Sunteți pe pagina 1din 5

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

(Creating milk production correction factors of dairy cattle)

Setya Agus Santosa1, Anjang Taruno Ari Sudewo1 dan Agus Susanto1
1
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT The aim of the research was to obtain lactation was highly significant (P ≤ 0.01), age at
the correction factors of non-genetic effects that birth was significant (P ≤ 0.05), and season and the
have influence on milk production of dairy cows. lactation period were not significant (P>0.05) on
The research used a survey method on milk records milk production of dairy cows. Variables that have
of dairy cows kept in Dairy Cattle Breeding Center effect on milk production were then assigned the
(BBPTU) of Baturraden. The data taken was only correction factors. Correction factors were derived
those relevant with the research objective. The data from the least square mean (LSM) of the actual
examined were as many as 324 production records milk production. The correction factors were
of 108 dairy cows which had completed first three obtained by comparing the base LSM to the created
lactation, originated from 36 sires. Non-genetic LSM values on particular classes. The corrected
factors studied were season, lactation period, milk production was obtained by multiplying the
number of days in milk of a lactation and age at corresponding correction factor obtained with the
birth. The effects of non-genetic factors were actual milk production. Based on the study, the
estimated through Stepwise multiple regression local correction factors lower the milk production
method. Effect of the number of days in milk of a variability of dairy cows.

Key words: Correction factor, milk production, dairy cattle

2014 Agripet : Vol (14) No. 1 : 1-5

PENDAHULUAN1 penelitian. Para pemulia sapi perah dalam


evaluasi genetik masih menggunakan faktor
Penerapan teknologi pemuliabiakan
koreksi dari Dairy Herd Improvement of
pada sapi perah perlu ditunjang dengan
America (DHIA) untuk menyeragamkan
pengetahuan mengenai faktor-faktor non
pengaruh faktor non genetik seperti umur,
genetik yang berpengaruh terhadap produksi
jumlah hari laktasi dan frekuensi pemerahan
susu. Pengetahuan tersebut diperlukan karena
setiap hari. Menurut Warwick et al. (1995)
penilaian ternak didasarkan pada kemampuan
faktor koreksi DHIA sangat berguna di negara
genetiknya, sedang yang dapat diukur
tempat dikembangkannya faktor koreksi
adalah penampilan produksinya. Pengetahuan
tersebut yaitu di Amerika, tetapi tidak dapat
mengenai faktor non genetik yang
diterapkan pada kondisi di Indonesia atau
berpengaruh terhadap produksi susu
negara Asia Tenggara yang lain. Untuk
diperlukan untuk mendapatkan angka koreksi
mengembangkan faktor koreksi yang sesuai
dari faktor yang berpengaruh tersebut.
dengan keadaan lingkungan diperlukan data
Penggunaan faktor koreksi akan meningkatkan
nyata yang diambil secara langsung dari
kecermatan pendugaan kemampuan genetik
populasi tersebut.
ternak. Meningkatnya kecermatan tersebut
Penggunaan faktor koreksi penting
karena produksi sudah diseragamkan ke basis
dilakukan karena akan memperkecil kesalahan
tertentu sehingga variasi yang disebabkan
dalam penaksiran mutu genetik ternak. Agar
oleh faktor non genetik berkurang.
kesalahan yang terjadi sekecil mungkin maka
Pengembangan faktor koreksi di
pengkoreksian diusahakan menggunakan
Indonesia masih terbatas pada tingkat
faktor koreksi yang sesuai dengan kondisi
daerah setempat. Penelitian ini dilakukan untuk
Corresponding author : setya.unsoed@gmail.com mendapatkan faktor koreksi yang disusun

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


1
berdasarkan data produksi dari daerah lebih cermat bila dibandingkan dengan faktor
setempat/lokal. koreksi dari DHIA.

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian menggunakan metode a. Pengaruh Faktor-faktor Non Genetik
survei. Materi penelitian adalah catatan terhadap Produksi Susu
produksi susu di BBPTU Sapi Perah Hasil analisis regresi berganda metode
Baturraden. Variabel yang diteliti adalah Stepwise menunjukkan bahwa produksi susu
produksi susu, musim, periode laktasi, umur dipengaruhi oleh jumlah hari laktasi dan umur
induk saat beranak dan jumlah hari laktasi. saat beranak secara bersama-sama sebesar
Produksi susu adalah total produksi susu harian 39,4 persen. Musim dan periode laktasi tidak
setelah lepas kolostrum selama satu periode berpengaruh terhadap variasi produksi susu
laktasi, dinyatakan dalam liter. Musim adalah sapi perah. Musim tidak berpengaruh terhadap
musim ketika sapi beranak. Musim dikelaskan produksi susu sapi perah diduga karena
kedalam dua musim yang sudah berlaku umum manajemen pemeliharaan sudah dijalankan
di Indonesia yaitu musim hujan (Oktober – dengan baik. Dugaan lain adalah karena curah
Maret) dan musim kemarau (April – hujan yang cukup tinggi di daerah tersebut
September). Umur saat beranak adalah umur sehingga hijauan pakan tersedia sepanjang
induk sapi pada saat beranak, dinyatakan tahun. Berdasarkan catatan di Dinas Perhutani
dalam hari. Jumlah hari laktasi adalah jumlah Baturraden, rata-rata curah hujan setiap bulan
hari selama induk sapi perah menghasilkan selalu lebih dari 250 mm. Periode laktasi tidak
susu sampai dikeringkan dalam periode laktasi berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah
yang diamati, dinyatakan dalam hari. diduga karena adanya tumpang tindih antara
Data yang digunakan dalam penelitian umur dengan periode laktasi. Hal tersebut
sebanyak 324 catatan produksi susu dari 108 dibuktikan dengan adanya korelasi positif
induk sapi perah yang telah menyelesaikan yang cukup tinggi antara periode laktasi
laktasi satu sampai tiga, keturunan dari 36 ekor dengan umur beranak yaitu sebesar 0,83.
pejantan. Pengaruh faktor non genetik
dianalisis menggunakan regresi berganda Tabel 1. Rataan dan Simpang Baku Jumlah Hari Laktasi,
metode Stepwise. Faktor-faktor non genetik Umur Saat Beranak dan Produksi Susu
yang berpengaruh terhadap produksi susu Koefisien
Simpang
Variabel Rataan Keragaman
dilakukan penyusunan angka koreksinya dan baku
(%)
dikelompokkan dalam kelas-kelas berdasarkan
Jumlah hari laktasi 312,7 63,7 20,4
formula Sturgess (Sudewo et al., 2012). (hari)
Analisis General Linier Model (GLM) Umur saat beranak 1.367,5 297,6 21,8
digunakan untuk mendapatkan nilai Least (hari)
Produksi susu (liter) 3.847,6 1.142,8 29,7
Square Mean (LSM) dari masing-masing kelas.
Faktor koreksi diturunkan dari LSM dengan
Rata-rata jumlah hari laktasi dari sapi-
formulasi seperti yang digunakan Chauhan
sapi yang diteliti adalah 312,7  63,7 hari
(1988). Faktor koreksi didapatkan dengan
(Tabel 1). Kondisi ini tidak jauh berbeda
membandingkan nilai LSM basis dengan nilai
dengan jumlah hari laktasi di PT Sumber Susu
LSM pada kelas-kelas yang sudah dibuat.
Produksi susu terkoreksi pada penggunaan Indonesia Malang yaitu 317,35  71,73 hari
faktor koreksi diperoleh dari perkalian antara (Surjowardojo, 1993). Jumlah hari laktasi
nilai faktor koreksi dengan produksi susu tersebut masih dalam kisaran yang disebutkan
harian nyata. Koefisien keragaman dihitung oleh Blakely dan Bade (1991) yaitu 270 – 400
untuk membuktikan apakah penggunaan faktor hari. Kisaran jumlah hari laktasi yang normal
koreksi yang disusun menggunakan data lokal adalah 10-12 bulan (Bath dkk., 1985). Menurut
Hardjosubroto (1994) jumlah hari laktasi yang
ideal adalah 305 hari dengan lama masa

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah (Setya Agus Santosa, S. Pt., M.P. et al)
2
pengeringan 60 hari, pada kondisi tersebut hari. Kelas jumlah hari laktasi yang digunakan
diharapkan dalam 365 hari mendapatkan satu sebagai basis koreksi adalah kelas keempat
ekor anak atau dikenal dengan istilah one year yaitu 270 – 319 hari. Kelas tersebut digunakan
one calf. sebagai basis koreksi karena angka 305 berada
Rata-rata umur beranak sapi yang pada kisarannya. Least Square Mean (LSM)
diteliti adalah 1.367,5  297,6 hari (Tabel 1). produksi susu nyata dari kelas 270 – 319 hari
Diperoleh informasi pula bahwa umur beranak adalah 2974,76. Nilai LSM tersebut dijadikan
pertama adalah 927,3  187,3 hari (31 bulan  sebagai basis untuk mendapatkan faktor
6 bulan). Menurut Hardjosubroto (1994) umur koreksi. Faktor koreksi jumlah hari laktasi
beranak pertama pada sapi perah FH yang baik didapatkan dari membandingkan nilai LSM
adalah 28 bulan, hal ini berdasarkan pada basis dengan nilai LSM pada kelas-kelas yang
kondisi sapi perah yang berumur 18 bulan sudah dibuat. Faktor koreksi jumlah hari
(umur kawin) telah mencapai ukuran siap laktasi selengkapnya dapat dibaca pada Tabel
bunting dengan bobot badan normal sesuai 2.
dengan ukurannya. Menurut Akramuzzein
Tabel 2. Kelas Jumlah Hari Laktasi dan Faktor Koreksinya
(2009) umur beranak pertama sapi FH adalah
Kelas Jumlah Hari
2-2,5 tahun, tetapi harus diimbangi dengan No.
Laktasi (hari)
Faktor Koreksi
manajemen dan pemberian pakan yang baik. 1 120 - 169 1,93
Berdasarkan data yang diteliti, rata- 2 170 - 219 1,43
3 220 - 269 1,15
rata produksi susu sapi perah di BBPTU Sapi 4 270 - 319 1,00
Perah Baturraden adalah 3.847,6  1.142,8 liter 5 320 - 369 0,89
6 370 - 419 0,80
(Tabel 1). Kondisi tersebut tidak jauh berbeda 7 420 - 469 0,74
dengan di BPPT Cikole Bandung sebesar 8 470 - 519 0,70
3.938,6 ± 1.160,8 liter (Mustofa, 2003). 9 520 - 569 0,67
10 570 - 619 0,58
Menurut Kamayanti et al., (2006) rataan
produksi susu di BBPTU Baturraden adalah
4728,7 kg, sedangkan di peternakan binaan Umur dikoreksi ke arah setara dewasa.
3361,1 kg. Produksi susu rata-rata sapi perah Kelas umur yang digunakan sebagai basis
FH yaitu 5.550-6.080 liter/tahun (Blakely and koreksi adalah kelas umur ketujuh yaitu umur
Bade, 1994), di daerah tropis sebesar ± 2.974 2000 – 2249 hari (5 tahun 6 bulan – 6 tahun 2
liter/laktasi (Williamson dan Payne, 1993). bulan). Pemilihan basis pada kelas tersebut
Blakely dan Bade (1994) menyatakan didasarkan pada pendapat Morales et al.,
peningkatan produksi susu dapat dilakukan (1989) yang menyatakan bahwa sapi yang
melalui manajemen pakan, kandang, kesehatan dipelihara di daerah tropis lebih cepat
dan reproduksi yang baik. Menurut Anggraeni mencapai puncak produksi yaitu pada umur 5 –
(2012) sapi FH yang dikenal sebagai salah satu 6 tahun. Puncak produksi lebih awal dari sapi-
sapi perah Bos taurus berkemampuan produksi sapi di daerah tropis dibandingkan dengan
susu tinggi di daerah asalnya, ternyata cukup daerah empat musim diduga karena adanya
sulit mempertahankan potensi genetiknya cekaman panas. Kelas tersebut juga masih
untuk berproduksi susu pada kondisi cekaman dalam kisaran yang digunakan oleh DHIA yaitu
tropis Indonesia. umur setara dewasa adalah 6 – 8 tahun. Least
Square Mean produksi susu nyata dari kelas
b. Penyusunan Faktor Koreksi umur ketujuh adalah 3.477,44. Nilai LSM
Berdasarkan hasil analisis, faktor non tersebut dijadikan sebagai basis untuk
genetik yang perlu dikoreksi adalah jumlah mendapatkan faktor koreksi. Faktor koreksi
hari laktasi dan umur saat beranak. Koreksi umur saat beranak didapatkan dari
diperlukan karena kedua faktor non genetik membandingkan nilai LSM basis dengan nilai
tersebut berpengaruh terhadap variasi produksi LSM pada kelas-kelas yang sudah dibuat. Hasil
susu. Jumlah hari laktasi dikoreksi ke jumlah perhitungan faktor koreksi umur saat beranak
hari laktasi ideal selama satu laktasi yaitu 305 yang diperoleh dicantumkan dalam Tabel 3.

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


3
Tabel 3. Kelas Umur Beranak dan Faktor Koreksinya (menyeragamkan) pengaruh lingkungan lebih
No Kelas Umur Beranak (hari) Faktor Koreksi baik dibanding DHIA.
1 500 - 749 1,29 Produksi susu terkoreksi pada
2 750 - 999 1,15 penggunaan faktor koreksi DHIA cenderung
3 1000 - 1249 1,05
4 1250 - 1499 1,03 diperoleh hasil lebih tinggi. Hal tersebut
5 1500 - 1749 1,02 disebabkan faktor koreksi DHIA dibuat
6 1750 - 1999 1,01 berdasarkan performan sapi-sapi di Amerika
7 2000 - 2249 1,00
8 2250 - 2499 0,96 yang memiliki produksi susu lebih tinggi
9 2500 - 2749 0,92 dibanding sapi-sapi di Indonesia. Kondisi
10 2750 - 2999 0,84
tersebut menunjukkan pula bahwa penggunaan
faktor koreksi DHIA cenderung menyebabkan
Faktor koreksi yang dibuat merupakan “over estimate” pada produksi susu terkoreksi
faktor koreksi perkalian (multiplicative), yaitu dibanding pada penggunaan faktor koreksi
untuk menghitung produksi susu terkoreksi hasil penelitian yang menggunakan data lokal.
dilakukan dengan cara mengalikan angka
koreksi jumlah hari laktasi dan umur saat KESIMPULAN
beranak terhadap produksi susu nyata. Untuk
membuktikan pendapat Warwick et al., (1985) Kesimpulan penelitian adalah produksi
bahwa faktor koreksi yang baik adalah yang susu dipengaruhi oleh jumlah hari laktasi dan
didapatkan dari daerah setempat maka umur saat beranak., dan faktor koreksi lokal
dilakukan perbandingan penggunaan faktor menurunkan keragaman produksi susu sapi
koreksi. Perbandingan deskriptif statistik perah.
antara produksi susu nyata dan terkoreksi pada
penggunaan faktor koreksi hasil penelitian DAFTAR PUSTAKA
dengan faktor koreksi DHIA tercantum pada
Tabel 4. Akramuzzein., 2009. Program Evaluasi
Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk
Tabel 4. Rata-Rata, Simpang Baku dan Koefisien Keragaman
Produksi Susu Nyata dan Terkoreksi Tingkat Peternak dan Koperasi
Menggunakan Microsoft Access. Thesis.
Simpang Koefisien
Rata-rata
Baku Keragaman
Program Pascasarjana IPB, Bogor.
(liter)
(liter) (%)
Anggraeni, A., 2012. Perbaikan Genetik Sifat
Produksi nyata 3.847,6 1.142,8 29,7
Produksi Susu dan Kualitas Susu Sapi
PT Lokal 3.795,4 827,3 21,8
Friesian Holstein Melalui Seleksi.
PT DHIA 3.989,7 1.009,4 25,3 Wartazoa. Vol. 22. No. 1
PT = Produksi Terkoreksi
Bath, D. L., Dickerson, F. N., Tucker , H. A.
Data dalam Tabel 4 menunjukkan dan Appleman, R. D, 1985. Dairy
bahwa perlakuan koreksi data terhadap jumlah Cattle: Principles, Practices,
hari laktasi dan umur saat beranak mampu Problems, Profits. Lea and Febiger.
menurunkan variasi produksi susu, baik pada Philadelphia.
penggunaan faktor koreksi hasil penelitian Blakely, J. dan Bade, D. H, 1991. The
yang menggunakan data lokal maupun faktor Science of Animal Husbandry. Reston
koreksi DHIA sebagai pembanding. Bila Publishing, Co., Inc. Prentice Hall,
dibandingkan dengan faktor koreksi DHIA, Virginia.
faktor koreksi lokal mempunyai koefisien
Chauhan, V.P., 1988. Additive Versus
keragaman yang lebih rendah (21,8% vs
Multiplicative Precorection of Dairy
25,3%).
Records for Some Environmental Effect
Hal ini menunjukkan bahwa faktor
in Sire Evaluation. J. Dairy Sci. 71 :
koreksi lokal telah mampu menurunkan
195–203.

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah (Setya Agus Santosa, S. Pt., M.P. et al)
4
Hardjosubroto, W, 1994. Aplikasi Perah FH di BPPT Sapi Perah Cikole
Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Bandung. Skripsi. Fapet Unsoed.
Grasindo, Jakarta. Purwokerto.
Kamayanti, Y. D., Palawarukka dan Sudewo, A.T. A., Santosa, S.A. dan Susanto,
Anggraeni, A., 2006. Pemeriksaan A., 2012. Statistika. Fakultas
Interaksi Genetik Dan Lingkungan Dari Peternakan UNSOED, Purwokerto
Daya Pewarisan Produksi Susu Pejantan
Surjowardojo, P., 1993. Parameter Genetik
Friesian-Holstein Impor yang Dipakai
dan Pengaruh Faktor Non Genetik
Sebagai Sumber Bibit pada Perkawinan
terhadap Produksi Susu di PT Sumber
IB. Pros. Lokakarya Nasional
Susu Indonesia Kabupaten Malang.
Pengelolaan dan Perlindungan
Program Pasca Sarjana, Universitas
Sumberdaya Genetik di Indonesia.
Gadjah Mada, Yogyakarta
Bogor, 20 Desember 2006. Badan
Litbang Pertanian. hlm. 149–56. Warwick, E. J., Hardjosubroto, W. dan Astuti,
J. M., 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah
Morales, F., Blake, R.W., Stanton, T. L. and
Mada University Press. Yogyakarta.
Hanh, M.V., 1989. Effect of Age,
Parity, Season of Calving, and Sire on Williamson, G. and Payne, W.J.A,1993. An
Milk Yield of Carora Cows in Introduction to Animal Husbandry in the
Venezuela. J. Dairy Sci. 72 : 2161–2169. Tropics. 3rd Ed. Longman Group
Limited, London.
Mustofa, Z., 2003. Analisis Hubungan Antara
Umur Beranak, Days Open dan Calving
Interval dengan Produksi Susu Sapi

Agripet Vol 14, No. 1, April 2014


5

S-ar putea să vă placă și