Sunteți pe pagina 1din 74

APLIKASI KEPERAWATAN PADA BAYI ATAU ANAK DENGAN

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DAN GIZI


Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Hj. Suyatini Spd, M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 5
Eva Ervianawati H P27901117005
Mella Angraini P27901117017
Neneng Hujaipah P27901117023
Ilah Kholilah P27901117011
Renata Indah Permatasari P27901117029
Siti Nur Azizah P27901117035

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak
nikmatnya kepada penulis sehingga atas berkat dan rahmat serta karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Aplikasi Keperawatan Pada Bayi
atau Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan dan Gizi” ini sesuai dengan waktu
yang penulis rencanakan.

Terima kasih penulis sampaikan juga kepada Hj. Suyatini, Spd,M.Kes selaku Dosen
pengajar Mata Kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis untuk mengerjakan tugas ini, sehingga penulis menjadi mengerti dan
memahami tentang Keperawatan Anak, tak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun
tidak langsung telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini.

Ibarat pepatah “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, maka begitu pulalah dengan
halnya makalah ini, walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, akan
tetapi penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik penulis harapkan demi
perbaikan makalah ini untuk ke depannya. Akhir kata penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Tangerang, 15 Februari 2019

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar belakang ................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 3

2.1 Aplikasi Keperawatan Pada Bayi/Anak Dengan Gangguan Gizi


2.1.1 Diare ................................................................................ 3
2.2 Aplikasi Keperawatan Pada Bayi/Anak Dengan Gangguan
Pencernaan ................................................................................... 10
2.2.1 Obesitas ........................................................................... 10
2.2.2 Kekurangan Energi Protein (KEP) .................................. 21
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 32

3.1 Kesimpulan..................................................................................... 48
3.2 Saran ............................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare merupakan masalah kesehatan yang cukup banyak dialami oleh
penduduk Indonesia, terutama sering menyerang bayi/balita. Hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya angka penderita diare dari tahun ke tahun. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare, sebagian kejadian
tersebut terjadi di negara berkembang.
Diare sebagai suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran pencernaan
yang dapat disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri, virus, dan
parasit. Beberapa organisme tersebut biasanya menginfeksi saluran pencernaan
manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh organisme
tersebut (food borne disease).
Kegemukan dan obesitas merupakan masalah gizi berlebih yang marak
dijumpai pada anak seluruh dunia. Kegemukan dan obesitas pada anak
merupakan konsekuensi dari asupan kalori yang berlebih.
Di indonesia untuk anak umur hingga 5 tahun pemantauan berat badan
dapat dilakukan melalui Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS dapat diperoleh dari
posyandu di setiap RW dan pemeriksaan ini tergolong sederhana dan mudah
dilakukan.
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan
makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi
amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian,
secara klinis digunakan istilah kekurangan energi dan protein (KEP) sebagai
nama umum. Bentuk klinik yang paling sering, yaitu kwashiorkor dan
marasmus.
Gangguan-gangguan diatas yang umumnya sering menyerang bayi/anak
yang sering menyebabkan molalitas, makal dari itu kelompok membahas

1
mamteri tentang “Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pencernaan
dan Gizi” agar mahasiswa keperawatan dapat memahami bagaimana
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada bayi dan anak sehingga terhindar
dari gangguan pencernaan dan gizi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan sistem
pencernaan?
- diare
2. Bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan gizi?
- Obesitas
- Kwashiorkor/marasmus

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami Bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan
gangguan sistem pencernaan: Diare
2. Memahami Bagaimana aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan
gangguan gizi: Obesitas dan Kwashiorkor/marasmus.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Aplikasi Keperawatan Pada Bayi/Anak Pada Gangguan Pencernaan


2.1.1 Diare
1) Pengertian
Diare merupakan masalah kesehatan yang cukup banyak dialami oleh
penduduk indonesia. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya angka penderita
diare dari tahun ke tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap
tahun karena diare, sebagian kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian
buang air besar dengan konsisteni lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi
kalai atau lebih selama 1 hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada
konsitensi tinja dari pada frekuensinya. Jika frekuensi BAB menigkat namun
konsitensi tinja padat, maka tidak disebut sebagai diare. Diare juga
didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran
pencernaan yang dapat disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri,
virus, dan parasit. Beberapa organisme tersebut biasanya menginfeksi saluran
pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh
organisme tersebut ( food borne disease).
2) Penyebab
Organisme penyebab diare biasanya berbentuk renik dan mampu
menimbulkan diare yang dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan
klinisnya. Jenis pertama adalah diare cair akut di mana balita akan kehilangan
cairan tubuh dalam jumlah yang besar sehingga mampu menyebabkan dehidrasi
dalam waktu yang cepat. Jenis kedua adalah diare akut berdarah yang sering
disebut disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang
disebabkan akibat kerusakan usus. Balita yang menderita diare berdarah akan
menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak pada penurunan status gizi.

3
Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana kejadian diare dapat
berlangsung > 14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak dengan status
gizi rendah, AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (WHO,2010).
Bayi yang menerima ASI ekslusif sering mempunyai tinja yang agak cair
atau seperti pasta (ini dianggap normal dan bukan diare). Ibu biasanya
mengetahui kapan anak mereka terkena diare dan dapat menjadi sumber
diagnosis kerja yang penting. Diare menyerang anak pada tahun-tahun pertama
kehidupannya. Indidensi diare tertinggi pada anak di bawah umur 2 tahun dan
akan menurun seiring bertambahnya usia.
3) Penanganan
Untuk mengatasi terjadinya diare, Kementrian Kesehatan RI merumuskan
langkah-langkah yang dinamakan lima langkah tuntaskan diare (Lintas Diare)
langkah-langkah tersebut meliputi:
a. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan meberikan oralit dan osmolaritas rendah. Apabila tidak bersedia,
penderita dapat diberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, atau
air matang. Oralit dengan osmolarita rendah dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan terbaik bagi penderita diare untuk mengganti
cairan yang hilang. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klarifikasi:
1) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
a) Keadaan umum : baik
b) Mata : normal
c) Rasa halus : normal, minum biasa
d) Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sebagai berikut:
a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
b) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

4
c) Umur > 5 tahun : 1 – 1 ½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dengan dehidrasi ringan / sedang
Diare dengan dehidrasi ringan / sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
a) Keadaan umum : gelisah, rewel
b) Mata : cekung
c) Rasa haus : haus, ingin minum banyak
d) Turgor kulit : kembai lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kg berat badan dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
a) Keadaan umum : lesu, lunglai, atau tidak sadar
b) Mata : cekung
c) Rasa haus : tidak bisa minum atau malas minum
d) Turgor kulit : kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan terdekat untuk diberi infus.
b. Berikan obat Zinc
Zinc dapat menghambat enzim Inducible Nitric Synthase (INS), dimana eksresi
enzim ini meningkat selam diare dan mengakibatkan hipereksresi epitel usus.
Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi kejadian diare.
Pemberian zinc selama diare mampu mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3
bulan berikutnya.
Dosis pemeberian Zinc pada balita:
1) Umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg ) per hari selama 10 hari.

5
2) Umur > 6 bulan: 1 tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
c. Pemberian ASI/ makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
diberi ASI. Sementara itu, anak yang minum susu formula juga diberikan susu
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih, termasuk bayi yang
telah mendapatkan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan
diberikan sedikit demi sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ektra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
d. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian
besar karena shigellosis) / suspek kolera. Obat-obatan antidiare juga tidak boleh
diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat.
Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan
bisa berakibat fatal. Obat antiprotozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan
oleh parasit. (ambu, giardia).
e. Pemberian sosialisasi
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasihat
(sosialisasi) mengenai:
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
2) Kapan harus membawa balita ke petugas kesehatan, yakni apabila:
a) Diare lebih sering terjadi,
b) Muntah berulang,
c) Sangat haus,
d) Makan/minum sedikit,
e) Timbul demam,

6
f) Feses berdarah, dan
g) Keadaan-keadaan tersebut tidak membaik dalam 3 hari.
4) Asuhan Keperawatan Diare Pada Anak
a. Pengkajian
1) kaji riwayat diare
2) kaji status hidrasi; ubun-ubun, turgor kulit, mata, membran, mukosa
kulit.
3) kaji tinja; jumlah, warna, bau, konsintensi, dan waktu buang air
besar
4) kaji intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
5) kaji berat badan
6) kaji tingkat aktivitas anak
7) kaji tanda-tanda vital
b. Diagnosa Keperawatan
1) Kurangi volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air
besar dan encer
2) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya
buang air besar
3) Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan terinfeksi
kuman diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan
penyebaran penyakit
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi
makanan dan cairan
5) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak
6) Cemas dan takut pada anak/orangtua berhubungan dengan
hospitalisasi dan kondisi sakit
c. Perencanaan

7
1) Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang
dintandai dengan pengeuaran urine sesuai, pengisian kembali
kapiler kurang dari dua detik, turgor kulit elastis, membran mukosa
lembab, dan berat badan tidk menunjukan penurunan
2) Anak tidak menunjukan gangguan integritas kulit yang ditandai
dengan kulit utuh dan tidak lecet
3) tidak terjadi penularan diare pada orang lain
4) Anak akan toleran dengan diit yang sesuai yang ditandai dengan
berat badan dalam batas normal dan tidak terjadi kekambuhan diare
5) orangtua dapat berpatisipasi dalam perawatan anak
6) Anak dan orang tua menunjukkan rasa cemas atau takut berkurang
yang ditandai dengan orangtua aktif merawat anak, bertanya dengan
perawat atau dokter tentang kondisi dan klarifikasi, dan anak tidak
menangis.
d. Implementasi
1) meningkatkan hidrasi dan keseimbangan elektrolit
a) Kaji status hidrasi, ubun – ubun, mata, turgor kulit dan membran
mukosa.
b) Kaji pengeluaran urine, gravitasi urine atau berat jenis urine (
1.005 – 1.020 ) atau sesuai dengan usia oengeluaran urine 1 – 2
ml/kg per jam.
c) kaji pemasukkan dan pengeluaran cairan
d) monitor tanda – tanda vital
e) pemeriksaan laboratorium sesuai program; eletrolit, Ht, pH, dan
serum albumin
f) pemberi cairan dan elektorlit sesuai protokol (dengan oralit, dan
cairan parenteral bila ada indikasi)
g) pemebrian obat antidiare dan antibiotik sesuai program
h) anak diistirahatkan

8
2) Mampertahankan keutuhan kulit
a) kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar
b) gunakan kapas lembap dan sabun bayi ( atau pH normal) untuk
membersihkan anus setiap buang air besar
c) Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembap
d) ganti popok/ kain apabila lembap atau basah
e) gunakan obat krim bila perlu untuk perawatan perineal
3) Mengurangi dan mencegah infeksi
a) Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orangtua dan
pengunjung
b) Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan
tempatkan pada tempat yang khusus
c) Gunakan standar pencegahan universal (seperti: sarung tangan,
dll.)
d) Tempatkan pada ruangan khusus
4) Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum
a) Timbang berat bdan anak setiap hari
b) Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
c) Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan
makanan yang sesuai dengan diet dan usia dan atau berat badan
anak.
d) Hindari minuman buah buahan
e) Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
f) Bagi bayi, ASI tetap diteruskan
g) Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang rendah
laktosa.
5) Meningkatkan pengetahuan orangtua
a) Kaji tingkat pemahaman orangtua
b) Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare

9
c) Ajarkan pada orangtua tentang pentingnya cuci tangan untuk
mrnghindari kontaminasi
d) Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
e) Jelaskan pentingnya kebersihan
6) Menurunkan rasa takut/ cemas pada anak dan orangtua
a) Ajarkan pada orangtua untuk mengekspresikan perasaan rasa
takut dan cemas, dengarkan keluhan orangtua dan bersikap
empati dan sentuhan terapeutik
b) Gunakan komunikasi terapeutik (kontak mata, sikap tubuh, dan
sentuhan)
c) Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan
orangtua
d) Libatkan orangtua dalam perawatan anak
e) Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan.
e. Evaluasi
 Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal
 Anak tidak menunjukan gangguan integritas kulit
 tidak terjadi penularan diare pada orang lain
 Anak toleran dengan diit yang sesuai
 orangtua dapat berpatisipasi dalam perawatan anak
 berkurangnya rasa cemas anak dan orang tua

2.2 Aplikasi Keperawatan Pada Bayi/Anak Pada Gangguan gizi


2.2.1 Obesitas
1) Pengertian
Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebih di dalam tubuh. Obesitas
terjadi ketika kelebihan asupan kalori. Anak dengan obesitas belum tentu
memiliki kecukupan gizi yang baik. Kecukupan gizi adalah banyaknya zat gizi

10
yang terpenuhi dari makanan bergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas, berat
badan, tinggi badan.

Sebelum mengenal jauh tentang obesitas. Maka harus mengenal apa


bedanya obesitas dengan overweight. Secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa overweight adalah kelebihan berat badan sedangkan obesitas kelebihan
berat badan yang lebih berat yang dapat menimbulkan penyakit.

Namun tidak semua anak yang gemuk dikategorikan sebagai anak yang
memiliki obesitas banyak juga anak yang memiliki kerangka tubuh lebih besar
dari rata-rata selain itu juga memiliki kadar lemak yang lebih tinggi pada masa
pertunbuhanya. jadi akan kelihatan seperti anak yang memiliki obesitas perlu
diketahui obesitas pada anak tidak bisa dilihat dari ukuran badan anak tersebut
dalam hali ini dokter berperan penting untuk memeriksa apakah anak itu
termasuk anak yang memiliki obesitas.

2) Klasifikasi Obesitas

1. Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:


a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%.
b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%.
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat
ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk).
2. Obesitas Sederhana (Simple Obesity)
Terdapat gejala kegemukan saja tanpa disertai kelainan hormonal/
mental/ fisik/ lainnya, obesitas ini terjadi karena faktor nutrisi.
3. Bentuk Khusus Obesitas
a. Kelainan Endokrin atau hormonal : tersering adalah
Syndrom Cushing, pada anak yang sensitive terhadap pengobatan
dengan hormone steroid.

11
b. Kelainan Stomatodisformik : Syndrom Prader-Willi,
Syndrom Summit dan Carpenter, Syndrom Laurence Moon-Biedl,
dan Syndrom Cohen. Obesitas pada kelainan ini hamper selalu
disertai mental retardasi, dan kelainan ortopedi.
c. Kelainan Hipotalamus : Kelainan pada hipotalamus yang
mempengaruhi nafsu makan, dan berakibat terjadinya obesitas,
sebagai akibat dari kraniofaringioma, leukemia serebral, trauma
kepala dan lain-lain.

Indeks Masa Tubuh (Body mass Indeks, BMI


BMI adalah suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan)
berat badan dengan tinggi badan. Dengan rumus :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
𝐵𝑀𝐼 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2

KLASIFIKASI BMI (kg/m2)


UNDERWEIGHT < 18,50
Severe thinness < 16,00
Moderate thinness 16,00- 16,99
Mild thinness 17.00-18,49
NORMAL 18,50 – 24,99
OVERWEIGHT ≥25,00
Pre- obesitas 25.00-29,99
OBESITAS ≥30,00
Obesitas Klass 1 30,00 – 34,99
Obesitas Klass 2 35,00 – 39,99
Obesitas Klass 3 ≥40,00

12
3) Penyebab dan Penanganan Obesitas pada Anak

Meskipun masalah genetik dan hormonal juga dapat menjadi penyebab


terjadinya obesitas pada anak-anak, kebanyakan kasus kelebihan berat badan
disebabkan karena anak-anak makan terlalu banyak dan terlalu sedikit bergerak.
Peningkatan kasus obesitas pada anak-anak disebabkan oleh berbagai faktor
yang saling berkaitan, diantaranya:

1. Faktor Keturunan
Seorang anak yang memiliki orang tua atau keluarga yang mengalami
obesitas juga berpotensi untuk mengalami hal sama. Namun, faktor genetik
saja tidak menyebabkan obesitas. Obesitas baru terjadi jika si anak
mengkonsumsi kalori berlebih dari jumlah yang seharusnya ia konsumsi.
2. Kebiasaan makan
Pola makan yang menyebabkan obesitas adalah makan tidak pada saat
lapar dan makan sambil menonton TV atau mengerjakan sesuatu seperti
pekerjaan rumah atau membaca.
Mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, seperti makanan cepat saji,
makanan yang dibakar dan kudapan memiliki andil dalam peningkatan
berat badan. Makanan tinggi lemak biasanya tinggi kalori. Minuman
bersoda, permen dan makanan penutup dapat juga menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan. Makanan dan minuman seperti ini biasanya
memiliki kandungan kalori dan gula atau garam yang tinggi.
3. Status Sosial Ekonomi
Berkaitan dengan gaya hidup, sikap, dan perilaku. Di Indonesia, orang
cenderung salah kaprah mengasosiasikan gemuk adalah baik. Anak harus
gemuk, montok, baru dibilang anak yang sehat. Kalau anak tidak gemuk,
seolah-olah hal tersebut merupakan kegagalan dari si ibu yang notabene
penyandang tugas pengasuhan anak. Jadi tujuan makan bergeser dari
memenuhi kebutuhan anak ke menjadikan anak gemuk. Timbullah cara-

13
cara instan seperti mengkonsumsi susu khusus bahkan mengkonsumsi
makanan cair sebagai pengganti susu atau sarapan.
4. Penurunan Aktivitas Fisik
Kecanggihan teknologi seperti televisi dan komputer menyebabkan
banyak anak-anak terpaku di depannya sehingga kurang melakukan
permainan yang melibatkan kegiatan fisik seperti bermain sepeda.
Menonton televisi bukan hanya menghabiskan kalori yang sangat sedikit,
tetapi bahkan menambah kalori karena makan cemilan selagi nonton.
Kegemukan sering muncul di masa pubertas, nafsu makan di usia remaja
ini memang meningkat. Kegemukan ini bisa menjadi lingkaran setan.
Makin gemuk anak, makin malas ia berolahraga. Makin sedikit ia bergerak
makin banyak lemak ditimbun di tubuhnya.
5. Bangsa atau Suku
Pada bangsa atau suku tertentu kadang-kadang terlihat lebih banyak
anggotanya yang menderita obesitas. Dalam hal ini sukar untuk
menentukan faktor yang lebih menonjol, keturunan atau latar belakang
kebudayaannya seperti biasa makan makanan yang mengandung banyak
energy, tidak berolahraga, dan sebagainya.
6. Gangguan Emosi
Gangguan emosi merupakan sebab terpenting obesitas anak besar dan
remaja. Pada anak yang sedang bersedih hati dan memisahkan diri dari
lingkungannya timbul rasa lapar yang berlebihan sebagai kompensasi
terhadap masalahnya. Adakalanya kebiasaan makan yang terlampau
banyak ini akan menghilang dengan menyembuhnya gangguan emosi yang
dideritanya.
7. Gangguan Hormon
Walaupun sangat jarang, adakalanya obesitas disebabkan oleh tidak
adanya keseimbangan antar hormon, seperti pada Sindroma Cushing,
hiperaktivitas adrenocortikal, hipogonadisme, dan penyakit hormon lain.

14
4) Manifestasi Klinis Obesitas

Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak
biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak
wanita, selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan
perkembangan lebih cepat (ternyata jika periksa usia tulangnya), sehingga pada
akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi
badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Bentuk
tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas:
a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil
dengan jari – jari yang berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan
dagu yang berbentuk ganda.
c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara
yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian menimbulkan
perasaan yang kurang menyenangkan.
d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul
lonceng, kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu.
e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya
pada biseb dan trisebnya.

5) Tatalaksana dan Pencegahan


a) Tatalaksana
Tujuan utama tata laksana obesitas pada anak dan remaja adalah
menyadarkan tentang pola makan yang berlebihan dan aktivitas yang kurang
serta memberikan motivasi untuk memodifikasi perilaku anak dan orang tua.
Tujuan jangka panjang adalah perubahan gaya hidup yang menetap.

15
1. Pengaturan Makanan
a. Pada bayi.
 Sebaiknya diberikan ASI eksklusif, bila menggunakan susu formula
perhatikan takaran dan volume pemberian susu.
 makanan padat tidak boleh diberikan kurang dari 4 bulan; bayi mulai
diperkenalkan minum dengan cangkir umur 7 -8 bulan, botol mulai
dihilangkan umur 1 tahun.
 Pemberian sayur dan buah jangan sampai terputus.
b. Anak usia pra sekolah (1 - 3 th).
 Hindari makan gorengan (krupuk, keripik, dll) dan penambahan lemak
untuk memasak. (misal: santan, minyak, margarine)
 Pilih daging yang tidak berlemak.
 Lebih baik gunakan margarine, keju yang rendah lemak
 Hindari penambahan gula pada makanan dan minuman, pemanis buatan
(misal: aspartame) bisa digunakan bila perlu.
 Hindari coklat, permen, cake, biskuit, kue kue dan makanan lain sejenis.
 Berikan sayuran setiap makan dan buah untuk makanan selingan.
 Gunakan susu rendah lemak atau tanpa lemak.
Pada usia ini (0 - 3 th) tidak perlu diberikan pengurangan kalori dari
kebutuhannya, bayi/anak akan mengalami penurunan BB secara spontan
sesuai dengan pertumbuhannnya. Pengurangan kalori dibawah kebutuhan
jika tidak dirancang dengan baik dapat menimbulkan defisiensi zat gizi
yang mungkin dapat menghambat tumbuh kembang anak yang masih pesat
terutama tumbuh kembang otak.
c. Anak usia sekolah (4 - 6 th)
Hal hal yang dianjurkan sama dengan anak usia pra sekolah. Energi
diberikan sesuai kebutuhan. Dalam keadaan yang terpaksa, misal

16
pernafasan terganggu, susah bergerak diberikan pengurangan kalori dengan
pengawasan yang ketat.
d. Anak usia remaja
Target penurunan berat badan dapat direncanakan setiap kunjungan,
biasanya 1 - 2 kg/ bulan. Penurunan asupan kalori diberikan bertahap
sekitar 300 - 500 Kalori dari asupan makanan sehari-hari.
Penurunan berat badan tidak perlu menghilangkan seluruh kelebihan berat
abdan karena pertumbuhan linier masih berlangsung, penurunan berat
badan cukup sampai berat badan berada 20 % diatas berat badan ideal.
b) Cara Mencegah Obesitas pada Anak
Obesitas merupakan salah satu faktor penyebab penyakit tidak menular
(noncommunicable disease) yang dapat dicegah dengan mengubah gaya
hidup (WHO, 2014). Pada tingkat individual (WHO, 2014), obesitas dapat
dicegah dengan:
1. Membatasi asupan makanan yang mengandung lemak dan karbohidrat.
2. Meningkatkan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan, termasuk
tumbuhan polong-polongan, gandum murni dan kacang-kacangan.
3. Melakukan aktivitas fisik secara teratur (60 menit perhari untuk anak-
anak dan 150 menit perhari untuk dewasa).

Selain itu, pencegahan juga perlu dilakukan pada tingkat masyarakat


(WHO, 2014), yaitu:

1. Mendukung individu untuk mengikuti pencegahan di atas, melalui


komitmen politik berkelanjutan dan kerja sama dari banyak pihak
publik dan swasta.
2. Memberikan sarana untuk pelaksanaan aktivitas fisik dan menyediakan
pilihan makanan sehat yang dapat dijangkau oleh semua masyarakat,
terutama masyarakat miskin.

17
Industri makanan juga memiliki peran penting dalam mensukseskan
promosi kesehatan ini (WHO, 2014), dengan cara:
1. Mengurangi kandungan gula, garam dan lemak pada makanan
olahan.
2. Menyediakan pilihan makanan yang sehat dan bergizi yang
terjangkau bagi konsumen.
3. Melakukan sistem pemasaran yang bertanggung jawab, terutama bagi
anak-anak dan remaja.
4. Memastikan ketersediaan makanan yang sehat dan mendukung
adanya aktivitas fisik yang teratur di tempat kerja.
Peran serta lingkungan dan komunitas yang mendukung promosi
kesehatan dapat membantu masyarakat untuk mengubah gaya hidup
menjadi gaya hidup sehat, sehingga dapat mencegah obesitas.
Sedangkan menurut Soeria (2013), langkah-langkah untuk mencegah
obesitas yaitu :
1. Makan makanan pokok cukup 3 kali sehari, pagi, siang, dan
menjelang malam, secara teratur.
2. Hindari konsumsi makanan camilan, manisan dan sejenisnya.
3. Usahakan jangan makan sebelum tidur.
4. Perbanyak makan sayuran segar dan buah-buahan, hindari
mengkonsumsi makanan siap saji.
5. Sebaiknya menggunakan bahan makanan yang berkadar lemak
rendah.
6. Berolahraga secara teratur sehingga lemak dalam tubuh terbakar yang
keluar bersama keringat.
7. Kunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.
8. Jangan makan sambil nonton tv atau chatting sehingga lupa seberapa
banyak makanan yang dikonsumsi.

18
9. Hindari makanan yang mengandung garam atau kadar garam
berlebihan karena garam akan membantu tubuh menyimpan air
dalam skala lebih besar sehingga berat badan bertambah.
10. Jangan konsumsi minuman beralkohol karena kadar gula dan kalori
dalam alkohol akan mempercepat kegemukan.
6) Asuhan Keperawatan Pada Anak Obesitas
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Identitas nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, no. register.
2) Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan sekarang : keluhan pasien saat ini
 Riwayat Kesehatan masa lalu : kaji apakah ada keluarga dari
pasien yang pernah menderita obesitas
 Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada ada di antara
keluarga yang mengalami penyakit serupa atau memicu
 Riwayat psikososial,spiritual : kaji kemampuan interaksi sosial ,
ketaatan beribadah , kepercayaan.
b. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
 Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan intake makanan yang lebih.
 Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika atau
psikosial pandangan px tehadap diri.
 Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ungkapan atau
tampak tidak nyaman dalam situasi sosial.
 Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, nyeri, ansietas, kelemahan dan obstruksi
trakeobronkial

19
c. Perencanaan
1) Perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam program
latihan
2) - Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan idealism
- Mengakui individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
3) Menunjukan peningkatan perubahan positif dalam perilaku sosial
dan interpersonal
4) - Mempertahankan ventilasi yang adekuat
- Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain
d. Intervensi
1) - Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan
pasien
 Timbang berat badan secara periodic
 Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan keb kalori dan
nutrisi penurunan berat badan
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penekan nafsu
makan (ex.dietilpropinion)
2) – Beri Privasi kepada Px selama perawata
 Waspadai mitos px / orang terdekat
 Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk menghindari
kritik
 Waspadai makan berlebih
 Kolaborasi dengan kelompok terapi
3) - Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
 Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
 Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan indikasi
4) - Awasi , auskultasi bunyi napas

20
 Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
 Bantu lakukan napas dalam, batuk menekan insisi
 Ubah posisi secara periodic
 Berikan O2 tambahan / alat pernapasan lain
e. Evaluasi
1) Menunjukan penurunan berat badan dalam rentang normal.
2) Menyatakan gambaran (kepribadian) diri lebih nyata
3) Dapat mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang
menyebabkan interaksi sosial yang buruk
4) pola napas dalam rentang normal

2.2.2 Kekurangan Energi Protein (KEP)


1) Pengertian
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit-penyakit tertentu (pedoman Penanggulangan
KEP dan Perunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita, 1997: 2).
Dalam buku Kapita Selekta, jilid 2, Kurang Energi Protein (KEP) adalah
keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Kebutuhan Gizi (AKG)
(KPS, 2000: 512).
KEP hampir selalu disertai dengan kekurangan nutrisi-nutrisi lain, istilah
‘Kurang Gizi Berat Pada Anak-Anak’ atau ‘Severe Childhood Undernutrition’
(SCU). SCU, baik primer maupun sekunder merupakan spectrum yang
memiliki rentang dari kekurangan gizi ringan yang ditandai dengan
berkurangnya rasio tinggi badan dan berat badan sesuai umur, hingga
kekurangan gizi yang berat yang ditandai dengan berkurangnya rasio tinggi
badan dan berat badan yang signifikan sesuai umur disertai dengan ‘wasting’/

21
pengurangan atau kehilangan massa otot (bertambah kurus), yaitu penurunan
rasio berat badan sesuai tinggi badan normal. SCU dibedakan secara klinis
menjadi 3, yaitu:
- Marasmus (penurunan berat badan/’wasting’ yang berat tanpa disertai
edema)
- Kwashiorkor (ditandai dengan edema)
- Marasmus-Kwashiorkor (merupakan gabungan keduanya, ditandai dengan
‘wasting’ dan edema)
2) Klasifikasi
a. klasifikasi menurut standar baku nasional
Ambang Batas (SD: Standar
Indeks Status Gizi
Deviasi)
BB/U Gizi lebih Z score > + 2 SD
Gizi baik Z score ≥ - 2 SD s/d + 2 SD
Gizi kurang Z score < - 2 SD s/d ≥ - 3 SD
Gizi buruk Z score < - 3 SD

Penggolongan KEP berdasarkan baku antropometri WHO-NCHS Depkes


RI 2002. Dalam tingkat puskesmas penentuan KEP dilakukan dengan
menimbang berat badan anak disbanding dengan umur dan menggunakan
KMS dan table BB/U dengan kriteria:
 KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada
pita kuning BB/U 70-80% atau Z score < - 2 SD s/d ≥ - 3 SD Baku
median WHO-NCHS
 KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di
bawah garis merah (BGM) BB/U 60-70% Baku median WHO-NCHS
 KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60% atau BB/U < -
3 SD Baku median WHO-NCHS.

22
Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang,
sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan table BB/U Baku
median WHO-NCHS.
b. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust (FAO/WHO
Exp.Comm.,1971)
Cara Wellcome Trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak diperlukan
penentuan gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat dilakukan oleh tenaga
para medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk survei lapangan guna
menentukan prevalensi tipe-tipe KEP banyak gunanya.
Berat badan % dari Edema
baku* Tidak ada Ada
> 60 % Gizi kurang Kwashiorkor
< 60 % Marasmus Kwashiorkor marasmic
* Baku = persentil 50 Harvard
3) Etiologi
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada
beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit
tersebut, antara lain faktor diet, faktor social, kepadatan penduduk, infeksi,
kemiskinan, dan lain-lain.
1) Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan
diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan
menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian
yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan
diet yang kurang-lebih sama, pada beberapa anak timbul gejala-gejala
kwashiorkor, sedangkan pada beberapa anak yang lain timbul gejala-gejala
marasmus.

23
2) Peranan faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-
temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya
pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang
merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu didasarkan pada
keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika pantangan tersebut
berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan
dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat diatasi. Faktor-faktor
sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah:

a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai


banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah
tunggal;
b) Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak,
sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat member cukup
makan pada anggota keluarganya yang besar itu;
c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, anak-
anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka
tidak mendapat perhatian dan pengobatan semestinya;
d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga
harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian,
bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

3) Peranan kepadatan penduduk

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah


yang banyak jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan
hygiene yang buruk, misalnya, di kota-kota dengan kemungkinan

24
pertambahan penduduk yang sangat cepat; sedangkan kwashiorkor akan
terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang
mempunyai kebiasaan untuk member makanan tambahan berupa tepung,
terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak cukup mendapat ASI.

4) Peranan infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi antara malnutrisi dan infeksi.


Indeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi,
walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negative pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai
infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar
daripada sendiri-sendiri.

5) Peranan kemiskinan

Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama


merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara
tersebut. Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory
Committee on Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan
merupakan dasar penyakit KEP. Dengan penghasilan yang tetap rendah,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan makan, ditambah pula dengan
timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal
timbulnya gejala KEP lebih dipercepat.

4) Jenis – Jenis Kekurangan Energi Protein (KEP)


1) Kwashiorkor
a. Pengertian
Kwashiorkor adalah KEP berat yang disebabkan oleh defisiensi
protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari

25
keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak
mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein
hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan
sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam
kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak
dapat menderita defisiensi protein.
Menurut buku Asyhan Keperawatan Anak Dalam Kontek
Keluarga, 1993: V, kwashiorkor mempunyai definisi satu keadaan
dimana anak menderita hidroprotein. Dengan demikian kwashiorkor
jelas menjadi suatu masalah kesehatan yang harus mendapat prioritas
penanganan.

b. Tanda dan Gejala

a. Selalu ada

26
Gejala berikut selalu ada dan seluruhnya membutuhkan
diagnosa pada anak umur 1 – 3 tahun karena kemungkinan
telah mendapat makanan mengandung banyak karbohidrat.
- Kegagalan pertumbuhan, terlihat adanya BB rendah
kecuali bila oedem muncul.
- Oedema
- Otot menyusul tetapi lemak di bawah kulit disimpan
- Kesengsaraan, sukar diukur dengan gejala awal anak
menjadi rewel diikuti dengan perhatian yang kurang.
- Letarghi
- Anorexia
b. Biasanya ada
Satu atau lebih dari tanda-tanda berikut biasanya muncul,
tetapi tidak satupun yang betul-betul memerlukan diagnosis :
- Perubahan rambut, warnanya lebih muda (cokelat,
kemerahan, mendekati putih, dsb) lurus, jarang, halus,
mudah lepas bila ditarik.
- Warna kulit lebih muda
- Tinja yang encer, mungkin disebabkan gangguan
penyerapan makanan, terutama gula.
- Anemia yang tidak berat, biasanya ada kemungkinan
infeksi cacing atau malaria.
c. Kadang-kadang ada
Satu atau lebih gejala-gejala berikut kadang-kadang muncul,
tetapi tidak ada satupun yang memerlukan diagnosis.
- Ruam, bercak-bercak bersepih. Yakni noda warna gelap
pada kulit, yang bila terkelupas meninggalkan warna kulit
yang sangat muda atau bahkan ulkus dibawahnya. Dapat

27
terjadi pada seluruh bagian tubuh, tapi sering terlihat di
belakang tungkai atau panggul.
- Ulkus dan retakan. Tukak yang kecil seringkali muncul
terutama di daerah yang banyak mendapat tekanan,
terutama di belakang telinga.
- Tanda-tanda vitamin, misal luka di sudut mulut, lidah
berwarna merah terang, karena kekurangan riboflavin.
- Pembesaran hati, tepi dari hati 4 inci di bawah batas lidah.
Pembesaran ini disebabkan perlemahan hati.
c. Komplikasi
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah terinfeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan
kemampuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat
dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara
statistic mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada
awal kehidupan (bayi dan anak) dapat menurunkan IQ secara
permanen. Dapat ditemukan pula enteristis, infestasi cacing
tuberkulosis, defisiensi vitamin A. Komplikasi lain yang dapat
ditimbulkan adalah:
 Defisiensi zat besi
 Hiperpigmentasi kulit
 Edema anasarka
 Diare
 Anemia
 Hipokalemia
 Hipernatermia

28
2) Marasmus
a. Pengertian
Marasmus adalah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat.
Keadaan merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan
khususnya karbohidrat dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada
beberapa faktor lain pada anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus (Nurarif, 2013).
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan
sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi
protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam
waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status
marasmik kwashiorkor.
b. Tanda dan Gejala

a) Selalu ada
 Gangguan perkembangan, yang ditunjukkan dengan berat
badan yang sangat rendah bila dibandingkan anak seusianya.
 Hilangnya lemak di otot dan bawah kulit, karena makanan
kurang mengandung kalori dan protein. Pada kasus yang
berat, maka akan menjadi “seperti orang tua”.

29
 Anak cengeng, rewel dan tidak bergairah
 Vena superficialis mencolok
 Mata besar dan dalam
 Akral dingin
 Suhu badan dibawah normal
 Denyut nadi lambat
 Perut cekung
b) Kadang-kadang ada
 Sering disertai dengan penyakit infeksi yang umumnya
kronis berulang, misalnya diare kronis atau konstipasi.
 Perubahan rambut seperti pada kwashiorkor, hanya saja
biasanya kurang jelas.
 Dehidrasi karena diare yang infektif
c. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada anak dengan gangguan
marasmus adalah defisiensi vitamin A, infestasi cacing, dermatis,
tuberkolosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gangguan tumbuh serta
keterlambatan mental dan psikomotor.
3) Marasmus-Kwashiorkor
a. Pengertian
Marasmus-kwashiorkor adalah salah satu kekurangan energi protein
berat yang temuan klinisnya terdapat tanda-tanda kwashiorkor dan
marasmus, anak mengalami edema, kurus berat, dan berhenti tumbuh.
(Wong, 2008; 445).
Marasmus-Kwashiorkor merupaka campuran dari beberapa gejala
klinik kwashiorkor dan marasmus, disertai dengan edema yang tidak
mencolok. (Depkes RI, 2001).\

30
Jadi marasmus-kwashirokor adalah merupakan sindrom perpaduan dari
marasmus dan kwashiorkor.
b. Tanda dan Gejala
Gambaran klinik dari marasmus-kwashiorkor adalah merupakan
campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan
BB/U < 60% baku median WHO-NHCS disertai edema yang tidak
mencolok.
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran
antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak
cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian, disamping menurunnya berat badan di
bawah 60% dari normal memperlihatkan gejala-gejala kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi
terlihat pula.

c. Komplikasi
Marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasi-komplikasi yaitu:

(1) Perkembangan mental


Menurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada
masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA,

31
dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang
walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi
otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak
dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih
kecil.
(2) Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa
mulut yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan
dagu, biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang
berdekatan dengan lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu
penyakit yang menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang
menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor.
(3) Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui
akibat defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor
namun dapat juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu
diwaspadai pada penderita KEP berat karena ditakutkan akan
mengalami kebutaan.
(4) Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada
umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti
tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Maka
dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi.
Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin menurun
jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga
akan semakin berat.
5) Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan KEP adalah

32
1) Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai
biologi tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral
2) Makanan harus mudah dicerna dan diserap
3) Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap
makanan sangat rendah
4) Penanganan terhadap penyakit penyerta
5) Tindak lanjut berupa peantauan kesehatan penderita dan
penyuluhan gizi terhadap keluarga
(A.H. Markum, 1991)

Menurut WHO Prinsip Dasar Pengobatan Gizi Buruk (10 Langkah utama)
yaitu:
Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Cara mengatasi hipoglikemia:
1. Sadar (tidak letargis)
 Berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10%* secara
oral atau NGT (bolus) sebanyak 50ml
2. Tidak sadar (letargis)
 Berikan larutan Glukosa 10% secara intravena(iv) (bolus) sebanyak
5 ml/kgBB
 Selanjutnya berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir
10% secara oral atau NGT (bolus) sebanyak 50 ml.
3. Renjatan(syok)
 Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer Laktat dan
Dextrose/Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1 (=RLG 5%)
sebanyak 15ml/kgBB selama 1 jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB
 Selanjutnya berika larutan Glukosa 10% secara intravena (iv) (bolus)
sebanyak 5ml/kgBB
*5 gram gula pasir (=1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50ml

33
Pemantauan:
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit.
 Jika kadar gula darah < 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian
larutan glukosa atau gula 10%.
 Jika suhu rectal <35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hiponatremia, ulangi pengukuran kadar
gula darah dan tangani sesuai keadaan (hiponatremia dan hipoglikemia).
Pencegahan:
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-
3 jam siang malam.
Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia
Suhu tubuh 36-370C
Keadaan ini pada anak gizi buruk dapat dengan mudah jatuh pada
hiponatremia, cara untuk mempertahankan (pencegahan) agar tidak
hipotermia adalah:
1. Tutuplah tubuh anak termasuk kepalanya
2. Hindari adanya hembusan angin dalam ruang perawatan
3. Petahankan suhu ruangan sekitar 25-300C.
4. Jangan membiarkan anak tanpa baju terlalu lama pada saat tindakan
pemeriksaan dan penimbangan.
5. Usahakan tangan dari pemberi perawatan pada saat menangani anak
gizi buruk dalam keadaan hangat.
6. Segeralah ganti baju atau peralatan tidur yang basah oleh karena air
kencing atau keringat atau sebab-sebab yang lain.
7. Bila anak baru saja dibersihkan tubuhnya dengan air, segera keringkan
dengan sebaik-baiknya.

34
8. Jangan menghangati anak dengan air panas dalam botol, hal ini untuk
menghindari ibu anak/pengasuh lupa membungkus botol dengan kain
akan menyebabkan kulit anak terbakar.
Suhu tubuh <360C (hipotermia)
Cara untuk memulihkan penderita gizi buruk yang mengalami hipotermia
adalah:
1. Bila suhu <360C harus dilakukan tindakan menghangati untuk
mengembalikan kembali suhu tubuh anak.
2. Pemanasan suhu tubuh anak yang hipotermia adalah dengan cara
“kanguru”, yaitu dengan mengadakan kontak langsung kulit ibu dan
kulit anak untuk memindahkan panas tubuh ibu kepada tubuh anak dan
anak digendong serta diselimuti seluruh tubuhnya.
3. Pemanasan tubuh anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan
lampu. Lampu harus diletakkan 50cm dari tubuh anak.
4. Suhu tubuh harus dimonitor setiap 30 menit untuk memastikan bahwa
suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi akibat pemanasan.
5. Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 370C.
Pemantauan:
1. Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi
36,50C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah
jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36,50C.
2. Patikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada
malam hari.
3. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hiponatremi.
Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi
buruk hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk
dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

35
Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.
Tatalaksana
1. Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, keciali pada kasus dehidrasi berat
dengan/tanpa syok.
2. Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
 Beri 5ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.
 Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml.kgBB/jam berselang-
seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama setiap jam selama 10
jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume
tinja yang keluar, dan apakah anak muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan
mempunyai kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan
yang lebih tepat adalah ReSoMal.
 Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.
 Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1th:
50-100ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 thL 100-200ml setiap
buang air besar.
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat
berbahaya dan bias mengakibatkan gagal jantung dan kematian.
Periksalah
 Frekuensi napas
 Frekuensi nadi
 Frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

36
 Frekuensi buang air besar dan muntah
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada dieresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan
fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda
membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak
memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi,
sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.6
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat
5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian
cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan
pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai
pengganti larutan oralit standar.
 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
 Pemberian F-75 sesegera mungkin
 Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.
Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun
kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering
terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema
(jangan obati edema dengan pemberian diuretikum)
Berikan:
- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg
KCl/kgBB/hari)
- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2
/kgBB/hari)

37
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang
ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut
pada 1liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran
6 untuk cara pembuatan larutan).
Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi
Pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin:
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah
diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan
gizi anak menjadi baik.
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7
hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan
infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Bila tanpa komplikasi:
 Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari
(2,5 ml bila berat badan < 4 Kg)
Atau bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi
(hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran
kencing), beri:
 Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari,
dilanjutkan dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8
jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50
mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.

38
 Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
 Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan
kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
 Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik
spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan
darah untuk malaria positif.
 Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik,
lengkapi pemberian hingga 10 hari.
 Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang
resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan
benar.
Langkah Ke-6: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien
Berikan setiap hari:
- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari I: umur > 1 tahun: 200.000 SI, 6-12 bulan:
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak
sudah mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada
tanda/gejala defisiensi vit A, berikan vitamin dosis terapi.
Langkah Ke-7: Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan ≥ 50
g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,

39
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan
untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara
mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan:
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per
100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein
2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali
(=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi:
• frekwensi nafas
• frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian
formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.9
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi: 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula,
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-
kejar
Pemantauan setelah periode transisi:
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan:

40
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu
Bila kenaikan BB:
- kurang (<50 g/minggu), perlu re-evaluasi menyeluruh: cek apakah
asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
- Baik (≥ 50 g/minggu), lanjutkan pemberian makanan
Langkah Ke-8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah:
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi: 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein: 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan: 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip
tersebut. Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah,
berikan dengan sendok / pipet.
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1
hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80
Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri
makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.9
Pantau dan catat:
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian)

41
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:
 Kasih sayang
 Lingkungan yang ceria
 Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
 Aktifitas fisik segera setelah sembuh
 Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,
dapat dikatakan anak sembuh.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah penderita dipulangkan.9
Peragakan kepada orangtua:
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien
yang padat
- terapi bermain terstruktur.
Sarankan:
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
 bulan I : 1x/minggu
 bulan II : 1x/2 minggu
 bulan III : 1x/bulan
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
-

42
6) Konsep Asuhan Keperawatan KEP
1. Pengkajian
- Biodata
Sering menyerang anak usia 1-3 tahun, bisa laki-laki / perempuan, yang
kebanyakan tinggal di daerah miskin
- Keluhan Utama
Anak rewel, cengeng, anorexia, anak kurus tinggal tulang, suhu badan di
bawah normal, disertai diare kronik
- Riwayat Penyakit Sekarang
Badan lesu, pandangan mata sayu, tidak bersemangat, tidak mau makan
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare kronik
- Riwayat Kesehatan Keluarga
- Pola Fungsi Kesehatan
 Status nutrisi : berat badan menurun, anak tampak
kurus atau odem, sulit makan.
 Kebutuhan tidur dan istirahat : anak terganggu, cengeng, rewel.
 Pola eliminasi BAK : volume urine menurun
BAB : sering konstipasi, dan diare
 Koping keluarga rendah
- Pemeriksaan Fisik
TTV:
 Suhu: di bawah normal
 Nadi: bradikardia
 RR: berkurang
 TD: berkurang
 Kepala dan rambut: Ubun-ubun cekung pada bayi, warna rambut
pirang, tipis dan mudah rontok, muka membulat dan sembab, tulang

43
pipi dan dagu menonjol, mata tampak besar dan dalam, mulut kering
dan kotor, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Ekstremitas: Ujung kaki dan tangan terasa dingin, tampak sianosis,
otot atrofi, jaringan subkutis tipis dan lembut.
- Rasa Aman dan Nyaman
Anak merasa lemah dan tidak bergairah
- Interaksi social
Anak tidak tertarik untuk bermain dengan teman-temannya
- Nutrisi
Nutirsi anak sangat kurang ditandai anak tampak kurus kering, cengeng, rewel,
perut cekung, sering diare.
2. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Anak tampak kurus kering, rewel, perut cekung, wajah seperti orang
tua, kulit keriput, tidak odem.
b) Palpasi
Denyut nadi dan pernafasan lambat, turgor kulit jelek
c) Auskultasi
Denyut jantung berkurang, tidak ada pembesaran jantung S1: S2.
Suara nafas tambahan tak ada, terdapat bising usus.
d) Perkusi
Reflek patela kurang
- Dada dan Abdomen: adanya pembesaran hati, perut membuncit
atau cekung. Dengan gambaran usus yang jelas, peristaltik
meningkat
- Integumen: Turgor kulit jelek, kulit keriput dan bersisik ada
bercak merah yang meluas dan berubah hitam terkelupas
- Genetalia: dalam batas normal.

44
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan
radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada
paru.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan
Marasmik-Kwashiorkor adalah:
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare.
Intervensi :
1) Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan
nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat
seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai
status sosial ekonomi klien.
2) Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan
keluarga untuk melakukannya sendiri.
3) Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
4) Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan
kulit setiap pagi.
Evaluasi keperawatan: asupan nutrisi yang adekuat dan sesuai
dengan kebutuhan tubuh
 Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare.
Intervensi :
1) Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai
program rehidrasi.

45
2) Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi
yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi
pemberian infus/selang sonde.
3) Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
4) Hitung balans cairan.
evaluasi keperawatan: kebutuhan cairan terpenuhi
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat
Intervensi :
1) Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan
tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
2) Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet
pemulihan.
3) Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
4) Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
5) Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan
dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
evaluasi keperawatan: pemenuhan kalori dan protein untuk
tumbuh kembang terpenuhi
 Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan
peningkatan sekresi trakheobronkhial
Intervensi :
1) Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang
semestinya secara berkala.
2) Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-
an/minuman.
3) Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah
pemberian makanan/minuman.
4) Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/

46
minuman personde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya
setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
5) Observasi tanda-tanda aspirasi.
Evaluasi keperawatan: keluarga mengetahui dan benar dalam
pemberian makan per sonde
 Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi
trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Intervensi :
1) Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
2) Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program
terapi.
3) Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.
Evaluasi Keperawatan: Bersihan nafas efektif

47
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian
buang air besar dengan konsisteni lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi
kalai atau lebih selama 1 hari atau lebih. Bayi yang menerima ASI ekslusif
sering mempunyai tinja yang agak cair atau seperti pasta (ini dianggap normal
dan bukan diare). Diare menyerang anak pada tahun-tahun pertama
kehidupannya. Indidensi diare tertinggi pada anak di bawah umur 2 tahun dan
akan menurun seiring bertambahnya usia.
Kelebihan berat badan pada anak yang tidak wajar saat seumuran balita
yang disebabkan menumpuknya kadar lemak yang tidak sedikit. Akan tetapi
obesitas pada anak tidak bisa dilihat dari ukuran badan anak tersebut dalam hali
ini pengkajian keperawatan berperan penting untuk memeriksa apakah anak itu
termasuk anak yang memiliki obesitas.

Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi Kebutuhan Gizi (AKG)

1.2 Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami cara mengaplikasikan asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan
gangguan pencernaan dan gizi yang sangat penting untuk kita ketahui, dan
agar pembaca dapat mengatasi masalah terebut.

48
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Rendi Aji Prihaningtyas, dkk. 2018. Anak Obesitas. Jakarta: PT Elek Media
Komputindo
Dr. Adriani, Merryana, SKM, M. Kes. 2012. Pengatar Gizi Masyarakat. Jakarta:
PTFajar Interpratama Mandiri
Dr. Hj. Sri Adininingsih, dr., MS, MCN. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda. Jakarta:
PT Elek Media Komputindo
Sodikin. 2012. Perawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC
Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6,
Jakarta: EGC
Dr. Denis Ginanjar Wahyu. 2000. Obesitas Pada Anak. Jakarta: PT Bentang Pustaka

49
Lampiran 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Membuat Larutan Oralit


Sub Pokok Bahasan : Mengatasi Diare dengan Membuat Larutan
Oralit
Sasaran : Mahasiswa Kelas 2A
Tempat : Kelas 2A
Waktu : Jumat, 22 Februari 2019
Pukul 09.00 s/d 09.30 WIB

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan peserta mampu
memahami tentang diare dan cara penanggulangan diare dengan cara membuat
larutan oralit atau Larutan Gula Garam (LGG).

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 30 menit diharapkan peserta
dapat:
1. Memahami pengertian dari Diare
2. Mengetahui faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya Diare
3. Mengetahui tanda dan gejala timbulnya Diare
4. Mengetahui cara mencegah agar tidak terjadi Diare
5. Mengetahui penanganan Diare
6. Mendemonstarasi cara pembuatan Larutan Gula Garam atau oralit
C. Materi

50
1. Pengertian dari Diare
2. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya Diare
3. Tanda dan gejala timbulnya Diare
4. Cara mencegah agar tidak terjadi Diare
5. Penanganan Diare
6. Cara pembuatan Larutan Gula Garam atau oralit

D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Demonstrasi

E. Media
1. Leaflet

F. Proses Kegiatan Penyuluhan


Waktu Kegoatan
NO Tahap
(menit) Penyuluh Sasaran
1 Pembukaan 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam
b. Memperkenalkan diri b. Menyimak
c. Menjelaskan tujuan c. Mendengarkan
yang akan
disampaikan
2 Inti 15 menit a. Menjelaskan : 1. Menyimak materi
1. Pengertian dari yang disampaikan
Diare 2. Mengajukan
2. Faktor apa saja pertanyaan
yang dapat 3. Mendengarkan

51
menyebabkan penyuluh
terjadinya Diare 4. Menjawab pertanyaan
3. Tanda dan gejala 5. Respon peserta baik,
timbulnya Diare tetap memperhatikan
4. Cara mencegah respon selama
agar tidak terjadi penyuluhan
Diare
5. Penanganan Diare
6. Cara pembuatan
larutan gula garam
atau oralit
b. Memberikan
kesempatan kepada
peserta untuk
bertanya
3 Penutup 10 menit 1. Menyimpulkan 1. Bertanya
2. Evaluasi 2. Menyimak
3. Mengucapkan salam 3. Menjawab salam

G. Sumber Bacaan
1. dewiperawat.blogspot.co.id/2013/09/satuan-acarapenyuluhan.html
2. faizun31.blogspot.co.id/2013/07/sap-satuan-acara-penyulha.html
3. wartamedika.com/cara-membuat-oralit
H. Evaluasi
1. Cara : Tes Lisan
2. Bentuk : Tes lisan
3. Waktu : Setelah dilakukan penyuluhan

52
4. Pertanyaan :

1) Jelaskan pengertian Diare?


2) Sebutkan dua dari penyebab, tanda dan gejala Diare!
3) Sebutkan pencegahan Diare!
4) Sebutkan cara mencegah agar tidak terjadi Diare!
5) Sebutkan penanganan Diare!
6) Jelaskan cara pembuatan larutan gula garam atau oralit

53
MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENCEGAHAN DIARE PADA ANAK

A. PENGERTIAN DIARE
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali
sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa
darah.Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut,
disentri, dan diare persisten.
Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau
lebih dalam sehari
B. FAKTOR PENYEBAB DIARE
Faktor penyebab terjadinya diare, adalah sebagai berikut:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
1) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis)
Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides);
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis); jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

54
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.

Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di


usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke
usus besar. Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan menarik
air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus
menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar. Hal
inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa); monosakarida (intolerasni glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).

55
Diare juga bisa muncul akibat tangan kotor dan dapat pula karena
tertular dari binatang peliharaan, dan kontak langsung dengan feses atau
marterial yang menyebabkan diare. Namun demikian, disamping beberapa
faktor yang menjadi penyebab diare diatas, sebenarnya ada beberapa hal lagi
yang menjadi faktor utama dari terjadinya diare, yaitu:

1. Gizi yang buruk. Keadaan ini melemahkan kondisi tubuh penderita


sehingga timbulnya diare akibat penyakit lain menjadi sering dan semakin
parah.
2. Ketidakmampuan alat pencernaan seorang bayi untuk memproses susu
dapat menyebabkan ia mengalami diare.
3. Seorang bayi yang tidak mampu mencerna makanan yang baru dan belum
dikenali.
4. Akibat alergi pada makanan tertentu.
5. Penggunaan obat-obatan tertentu yang tidak dapat diterima oleh jaringan
tubuh akan menyebabkan penyakit sampingan berupa diare.
6. Infeksi dalam perut yang disebabkan virus, cacing, atau bakteri
7. Terlalu banyak makan buah mentah atau makanan berlemak
8. Keracunan makanan

Faktor yang meningkatkan penyebaran kuman penyebab diare:

1. Tidak memadainya penyediaan air bersih


2. Air tercemar oleh tinja
3. Pembuangan tinja yang tidak hygienis
4. Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
5. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya
6. Penghentian ASI yang terlalu dini

C. TANDA DAN GEJALA DIARE

56
1. BAB encer lebih dari 3x atau anak sering buang air besar dengan konsistensi
tinja cair atau encer
2. Muntah
3. Demam
4. Nyeri abdomen
5. Badan terasa lemah.
6. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
7. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
8. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya defekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
9. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan bibir kering serta
penurunan berat badan.
10. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran
menurun.
11. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

D. PENCEGAHAN DIARE
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar yaitu setelah buang air besar,
sebelum & sesudah menyiapkan makanan atau minuman.
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara
merebus sampai mendidih ± 10-15 menit.
3. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan
jamban dengan tangki septik.
4. Mencuci makanan/sayuran sebelum dimasak dibawah air mengalir.

57
5. Mencuci botol susu dan tempat makan anak dengan cara mencuci di bawah air
mengalir lalu rendam dengan air panas ± 5 menit baru digunakan lagi.
6. Menjaga kebersihan diri.
7. Menjaga kebersihan lingkungan: rumah, saluran air, pengelolaan sampah
yang baik yaitu sampah dibuang pada tempatnya dan tempat sampah selalu
ditutup agar makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan
lain-lain), membuang tinja termasuk tinja bayi pada jamban/WC.

E. PENANGANAN DIARE
1. Mengganti cairan tubuh yang hilang melalui tinja dan muntah dengan oralit.
Cairan oralit diberikan sedikit demi sedikit dengan sendok, dengan frekuensi
sesering mungkin. Oralit sudah dilengkapi dengan elektrolit sehingga dapat
mengganti elektrolit yang ikut hilang bersama cairan.
2. Berikan zinc selama 10-14 hari. Zinc berfungsi untuk memperbaiki epitel usus
supaya tidak sering diare. Caranya zinc dilarutkan dalam 1 sendok air.
Pemberian zinc untuk anak <6 bulan ½ tablet dan >6 bulan 1 tablet.
3. Pemberian ASI ataupun makanan pendamping ASI tetap diberikan agar anak
tidak kekurangan gizi. Pemberian susuformula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya Bebelac FL, Nutrilon FL, LLM,
almiron atau sejenis lainnya.
4. Segera ke fasilitas kesehatan, jika kondisi tidak membaik dalam 3 hari atau
buang air besar cair bertambah sering, muntah berulang-ulang, makan atau
minum sedikit, demam dan tinja berdarah, sehingga bisa mendaptkan obat
antibiotic selektif dari dokter
5. Nasihat yang meliputi makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan serta cara
menjaga kebersihan perseorangan. Sebaiknya makanlah makanan setengah
padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), makanan rendah serat (tanpa
buah, tanpa sayur) dan rendah lemak.

58
6. Pemberian obat antidiare sebaiknya jangan karena dapat beresiko dapat
menimbulkan efek samping yang cukup berbahaya seperti mual, muntah
bahkan yang cukup berat timbul illeus paralitik
F. DEMONSTRASI
1. Membuat Larutan Gula Garam
a. Alat:
1) Sendok
2) Gelas
b. Bahan:
1) 1 sendok makan gula pasir.
2) Sepucuk sedok teh garam
3) Segelas air putih yang telah dimasak (200 ml)
c. Cara Membuat:
1) Cucilah tangan dengan bersih
2) Tuangkan air masak ke dalam satu gelas air
3) Masukkan gula 1 sendok teh penuh
4) Masukkan sepucuk sendok teh garam
5) Aduk sampai larut
6) Larutan gula garam segera minum
2. Membuat Larutan Oralit
Larutan oralit adalah larutan untuk mengobati diare.
Tujuannya: mencegah kehilangan cairan berlebih
a. Alat:
1) Sendok
2) Gelas
b. Bahan:
1) 1 bungkus oralit
2) Segelas air masak (200 ml)
c. Cara membuat:

59
1) Cuci tangan sampai bersih
2) Tuang air masak satu gelas
3) Bubuk oralit 1 bungkus dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak
4) Aduk sampai semua bubuk larut dengan sendok

3. Kebutuhan oralit sesuai kelompok umur:

Umur Setiap Mencret Jumlah oralit yang disediakan di rumah


< 1 tahun ¹/₂ gelas 400 ml/hari (2 bungkus)
1 - 4 tahun 1 gelas 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
5 – 12 tahun 1 ¹/₂ gelas 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 3 gelas 1200-2800 ml/hari (6-10 bungkus)

Catatan : 1 bungkus oralit = 1 gelas = 200 ml. Perkiraan oralit untuk kebutuhan 2
hari.

60
EVALUASI
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas dan tepat

1. Apakah pengertian dari Diare?


2. Sebutkan faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya Diare?
3. Sebutkan tanda dan gejala timbulnya Diare?
4. Sebutkan pencegahan Diare!
5. Sebutkan apa saja penanganan yang dapat kita lakukan ketika kita Diare?
6. Bagaimana demonstarasi pembuatan Larutan Gula Garam atau oralit?

Jawaban :
1. Pengertian Diare
Diare adalah (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa
darah.
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses yang
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dengan demikian
kandungan air pada feses lebih banyak daripada biasanya
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan >3 kali dalam sehari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih, sering juga disertai kejang
perut.

2. Faktor Penyebab Diare


a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral (infeksi bakteri, virus dan parasite)

61
2) Infeksi parenteral (otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya)
b. Faktor malabsorbsi (malabsorbsi karbohidrat, protein dan lemak)
c. Faktor makanan (makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan)
d. Faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
e. Faktor kebersihan lingkungan tempat tinggal (lingkungan yang kumuh
dan kotor)

3. Tanda dan Gejala Diare


1) BAB encer lebih dari 3x
2) Muntah
3) Demam
4) Nyeri perut
5) Badan terasa lemah
6) Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang
7) Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
8) Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet
9) Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
bibir kering serta penurunan berat badan
10) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan
kesadaran menurun
11) Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

4. Pencegahan Diare
1) Mencuci tangan pakai sabun dengan benar
2) Meminum air minum yang telah diolah

62
3) Membuang air besar dan air kecil di jamban
4) Mencuci makanan/sayuran sebelum dimasak
5) Mencuci botol susu dan tempat makan anak
6) Menjaga kebersihan diri
7) Menjaga kebersihan lingkungan

5. Demonstrasi pembuatan larutan gula garam dan oralit


1) Membuat Larutan Gula Garam
a. Alat:
1) Sendok
2) Gelas
b. Bahan:
1) 1 sdm gula
2) ¼ sdm garam
3) Segelas air putih yang telah dimasak (200 ml)
c. Cara Membuat:
1) Cucilah tangan dengan bersih
2) Tuangkan air masak ke dalam satu gelas air
3) Masukkan gula 1 sdm penuh
4) Masukkan ¼ sdm garam
5) Aduk sampai larut
6) Larutan gula garam segera minum

2) Membuat Larutan Oralit


Larutan oralit adalah larutan untuk mengobai diare.
Tujuannya: mencegah kehilangan cairan berlebih
a. Alat:
1) Sendok
2) Gelas

63
b. Bahan:
1) 1 bungkus oralit
2) Segelas air masak (200 ml)
c. Cara membuat:
1) Cuci tangan sampai bersih
2) Tuang air masak satu gelas
3) Bubuk oralit 1 bungkus dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak
4) Aduk sampai semua bubuk larut dengan sendok

64
Lampiran II
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pencegahan Infeksi Saluran Cerna


Sub Pokok Bahasan : Sterilisasi Alat Makan Anak (Botol Susu)
Sasaran : Mahaiswa Kelas 2A
Tempat : Kelas 2A
Waktu : Jumat, 22 Februari 2019
Pukul 09.00 s/d 09.25 WIB

I. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan peserta mampu
memahami tentang pencegahan diare.
J. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 30 menit diharapkan peserta
dapat:
1. Memahami pengertian Diare
2. Mengetahui cara pencegahan terjadinya Diare
3. Memahami tujuan dari sterilisasi alat makan (Botol Susu)
4. Mengetahui cara sterilisasi alat makan anak (Botol Susu)
5. Mendemonstrasikan cara sterílisasi alat makan anak (Botol Susu)
K. Materi
1. Pengertian Diare Akut
2. Cara Pencegahan Diare
3. Tujuan Sterilisasi Alat Makan Anak (Botol Susu)
4. Tata Cara Sterilisasi Alat Makan Anak (Botol Susu)
5. Demonstrasikan cara sterílisasi alat makan anak (Botol Susu)
L. Metode

65
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Demonstrasi
M. Media
1. Leaflet
N. Proses Kegiatan Penyuluhan
Waktu Kegiatan
No Tahapan
(Menit) Penyuluh Sasaran
1 Pembukaan 5 Menit d. Mengucapkan salam d. Menjawab salam
e. Memperkenalkan diri e. Menyimak
f. Menjelaskan tujuan f. Mendengarkan
yang akan
disampaikan
2 Inti 10 d. Menjelaskan : 6. Menyimak materi
Menit 1. Pengertian Diare yang disampaikan
Akut 7. Mengajukan
2. Cara Pencegahan pertanyaan
Diare 8. Mendengarkan
3. Tujuan Sterilisasi penyuluh dan
Alat Makan Anak menjawab
(Botol Susu) pertanyaan
4. Tata Cara Sterilisasi 9. Respon peserta
Alat Makan Anak baik, tetap
(Botol Susu) memperhatikan
respon selama
e. Memberikan penyuluhan
Kesempatan kepada
peserta untuk

66
bertanya

3 Penutup 10 4. Menyimpulkan 4. Bertanya


Menit 5. Evaluasi 5. Menyimak
6. Mengucapkan salam 6. Menjawab salam

O. Sumber Bacaan
1. Anisah Khoirul Umami. 2014. Sterilisasi Alat Makan Anak. Universitas
Hidayatullah Jakarta : Jakarta
2. http://referatkasuskedokteran.blogspot.co.id/2016/05/v-
behaviorurldefaultvmlo.html
P. Evaluasi
5. Cara : Tes Lisan
6. Bentuk : Tes lisan
7. Waktu : Setelah dilakukan penyuluhan
8. Pertanyaan :

67
1) Jelaskan Pengertian Diare Akut!
2) Sebutkan Cara Pencegahan Diare?
3) Jelaskan Tujuan Sterilisasi Alat Makan Anak (Botol Susu)!
4) Sebutkan Bagaimana Tata Cara Sterilisasi Alat Makan Anak
(Botol Susu)?

68
Sterilisasi Alat Makan Anak (Botol Susu)

1. Pengertian Diare
Menurut Depkes RI (2005), diare akut adalah suatu penyakit dengan tanda-
tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari.
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa darah.

2. Cara Pencegahan Terjadinya Diare


1. Jaga kebersihan
2. Cuci tangan sesudah dan sebelum member makanan, dan sebelum kontak
dengan anak
3. Tutup makanan dari hinggapnya lalat
4. Mencuci botol secara hygienes
5. Menggunakan air dan makanan yang bersih dan sehat

3. Tujuan Sterilisasi Alat Makan Anak


Membersihkan botol susu (dot) anak sangatlah penting untuk kesehatan
anak/bayi.

4. Tata Cara Sterilisasi Alat Makan Anak ( Botol Susu)


1. Kumpulkan semua botol yang akan di sterilisasikan
2. Lepas tutup, nipple, tutup anti sedak, dan botolnya
3. Isi panci dengan ½ atau ¾ air, lalu panaskan

69
4. Ambil sabun pencuci piring, larutkan dalam air hangat, lalu sabuni semua
botol, gosok sampai bersih dengan menggunakan spon
5. Gunakan sikat botol untuk menjangkau bagian yang sulit dijangkau dengan
tangan atau jari
6. Bilas sampai busa hilang
7. Setelah air mendidih, masukan satu persatu bagian botol kedalam panci,
rebus kira-kira 5 menit
8. Angkat botol dan bagian-bagiannya, lalu jepit dengan penjepit botol lalu
keringkan
Kunci Jawaban

1) Jelaskan Pengertian Diare Akut!


Jawab : Menurut Depkes RI (2005), diare akut adalah suatu penyakit
dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari
tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi
tinja menjadi cair dengan atau tanpa darah.
2) Sebutkan Cara Pencegahan Diare?
Jawab :
1. Jaga kebersihan
2. Cuci tangan sesudah dan sebelum member makanan, dan sebelum
kontak dengan anak
3. Tutup makanan dari hinggapnya lalat
4. Mencuci botol secara hygienes
5. Menggunakan air dan makanan yang bersih dan sehat

70
3) Jelaskan Tujuan Sterilisasi alat makan anak (botol susu)!
Jawab : Membersihkan botol susu (dot) anak sangatlah penting untuk
kesehatan anak/bayi
4) Sebutkan Bagaimana Tata Cara Sterilisasi Alat Makan Anak (Botol Susu)?
Jawab :
1. Kumpulkan semua botol yang akan di sterilisasikan
2. Lepas tutup, nipple, tutup anti sedak, dan botolnya
3. Isi panci dengan ½ atau ¾ air, lalu panaskan
4. Ambil sabun pencuci piring, larutkan dalam air hangat, lalu sabuni
semua botol, gosok sampai bersih dengan menggunakan spon
5. Gunakan sikat botol untuk menjangkau bagian yang sulit dijangkau
dengan tangan atau jari
6. Bilas sampai busa hilang
7. Setelah air mendidih, masukan satu persatu bagian botol kedalam
panci, rebus kira-kira 5 menit
8. Angkat botol dan bagian-bagiannya, lalu jepit dengan penjepit botol
lalu keringkan

71

S-ar putea să vă placă și