Sunteți pe pagina 1din 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Penggunaan napza di jaman sekarang ini banyak


disalahgunakan bukan hanya

dikalangan orang tua, dewasa, atau remaja. Penyalahgunaan

napza merupakan masalah boi-psiko-sosio-kultural yang

kompleks, ditandai dengan penggunaan yang intensif, disertai

pula dengan perasaan ketagihan yang kuat yang seringkali

sulit di kontrol, sehingga menyebabkan penggunannya harus

mendapatkan dengan cara apapun dan bagaimanapun

konsekuensinya.

Penyalahgunaan napza merupakan masalah yang menjadi

perhatian di dunia Internasional disamping masalah HIV dan

AIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran

lingkungan, pemanasan global dan kelangkaan pangan. Global

Burden of Disease (GBD) terkait penyalahgunaan napza

sebesar 8,9% sedangkan Global Mortality Rate (GMR) sebesar

12,4% dan Disable Adjusted Life Years(DALYs) sebesar 8,9%

(Kemenkes RI, 2010).

Di Amerika sekitar 20 juta orang dengan usia diatas 12

tahun hampir 8% dari populasi telah menggunakan obat-

obatan terlarang 30 hari sebelumnya. Dalam sebuah estimasi

dinyatakan bahwa 2,1 juta orang Amerika telah menggunakan

halusinogen, hampir 153.000 menggunakan heroin, 5,2 juta


menyalahgunakan pereda nyeri, 1,8 juta menyalahgunakan

obat penenang, 1,1 juta menyalahgunakan stimulan dan 0,3

juta menggunakan sedatif (Halgin & Whitbourne, 2010).

Lambdin, et al. (2014) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa

pada tahun 2009 sekitar 40-50 ton heroin yang melintas di

Afrika sekitar 34 ton dikonsumsi di wilayah ini, dan di

perkirakan 533.000 pengguna opiat tinggal di Afrika.

1
2

Pada tahun 2004 diperkirakan ada 3,2 juta orang (1,5%

polulasi) di Indonesia yang mempunyai riwayat menggunakan

napza. Jumlah tersebut diperkirakan hanya 10% yang

mendapatkan layanan terapi atas gangguan penggunaan napza

yang diderita (Kemenkes RI, 2010). Sementara pada tahun

2006 di Indonesia diperkirakan kurang lebih 2,94 juta

penduduk yang menyalahgunakan napza, dengan omset

peredaran lebih dari 36 triliun rupiah per tahun. Hal ini

merupakan salah satu faktor mengapa peredaran dan

penyalahgunaan napza sulit diberantas (Nasir& Abdul, 2011).

Menurut data Pencegahan dan Pemberantasn Penyalahgunaan

dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) pada tahun 2010

jumlah pecandu yang mendapatkan terapi dan rehabilitasi di

seluruh Indonesia sebanyak 17.734 orang yang berusia 20-34

tahun dengan jumlah pengguna heroin sebanyak 10.768 orang

dan pengguna ganja sebanyak 1.774, pengguna sabu 984

orang dan sisanya pengguna alkohol dan zat adiktif lainnya

(BNN 2013 dalam Dewi, 2014).

Penyebab penggunaan napza disebabkan oleh banyak

faktor yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan

sosial seseorang (Kemenkes, 2010). Dewi (2014) dalam

penelitianya menyebutkan bahwa penyebab orang

menyalahgunakan napza sesuai kasus yang pernah ditangani

BNN Kota Malang adalah karena dari keluarga yang tidak

harmonis (dampak broken home), rasa ingin tahu karena ingin


coba-coba, karena faktor lingkungan karena tidak mungkin

pecandu sendiri melainkan selalu berkelompok atau

komunitas, faktor keimanan yang rendah, dan tidak tahu

tentang bahaya narkobakarena hanya ikut-ikutan teman atau

orang lain.

Berdasarkan undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang

narkotika, dengan memberi kewenangan besar kepada hakim

untuk memutuskan hukuman rehabilitasi kepada

penyalahgunaan narkoba, tetapi tidak banyak dilakukan, hakim

justru lebih
3

banyak memilih memberikan hukuman pidana penjara adanya

perundang-undangan tersebut, seharusnya penyalahguna

mendapat perawatan rehabilitasi. Jika penyalahguna mendapat

perawatan rehabilitasi dan terapi diharapkan penyalahgunaan

dapat berhenti dari mengkonsumsi napza tersebut. Fakta di

masyarakat saat ini bahwa penyalahgunaan napza lebih

ditempatkan di penjaradari pada di pusat rehabilitasi. Selama ini

upaya penanggulangan penyalahgunaan napza, khususnya zat

opioid telah banyak dilakukan, termasuk diantaranya melalui

program terapi rumatan metadon.

Menurut Kemenkes RI tahun 2006, Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu terapi

substitusi diperlukan sebagai pendekatan harm reduction atau

pengurangan dampak buruk penularan HIV/AIDS melalui

narkotik suntik. Metadon merupakan obat analgesik yang

dikembangkan untuk mengobati rasa sakit pada tahun 1940an.

Sampai sekarang masih diresepkan secara luas untuk

pengelolaan nyeri di Amerika, Australia, dan Eropa (Breen, et

al. 2009). Selain diindikasikan untuk mengobati nyeri, metadon

diindikasikan untuk pengobatan kecanduan opioid (Ehret, et al.

2006).

Metadon merupakan opioida sintetik yang mempunyai

masa kerja yang lebih lama dari pada lainnya dan lebih efektif

pada penggunaan secara oral dari pada morfin. Metodon

banyak dipakai untuk detoksifikasi ketergantungan morfin atau


heroin, serta dalam Methadone Maintenance Program dengan

harapan orang tidak kembali pada ketergantungan morfin atau

heroin (Joewana, 2004).Liao, et al. (2014) dalam jurnalnya juga

mengungkapkan bahwa terapi metadon dapat memfasilitasi

kesehatan masyarakat dengan menambah kontrol kognitif dan

mengurangi perilaku beresiko menggunakan heroin.

Bawor, et al. (2014) menyebutkan bahwa 57% dari 260

laki-laki dengan ketergantungan opioid yang mengikuti terapi

rumatan metadon secara signifikan


4

dapat menekan kadar testosteron dibandingkan dengan

kontrol. Menurut penelitian Lambdin, et al. (2014)

mengemukakan bahwa terapi metadon paling efektif dalam

pengobatan jangka panjang pada kesehatan kronis.

HasilpenelitianBooth, et al. (2004) mengemukakan sebanyak

60% dari 577 pengguna narkoba suntik tetap mengikuti

program terapi rumatan metadon selama 90 hari. Dengan

pendekatan pengobatan menunjukkan efektifitas dalam

mengurangi perilaku beresiko HIV, aktivitas kriminal,

perbaikan dalam masalah medis dan sosial. Lambdin, et al.

(2014) mengatakan bahwa diantara pengguna narkoba suntik

terapi rumatan metadon dapat mencegah penularan HIV, virus

hepatitis C, dan penyakit menular lainnya dengan mengurangi

injeksi terkait dan perilaku seksual beresiko seperti berbagi

jarum suntik, seks yang tidak aman dan banyak pasangan seks.

Breen, et al. (2009) dalam penelitiannya mengemukakan

pada dasarnya pengobatan rumatan metadon adalah

pengamatan bahwa analgesik opioid dapat digantikan satu

sama lain. Penggunaan metadon pada dosis yang memadai

dapat mencegah atau membalikkan gejala penarikan sehingga

dapat mengurangi kebutuhan untuk menggunakan heroin.

Metadon berlaku kurang lebih 24 jam dalam dosis tunggal di

bandingkan 3-4 kali sehari pada pengguna heroin. Metadon

dapat memblok efek euforia heroin, mengurangi penggunaan


secara ilegal, menghilangkan pengguna kebutuhan atau

keinginan untuk mencari heroin.

Breen, et al. (2009) dalam jurnalnya mengemukakan

bahwa metadon banyak digunakan untuk program

pemeliharaan dan detoksifikasi untuk mencoba dan membantu

pengguna untuk menarik diri dari penggunaan opiad. Namun

sebagian besar pengguna mengundurkan diri dari program

rehabilitasi ketika diminta untuk bebas dari narkoba.

Rehabilitasi metadon ini menunjukkan bahwa metadon dapat


5

mengurangi penggunaan napza pada pengguna yang

ketergantungan dan menjaga mereka agar tetap dalam

pengobatan.

Pengguna napza yang mengikuti terapi membutuhkan

kepatuhan yang tinggi dalam proses pelaksanaan terapi,

supaya tidak terjadi kekambuhan dalam penggunaan napza.

Salah satu terapi yang efektif dalam menekan penggunaan

napza adalah terapi rumatan metadon yang merupakan

program rumatan jangka panjang,sehingga tingkat kepatuhan

merupakan keberhasilan suatu program. Terapi adalah suatu

proses pemulihan dengan memberikan intervensi secara fisik,

psikologis maupun sosial kepada klien gannguan pengguna

napza (Kemenkes RI, 2010). Sedangkan kepatuhan

didefinisikan sebagai perilaku seseorang bertepatan dengan

nasehat medis atau kesehatan (Fenton, et al. 2014). Menurut

Cramer, et al. (2008) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa

ketidakpatuhan dalam melakukan pengobatan dapat

meningkatkan mordibitas dan mortalitas dari berbagai macam

penyakit, serta meningkatkan biaya perawatan kesehatan.

Hasilstudipendahuluan,

berdasarkanwawancaradenganpetugaskesehatanyang

bertanggungjawabdalampelaksanaan program

terapirumatanmetadon di PuskesmasKendal Sari Malang dahulu

penggunanarkoba yang mengikuti program

terapirumatanmetadonsebanyak 140 pengguna,


sekaranginimenurut data yang tercatat di Puskesmas Kendalsari

tinggal 20 pengguna yang mengikuti program terapi rumatan

metadon. Penggunanapza yang mengikuti program

terapirumatanmetadon di Puskesmas Kendalsari

mengkonsumsijenisnapza, sepertiopiad, ganja, alkohol, tembakau,

benzena,

amfetamin.Petugaskesehatanjugamengungkapkanbahwameskipun

program

terapirumatanmetadonmasihjarangtetapiterbuktiefektifdalammen

anggulangipengguna annapza yang berlebih. Di kota Malang

terdapattigatempatfasilitaskesehatan yang
6

melakukan program terapirumatanmetadon, di

PuskesmasKendalsari, RSSA, danPuskesmasGondangLegi.

Program

terapirumatanmetadondilakukansetiapharisesuaiwaktu yang

ditentukan, apabilatidaksesuaidenganwaktu yang

telahditentukanbiasanyaparapenggunamengamuk.

Berdasarkanmasalahtersebutdiatasmakapenelitiinginmenga

mbilmenelitihubun gankepatuhanmengikuti Program

TerapiRumatanMetadon (PTRM)

denganpenurunankonsumsinapzapadapenggunanapzastudi di

PuskesmasKendalsari Malang.

1.2 RumusanMasalah

Berdasarkanlatarbelakang,

makarumusanmasalahdalampenelitianinisebagaiberikut : “

Apakah terdapathubungan kepatuhan mengikuti Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) dengan penurunan komsumsi napza

pada pengguna napza studi di Puskesmas Kendalsari Malang”.

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 TujuanUmum

Tujuanumumpenelitianiniadalahuntukmengetahuihubung

an kepatuhan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon

(PTRM) dengan penurunan komsumsi napza pada pengguna

napza studi di Puskesmas Kendalsari Malang.

1.3.2 TujuanKhusus
1. Mengidentifikasi kepatuhan pengguna napza dalam

mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

studi di Puskesmas Kendalsari Malang.

2. Mengidentifikasi penurunan konsumsi napza pada

pengguna napza studi di Puskesmas Kendalsari

Malang.
7

3. Menganalisishubungan kepatuhan mengikuti Program

Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dengan penurunan

komsumsi napza pada pengguna napza studi di

Puskesmas Kendalsari Malang.

1.4 ManfaatPenelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas Kendalsari

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

memberi informasi yang benar tentang kepatuhan mengukuti

program terapi rumatan metadon pada pengguna napza dan

petugas puskesmasdi Puskesmas Kendalsari Malang.

1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan


kemampuan mahasiswa

keperawatan dalam memberikan edukasi khususnya tentang

kepatuhan dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

Memberikan tindak lanjut dalam penanganan kejadian

penyalahgunaan napza dan pengawasan terhadap penurunan

konsumsi napza. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat

digunakan sebagai bahan acuan perawat dalam memberikan

layanan keperawatan (perawat sebagai edukator dan

konsultan) khususnya dalam mengantisipasi peningkatan

konsumsi napza pada pengguna napza.

1.4.3 Bagi Responden

Memberikan pengetahuan kepada pengguna napza dalam

melakukan terapi untuk meminimalisir terjadinya peningkatan


konsumsi napza dengan meningkatkan kesiapan untuk

menjalani program terapi rumatan metadon dan

mengantisipasi timbulnya penghambat.

1.4.4 BagiPeneliti

Mengetahui hubungan kepatuhan melakukan terapi

rumatan metadon dengan penurunan konsumsi napza. Serta

menambah wawasan dan pengetahuan dari hasil


8

penelitian yang dilakukan pada pengguna napza dalam kepatuhan


mengikuti program

terapi rumatan metadon.

1.4.5 BagiPenelitiSelanjutnya

Sebagaibahandasarataurujukandalammengembangkanpenel
itianselanjutnyaterk

ait kepatuhan melakukan terapi rumatan metadon dengan


penurunan konsumsi

napza pada pengguna napza.

1.4.6 BagiInstitusiPendidikan

Sebagaidokumentasisertainformasidalamrangkapengemban

ganpengetahuanm ahasiswamengenai kepatuhan melakukan

terapi rumatan metadon dengan penurunan mengonsumsi napza

pada pengguna napza.

1.5 KeaslianPenelitian

Dewi, (2014) meneliti tentang Hubungan Antara

Penyalahgunaan Napza Dengan Tipe Kepribadian Individu

Pada Pasien Ruang Napza di Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman

Wediodiningrat Kab. Lawang. Perbedaanpenelitian yang

akandilakukandenganpeneliti Dewi (2013)

yaituterletakpadavariabel dependen. Dimanavariabel

dependenpenelitisebelumnyayaitu tipe kepribadian individu,

sedangkanpenelitian yang akandilakukanvariabel dependennya

penurunan konsumsi napza. Selainitusampel yang

digunakanjugaberbeda, peneliti Dewi (2014)

menggunakansampelpasien ruang napza di Rumah Sakit Jiwa


Dr. RadjimanWediodiningrat Kab.Lawang, sedangkanpenelitian

yang akandilakukanyaitu pengguna napza di Puskesmas

Kendalsari Malang.

Pada penelitian yang kedua yang dilakukan peneliti

Setyawan (2007) tentang Hubungan Antara Fungsi Keluarga

Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Program Terapi Rumatan

Metadon RSU dr. Soetomo. Perbedaanpenelitian yang

akandilakukandenganpeneliti Setyawan (2007) yaitu terletak

pada variabel
9

independen. Dimana variabel independen peneliti sebelumnya

yaitu fungsi keluarga, sedangkan penelitian yang

akandilakukan variable independennya kepatuhan mengikuti

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Selainitusampel

yang digunakanjugaberbeda, peneliti Setyawan (2007)

menggunakansampelpasien program terapi rumatan metadon,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan pengguna napza di

Puskesmas Kendalsari Malang.

1.6 BatasanPenelitian

Menghindariluasnyapembahasandankajiandalampenelitia
nini,

makapenelitimembatasipenelitianpada :

1. Penelitihanyameneliti pennguna napza yang mingikuti

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas

Kendalsari Malang.

2. Penelitihanyameneliti penurunan konsumsi napza pada

pennguna napza yang mingikuti Program Terapi Rumatan

Metadon (PTRM) di Puskesmas Kendalsari Malang.

S-ar putea să vă placă și