepala, riwayat panas
badan > 1 minggu tidak jelas, terdapat riwayat gigi berlubang dan cairan
keluar dari hidung.
4. Riwayat penyakit keluarga : Ny. S mengatakan tidak ada riwayat penyakit
keturunan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1. Keadaan Umum : GCS 10 (E4M5V1)
2. TTV :
TD : 120/80 mmHg
S : 39° C ( Mendadak naik jika akan terjadi kejang )
RR : 24x/menit
Nadi : 88x/menit.
3. Pupil : bulat isokhor 3 mm
4. Gigi : ada riwayat gigi yang berlubang
5. Hidung : keluar cairan, terpasang sonde feeding
6. Mulut : tampak kejang di daerah mulut dengan durasi waktu kejang 42
detik.
7. Pemeriksaan Dada :
Paru- Paru
Inspeksi : O2 binasal canul 3 liter/menit, pada saat akan terjadi kejang
saturasi oksigen menurun dan pernafasan meningkat.
Auskultasi : Frek. 24x/menit
Jantung
Inspeksi : terpasang EKG monitor
Palpasi : 88x/menit
8. Ekstremitas
Atas :
Kanan : Terpasang infuse line NACL 0,9%
Jika mengalami kejang tangan dan kaki mengalami kelojotan.
9. Genetalia
Terpasang kateter
Pengkajian ABCD :
Airway : Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : RR : 24x/menit, pada saat akan terjadi kejang
saturasi oksigen menurun dan pernafasan meningkat
Circulation : TD : 120/80 mmHg
Disabilitas : GCS (E4M5V1)
2. Analisa Data
No Analisa Data Etiologi Problem
1 Ds : Keluarga pasien mengatakan Awitan cepat dari Resiko injury (cidera)
An. E kejang 6x berupa kedua tangan perubahan status
dan kaki kelojotan, kedua mata kesadaran dan
mendelik ke atas, lamanya ± 30 aktivitas kejang.
menit, jarak antara kejang 1 jam.
Sebelum terjadi kejang klien dalam
keadaan sadar, sesudah kejang klien
tidak sadar,
Do :
- GCS 10 (E4M5V1)
- Pupil Isokor 3mm
3.3. Intervensi
Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan Observasi TTV Mengetahui perubahan suhu
asuhan keperawatan selama Berikan kompres hangat pasien
3x24 jam, maka masalah Ajarkan kepada anggota Kompres hangat dapat
hipertermi dapat teratasi dg keluarga cara kompres yg menyebabkan fase dilatasi shg
KH : benar dapat menurunkan suhu tubuh
- Akral teraba hangat Kolaborasi dg dokter Keluarga dapat mandiri dalam
- S : 36,50 – 37,50 C pemberian antipiretik dan melakukan kompres shg
pemberian cairan IV pencegahan awal terjadinya
kejang demam
Antipiretik dan pemberian
cairan IV dapat menurunkan
panas tubuh.
2 Setelah dilakukan tindakan Observasi TTV dan pantau Mengetahui perubahan TTV
asuhan keperawatan selama tanda-tanda sianosis dan saturasi O2
3x24 jam, maka masalah pola Posisikan kepala lebih tinggi ( Meringankan pasien dalam
nafas tidak efektif dpt teratasi setelah kejang selesai ) bernafas dan memperingan
dg KH: Edukasi kepada keluarga sesak nafas
- Pasien terlihat nyaman tentang posisi yg baik ( semi Memberikan pengetahuan kpd
dalam bernafas fowler ) jika terjadi sesak nafas keluarga shg jika terjadi sesak
- Tidak ada tanda- tanda Kolaborasi dg dokter nafas sewaktu- waktu dpt di
sianosis pemberian O2 atasi scr mandiri oleh keluarga
- R : 16-24x/menit Memperbaiki suplay O2 dlm
tubuh
3 Setelah dilakukan tindakan Observasi kesadaran pasien Mengetahui gejala awal
asuhan keperawatan selama dan aktifitas pasien terjadinya resiko cidera
3x24 jam, maka masalah Bantu pasien dalam melakukan Memenuhi kebutuhan pasien
resiko jatuh dpt teratasi dg aktivitas yg tdak bisa dilakukan secara
KH : Ajarkan kpd keluarga mandiri
- Pasien tidak ada cidera penggunaan restrain Meminimalkan resiko cidera.
dalam melakukan aktifitas
- Kesadaran CM GCS
E4M5V6
3.4. Implementasi
Dx Implementasi Respon
1- Observasi TTV S:-
- Berikan kompres hangat O:
- Kolaborasi dg dokter pemberian
- Tampak adanya keringat
antipiretik dan pemberian cairan IV - Akral teraba hangat
- S : 390 C
- IV diberikan terpasang di tangan kanan (
NACL 0,9% )
2 - Pantau tanda-tanda sianosis S:-
- Posisikan kepala lebih tinggi ( setelah O:
kejang selesai ) - Tidak ada tanda- tanda sianosis
- Kolaborasi dg dokter pemberian O2 - Posisi kepala terlihat lebih tinggi
- O2 binasal terpasang aliran 3lt/menit
- RR : 28x/menit
3.5. Evaluasi
Dx Evaluasi
1 S:-
O:
- - Tampak adanya keringat
- - Akral teraba hangat
- - S : 390 C
- - IV diberikan terpasang di tangan kanan ( NACL 0,9% )
A : Masalah hipertermi belum teratasi
P : Kolaborasi pemberian antipiretik
2 S:-
O:
- - Tidak ada tanda- tanda sianosis
- - Posisi kepala terlihat lebih tinggi
- - O2 binasal terpasang aliran 3lt/menit
- - RR : 28x/menit
A : Masalah pola nafas belum teratasi
P : Observasi TTV dan pola nafas pasien
3 S:-
O:
- - Pasien menjawab pertanyaan yg ditanyakan oleh perawat
- - Kesadaran CM GCS E4M5V6
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial
(mansjoer, 2000).
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
a) Faktor predisposisi :
b) Faktor presipitasi
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI,
serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Komplikasi :
a) Epilepsi
b) Retardasi mental.
c) Hemiparese
d) Gagal pernapasan
e) Kematian
4.2 SARAN
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Vol.1. Jakarta :
Media Aesculapius