Sunteți pe pagina 1din 26

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

1. Gambaran Umum MT.Gas Kapuas

MT.Gas Kapuas adalah sebuah kapal milik PT.Usaha Gas Elpindo

yang mengangkut muatan LPG berupa butane (C4H10) dan propane (C3H8)

dengan tipe kapal Gas Tanker. Perusahana PT.Usaha Gas Elpindo yang

beralamat Jl. Pluit Karang Utara Blok A3 No.117A Pluit, Penjaringan,

Jakarta Utara. Dalam operasinya kapal ini membawa muatan Gas LPG.

Dalam alur pelayarannya hanya meliputi wilayah negara Indonesia seperti

Sampit, Kalbut, Makassar, Kendari

Gambar 4.1 MT.Gas Kapuas

48
49

Berikut penulis paparkan Ship Particular kapal MT.Gas Kapuas

Name of Vessel : MT.Gas Kapuas

Ship’s Nationaliy : INDONESIA

Port of Registry : PONTIANAK

Call Sign : YCIY

IMO Number : 9047283

MMSI Code : 312643000

INM-C : 453318310

Telp And Fax Number : 019-2882977

Owner : PT USAHA GAS ELPINDO

Builder : SHIP KURUSIMA DOCKYYARD CO.LTD

Hull Number : 2726

Classification : BKI IAI TANKER FOR LUQUIEFIED GAS

Speed : 12 Knot

DIMENSION

LOA : 84,92 M

LBP : 79,50 M

Breadth : 14,20 M

Gross Tonnage : 2317 T

Net Tonnage : 696 T

Depth : 6,40 M

Suez Tonnage Gross Neet : 2608.82 1963.18

Light Ship Displacement : 1601 T


50

Light Ship Draft : 2.170 M

CAPACITIES

Cargo Tank : 2214(100%)

FO : 2762.04 (98%)

DO : 55.54 (98%)

Ballast Tank : 936.39

Frash Water : 161.21

Cargo Pump : 2x NIGATA WORTHINGTON DEEPWEEL

Booster Pump : 150 CUM H X185 M X 1750 RPM

MAIN ENGINE

Maker : HANSI 6EL30 MARINE DIESEL ENGINE

Engine Power : 1125 KW @284 RPM

Service Speed : 12 Knot

AUX. ENGINE

Maker : 2X YANMAR 6KEL – DTN ENG . DLP

Rate Output : 200 KW X – 450 V X AC X 60 HZ

(sumber : ship particular MT.Gas Kapuas)


51

Tabel 4.1 Crew List MT. Gas Kapuas

NO. NAMA JABATAN KEBANGSAAN

1. Capt. Elison Maruli H.T Master Indonesia

2. Yusriadi Chief Officer Indonesia

3. Muhamad Gofur Second Officer Indonesia

4. Slamet Riyadi Third Officer Indonesia

5. Muchairi Chief Engineer Indonesia

6. Bahtiar Fitriyadi Second Engineer Indonesia

7. Setyo Dwi Marwanto Third Engineer Indonesia

8. Asdar Bosun Indonesia

9. Anggi Andriawan A/B Indonesia

10. Arif A/B Indonesia

11. Deni ramdani Oiler Indonesia

12. Dian Hardianto Oiler Indonesia

13. Dodi Hendrtno Oiler Indonesia

14. Dedem daelani Cook Indonesia


52

15. Bima Anggara Deck Cadet Indonesia

16. Muhmad Richard W Engine Cadet Indonesia

2. Gambaran Umum Proses Bongkar Muatan Secara Ship To Ship

Di kapal MT.Gas Kapuas, saat melakukan proses bongkar muatan

secara ship to ship ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap yang harus

diperhatikan yaitu persiapan alongside, setelah alongside, sebelum proses

bongkar muatan, selama proses bongkar muatan dan setelah proses

bongkar muatan yang akan dipaparkan sebagai berikut.

a. Persiapan alongside

Sebelum kapal melakukan proses bongkar muatan, maka shutle ship

akan melakukan manoeuvering dan mooring dengan kapal mother

ship yang berlabuh jangkar. Untuk itu harus dilakukan komunikasi

mengenai apa yang harus diperhatikan oleh kedua kapal. Komunikasi

yang sangat penting ini meliputi:

1) Penggunaan radio channel dan mempersiapkan radio channel lain

apabila terjadi hambatan pada radio channel utama.

2) Bahasa yang digunakan selama operasi ship to ship berlangsung

serta waktu harus disamakan antara kedua kapal.

3) Rencana penyandaran dan olah gerak kapal harus dimengerti dan

disetujui antara kedua kapal. Termasuk penataan letak dan ukuran

fenders harus sedemikian rupa agar mother ship dan shutle ship

tidak berbenturan.
53

4) Mooring arrangement atau susunan tali-tali untuk penyandaran

harus disepakati dan dilaksanakan.

5) Peralatan olah gerak, penambatan tali-tali dan peralatan navigasi

harus diuji dan dalam keadaan siap digunakan.

6) Meluruskan manifold muatan antara kedua kapal.

b. Setelah alongside

Sesudah kapal menempel atau alongside maka kedua kapal akan

melakukan komunikasi tentang pembongkaran muatan itu sendiri

meliputi:

1) Bahasa yang digunakan pada saat transfer muatan.

2) Penggunaan radio channel dan mempersiapkan radio channel lain

jika terjadi kerusakan pada radio channel utama pada saat transfer

muatan.

3) Ukuran cargo transfer hose yang digunakan sehubungan dengan

pemasangan reducer pada manifold.

4) Pertukaran informasi mengenai Material Safety Data Sheet

(MSDS).

5) Dokumen-dokumen muatan yang dibutuhkan.

c. Sebelum memulai pembongkaran

Pihak kapal mengisi checklist tentang keselamatan dan

penanggulangan keselamatan, supaya jika terjadi keadaan yang tidak

diinginkan dapat dipertanggung jawabkan dengan checklist tersebut.


54

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak kapal adalah:

1) Menyediakan alat-alat pemadam kebakaran di manifold meliputi

portable fire extinguisher dan fix fire extinguisher pada posisi siap

digunakan.

2) Menaikan bendera B (bravo).

3) Memulai cargo hose handling, mengirim cargo transfer hose ke

shutle ship untuk dipasang di manifold dan memastikan cargo hose

pada keadaan baik sebelum memulai pembongkaran.

4) Pengecekan cargo transfer hose apakah ada kebocoran setelah

5) Memastikan bahwa cargo transfer system safety device termasuk

inert gas dan emergency shutdown (ESD) system dapat berfungsi.

6) Memonitor compressor room untuk selalu mendeteksi adanya

kemungkinan kebocoran atau gas-gas mudah terbakar.

7) Line up pipa-pipa muatan dari cargo pump sampai ke dalam tanki

atau sebaliknya.

8) Kesepakatan initial rate, maximum rate dan topping-off rate saat

transfer muatan dan di catat.

d. Selama proses bongkar muatan

Selama proses bongkar muatan berlangsung perlu diadakan

pengawasan dengan tujuan untuk menghindari hal-hal yang

membahayakan baik bagi kapal itu maupun terminal dermaga sebagai

tempat sandar. Tindakan-tindakan pengamanan yang harus dipatuhi

selama proses bongkar muatan secara ship to ship meliputi:


55

1) Selama proses bongkar muatan harus dicek berapa muatan yang

sudah dibongkar yaitu dengan menghitung ullage (ruang kosong

tangki) di dalam tangki yang sedang dibongkar untuk mengukur

jumlah muatan dalam tangki. Dengan diketahuinya jumlah muatan

di dalam tangki maka dapat diketahui rate per-jamnya (rata-rata

bongkar per jam). Muatan yang telah dibongkar harus benar-benar

diteliti dan dihitung agar tidak ada kesalah pahaman antara kedua

belah pihak.

2) Menjaga tekanan pompa jangan sampai over speed dan menjaga

tekanan dalam pipa karena bila tekanan sangat rendah maka cargo

pump akan mati. Harus ada seorang perwira jaga yang bertanggung

jawab dan harus ada seorang anak buah kapal yang secara

terus-menerus bertugas jaga di geladak kapal.

3) Suhu muatan pada manifold juga harus diperhatikan sesuai

4) Harus dilakukan pengecekan terhadap sambungan-sambungan

cargo transfer hose dan area di sekitar manifold.

5) Harus dilakukan pengecekan terhadap posisi kapal karena kapal

pada posisi berlabuh jangkar.

6) Stabilitas kapal harus benar-benar diperhatikan oleh perwira jaga.

7) Mengadakan pengawasan di area samping kapal karena

dikhawatirkan banyak perahu nelayan di sekitar area kapal yang

sedang melakukan pembongkaran.


56

e. Setelah pembongkaran

Setelah melaksanakan proses bongkar muatan harus dilaksanakan

pembersihan line dengan cara blow up dengan vapour yang diambil

dari dalam tangki muatan. Kemudian setelah proses bongkar muatan

selesai kedua kapal melakukan pengecekan tangki-tangki muatan,

kemudian dilakukan perhitungan bila telah sesuai dengan Bill of Lading

(B/L) maka dapat diselesaikan semua dokumen muatan dan bisa

dilaksanakan disconnect cargo transfer hose dan shuttle ship siap untuk

lepas sandar.

Gambar 4.2 Ship To ship


57

3. Struktur Organisasi MT. Gas Kapuas

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara bagian,

yang berfungsi menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan

yang diharapkam. Berikut adalah susunan organisasi di MT. Gas Kapuas

Nakhoda

4.Kepala Koki Mualim 1


Kamar
5.
Mesin
Mualim 2

Masinis 2

II Mualim 3
Masinis 3
Cadet Deck
III
Cadet Mesin
Bosun

Oiler 1
Juru Mudi 1
Oiler 2
Juru Mudi 2
Iler

Gambar 4.1 Struktur Organisasi MT.Gas Kapuas

B. Analisis Hasil Penelitian

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan temuan-temuan penelitian

yang berhubungan dengan keterlambatan proses bongkar muatan Liquefied

Petroleum Gas (LPG) secara ship to ship yang menyebabkan tidak tepatnya
58

waktu yang telah di rencanakan. Hasil penelitian ini dapat memberikan

gambaran tentang kejadian-kejadian yang peneliti alami pada saat

melaksanakan praktek laut dan penelitian di atas kapal MT.Gas Kapuas

Pada proses analisis data, penulis menggunakan 2 Metode teknik

analisa data yang tediri dari metode Deskriptif dan Fishbone Analysis.

Metode Deskriptif penulis gunakan untuk menganalisa mengapa terjadi

keterlambatan saat proses bongkar muatan secara ship to ship dan metode

Fisbone Analysis penulis gunakan untuk menentukan faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi keterlambatan saat proses bongkar muatan secara ship

to ship. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan suatu bentuk analisis,

adapun pengertian dari analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa

(perbuatan, karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat

(asal - usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan sebagainya). Dari pengertian

tersebut diatas, maka penulis melakukan analisis masalah - masalah yang

terjadi secara umum diatas kapal.

1. Kendala penyebab terjadinya keterlambatan proses bongkar muatan LPG

secara ship to ship.

Dalam pengoperasian suatu kapal sering ditemukan adanya kendala

dan masalah yang bersifat berbeda satu sama lain. Kendala dan masalah

tersebut mempunyai pengaruh terhadap kondisi di kapal, di darat dan

lingkungan sekitar. Pada setiap melakukan bonkar muatan secara ship to

ship, penulis menemukan suatu kendala dimana kapal telah sandar di

kapal VLGC dan dalam keadaan proses bongkar muatan. Pada saat
59

pengukuran tangki muatan yang dilakukan oleh pihak kapal, chief officer

dan Loading Master kapal VLGC setiap 30 menit wajib melakukan

perngukuran muatan yang keluar dari kapal VLGC dan yang masuk di

kapal MT.Gas Kapuas apakah sama dari kedua kapal. Terjadi masalah

pada layar sounding digital yang kurang jelas dan mengharuskan crew

menggunakan sounding sliptube dimana sounding sliptube terdapat karat

pada bagian tutup dan tiang soundingan membuat waktu yang cukup lama

mengguakan alat tersebut. banyak lubang di selang penyambung dan

kerusakan pada temperature suhu bottom cargo tank karena kabel

penghubung dari cargo tank ke temperature suhu ada yang berlubang, dan

valve ada yang sudah tidak bagus membuat crew kesusahan dalam

memutarnya. Akibatnya kapal mengalami keterlambatan dan terlalu lama

dalam melakukan proses bongkar muatan sehingga melebihi waktu yang

telah di perkirakan membuat kapal lain menunggu dan waktu menuju

jetty menjadi tidak sesuai berdampak merugikan perusahan. Pihak kapal

sudah melaporkan tentang kendala-kendala yang terjadi saat bongkar

muatan dan meminta pihak perusahaan segera melakukan docking untuk

mengatasi keterlamabatan pada saat bongkar muatan .


60

Gambar 4.3 karat pada sliptube

Gambar 4.4 kerusakan pada temperature suhu cargo tank


61

2. fishbone analysis.

Berikut adalah gambar diagram fishbone analysis.

Equipment Management

(Peralatan) (Manajemen)

Manajemen
Peralatan
kerjaKerja
Bongkar

Kurangnya
Peralatan bongkar koordinasi di
Proses Penanganan
kurang perawatan lapangan
bongkar keterlambatan
optimal dan bongkar muatan
tepat waktu LPG di kapal
Keadaan tidak Keadaan abk MT.Gas Kapuas
Dapat Ditunda yang tidak
mau tahu

Datangnya
klaim dari Kurangnya
jatty pengetahuan
kerja ABK
tentang
Condition(Keadaan) proses
bongkar
muatanMan(Manusia)

Gambar 4.2 Fishbone Diagram

Dari analisis yang digunakan pada diagram fishbone analysis penulis akan

memperjelas dengan menggunakan tabel, dimana isi dari tabel hanya


62

mengambil secara garis besar sebab akibat dari permasalahan yang ada pada

diagram fishbone analysis.

Tabel 4.2 garis besar isi permasalahan dalam diagram

fishbone analysis

Faktor yang Diamati Masalah yang Terjadi

1. Management atau Manajemen Kerja yang kurang baik:

Manajemen Kurangnya koordinasi di dalam

lingkungan kerja

2. Equipment atau Peralatan bongkar kurang perawatan:

Peralatan Peralatan yang digunakan menjadi

rusak dan kurang maksimal

3. Condition atau Keadaan Keadaan tidak dapat ditunda:

Datangnya klaim dari pihak jatty

4. Man atau Manusia Kondisi ABK:

Kondisi ABK yang acuh dan

kurangnya pengetahuan

Faktor-faktor proses keterlambatan bongkar muatan dengan menggunakan


fishbone analysis.
63

Terjadinya kendala saat bongkar muatan sehingga tidak optimal proses

bongkar muatan berlangsung dikapal MT.Gas Kapuas, seperti keterlambatan

proses bongkar karena tidak sama hasil sounding sliptube dan sounding

digital dan rusaknya temperature suhu muatan. Karena usia dan juga

perawatan terhadap alat alat tersebut, kurangnya koordinasi oleh perwira dan

rating juga bisa mengakibatkan proses bongkar yang berlangsung tidak bisa

lancar, sehingga kapal mendapatkan protes dari pihak darat dikarenakan

terhambat dalam perjalanan dan kendala saat bongkar muatan secata ship to

ship tidak sesuai dengan waktu estimasi yang sudah ada, dari hasil fishbone

analysis didapatkan faktor-faktor penyebab proses keterlamabatan saat

bongkar muatan berlangsung.

a. Management (Faktor Manajemen)

salah satu faktor penyebab utama dari keterlambatan kapal saat bongkar

muatan berlangsung adalah koordinasi kerja yang kurang baik dimana

pemegang kendali dari manajemen bongkar muat dipegang oleh seorang

Mualim I. Mualim I tidak mengkoordinasikan terlebih dahulu langkah

kerja yang benar terhadap mualim jaga dan juru mudi jaga , sehingga

terkadang mualim jaga dan juru jaga tidak memastikan apakah sudah

mengecek semua alat alat di cargo tank dengan benar. Dan mualim jaga

juga belum bisa tentang sounding cargo tank

Di dalam organisasi telah di atur tugas dan tanggung jawab sesuai

dengan jabatannya . Nakhoda sebagai pemimpin di kapal tidak langsung


64

turut serta dalam melaksanakan pekerjaan, Nakhoda hanya mengawasi dan

memberikan petunjuk untuk bekerja secara baik.

Menurut hasil observasi selama peneliti melakukan praktik berlayar di

kapal MT.Gas Kapuas banyak juru mudi jaga yang tidak mengetahui apa

yang harus dilakukan saat bongkar muatan itu terjadi dan juga sulit untuk

menerima order dari perwira jaga yang ada, dikarenakan sebelumnya

mualim 1 yang mempunyai tanggung jawab saat bongkar terjadi tidak

mengkoordinasikannya dengan juru mudi dan perwira yang lain, sebelum

proses bongkar berlangsung tidak adanya meeting tugas apa saja yang

diberikan kepada juru mudi jaga dan juga perwira yang lain, maka dari itu

banyak juru mudi yang tidak tahu apa yang harus dilakukanya juga selalu

menanyakan apa yang harus dilakukan selanjutnya adalah salah satu faktor

yang dapat menghambat proses bongkar muat terjadi, yang seharusnya

waktunya lebih singkat karena sudah tau apa yang harus dikerjakan, akan

lebih lama karena tidak adanya koordinasi sebelumnya oleh mualim yang

bertanggung jawab saat bongkar muatan berlangsung.

b. Equipment (Faktor Peralatan)

untuk melaksanakan bongkar muatan salah satu faktor penujang agar

dapat optimal bongkar muatannya yaitu peralatan bongkar muat yang

prima atau dapat dengan baik pengoperasiannya saat digunakan untuk

bongkar berlangsung, oleh karenanya peran kru kapal dalam melaksanakan

perawatan alat bongkar saat diperlukan seperti sounding dan temperature

suhu untuk melaksanakan bongkar hasil kinerjanya prima sesuai yang


65

diharapkan. Menurut hasil observasi peneliti selama melaksanakan praktik

berlayar di kapal MT.Gas Kapuas, banyak peralatan bongkar yang

perawatannya kurang optimal, seperti sliptube dan sounding digital (cargo

tank) kurang maksimal kinerjanya dikarenakan tidak dilakukanya

perawatan secara rutin seperti dicek apa penutup sliptube tertutup dengan

baik, dan terkadang terdapat kebocoran didaerah selang penghubung cargo

ke temperature suhu cargo, juga sebagian valve yang dilalui line saat

bongkar tidak berfungsi maksimal atau terkadang macet atau susah diputar

pada saat akan digunakan, Pengaruh yang terjadi akibat peralatan tersebut

sangat signifikan terhadap hasil optimalnya proses bongkar muatan terjadi,

salah satu faktor yang terpenting disebabkan oleh kurang maksimalnya

bongkar muatan yaitu, karena sounding kedua tanki yang tidak bisa

bekerja secara maksimal akan menyebabkan yang seharusnya cargo yang

masuk sesuai dari cargo yang keluar dari kapal VLGC yang dikehendaki

atau yang sudah diputuskan oleh pihak kapal VLGC, sehingga muatan yang

harusnya biasanya dibongkar dalam waktu 8 jam akan lebih lama lagi

proses bongkar terjadi, dan untuk temperature suhu yang tidak bisa di

gunakan atau tidak berfungsi maksimal saat akan dilihat itu menghambat

proses penghitungan muatan, jika terjadi hal yang demikian harus diganti

oleh yang baru yang lama waktu pengerjaanya memakan waktu yang

cukup lama.
66

c. Condition (Faktor Keadaan)

Salah satu faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya proses

bongkar muatan di kapal adalah keadaan atau kondisi yang dialami

kapal dimana kondisi atau keadaan tersebut tidak bisa ditangani pada

saat itu juga, karena kurangnya kesigapan yang membuat perbaikan

dilakukan setelah bongkar terjadi, keadaaan yang ada diatas kapal

seperti alat bongkar yang sudah berusia cukup lama dan kurangnya

perawatan membuat dampak keterlambatan saat proses bongkar

berlangsung, biasanya adanya perbaikan jika hal tersebut benar-benar

membuat kapal tidak dapat membongkar muatannya. Setiap kali

terdapat kesalahan teknis dari kapal dan keterlambatan yang

disebabkan oleh kapal atau bukan karena pihak kapal VLGC, kapal

mendapatkan teguran dari pihak darat yang ditujukan untuk kapal,

pihak kapal sudah membuat laporan ke perusahaan pemilik kapal

untuk melakuakan perbaikan atau docking, belum ada perbaikan

sesegera mungkin setelah laporan di buat akan menyebabkan

keterlambatan penyaluran dan pemasaran gas LPG. Sejauh ini pihak

darat tidak menerima alasan dari pihak kapal karena dianggap tidak

ada persiapan untuk bongkar sebelumnya. Pihak pencharter akan

membuat surat klaim dan ditujukan untuk perusahaan pemilik kapal,

jika seperti itu dan terus menerus perusahaan pemilik kapal akan ada

pengurangan jumlah uang sewa yang diberikan oleh pihak pencharter

dan mendapatkan kerugian dari hal tersebut


67

d. Man (Faktor Manusia)

Faktor manusia sebagai salah satu dari penyebab kurang

maksimalnya proses bongkar muatan dikapal. Manusia dalam hal ini

adalah ABK sebagai pelaksana saat kapal melaksanakan proses

bongkar. Didalam suatu organisasi peran manusia sangatlah penting

karena manusia merupakan pelaksana dari sebuah organisasi.

Organisasi dapat berjalan dengan baik apabila manusianya memiliki

pengetahuan yang cukup, apabila sumber daya manusia memiliki

pengetahuan tentang apa yang harus dikerjakan diharapkan

mendapatkan hasil kinerja yang maksimal. Penyebab ABK kurang

pengetahuan adalah tidak adanya koordinasi dari mualim yang

bertanggung jawab terhadap proses bongkar muat berlangsung yaitu

mualim 1. Mualim I sebagai perwira kapal yang bertanggung jawab atas

proses bongkar muat berlangsung tidak memberitahu ABK yang tidak

paham akan langkah-langkah yang diambil saat proses bongkar terjadi,

tetapi tidak hanya karena mualim 1 yang tidak mengajari ABK lain juga

dikarenakan ABK lain acuh dan tidak mau tau terhadap alat alat

bongkar muatan. Sehingga mereka memiliki kebiasaan tidak baik

terhadap apa yang mereka lakukan dan merasa benar, hal itu

menyebabkan ABK yang kurang paham mengambil langkah yang salah

dan berimbas kepada lamanya waktu proses bongkar berlangsung.


68

C. Pembahasan Masalah

Dalam Pembahasan Masalah ini penulis mencoba untuk

memberikan pemecahan – pemecahan masalah yang terjadi dikapal

MT.Gas Kapuas khususnya pada saat proses bongkar muatan.

Alternatif pemecahan masalah ini penulis dapatkan dari para Perwira

baik yang diatas kapal maupun yang penulis temui pada saat penulisan

skripsi ini berjalan dan juga penulis dapatkan dari dua metode yaitu

metode deskriftif dan Fishbone analysis.

1. Mengapa terjadi keterlambatan saat proses bongkar muatan

Liquefied Petroleum Gas (LPG) secara ship to ship di kapal

MT. Gas Kapuas?

a. Rusaknya alat-alat di cargo tank.

Alat-alat yang rusak seperti sounding (sliptube) adanya sedikit

karat pada tiang sliptube dan bagian penutup karena lupa ditutup

setelah bongkar muatan selesai dan bocor setiap kali sounding

di angkat, sounding digital yang sudah tidak jelas angka pada

layar, temperature suhu cargo terdapat kebocoran pada selang

dari muatan ke temperature, dan valve yang berkarat membuat

susah dalam memutarnya. Kerusakan alat-alat tersebut

berdampak dalam lambatnya proses bongkar muatan

b. Kurangnya pengetahuan dan kepedulian deck rating

Dari kurangnya pengetahuan dan kepedulian deck rating

sehingga membuat crew menjadi acuh tak acuh terhadap alat-


69

alat yang ada sekitar cargo tank seperti tidak melaporkan ke

pada Mualim 1 kerusakan yang ada pada alat alat di cargo tank,

tidak menutup sliptube, tidak memperhatikan adanya selang

yang rusak pada temperature suhu cargo dan tidak menutup tiap

valve sehingga terjadi karat dari air laut yang naik ke atas kapal.

Yang lama kelamaan berdampak semakin buruk pada alat -alat

itu sendiri.

c. Kurangnya koordinasi yang baik antar pihak terkait.

Pihak terkait adalah Mualim 1 dan crew yang jaga pada cargo

tank hingga proses bongkar muatan selesai. Mualim 1 tidak

menanyakan atau mengecek langsung keadaan di lapangan

setelah bongkar muatan selesai, sehingga crew yang jaga pada

saat selesai bongkar muatan terbiasa melakukan hal yang

berdampak pada kerusakan alat-alat sehingga semakin lama

semakin parah berdampak pada lamanya bongkar muatan.

2. Bagaimana upaya penanganan terhadap keterlambatan saat proses

bongkar muatan Liquefied Petroleum Gas (LPG) secara ship to ship

di kapal MT. Gas Kapuas?

a. Memberikan Familiarization (pengenalan) dan tata cara bongkar

muatan kepada Crew kapal.

Sebagai penanggung jawab dalam tugas ini adalah Chief

Officer, karena Chief Officer adalah orang yang bertanggung

jawab penuh atas muatan, akan tetapi Perwira yang lain


70

mestinya juga membantu dalam pelaksanaanya agar pencapaian

hasilnya dapat maksimal. Familiarization dan training terhadap

crew kapal sangatlah penting terutama kepada crew baru yang

kurang familiar dengan kapal apa lagi tentang prosedur bongk ar

muatan. Walaupun crew kapal yang sudah lama melaut hal ini

juga harus di berikan karena setiap kapal mempunyai spesifik

dan cara penangannya berbeda terutama dalam proses bongkar

muatan.

Pelatihan yang diberikan secara teratur juga mesti

dilakukan agar crew kapal akan terbiasa menangani masalah –

masalah yang kemungkinan akan terjadi pada saat proses

bongkar muatan sehingga pada saat kapal mengalami masalah

yang sesungguhnya crew kapal dapat menanganinya dengan

secepat mungkin atau malah dapat mencegahnya agar tidak

terjadi.

Dalam pelaksanaanya Anak Buah Kapal hendaknya

memperhatikan tentang pelaksanaan semua kegiatan yang

merupakan sebuah tanggung jawab selama masih bekerja

dikapal seperti selalu memastikan semua alat alat pada cargo

tank dalam keadaan aman setelah bongkar muatan.

b. Melakukan Perawatan terhadap alat – alat bongkar muat secara

rutin dan teratur.


71

Salah satu cara untuk mempertahankan keandalan suatu sistem adalah

dengan melakukan perawatan. Manajemen perawatan yang baik sangat

diperlukan untuk mempertahankan keandalan dari suatu sistem.

Manajemen perawatan yang salah dapat menyebabkan kegagalan

operasi sistem dan tidak efektif dari segi biaya perawatan. Secara

umum, keselamatan kapal secara teknis lebih banyak ditentukan dari

perawatannya. Perawatan dan perbaikan kapal merupakan faktor kunci

dalam mengurangi risiko terjadinya kerusakan peralatan atau kapal

yang dapat memicu kegagalan operasi, mulai dari kapal berhenti

beroperasi sampai dengan musibah.

Tujuan dari setrategi perawatan berancana adalah

memperkecil kerusakan dan beban kerja dari suatu pekerjaan

perawatan yang diperlukan. Dalam perwatan alat – alat cargo

tank kendala yang dihadapi oleh kapal MT.Gas Kapuas, seperti

kendala waktu, peralatan yang ada dan faktor alam. Berikut ini

alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan

perawatan alat – alat bongkar dan muat.

1). Perawatan pencegahan

Dengan perawatan pencegahan ini kita dapat

mencegah kerusakan yang akan terjadi atau belum terjadi.

Hal ini harus dilakukan karena jika suatu masalah kecil

dibiarkan maka semakin lama akan menjadi besar dan akan

memberikan kesulitan yang susah untuk ditangani. Untuk


72

perawatan pencegahan alat bongkar muatan seperti sounding

muatan biasanya dilakukan oleh perwira deck dan dibantu

oleh AB. Mualim harus teliti dan teratur melakukan

perawatan ini karena soundingan muatan sangatlah penting

untuk kelancaran proses bongkar muat. Sedangkan perawatan

valve cargo yang sulit mutar dapat dilakukan oleh orang

deck juga, dilakukan perawatan pencegahan harus dilakukan

seperti memberi grease secara rutin.

2). Perawatan perbaikan

Perawatan perbaikan dilakukan apabila alat bongkar

muatan sudah terdapat kerusakan yang perlu ditangani

dengan segera agar pada saat akan digunakan alat tersebut

sudah siap untuk digunakan. Atau perawatan ini dilakukan

apabila peralatan tidak berjalan dengan normal pada saat

penggunaanya.

3). Pemantauan kondisi

Pemantauan dilakukan secara rutin agar bila terjadi

kerusakan kita dapat mendeteksi dengan segera dan dapat

ditangani dengan cepat. Tujuan dari pemantauan kondisi ini

mengumpulkan data informasi secara rutin, jadi jika terdapat

kerusakan kita dapat mendeteksinya dari data – data tersebut.


73

c. Kapal melakukan perbaikan (Docking)

Mualim 1 meminta ke pihak perusahan agar kapal melakukan

perbaikan secara maksimal dimana kondisi kapal yang sudah tua

berpengaruh terhadap alat – alat bongkar muatan yang semakin

memburuk. Perawatan tidak bisa di lakukan terus menerus

karena kondisi alat - alat ada yang rusak total dan harus di ganti

secepatnya agar proses bongkar muatan berjalan dengan lancar

sesuai yang telah di rencankan.

S-ar putea să vă placă și