Sunteți pe pagina 1din 29

LAPORAN MAGANG

MODUL D HARDENABILITY DAN PERCOBAAN


JOMINY

Oleh :

Nama : Bianca Ramadona Amini


Nim : 13707070
Tgl Praktikum : 19 – 10 – 2010
Tgl Pengumpulan Laporan : 25 – 10 – 2010
Nama Asisten : Danang Purnomo

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
BAB I
Diagram Alir Percobaan
BAB II
Data dan Pengolahan Data

1. Baja karbon rendah

2. Baja Karbon medium

3. Baja Karbon Tinggi


4. Besi Cor Kelabu

5. Besi Cor Nodular

6. Besi cor malleable


7. Besi cor putih

8. Baja tahan karat Austenitik

9. Hasil pengelasan
10. Coat Zn

11. Aluminium 2024

12. Tembaga
BAB III

Analisis Data

Pada percobaan ini terdapat 12 buah sampel material yang akan dilihat
struktur mikronya. Pada percobaan ini, struktur mikro dilihat menggunakan
mikroskop optik. Gambar struktur mikro yang didapat dengan menggunakan
mikroskop optik, diamati dan dibandingkan dengan literatur, ada beberapa gambar
struktur mikro hasil percobaan yang tidak sama. Hal-hal yang menyebabkan
perbedaan bentuk struktur mikro hasil percobaan dengan struktur mikro pada
literatur, antara lain :

1. Baja karbon rendah

Hasil yang didapat


literature

Untuk baja karbon rendah, hasil pengamatan berbeda dari literatur. Hal ini
disebabkan karena besarnya skala pada saat penggambaran berbeda dengan skala
yang ada di literatur. Hal ini mengakibatkan tampilan gambar yang diperoleh
terlalu terfokus pada satu daerah. Selain itu kemungkinan besar pada specimen
yang diamati banyak terdapat pengotor yang menempel sehingga mempengaruhi
gambar yang ditampilkan. Baja karbon rendah memiliki kadar karbon kurang dari
0.25%. Struktur mikronya mengandung perlit (α + Fe3C ,hitam) dan ferit (α
,sebagai matriks). Paduan baja karbon rendah relatif lunak tetapi memiliki
keuletan dan ketangguhan yang tinggi. Baja karbon rendah sangat sulit untuk
dibentuk menjadi martensit

2. Baja Karbon medium

Hasil pengamatan literature

Pada baja karbon medium, hasil pengamatan hampir sama dengan yang ada di
literatur.. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%. Pada hasil
pengamatan struktur ferit terlihat berwarna kelabu sedangkan perlit berwarna
hitam. Jika dibandingkan dengan literature pelit yang terlihat dari gambar hasil
pengamatan kurang banyak, hal ini mungkin disebabkan pada saat pengambilan
gambar dengan mikroskop tidak begitu tepat. Terdapat juga fasa 1 yang sempat
menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium memiliki mampu keras yang rendah.
Biasanya digunakan untuk profil.
3. Baja Karbon Tinggi

Hasil pengamatan Literatur

Pada baja karbon tinggi, hasil pengamatan hampir sama walaupun terlihat ada
perbedaan skala dengan literatur. Struktur perlit (hitam) terlihat semakin banyak
dan jelas. Baja carbon tinggi memiliki persen carbon diatas 0,8 % sampai sekitar
1,7 %. Pada gambar hasil pengamatan terlihat baja carbon ini mengandung paduan
crom. Crom merupakan penstabil ferit. Struktur crom pada hasil pengamatan
berwarna kelabu yang membulat. Pada baja carbon tinggi semua gamma  telah
berubah menjadi perlit. Sehingga struktur yang terbentuk adalah Fe3C dan perlit.
Struktur perlit terlihat semakin banyak dan jelas. Karena kadar karbonnya tinggi,
kekerasan baja karbon tinggi melebihi baja karbon lainnya (diasumsikan laju
pendinginan berlangsung lambat). Biasanya digunakan untuk baja perkakas rel
kereta api.
4. Besi Cor Kelabu

Hasil Pengamatan literature

Besi cor kelabu memiliki grafit berwarna hitam dan berbentuk serpih. Grafit
terbentuk diakibatkan karena atom C sempat keluar pada saat didinginkan.
Bentuk grafit yang seperti ini ( berbentuk serpih ) Bentuk serpih ini memiliki
konsentrasi tegagan pada ujung-ujung grafitnya yang mengakibatkan internal
strength naik sehingga kekerasan dan kekuatan meningkat. Apabila dikenai beban
tarik besi cor ini akan cepat patah. Permukaan patahan berwarna kelabu. Pada
gambar, dapat terlihat struktur grafit yang berwarna hitam dengan matriks ferit.

5. Besi Cor Nodular

Hasil pengamatan literature


Besi cor nodular memiliki keuletan yang tinggi, hal ini disebabkan oleh bentuk
grafitnya yang bulat seperti pada gambar. Matriksnya bisa berupa perlit atau ferit.
Tetapi, pada hasil pengamatan kemungkinan besar matriksnya adalah ferit. Sifat
mekanik yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan besi cor kelabu.

6. Besi cor malleable

Hasil pengamatan Literatur

Besi cor malleable adalah besi cor putih yang telah mengalami perlakuan panas
0
dengan suhu berkisar antara 800-900 C, menyebabkan penguraian sementit
menjadi grafit. Pada gambar dari literatur ataupun hasil pengamatan, terlihat jelas
struktur grafitnya yang berwarna hitam. Pada gambar juga terlihat bahwa
matriksnya adalah ferit.
7. Besi cor putih

Hasil pengamatan literature

Besi cor putih memiliki kekerasan yang tinggi dibandingkan besi cor lainnya.
Pada besi cor putih, atom C dalam bentuk grafit tidak sempat keluar sehingga
matriksnya berupa Fe3C yang ditunjukkan dengan warna abu. Untuk besi cor putih
ini sifatnya sangat getas sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk material
yang membutuhkan sifat ketahanan aus yang tinggi. Oleh karena itu, biasanya besi
cor putih ini dipanaskan kembali untuk mengeluarkan atom C nya agar dihasilkan
sifat mekanik yang lebih baik. Untuk hasil pemanasan kembali pada besi cor putih
akan dihasilkan besi cor mamputempa ( besi cor malleable ). Permukaan
patahannya akan berwarna putih seperti pada gambar. Pada diagram fasa struktur
dari besi cor putih dapat terlihat dari proses pendinginan dimana disebelah kanan
persen carbon 4,3 % (100 % ledeburit ) membentuk struktur ledeburit + Fe3C yang
berasal dari  + Fe3C, seluruh gama berubah menjadi ledeburit. Besi cor putih
memiliki kekerasan yang tinggi dibandingkan besi cor lainnya. Namun, besi cor
putih ini sifatnya sangat getas sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk
material yang membutuhkan sifat ketahanan aus yang tinggi. Oleh karena itu,
biasanya besi cor putih ini dipanaskan kembali untuk mengeluarkan atom C nya
agar dihasilkan sifat mekanik yang lebih baik
8. Baja tahan karat Austenitik

Hasil pengamatan Literatur

Untuk specimen ini sedikit sulit untuk membedakan antara hasil pengamatan dan
literature. Hal ini disebabkan karena pada literature struktur mikro yang dihasilkan
berwarna sedangkan pada hasil pengamatan hitam putih. Baja tahan karat
austenitik memiliki paduan Cr sekitar 11%, hal ini mengakibatkan adanya bagian
warna kuning seperti pada literatur, yang merupakan pengaruh dari unsur krom.
Baja tahan karat austenitik bersifat non magnetik dan memiliki ketahanan korosi
yang tinggi. Baja ini jika ingin diperkuat atau diperkeras menggunakan proses
pengerjaan dingin karena tidak dapat melalui proses pengerjaan panas.

9. Hasil pengelasan

Hasil Pengamatan Literatur


Dari hasil pengamatan dapat terlihat perbedaan dengan literature. Hal ini akibat
perbedaan perbesaran yang dialami oleh keduanya atau kemungkinan lainnya
gambar yang diamati adalah base metalnya. Namun demikian terlihat bahwa
terdapat perbedaan antara heat affected zone dengan base metal-nya. Pada HAZ
butir-butirnya lebih besar akibat pengaruh panas. Sedangkan pada literature
merupakan struktur pada daerah lasan. bentuk butir yang memanjang adalah
columnar zone (karena adanya heat flow menyebabkan pertumbuhan butir
memanjang.

10. Coat Zn

Hasil pengamatan literature

Disini terlihat adanya pesamaan antara hasil pengamatan dengan literature. Pada
literature pun terlihat bahwa diantara permukaan yang telah dilapisi Zn dengan
base metalnya (Fe) terdapat fasa yang terdiri dari Fe dan Zn.
11. Aluminium 2024

Hasil pengamatan literature

Pada Aluminium 2024, hasil penggambaran sebagai data mirip dengan yang
ada di literatur. Daerah terang merupakan larutan padat Aluminium. Daerah
gelapnya merupakan unsur paduan lainnya. Aluminium dan paduannya memiliki
ketahanan korosi yang sangat baik. Paduan yang terdapat pada aluminium ini
adalah tembaga.

12. Tembaga

Hasil pengamatan literature


Gambar hasil pengamtan pada tembaga diperoleh dengan perbesaran
mikroskop 20x. Hal yang mencirikan bahwa hasil pengamatan ini merupakan
tembaga adalah terdapatnya fenomena twin ( pada hasil pengamatan terlihat garis
sejajar ). Struktur mikro tembaga memiliki kemiripan dengan struktur mikro
stainless steel namun salah satu hal yang dapat membedakannya adalah warna
specimen pada tembaga adalah merah seperti yang terlihat pada literatur .

Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada struktur mikro yang diperoleh dari


hasil pengamatan dapat disebabkan karena pada saat pengambilan gambar struktur
yang tertera pada layar tidak dilakukan sedetail mungkin sehingga struktur yang
digambar berbeda dengan yang diliteratur atau aslinya. Adanya pengotor yang
belum hilang dari permukaan specimen pada saat proses pembuatan spesimennya
juga sangat mempengaruhi keakuratan struktur yang dihasilkan. Artinya, struktur
mikro dari pengotorlah yang terlihat pada layar. Dan juga, kesulitan dalam
mengamati struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik yang tidak
menggunakan layar karena cahayanya tidak optimal sehingga struktur mikronya
tidak terlihat jelas.
BAB IV

Ringkasan Praktikum

Struktur mikro dari suatu logam dapat diketahui melalui diagram fasany.
Dari diagram fasa ini dapat dihitung komposisi dari struktur mikro yang
menyusun material ( logam ) tersebut dengan cara menggunakan teori “Lever arm
rule” dan menghubungkannya dengan teori “tie line”. Teori “Tie-Line” digunakan
untuk menentukan jenis-jenis komposisi yang ada pada keadaan ( misal
temperature) tertentu digunakan.

Pada komposisi 0,45 % (hypoeutectoid) terjadi dua hal utama pada daerah
dibawah garis eutectic :
1. Setelah pendinginan memasuki daerah dua fase (diatas garis eutectoid)

γ ⇒α +γ

2. Di bawah garis eutectoid (727 °C) austenit yang tersisa


bertransformasimembentuk perlit

γ ⇒ α + Fe3C (pearlite)

Dimana pada garis ini terjadi reaksi eutectoid.


Pearlite merupakan fasa dengan redistribusi atom C (carbon) antara ferit
(0.022% berat) dan sementite (6,7% wt) akibat difusi atom. Transformasi dari γ
(austenite)ke pearlite di dahului dengan keluarnya atom – atom C dari larutan
padat austenite dan membentuk Fe3C (sementite). Sedangkan α (ferit) tebentuk
karena C tidak sempat/ sulit untuk menuju batas butir akibat suhu yang rendah
(727 0C).

Dengan menggunakan teori rule of arm pada hubungannya dengan teori


“tie line, komposisi hypoeutectoid dengan C'0 adalah 0.45 % :

 % berat α
X +U +V
Wα=
X + U +V +T
6,7−C ' 0 6,7−0.45
Wα= = =0.94 %
6,7−0,022 6,7−0,022

 % berat α – proeutectoid
U
Wα=
U +T

0,76−C ' 0 0,76−0.45


W α – proeutectoid = = =0.42 %
0,76−0,022 0,76−0,022

 % berat Fe3C
T
Wα=
U +T

C ' 0−0.022 0.45−0,022


W Fe3 C = = =0.064 %
6,7−0,022 6,7−0,022

 % berat perlit
T
W perlit =
U +T

C ' 0 −0.022 0.45−0,022


W perlit = = =0.56 %
0,76−0,022 0,76−0,022

Pada komposisi 1 % (hyper - eutectoid) terjadi dua hal utama pada daerah
dibawah garis eutectic :
1. Setelah pendinginan memasuki daerah dua fase (diatas garis eutectoid)

γ α +γ

2. Di bawah garis eutectoid (727 °C) fasa sementit (Fe3C) pro-eutektoid mulai
terbentuk sepanjang batas butir
Dengan menggunakan teori rule of arm pada hubungannya dengan teori
“tie line, komposisi hypereutectoid dengan C'1 adalah 1 % :

 % berat α
X
Wα=
X + U +V +T

6,7−C ' 1 6,7−1


Wα= = =0.85 %
6,7−0,022 6,7−0,022

 % berat Fe3C – proeutectoid


V
Wα=
V+X

C ' 1−0,76 1−0,76


W Fe3 C – proeutectoid = = =0.04 %
6,7−0,76 6,7−0,76

 % berat Fe3C
U +V +T
Wα=
U +T

C ' 1−0.022 1−0,022


W Fe3 C = = =0.15 %
6,7−0,022 6,7−0,022

 % berat perlit
X
W perlit =
X +V

6,7−C ' 1 6,7−1


W perlit = = =0. 96 %
6,7−0,76 6,7−0,76
Equaksial

Columnar

Epitaksial

Daerah HAZ

Base metal

Struktur mikro daerah pengelasan pada daerah weld metal memiliki tiga
struktur, yaitu :

1. Struktur equaksial
Struktur equaksial ini terbentuk akibat adanya panas yang tinggi dari proses
pengelasan.

2. Struktur epitaksial
Struktur epitaksial ini memiliki orientasi yang sama dengan daerah HAZ
(heat affected zone).

3. Struktur columnar
Struktur ini terjadi karena adanya heat flow yang menyebabkan pertumbuhan
butir memanjang.

Sedangkan pada daerah HAZ, struktur mikronya memiliki ukuran yang lebih
besar dari base metal. Hal ini disebabkan adnya pengaruh panas dari proses
pengelasan.

Proses pembekuan logam cair dimulai dari bagian logam cair yang
bersentuhan dengan dinding cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil
oleh cetakan sehingga bagian logam yang berrsentuhan dengan cetakan itu
mendingin sampai titik beku. Selama proses pembekuan berlangsung, inti-inti
kristal  tumbuh. Bagian dalam coran mendingin lebih lambat daripada bagian
luarnya sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam
coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom
(columnar). Struktur ini muncul dengan jelas apabila gradien temperatur yang
besar terjadi pada permukaan coran besar. Akibat adanya perbedaan kecepatan
pembekuan, terbentuklah arah pembekuan yang disebut dendritik.

Chill

columnar

equaksial

Besi cor adalah paduan berbasis besi dengan kadar karbon tinggi, yaitu 2%
- 4%C dengan kadar Si 0,5%-3%. Besi cor memiliki aplikasi di bidang rekayasa
yang cukup luas terutama karena kemampuannya untuk langsung dibentuk
menjadi bentuk akhir (net shape) atau mendekati bentuk akhir (near net shape)
melalui proses solidifikasi (solidification) atau pengecoran (casting). Besi cor
mudah untuk dicor karena beberapa hal. Pertama, besi tuang mudah dilebur dan
memiliki fluiditas yang sangat baik pada keadaan cairnya. Kedua, ketika dituang
besi tidak membentuk lapisan film pada permukaannya. Selain itu, besi tuang
tidak mengalami penyusutan volume (shrinkage) yang terlalu tinggi pada saat
solidifikasi.
Gambar Diagram Fase Fe-Fe3C menunjukkan Daerah Besi cor

Kemampuan besi cor untuk dapat dicetak menjadi bentuk yang diinginkan
terutama berhubungan dengan adanya reaksi Eutectic pada diagram
kesetimbangan Fe-Fe3C pada rentang kandungan karbon tersebut. Pada reaksi
tersebut titik lebur paduan besi turun hingga sekitar 1130oC dengan rentang
temperatur liquidus dan solidus yang sangat kecil, atau membeku seperti logam
murni dengan satu titik beku.

Di samping itu, reaksi eutectic penting pula di dalam merekayasa dan


mengendalikan sifat-sifat besi tuang yang sangat tergantung pada karakteristik
konstituen-konstituennya. Dekomposisi Autenite, seperti halnya pada baja, dapat
dikendalikan sehingga dihasilkan matriks Ferrite, Pearlite, Bainite, atau
Martensite. Solidifikasi dan dekomposisi Austenite dapat diatur agar
menghasilkan grafit (C) atau karbida (Cementite). Dengan menambahkan
modifier dan innoculant bentuk grafit dapat pula direkayasa menjadi berbentuk
bola (sphereoidal graphite), kompak (compacted graphite), dan serpihan (flake).
Selanjutnya, karbida dapat diberi perlakuan panas lebih lanjut untuk
mendekomposisi cementite, menghasilkan struktur yang mampu ditempa.

Besi cor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan


karakteristik struktur mikro menjadi (penjelasan lainnya ada di analisis) :

1. Besi cor kelabu (gray iron)

Jenis ini diberi nama kelabu


(grey) karena patahannya
berwarna kelabu. Grafit
berbentuk serpihan- serpihan
panjang (flakes). Memiliki
kekuatan dan keuletan
rendah. Memiliki mampu mesin yang baik pada kekerasannya. Memiliki
ketahanan aus (wear resistance) yang baik, tahan terhadap galling pada
pelumasan terbatas serta memiliki kemampuan untuk menahan getaran
(damping capacity) yang sangat baik.

Biasanya memiliki kadar karbon 2,5- 4%. Jumlah silicon yang relatif
tinggi (1- 3%) diperlukan untuk mempromosikan pembentukan grafit.
Kecepatan pembekuan sangat penting untuk mengatur jumlah grafit yang
terbentuk (biasanya lambat hingga sedang). Laju solidfikasi berperan pula di
dalam menentukan matriks yang terbentuk.

2. Besi cor atau ulet nodular (Ductile Iron / Nodular Cast Iron),
Nama jenis ini mengacu pada sifat dan bentuk grafit-nya. Partikel-partikel
grafit berbentuk bola (speroid). Memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan
malleable cast iron. Memiliki mampu mesin sangat baik dan ketahanan aus
baik. Memiliki sifat-sifat yang mirip dengan baja (kekuatan, ketangguhan,
keuletan, mampu bentuk panas, dan kemampukerasan).

Kandungan karbon (3,0-4,0%) dan silikonnya (1,8- 2,8%). Kandungan


sulfur (S) dan fosfor (P) sangat rendah kira-kira 10 kali lebih rendah dari besi
co kelabu. Nodule berbentuk bola terbentuk pada proses solidikasi karena
kandungan beleran (Sulfur) dan oksigen ditekan ke tingkat yang sangat rendah
dengan menambahkan Magnesium (Mg) beberapa saat sebelum penuangan.

3. Besi cor putih (white cast iron)


Jenis ini diberi nama putih karena patahannya berwarna putih. Memiiki
struktur karbida (cementite) di dalam matriks pearlite. Keras, getas, dan tidak
dapat dimesin. Memiliki ketahanan terhadap keausan (wear resistance) dan
abrasi sangat baik.

Struktur karbida diperoleh dengan menjaga kandungan karbon (2,5-3,0%)


dan silikon (0,5- 1,5%) pada kadar rendah dan kecepatan pembekuan yang
tinggi pada proses
solidifikasi.

4. Besi cor mampu tempa (malleable cast iron).

Koloni grafit berbentuk bulat tidak teratur. Memiliki kekuatan, keuletan,


dan ketangguhan lebih baik. Memiliki struktur uniform.

Bahan baku yang digunakan adalah besi tuang putih. Perlakuan panas
untuk menghasilkan besi tuang mampu tempa terdiri atas: grafitisasi dan
pendinginan. Pembentukan grafit dilakukan pada temperature di atas
temperature eutectoid. Karbida akan berubah menjadi gafit (tempered carbon)
dan austenite. Selanjutnya austenite dapat didekomposisi menjadi ferrite,
pearlite, atau martensite

5. Besi cor grafit kompak (compacted graphite cast iron)


Grafit berbentuk vernicular memiliki struktur antara gray iron dan ductile
iron.

Untuk mendapatkan butir elongated kita bias melakukan pengerjan dingin,


(rolling, wire drawing, dll). Sedangkan untuk mendapatkan butir equaksial kita
bias melakukan pemanasan seperti annealing.

S-ar putea să vă placă și