Sunteți pe pagina 1din 39

DISCHARGE PLANNING

BBLR (RUANG PERINATOLOGI)

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Periopertif 4


yang dibina oleh Ibu Tavip Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kes.

Oleh:
Putri Nurmalitasari (1401460002)
Ellysa Nur Fitria Alif (1401460006)
Aliqul Safiq (1401460007)
Maria Anindyta Widiasti (1401460010)
Nadhifah Rahmawati (1401460014)
Iga Kurnia Rohmah (1401460023)
Agung Hadi Prabowo (1401460041)
Lutfiatul Rohmah (1401460043)
Agni Ayu Murbarani (1401460047)
Ardika Sulisetiyani (1401460048)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
September 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi dengan berat badan lahir rendah sangat rentan untuk terjadi gangguan pertumbuhan
dan perkembangan. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi ditimbang dalam
1 (satu) jam setelah lahir (Kemenkes RI, 2011). Bayi dilahirkan dengan masalah kesehatan
serius seperti: asfiksia, prematur, dan BBLR sangat berisiko terjadi gangguan pertumbuhan
dan perkembangan dimasa datang. Dampak pada bayi berat lahir rendah menunjukkan
pencapaian tumbuh kembang tidak sesuai dengan umur dibandingkan yang mempunyai berat
badan normal. Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara intrinsik dengan
kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan sesudah melahirkan (Depkes
RI, 2008).
Keamanan masa transisi BBLR dari Rumah Sakit ke lingkungan rumah setelah bayi
dipulangkan sangat menentukan keberhasilan perawatan di rumah. Bayi mempunyai kriteria
khusus sebelum diperbolehkan pulang dari ruang perinatologi. Hal ini disebabkan pada
kelompok tersebut sangat rentan terjadi permasalahan kesehatan jangka panjang yang terkait
dengan dampak prematur dan penyakit lain yang menyertai saat lahir (Fetus and Newborn,
2004). Perawatan BBLR tidak hanya berhenti sampai di ruang perinatologi dan
diperbolehkan pulang saja, namun perawatan berkelanjutan sangat diperlukan untuk
menurunkan risiko masalah kesehatan yang mungkin muncul.
Discharge planning adalah pengembangan perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan
keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar pasien dapat
mencapai kesehatan optimal dan mengurangi biaya rumah sakit. Discharge planning dapat
meminimalkan risiko morbiditas dan mortalitas pada bayi yang dipulangkan secara dini di
rumah dan dapat menghemat biaya perawatan di rumah sakit (Stewart, 2009). Discharge
planning juga dapat menurunkan kemungkinan kembalinya pasien untuk dirawat kembali
setelah pulang, discharge planning pada BBLR sangat penting untuk mencapai pertumbuhan
dan perkembangan optimal. Discharge planning harus dikembangkan dan dilaksanakan oleh
tim tenaga kesehatan yang terdiri dari: dokter, perawat, ahli terapi pernapasan, dan terapis
okupasi dan/atau fisik. Proses ini dapat dimulai segera setelah bayi dirawat di ruang
perawatan resiko tinggi dan dilanjutkan sesi perencanaan dijadwalkan secara rutin selama
rawat inap (Stewart, 2009).
Tujuan discharge planning untuk memperlancar transisi bayi risiko tinggi dari rumah
sakit ke rumah, memberikan perawatan kesehatan, menilai perkembangan dan memberikan
dukungan kepada orang tua bayi dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya. Beberapa orang
tua merasa stres ketika merawat BBLR di rumah. Hal tersebut karena kurangnya informasi
yang didapat ketika mereka berada di ruang perawatan. Sering kali petugas kesehatan tidak
memberikan bekal informasi yang lengkap ketika pasien pulang atau hanya sebatas discharge
rutin saja yaitu pemulangan pasien tanpa memberikan edukasi yang terencana sesuai
kebutuhan pasien. Discharge planning adalah salah satu metode yang diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan ibu atau orang tua dalam memberikan perawatan yang tepat
terutama dalam pemberian nutrisi bagi BBLR.
Melalui metode konseling, discharge planning diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan orangtua dalam merawat BBLR. Sehingga discharge planning sangat penting
diberikan kepada orangtua agar dapat merawat bayi dengan BBLR yang benar. Supaya
meminimalkan kemungkinan bayi dirawat kembali di Rumah Sakit dan semakin
meningkatnya kesehatan bayi.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari BBLR ?
2. Bagaimana kriteria bayi BBLR?
3. Apa saja macam-macam BBLR?
4. Apa etiologi dari BBLR?
5. Bagaimana patofisiologi dari BBLR?
6. Apa sari saja komplikasi dari BBLR?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari BBLR?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari BBLR?
9. Bagaimana pemantauan (monitoring) BBLR?

10. Apa pengertian discharge planning?


11. Bagaimana pemberi layanan discharge planning?
12. Siapakah penerima discharge planning?
13. Apa tujuan discharge planning?
14. Apa manfaat dari discharge planning?
15. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi discharge planning?
16. Bagaimana prinsip dari discharge planning?
17. Apa komponen/unsur dari discharge planning?
18. Bagaimana pelaksanaan discharge planning dan proses keperawatan?
19. Bagaimana keberhasilan dari discharge planning?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dasar BBLR dan discharge planning untuk orang tua
yang memiliki anak dengan BBLR.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari BBLR ?
b. Untuk mengetahui kriteria bayi BBLR?
c. Untuk mengetahui macam-macam BBLR?
d. Untuk mengetahui etiologi dari BBLR?
e. Untuk mengetahui patofisiologi dari BBLR?
f. Untuk mengetahui komplikasi dari BBLR?
g. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari BBLR?
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari BBLR?
i. Untuk mengetahui pemantauan (monitoring) BBLR?
j. Untui mengetahui pengertian discharge planning?
k. Untuk mengetahui pemberi layanan discharge planning?
l. Untuk mengetahui penerima discharge planning?
m. Untuk mengetahui tujuan discharge planning?
n. Untuk mengetahui manfaat dari discharge planning?
o. Untuk mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi discharge planning?
p. Untuk mengetahui prinsip dari discharge planning?
q. Untuk mengetahui komponen/unsur dari discharge planning?
r. Untuk mengetahui pelaksanaan discharge planning dan proses keperawatan?
s. Untuk mengetahui dari discharge planning?

D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Rumah Sakit
Makalah ini dapat dijadikan sebagai peningkatan dalam pelayanan discharge
planning agar lebih optimal.
b. Bagi Perawat
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dapat digunakan sebagai acuan
dalam memberikan discharge planning kepada keluarga pasien BBLR.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan terutama dibidang perinatologi dan sebagai bahan kepustakaan yang
berkaitan dengan discharge planning dan perawatan BBLR.
d. Bagi Masyarakat
Bagi orang tua dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dalam
memberikan nutrisi dan memberikan perawatan yang tepat bagi BBLR agar tumbuh
kembang menjadi optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi baru lahir yang berat badannya 2500
gram atau lebih rendah. Dalam definisi ini tidak termasuk bayi – bayi dengan berat badan
kurang dari 1000 gram. (Nugroho Iman Santosa, 1989). Berat badan lahir rendah adalah bayi
baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah
( WHO, 1961 ). Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gr sampai dengan 2499 gr.

B. Kriteria Bayi Berat Lahir Rendah


Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam (Abdul Bari Saifuddin, 2001)
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir1.500 g - 2.500 g.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir kurang dari 1.500 g.
3. Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir kurang dari 1.000 g.
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam 3 (tiga) kelompok:
1. Preterm: kurang dari 37 minggu lengkap.
2. Term: mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap.
3. Post Term: 42 minggu lengkap atau lebih.

C. Macam-Macam Bayi Berat Lahir Rendah


Ada dua macam BBLR yaitu :
1. Prematuritas murni / Bayi yang kurang bulan ( KB / SMK ): bayi yang dilahirkan dengan
umur kurang dari 37 minggu dengan berat badan sesuai. Penggolongan derajat prematuritas
bayi:
a. Bayi yang sangat prematur (extremly prematur)
 24 – 30 mg gestasi.
 Masa gestasi 24-27 mg masih sukar hidup terutama dinegara yang blm maju.
 Masa gestasi 28-30 mg mgk dapat hidup dengan perawatan intensif yang
memerlukan alat-alat canggih untuk mencapai hasil yang optimum
 BB 500-1400 gram
 0,8% seluruh kelahiran hidup
 Hampir seluruh kematian neonatal dan defisit neurologis tidak disebabkan oleh
defek atau trauma lahir
 Penampilan: kecil, tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis.
b. Bayi dengan derajat prematur sedang (moderatly prematur)
 Gestasi 31-36 mg
 Kesanggupan hidup jauh lebih baik dari yang pertama
 Gejala sisa yang dihadapi kemudian hari ringan bila pengelolaan bayi intensif
 BB >1500 gram – 2500 gram
 Penampilan: kulit tipis, lipatan pada kaki lebih sedikit, banyak rambut halus,
genetalia kurang berkemban.
 Masa gestasi 37mg
 Mempunyai sifat prematur dan matur
 Biasanya berat seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur
 Kadang timbul problem yang dialami seperti bayi prematur seperti sindroma gawat
napas, hiperbilirubinemia, refleks isap lemah
 Perlu penanganan lebih seksama
 Borderline prematur
2. Dismaturitas: Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa gestasi itu,
bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan merupakan bayi yang kecil untuk
masa kehamilannya tersebut (KMK).

D. Etiologi
Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan) mungkin juga cukup bulan
(dismatur).
1. Prematur Murni
Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamillan atau disebut juga neonatus
preterm / BBLR.
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan prematur atau BBLR adalah:
a. Faktor Ibu
 Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
 Gizi saat hamil kurang
 Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun.
 Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
 Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok).
 Perdarahan antepartum, kelainan uterus, Hidramnion.
 Faktor pekerja terlalu berat
 Primigravida
 Ibu muda (<20 tahun)
b. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil seprti
preeklamsia, eklamsi, ketuban pecah dini
c. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kehamilan ganda., anomali kongenital
d. Faktor kebiasaan : Pekerjaan yang melelahkan, merokok
Karakteristik yang dapat ditemukan pada prematur murni adalah :
 Kepala kurang dari 33 cm lingkar dada kurang dari 30 cm
 Gerakan kurang aktif otot masih hipotonis
 Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
 Kepala lebih besar dari badan rambut tipis dan halus.
 Tulang tulang tengkorak lunak, fontanela besar dan sutura besar.
 Telinga sedikit tulang rawannya dan berbentuk sederhana.
 Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnu.
 Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak terutama pada dahi dan pelipis
dahi dan lengan.
 Lemak subkutan kurang.
 Genetalia belum sempurna , pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, pada laki-laki testis belum turun.
 Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih lemah
Bayi prematur mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena
itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
dengan prematuritas (BBLR)
2. Dismatur
Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan .
Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-
minggu sampai berbulan bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dada lingkaran
kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa
gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya Wasted oleh karena retardasi
pada janin terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue.
b. Disporpotionate IUGR
Terjadi karena distres subakut gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari
sampai janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat
tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak Wasted dengan tanda tanda sedikitnya
jaringan lemak di bawah kulit , kulit kering keriput dan mudah diangkat bayi kelihatan kurus
dan lebih panjang.
Faktor Faktor yang mempengaruhi BBLR pada Dismatur adalah:
1. Faktor ibu
Hipertensi dan penyakit ginjal kronik, perokok, pendrita penyakit diabetes militus yang
berat, toksemia, hipoksia ibu, (tinggal didaerah pegunungan , hemoglobinopati, penyakit
paru kronik ) gizi buruk, Drug abbuse, peminum alkohol
2. Faktor utery dan plasenta
Kelainan pembuluh darah, (hemangioma) insersi tali pusat yang tidak normal, uterus
bicornis, infak plasenta, tranfusi dari kembar yang satu kekembar yang lain, sebagian
plasenta lepas.
3. Faktor janin
Gemelli, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan, (toxoplasmosis,
rubella, sitomegalo virus, herpez, sifillis).
4. Penyebab lain :Keadaan sosial ekonomi yang rendah

E. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan
akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung
selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin
hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini
akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya
sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis
metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga
menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke
paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel
otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya
(Medicine and linux.com)

F. KOMPLIKASI
Penyakit yang terdapat pada bayi BBLR antara lain :
1. Sindrom distest pernafasan, disebut juga penyakit membran hialin yang melapisi
alveolus perut.
2. Aspirasi pnemunia, keadaan ini disebabkan karena repleks menelan dan batuk pada
bayi prematur belum sempurna.
3. Perdarahan intraventrikuler, adalah perdarahan spontan pada ventrikel atau lateral,
biasanya terjadi bersamaan dengan pembentukan membran hialin di paru – paru.
4. Fibroplasia retrolintal, keadaan ini disebabkan oleh gangguan oksigen yang
berlebihan.
5. Hiperbillirubinemia, keadaan ini disebabkan karena hepar pada bayi prematur belum
matang.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3. Titer Torch sesuai indikasi
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5. Pemantauan elektrolit
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )

H. Penatalaksanaan BBLR
1. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan yang
diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi
harus dilakukan didalam incubator
2. Pelestarian suhu tubuh
Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam mempertahankan suhu tubuh.
Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50o C s/d
37,0o C.
Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya
dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal.
Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan
pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C, bagi bayi
yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat kurang dari 2000
gram.
Untuk mencegah hipotermi, diperlukan lingkungan yang cukup hangat dan istirahat konsumsi
O2 yang cukup. Bila dirawat dalam inkubator maka suhunya untuk bayi dengan BB 2 kg
adalah 35°C dan untuk bayi dengan BB 2 – 2,5 kg adalah 34°C. Bila tidak ada inkubator,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat
yang telah dibungkus dengan handuk atau lampu petromak di dekat tidur bayi. Bayi dalam
inkubator hanya dipakaikan popok untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan
umum, warna kulit, pernafasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit dapat dikenali
sedini mungkin.
3. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur perawatan dapat
dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam
incubator, incubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan
berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang,
hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian,
observasi terhadap pernafasan lebih mudah.
4. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR, akibat tidak
adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan
menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan
5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang kurang berkembang,
ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah
infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk
kekamar bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit.
Bayi prematur mudah terserang infeksi. Hal ini disebabkan karena daya tubuh bayi terhadap
infeksi kurang antibodi relatif belum terbentuk dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan belum baik. Prosedur pencegahan infeksi adalah sebagai berikut:

 Mencuci tangan sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir selama 2 menit
sebelum masuk ke ruang rawat bayi.
 Mencuci tangan dengan zat anti septic/ sabun sebelum dan sesudah memegang
seorang bayi.
 Mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang berhubungan
dengan bayi.
 Membatasi jumlah bayi dalam satu ruangan.
 Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke ruang rawat bayi.
6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan melalui
kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi berat
lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan bayi
preterm.
Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah sedikit demi sedikit. Secara
perlahan-lahan dan hati-hati. Pemberian makanan dini berupa glukosa, ASI atau PASI atau
mengurangi resiko hipoglikemia, dehidrasi atau hiperbilirubinia. Bayi yang daya isapnya baik
dan tanpa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut. Umumnya bayi dengan berat kurang
dari 1500 gram memerlukan minum pertama dengan pipa lambung karena belum adanya
koordinasi antara gerakan menghisap dengan menelan.
Dianjurkan untuk minum pertama sebanyak 1 ml larutan glukosa 5 % yang steril untuk bayi
dengan berat kurang dari 1000 gram, 2 – 4 ml untuk bayi dengan berat antara 1000-1500
gram dan 5-10 ml untuk bayi dengan berat lebih dari 1500 Gr.
Apabila dengan pemberian makanan pertama bayi tidak mengalami kesukaran, pemberian
ASI/PASI dapat dilanjutkan dalam waktu 12-48 jam.

I. Pemantauan (Monitoring)
1. Kenaikan BB dan pemberian minum setelah umur 7 hari. Bayi akan kehilangan berat
selama 7-10 hari pertama. Bayi berat lahir >1500 gram dapat kehilangan BB sampai 10%
dari berat lahir. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi
komplikasi. Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama 3 bulan
seharusnya:
 150-200 gram seminggu untuk bayi <1500 gram (misalnya 20-30 gram/hari)
 200-250 gram seminggu untuk bayi 1500-2500 gram (misalnya 30-35 gram/hari) Bila
bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah berusia
lebih dari 7 hari:
 Tingkatkan jumlah ASI dengan 20ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180ml/kg/hari.
 Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah
pemberian ASI tetap 180ml/kg/hari.
 Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai
200ml/kg/hari.
2. Tanda kecukupan pemberian ASI
 Kencing minimal 6 kali dalam 24 jam.
 Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI.
 BB bayi naik
3. Pemulangan penderita
Bayi suhu stabil Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI. Bila tidak
bisa diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan dengan alternative cara
pemberian minum yang lain. Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

J. Asuhan Keperawatan pada BBLR


1. Pengkajian
a. Riwayat Maternal
 Umur ibu dalam resiko kehamilan ( < 16 thn atau > 35 thn)
 Kehamilan ganda ( gemeli)
 Status ekonomi rendah, malnutrisi dan ANC kurang
 Adanya riwayat kelahiran prematur sebelumnya
 Infeksi: TORCH, penyakit kelamin dll
 Kondisi kehamilan: toksemia gravidarum, KPD, plasenta previa dll
 Penggunaan Narkoba, alkohol, rokok
b. Riwayat Kelahiran
 Gestasi : 24- 37 minggu
 BB : < 2500 gram
 APGAR SKOR
c. Sistem kardiovaskuler
 HR : 120-160 x/menit
 Saat lahir mungkin terdapat murmur: indikasi adanya shunt ke kiri dan tekanan paru
yang masih tinggi atau adanya atelektasis
d. Sistem gastrointestinal
 Abdomen menonjol
 Pengeluaran mekonium: 12-24 jam
 Refleks hisap lemah, koordinasi mengisap dan menelan lemah
 Anus: paten, jika tidak pertanda kelainan congenital
 Berat badan kurang 2500(5lb 8 oz).
e. Sistem integument
 Kulit: pucat, sianosis, ikterik, kutis marmorata atau kemerahan
 Kulit tipis, transparan, halus dan licin
 Verniks caseosa sedikit dengan lanugo banyak
 Terdapat edema umum atau local
 Kuku pendek
 Rambut sedikit dan halus
 Garis tangan sedikit dan halus
f. Sistem musculoskeletal
 Tulang rawan telinga (Cartilago ear) belum berkembang, telinga halus dan lunak
 Tulang kepala dan tulang rusuk lunak
 Reflek kurang dan letargi
g. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam
hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel mungkin besar atau
terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat (tergantung usia
gestasi).
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32;
koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi
minggu ke 32; komponen pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas
dengan membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi
anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32. Pemeriksaan
Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
h. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur; pernafasan
diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok, pernafasan cuping hidung,
retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Adanya
bunyi “ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
i. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah.Wajah mungkin memar,
mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus pandang, warna mungkin
merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas
diseluruh tubuh.. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin tidak ada
pada semua atau sebagian telapak. Kuku mungkin pendek.
j. Seksualitas
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan klitoris
menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak ada pada
skrotum.
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan
perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
b. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh berhubungan dengan BBLR, usia kehamilan
kurang, paparan lingkungan dingin/panas.
c. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
immaturitas organ tubuh.
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan usia dan berat badan
extreme (premature, dibawah 2.500 grm).
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kapiler rapuh dekat
permukaan kulit.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur.

3. Rencana Keperawatan
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan
perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan : Menjaga dan memaksimalkan fungsi paru
INTERVENSI RASIONAL

Kumpulkan data yang berkaitan dengan Riwayat ibu atas penggunaan obat atau
kegawatan nafas kondisi tidak normal selama kehamilan dan
proses persalinan
Waspada episode apnea yang berlangsung deteksi dini dalam menentukan tindakan
lebih dari 20 detik selanjutnya
Memberi bantuan pernafasan seperti oksigen membantu mencukupi supplai oksigen
Pantau kajian gas darah untuk mengetahui deteksi dini untuk mencegah hipoksia
asidosis pernafasan metabolik

b. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh b/d BBLR, usia kehamilan kurang, paparan
lingkungan dingin/panas.
Tujuan : tidak terjadi hipotermia/hyperthermia
INTERVENSI RASIONAL

Monitor suhu minimal tiap 2 jam Untuk memonitor suhu tbuh


Jaga temperatur ruang perawatan 25 C ruangan yang terlalu panas menyebabkan
perpindahan panas secara infeksi
Ukur suhu rektal terlebih dulu, kemudian deteksi dini dalam menentukan tindakan
suhu aksila setiap 2 jam/setiap kali selanjutnya
diperlukan
Lakukan prosedur penghangatan setelah bayi mencegah pengeluaran suhu lewat evaporasi
lahir

c. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
immaturitas organ tubuh.
Tujuan : Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan statusnya gizi bayi

INTERVENSI RASIONAL

Awasi reflek menghisap bayi dan kemampuan menghisap dan menelan yang
kemampuan menelan lemah dapat menyebabkan kebutuhan nutrisi
tidak terpenuhi
Awasi dan hitung kebutuhan kalori bayi mengetahui kebutuhan kalori yang
dibutuhkan bayi.
Kebutuhan ASI 60/kg BB/24 jam dengan ASI mengandung zat gizi yang diperlukan
kenaikan 30 cc/hari,di pertahankan pada hari tubuh
ke-7 sampai 1 bulan
Timbang bayi setiap hari,bandingkan berat Mengetahui perkembangan dan
badan dengan asupan kalori yang diberikan kemungkinan terjadinya penurunan BB yang
pathologis

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan usia dan berat badan
extreme (premature, dibawah 2.500 grm).
INTERVENSI RASIONAL

Timbang berat badan tiap hari Berat badan adalah indicator paling sensitive
dari keseimbangan cairan
Bandingkan masukan dan haluaran caiaran Berat badan adalah indicator paling sensitive
setiap sip dan keseimbangan kumulatif dari keseimbangan cairan
setiap periode 24 jam
Evaluasi turgor kulit, membrane mukosa, Cadangan cairan dibatasi pada bayi praterm
keadaan fontanel anterior
Berikan ASI/PASI tiap 2 jam sebanyak 35 cc Pemberian ASI/PASI tiap 2 jam dapat
lewat sonde memenuhi kebutuhan caiarn dalam tubuh
bayi

A. Discharge Planning
1. Pengertian Discharge Planning
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan aktivitas-
aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang kontinu dan
terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan (Potter & Perry,
2005:1106).
Menurut Kozier (2004), discharge planning didefenisikan sebagai proses mempersiapkan
pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar
suatu agen pelayanan kesehatan umum.
National Council of Social Service (2006) dalam Wulandari (2011:9), mendefinisikan bahwa
“discharge planning is aprocess used to decide what client needs to maintain his present
level of well-being or move to the next level of care”.
The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009:10) menyatakan bahwa discharge
planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya
dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan
ke lingkungan lain.
Perencanaan pulang merupakan proses perencanaan sistematis yang dipersiapkan bagi pasien
untuk menilai, menyiapkan, dan melakukan koordinasi
dengan fasilitas kesehatan yang ada atau yang telah ditentukan serta bekerjasama dengan
pelayanan sosial yang ada di komunitas, sebelum dan sesudah pasien pindah/pulang
(Carpenito, 2002 dalam Hariyati dkk, 2008:54).
Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima di suatu pelayanan kesehatan di rumah
sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek (Sommerfeld, 2001
dalam Rahmi, 2011:10). Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian
berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien
yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan
kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier,
2004). Program discharge planning (perencanaan pulang) pada dasarnya merupakan program
pemberian informasi atau pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien yang meliputi
nutrisi, aktifitas/latihan, obat-obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit
pasien (Potter & Perry, 2005 dalam Herniyatun dkk, 2009:128). Informasi diberikan kepada
pasien agar mampu mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum
pemulangan, pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara manajemen
pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapkan di dalam memperhatikan masalah
fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah
kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan meningkatknya
komplikasi yang terjadi pada pasien (Potter & Perry, 2006). Program yang dilakukan oleh
perawat ini, tidak Selalu sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Hal ini
bisa terjadi ketika sistem perawatan yang digunakan adalah berbeda, misalnya menggunakan
sistem keperawatan utama (primer). Sistem ini mewajibkan seorang perawat bertanggung
jawab melakukan koordinasi perawatan untuk kelompok klien tertentu, mulai dari mereka
masuk sampai pulang (Potter & Perry, 2005:96).
National Council of Social Service, (2006) dalam Wulandari (2011:9) menyatakan bahwa
“discharge planning merupakan tujuan akhir dari rencana perawatan, dengan tujuan untuk
memberdayakan klien untuk membuat keputusan, untuk memaksimalkan potensi klien untuk
hidup secara mandiri, atau agar klien dapat memanfaatkan dukungan dan sumber daya dalam
keluarga maupun masyarakatnya”.

2. Pemberi Layanan Discharge Planning


Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan
multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi
layanan kesehatan kepada pasien (Potter & Perry, 2006).
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan
(continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk
proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan
kesehatan dan memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta mengimplementasikan
discharge planning (Discharge Planning Association, 2008 dalam Siahaan, 2009:11).
Seorang discharge planners bertugas membuat rencana, mengkoordinasikan, memonitor dan
memberikan tindakan dan proses kelanjutan perawatan. Discharge planning ini menempatkan
perawat pada posisi yang penting dalam proses perawatan pasien dan dalam tim discharge
planner rumah sakit, karena pengetahuan dan kemampuan perawat dalam proses keperawatan
sangat berpengaruh dalam memberikan kontinuitas perawatan melalui proses discharge
planning (Caroll & Dowling, 2007 dalam Rahmi, 2011:12).

3. Penerima Discharge Planning


Menurut Rice (1992) dalam Potter & Perry (2005:93), setiap pasien yang dirawat di rumah
sakit memerlukan discharge planning atau rencana pemulangan. Pasien dan seluruh anggota
keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual
of Ohio, 2008 dalam Siahaan, 2009:12). Discharge planning atau rencana pemulangan tidak
hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan
dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden
Hospital, 2004 dalam Siahaan, 2009:11).
4. Tujuan Discharge Planning
Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk
mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 1999 dalam
Rahmi, 2011:10). Tindakan ini juga bertujuan
memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara
rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge
Planning Association, 2008 dalam Siahaan, 2009:12).
Taylor et al (1989) dalam Yosafianti & Alfiyanti (2010:115) juga menyatakan bahwa
discharge planning adalah proses sistematis yang bertujuan menyiapkan pasien
meninggalkan rumah sakit untuk melanjutkan program perawatan yang berkelanjutan
dirumah atau diunit perawatan komunitas.
Secara lebih terperinci The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan
(2009:12-13) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning adalah:
a. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke
rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui.
b. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk
mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan.
c. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas
pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien.
d. Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan keluarga dengan
menyediakan serta memandirikan aktivitas perawatan diri.

5. Manfaat Discharge Planning


Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008:229), perencanaan pulang
mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Pulang sementara atau cuti (conditioning discharge). Keadaaan pulang ini dilakukan
apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat komplikasi. Klien untuk sementara dirawat di
rumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
b. Pulang mutlak atau selamanya (absolute discharge). Cara ini merupakan akhir dari
hubungan klien dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu dirawat kembali, maka
prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
c. Pulang paksa (judicial discharge). Kondisi ini klien diperbolehkan pulang walaupun
kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi klien harus dipantau dengan
melakukan kerjasama dengan perawat puskesmas terdekat.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Discharge Planning


Menurut Potter & Perry (2005) dalam Herniyatun (2009:128), program perencanaan pulang
(discharge planning) pada dasarnya merupakan program pemberian pendidikan kesehatan
kepada pasien. Keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari perawat dan juga dari pasien. Menurut Notoadmodjo
(2003) dalam Waluyo (2010:17-18), faktor yang berasal dari perawat yang mempengaruhi
keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan adalah sikap, emosi, pengetahuan dan
pengalaman masa lalu.
a. Sikap yang baik yang dimiliki perawat akan mempengaruhi penyampaian informasi kepada
pasien, sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat dimengerti pasien.
b. Pengendalian emosi yang dimiliki perawat merupakan faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pendidikan kesehatan. Pengendalian emosi yang baik akan mengarahkan
perawat untuk lebih bersikap sabar, hati-hati dan telaten. Dengan demikian informasi yang
disampaikan lebih mudah diterima pasien.
c. Pengetahuan adalah kunci keberhasilan dalam pendidikan kesehatan. Perawat harus
memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan pendidikan kesehatan. Pengetahuan
yang baik juga akan mengarahkan perawat pada kegiatan pembelajaran pasien. Pasien akan
semakin banyak menerima informasi dan informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Pengalaman masa lalu perawat berpengaruh terhadap gaya perawat dalam memberikan
informasi sehingga informasi yang diberikan akan lebih terarah sesuai dengan kebutuhan
pasien. Perawat juga lebih dapat membaca situasi pasien berdasarkan pengalaman yang
mereka miliki. Sedangkan faktor yang berasal dari pasien yang mempengaruhi keberhasilan
dalam pemberian pendidikan kesehatan, menurut Potter & Perry (1997), Suliha dkk (2002)
dan Machfoedz dkk (2005) yang dikutip oleh Waluyo (2010:18-19) adalah motivasi, sikap,
rasa cemas/emosi, kesehatan fisik, tahap perkembangan dan pengetahuan sebelumnya,
kemampuan dalam belajar, serta tingkat pendidikan.
a. Motivasi adalah faktor batin yang menimbulkan, mendasari dan mengarahkan pasien untuk
belajar. Bila motivasi pasien tinggi, maka pasien akan giat untuk mendapatkan informasi
tentang kondisinya serta tindakan yang perlu dilakukan untuk melanjutkan pengobatan dan
meningkatkan kesehatannya.
b. Sikap positif pasien terhadap diagnosa penyakit dan perawatan akan memudahkan pasien
untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan kesehatan.
c. Emosi yang stabil memudahkan pasien menerima informasi, sedangkan perasaan cemas
akan mengurangi kemampuan untuk menerima informasi.
d. Kesehatan fisik pasien yang kurang baik akan menyebabkan penerimaan informasi
terganggu.
e. Tahap perkembangan berhubungan dengan usia. Semakin dewasa usia kemampuan
menerima informasi semakin baik dan didukung pula pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
f. Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien untuk menerima dan
memproses informasi yang diberikan ketika dilakukan pendidikan kesehatan. Kemampuan
belajar seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang umumnya kemampuan belajarnya juga semakin tinggi.

8. Prinsip Discharge Planning


Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, ada
beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan.
Menurut Nursalam & Efendi (2008:229), prinsip-prinsip yang diterapkan dalam perencanaan
pulang adalah sebagai berikut:
a. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan dari
pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang
mungkin muncul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang muncul
di rumah dapat segera di antisipasi.
c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang merupakan
pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan atau
rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga
yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat.
a. Dibuat Pada Saat Pasien Masuk
Pengkajian pada saat pasien masuk akan mempermudah proses pengidentifikasian kebutuhan
pasien. Merencanakan pulang pasien sejak awal
juga akan menurunkan lama waktu rawat yang pada akhirnya akan menurunkan biaya
perawatan.
b. Berfokus Pada Kebutuhan Pasien
Perencanaan pulang tidak berfokus pada kebutuhan perawat atau tenaga kesehatan atau hanya
pada kebutuhan fisik pasien. Lebih luas, perencanaan pulang berfokus pada kebutuhan pasien
dan keluarga secara komprehensif.
c. Melibatkan Berbagai Pihak Yang Terkait
Pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam membuat perencanaan. Hal ini
memungkinkan optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien
setelah ia pulang.
d. Dokumentasi Pelaksanaan Discharge Planning
Pelaksanaan discharge planning harus didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada
pasien dan pendamping minimal 24 jam sebelum pasien dipindahkan.
9. Komponen/Unsur Discharge Planning
Komponen yang dapat mendukung terselengaranya discharge planning yang efektif adalah
keterlibatan pasien dan keluarga, kolaborasi antara tim kesehatan, dan dukungan dari care
giver/pendamping pasien. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengidentifikasi kesiapan
komunitas/keluarga dalam menerima pasien kembali ke rumah (Wulandari, 2011:19).
Discharge Planning Association (2008) dalam Siahaan (2009:21) menyatakan bahwa unsur-
unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan antara lain:
a. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan
pengobatan yang harus dihentikan.
b. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum
terjadi.
c. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain, dengan
petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu akan diadakannya.
d. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet
makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.
e. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan insulin, dan lain-
lain).
f. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi setelah
dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janji untuk control.
g. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa dihubungi
untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan. Bagaimana mengatur perawatan
lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu
jalan/walker, kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap
institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.

10. Pelakasanaan Discharge Planning dan Proses Keperawatan


Proses discharge planning memiliki kesaman dengan proses keperawatan. Kesamaan tersebut
bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di rawat sampai dengan adanya
evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien selama mendapatkan perawatan di rumah
sakit. Pelaksanaan discharge planning menurut Potter & Perry (2005:102) secara lebih
lengkap dapat di urut sebagai berikut:
a. Sejak waktu penerimaan pasien, lakkukan pengkajian tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan untuk pasien pulang, dengan menggunakan riwayat keperawatan, rencana
perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan secara terus
menerus.
b. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang berhubungan dengan
terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan yang dialami,
dan komplikasi yang mungkiin terjadi.
c. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang dapat
mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar jalan, langkah, fasilitas kamar
mandi). (Perawat yang melakukan perawatan di rumah hadir pada saat rujukan dilakukan,
untuk membantu pengkajian).
d. Berkolaborasi dngan dokter dan disiplin ilmu yang lain dalam mengkaji perlunya rujukan
untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat pelayanan yang lainnya.
e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan dengan
masalah kesehatan tersebut.
f. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan klien setelah
pulang.
g. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana keperawatan.
Evaluasi kemajuan secara terus menerus. Tentukan tujuan pulang yang relevan, yaitu sebagai
berikut:
1) Pasien akan memahami masalah kesehatan dan implikasinya.
2) Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan individualnya.
3) Lingkungan rumah akan menjadi aman
4) Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah
Persiapan Sebelum Hari Kepulangan Pasien
a. Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehingga kebutuhan pasien
dapat terpenuhi.
b. Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat kepada
pasien dan keluarga.
c. Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah pasien di rawat
di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala, komplikasi, informasi tentang obat-obatan yang
diberikan, penggunaan perawatan medis dalam perawatan lanjutan, diet, latihan, hal-hal yang
harus dihindari sehubungan dengan penyakit atau oprasi yang dijalani). Pasien mungkin dapat
diberikan pamflet atau buku.
Pada Hari Kepulangan Pasien
a. Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu berkaitan
dengan perawatan di rumah (sesuai pilihan).
b. Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan pengobatan, atau alat-
alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis sedini mungkin).
c. Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk pulang ke rumah.
d.Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh barang-barang
pribadinya untuk dibawa pulang. Berikan privasi jika diperlukan.
e. Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien yang masih tertinggal.
Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik kpasien yang telah ditandatangani dan
minta satpam atau administrator yang tepat untuk mengembalikan barang-barang berharga
tersebut kepada pasien. Hitung semua barang-barang berharga yang ada.
f. Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter. Periksa kembali
instruksi sebelumnya.
g. Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien masih perlu
membayar sisa tagian biaya. Atur pasien atau keluarga untuk pergi ke kantor tersebut.
h. Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang pasien. berikan kursi
roda untuk pasien yang tidak bisa berjalan sendiri. Pasien yang
i. Meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan dengan kereta dorong
ambulans.
j. Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan mengunakan mekanika tubuh
dan teknik pemindahan yang benar. Iringi pasien masuk ke dalam lembaga dimana sumber
transaportasi merupakan hal yang diperhatikan.
k. Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi lain. Bantu keluarga
memindahkan barang-barang pribadi pasien ke dalam kendaraan tersebut
l. Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan departemen lain yang
berwenang mengenai waktu kepulangan pasien.
m. Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada beberapa institusi pasien
akan menerima salinan dari format tersebut.
n. Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang

11. Keberhasilan Discharge Planning


Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah dipersiapkan untuk pulang,
pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi
yang harus dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau alat
transportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital, 2004 dalam Siahaan, 2009:23).
Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan
perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001
dalam Potter & Perry, 2006).
Discharge planning yang berhasil adalah suatu proses yang terpusat terkoordinasi dan terdiri
dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa pasien mempunyai suatu rencana
untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah meninggalkan rumah sakit
(American Hospital Association, 1983 dalam Potter & Perry, 2005:90). Discharge planning
membantu proses transisi pasien dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Proses
tersebut dapat dilihat keberhasilannya dengan beberapa indikator (Potter & Perry, 2005:93).
Indikator hasil yang diperoleh harus ditujukan untuk keberhasilan discharge planning pasien,
yaitu:
a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan dan
tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi keperawatan tingkat lanjut, dan respon
ynag diambil pada kondisi kedaruratan.
b. Pendidikan khusus diberikan kepada pasien dan keluarga untk memastikan perawatan yang
tepat setelah klien pulang.
c. Sistem pendukung di masyarakat dikoordinasikan agar memungkinkan pasien untuk
kembali ke rumahnya dan untuk membantu klien dan keluarga membuat koping terhadap
perubahan dalam status kesehatan pasien.
d. Melakukan relokasi pasien dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan pasien ke
tempat pelayanan kesehatan lain.
Discharge Planning pada BBLR
Perencanaan Pulang pada BBLR

A. Kriteria pulang pada BBLR


Ketercapaian
Kriteria Ya Tidak
(√) (x)
Keadaan umum baik
Mampu menghisap, menetek ,menelan
Bisa bernafas dengan baik
Suhu tubuh 3 hari berturut-turut stabil (rentang 36,5 C – 37.5 C)
BB 3 hari berturut-turut cenderung naik
Ibu mampu merawat bayinya

B. Waktu pasien Kontrol


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………
*) 2 hari setelah pasien pulang dilanjutkan hari ke-10, 20, 30,.. dst sampai BB
mencapai 2500gr atau sesuai kebutuhan di klinik laktasi / klinik tumbuh kembang
C. Hal yang di perhatikan DI rumah
– Kebersihan diri ibu termasuk kebersihan payudara
– Kebersihan badan bayi
– Tolong di ingat untuk cuci tangan sebelum dan setelah interaksi dengan bayi
– Kebersihan lingkungan harus dijaga
– Jauhkan dari sumber-sumber yang bias menyebabkan infeksi :
o …………………………………………………………………………
……
o …………………………………………………………………………
……
– Pemberian minum ( jika bayi tidur, tetap harus dibangunkan 2-3 jam sekali /
ngeksel)
– Jaga suhu bayi agar tidak terlampau panas ataupun dingin
– Ingat metode untuk menjaga kehangatan Bayi :
o Metode kmc
o dengan selendang
o baju kimono
o hem longgar
– Beri bayi topi, selimut penghangat
– Perawatan tali pusat harus bersih
– Lain-lain:




D. Perhatikan hal-hal berikut!
– Bayi tidak mau minum
– Bayi kelihatan lemas
– Bayi menangis tidak kuat
– Bayi diare
– Suhu tubuh bayi tinggi
Bila terjadi hal-hal di atas segera bawa ke rumah sakit / dokter!
Perencanaan Pulang ini telah di suluhkan oleh perawat jaga dan telah di terima oleh keluarga.
Dengan ini keluarga telah mengetahui dan pahan atas apa yang di sampaikan oleh perawat
dan tindakan tindak lanjut dapat di pertanggungjawabkan di kemudian hari.

……………., …………………………20….
Keluarga Perawat

(………….…………………………) (………….…………………………)
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY.S DENGAN DIAGNOSA


HIPERBILIRUBIN
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Data
Identitas Bayi :
Nama Klien : An “E”
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn.E (42 th)
Umur : 4 hari
Nama Ibu : Ny.S (37 th)
Pekerjaan Ayah : PNS/ IRT
Agama/Suku : Kristen
BB : 2600 g
Identitas Orang Tua :
Nama Ayah : Tn.E (42 th)
Pekerjaan Ayah : PNS
Pendidikan Ayah : Sarjana
Nama Ibu : Ny.S (37 th)
Pekerjaan Ibu : IRT
Agama : Kristen
Pendidikan Ibu : SMA
Alamat : Wanea
B. Keluhan Utama
Badan bayi berwarna kuning
C. Keluhan saat dikaji
Bayi dalam keadaan lemah, klien muntah, mendapat foto therapy dan tampak
kuning diseluruh permukaan tubuh.
D. Riwayat Perjalanan Penyakit
Bayi lahir dengan Sectio cecaria di Rumah Bersalin Ibunda, saat lahir bayi
langsung menangis, lahir jam 12.40 dengan BBL 2600 gr, PB : 49 cm, LK : 34
cm, ibu bayi dengan APB è placenta previa, datang ke RS lewat IGD pada
tanggal 12-5-05 dan dibawa keruang nicu pada tanggal 12-05-05 jam 17.40
wita dengan keluhan nafas cepat, syanosis, nampak kuning diseluruh
permukaan tubuh.
E. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Karena umur bayi baru 4 hari, maka tidak ada riwayat penyakit bayi yang
pernah di alami sebelumnya.
F. Riwayat Kehamilan
Usia kehamilan : 47-48 minggu
Anak ke : 6 (enam)
Penyakit ibu :-
Gerakan janin : dirasakan
Hamil ke : 6 (enam)
Rencana KB : setelah bayi lahir ibu disarankan steril ibu setuju
ANC : posyandu 4x teratur, bidan 2x teratur.
TT : 2x lengka
G. Riwayat Kehamilan yang lalu
Anak Ke 1 : meninggal sejak lahir
Anak Ke 2 : laki-laki, lahir spontan dibantu oleh dukun, usia 13 thn.
Anak Ke 3 : laki-laki, lahir spontan dibantu oleh dukun, usia 10 thn.
Anak Ke 4 : meninggal sejak lahir.
Anak Ke 5 : laki-laki, lahir dengan secsio cesaria, usia 3 thn.
Anak Ke 6 : yang ini.
H. Riwayat Persalinan
Bayi lahir : 12 Mei 2005 jam 12.40 Wita, dengan Secsio Cesaria,
BBL. PB,LK : 2600 gr, 49 cm, 34 cm.
I. Riwayat \Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada anggota keluarga
yang sedang sakit, dan juga tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit
menular seperti TBC, atau penyakit menurun seperti DM, Asma.
J. Pegkajian Fisik
 Pola respirasi
Klien terlihat nafas cepat, RR 68x/mt, terpadang O2.
 Nutrisi
Klien masih dipuasakan, kebutuhan klein akan nutrisi 310 cc/ 24 jam.
Karena BB klien saat dikaji 2300 kg masuk pada hari ke 4 kelahiran
dan dikalikan dengan jumlah cairan yang dibutuhkan dan ditambah 30
cc dikarenakan klien mendapat foto therapy. NGT terpasang dan
retensi banyak klien juga di spulling.
 Eliminasi
Saat dikaji klien BAB 3x dan BAK 5x, warna feces jitam kehijau-
hijauan.
 Aktifitas
Segala kebutuhan klien dipenuhi oleh ibunya dan perawat ruangan,
aktivitas klien berada dalam boks bayi dibawah sinar foto therapy
selama 6 jam dan diistirahatkan selama 2 jam dan dilanjutkan kembali
hingga kadar bilirubinnya turun.
 Istirahat tidur
Klien dapat tidur dengan nyenyak,klien sering bangun dan menangis
karena popoknya basah akibat BAK dan BAB serta karena haus.
 Suhu tubuh
Suhu tubuh bayi pada saat pengkajian 36,7 oC
 Personal hygiene
Bayi dimandikan dengan diseka 1 kali sehari dan kebersihan bayi
dibantu oleh perawat dan ibu, popok diganti setiap kali popok basah
oleh urin dan feses.
K. Pemeriksaan Fisik.
a. Reflek menggenggam : lemah
b. Refleks menghisap : lemah
c. Kekuatan menangis : lemah
d. BB : 2300 kg, LK : 34 cm, LL : 14 cm, PB : 49 cm.
e. Kepala : Rambut hitam, bagian depan dicukur, infus terpasang
12tts/mtè KA EN IB, tidak ada lesi dikulit kepala. Lingkar kepala 34
cm
f. Wajah : warna wajah terlihat kuning, tidak ada lesi pada wajah, kulit
bersih
g. Leher : tidak ada kelainan (pembesaran kelenjar tiroid/distensi vena
jugolaris)
h. Mata : mata tertutup verban saat terapy sinar, mata klien semetris
tidak ada lesi pada kedua mata.
i. Hidung : tidak ada lesi pada hidung, lubang hidung bersih,
terpasang O2 dan NGT.
j. Mulut : mukosa bibir lembab, lidah klien berwarna merah
keputih-putihan, ada bekas muntah di sudut bibir klien.
k. Telinga: bentuk simetris, tidak ada serumen
l. Dada : warna dada terlihat kuning, tidak ada lesi, terdengar
DJJ 138/ mnt.
m. Abdomen : tidak kembung, tidak ada nyeri tekan
n. Ektermitas : atas bawah tidak ada lesi, kuku klien pendek, gerak
aktif
L. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 13-05-2005
Haemoglobin : 16,6
Lekosit : 19.000
Eritrosit : 4,61
Trombosit : 279.000
Hematokrit : 48,2
M. Terapi
IVFD : KA-EN 1B 12 tts/mnt
Cefotaxim : 2x 125 mg IV
Spuling dengan NACL

II. Analisa Data

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1.| Ds : - Adanya pemberian Resiko tinggi
Do : foto therapy terjadinya injury
Warna kulit klien nampak
kuning
2. - Kelebihan bilirubin Resiko terjadinya
Do : indirek dalam kern ikterus
nampak warna kuning di tubuh klien yang
seluruh pemukaan tubuh dapat masuk
S : 36,50C N : 160 x/mnt kedalam jaringan
RR = 48x/mnt otak

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko terjadinya kern ikterus b/d kelebihan bilirubin indirek dalam tubuh
klien yang dapat masuk kedalam jaringan otak.
2. Resiko terjadinya injury b/d adanya pemberian foto therapy
IV. PERENCANAAN
RENCANA
TUJUAN DX RASIONAL
TINDAKAN

Setelah dilakukan I Ø Kolaborasi dengan Ø Merupakan


tindakan selama dokter untuk foto indikator untuk
24 jam therapy,O2, injeksi menilai jumlah
diharapkan resiko Cepotaxim 2x 125 mg bilirubin klien serta
tinggi terjadinya IV waktu yang diperlukan
kern ikterus dapat dalam terapy klien
Ø Kolaborasi dengan
dihindari dicegah
Lab untuk memeriksa Ø Untuk menilai
dengan kriteria :
bilirubin setiap 8 jam apakah kadar bilirubin
→ Kadar minimal setiap 24 jam klien melebihi normal
Bilirubin atau kurang dari
Ø Beri minum yang
berkurang normal
banyak
Ø Agar dehidrasi tidak
terjadi dan Untuk
memenuhi kebutuhan
cairan klien karena
klien berada dibawah
terapi sinar
Setelah dilakukan II Ø Observasi Vital sign Ø Melihat sejauhmana
tindakan selama perkembangan klien
Ø Observsi pemberian
24 jam
cahaya sesuai dengan Ø Dengan
diharapkan resiko
kebutuhan dan kondisi mengobservasi
tinggi injury
klien pemberian cahaya
dapat dicegah
sesuai dengan
dengan kriteria : Ø Observasi keadaan
kebutuhan dapat
umum klien setelah
Ø Pencahayaan mengetahui dan
therapy
cukup sesuai menilai penurunan
dengan Ø Cek intake dan kadar bilirubin serta
kebutuhan output selama sejauhmana klien
penyinaran mengalami injury.
Ø Kadar
bilirubin Ø Untuk mengetahui
berkurang tingkat perkembangan
klien dan sejauhmana
Ø Tubuh klien
terjadinya dehidrasi
tidak berwarna
kuning lagi Ø Menilai apakah
jimlah cairan yang
masuk sesuai dengan
instruksi dokter

V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

DX IMPLEMENTASI RESPON HASIL

I Ø Memonitor warna kulit bayi Ø Kulit bayi masih


tampak kuning
Ø Melakukan tindakan kolaborasi
dengan dokter untuk foto therapy Ø Foto therapy
terpasang jam 11.00 dan
Ø Memberikan injeksi cefotaxim
berakhir jam 17.00, bayi
125 mg IV
Ø Mengobservasi vital sign tampak menangis

Ø Mengoservasi kondisi kulit dan Ø Klien mendapat


mata klien injeksi cefotaxim

Ø Menimbang BB Ø Suhu 36,4 C, RR : 68


x/mnt, DJJ : 136x/ mnt.
Ø Mengobservasi keadaan umum
bayi Ø Kulit baik mata
tertutup dengan baik pula
Ø Mengobservasi intake dan output
Ø BB 2300 gr
Ø Mengobservasi penutup mata dan
popok klien Ø Keadaan umum masi
lemah

Ø Bayi masi puasa NGT


terpasang infuse KA EN
IB 12 tts/mnt retensi
banyak

Ø Mata tertutup rapat


dengan kain kasa dan
dilapisi dengan karbon
begitu pula dengan
popoknya tertutup
dengan baik

II Ø Memonitor warna kulit bayi Ø Kulit bayi masih


tampak kuning
Ø Melakukan tindakan kolaborasi
dengan dokter untuk foto therapy Ø Foto therapy
terpasang jam 11.00 dan
Ø Memberikan injeksi cefotaxim
berakhir jam 17.00, bayi
125 mg IV
tampak menangis
Ø Mengobservasi vital sign
Ø Klien mendapat
Ø Mengoservasi kondisi kulit dan
mata klien injeksi cefotaxim

Ø Menimbang BB Ø Suhu 36,5 C, RR : 40


x/mnt, DJJ : 144x/ mnt.
Ø Mengobservasi keadaan umum
bayi Ø Kulit baik masih
tampak kuning, mata
Ø Memberi minum bayi
tertutup dengan baik saat
Ø Memberi minum bayi foto therapy

Ø Mengobservasi penutup mata dan Ø BB 2260 kg


popok bayi
Ø Keadaan umum lesu,
Ø Memberi minum bayi tangis kuat

Ø Bayi minum pasi 10


cc

Ø Bayi minum pasi 10


cc

Ø Mata tertutup kain


kasa dilapisi dengan
karbon begitu juga
dengan popoknya
tertutup dengan baik

Ø Bayi minum pasi 10


cc

VI. CATATAN PERKEMBANGAN

DX CATATAN PERKEMBANGAN
S:-

O:

Ø Kadar bilirubin 11,4

Ø Klien masih nampak kuning


I
A : Resiko tinggi kern ikterus dapat
dicegah

P : Intervensi dilanjutkan

S:-

O:

Ø kulit klien masih nampak kuning

Ø pencahayaan cukup sesuai dengan

II kebutuhan dan kondisi, klien yaitu


selama 6 jam dan disitirahatkan selama
2 jam

A : Resiko tinggi injury dapat


dicegah

P : Intervensi dilanjutkan

VII. DISCHARGE PLANNING


1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-
gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui
menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam
hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
 Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
 Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan
daerah sekitar kulit yang rusak.
 Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan
kelembaban kulit.
 Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
 Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat
mengakibatkan lecet karena gesekan
 Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti
penekanan yang lama, garukan .
 Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah
karena bab dan bak.
 Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti :
turgor kulit, capilari reffil.

BAB IV

A. Kesimpulan
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan
aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang
kontinu dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan
kesehatan. Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan
melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat
dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien. Discharge planning pada BBLR
harus meliputi; penanganan bayi, pemeliharaan suhu tubuh, pencegahan infeksi,
pemberian makanan yang seusai dengan kemampuan, dan keadaan-keadaan yang
harus diwaspadai pada bayi (bayi tidak mau minum, kelihatan lemas, menangis tidak
kuat, diare, suhu tubuh bayi tinggi).
B. Saran
Penulis menyarankan pemberian discharge planning ini dilakukan oleh
perawat dirumah sakit karena discharge planning ini jarang dilakukan. Dan oleh
karena pemberian discharge planning sifatnya spesifik kepada pasien dengan
kemampuan dan kondisi yang berbeda, semisal pada bayi BBLR, tidak semua bayi
pulang dengan kemampuan yang sama, maka pemberian discharge planning ini
dilakukan dengan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Perawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Jitowiyono, Sugeng. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta. Nuha
Medika.
Yayan Pieter. Laporan Pendahuluan Bayi Berat Lahir Rendah 4 November 2013 di 08:30.
http://yayannerz.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-bayi-berat-lahir.html.

Yongki putra. Asuhan Keperawatan Bayi Dengan BBLR. 28 Oktober 2013 di 01:39.
http://yongke-putra.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-bayi-dengan-bblr.html

Ferli. Laporan Pendahuluan BBLR. 25 Januari 2013 di 19:40.


http://keperawatanbinahusada7nersferlyplg.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-
bblr.html5

S-ar putea să vă placă și