Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun Oleh :
Kelompok 1 – 1 SI 2
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmatnya yang luar biasa kelompok
dua bisa mengerjakan tugas sejarah sastra yang merupakan salah satu nilai ujian tengah
semester, pada semester dua ini dengan lancar dan tepat waktu. Dari mulai tahap persiapan
materi yang akan dibahas hingga pengiriman tugas ini, dan nanti tahap presentasi. Sangat
besar harapan kami agar selalu diberikan berkah untuk melaksanakannya dengan baik.
Namun, harapan tak akan pernah terjadi sesuai kenyataan jika tidak ada usaha dan
bantuan dari kedua orang tua kami yang senantiasa mendukung kami dalam dunia
pendidikan, juga dosen pengampu, Helvy Tiana Rosa M. Hum dalam mata kuliah sejarah
sastra yang begitu banyak membimbing kami agar mampu menyelesaikan tugas ini.
Maka dengan itu laporan ini kami buat sebagai wujud hasil secara tertulis diskusi
kami tentang bab “Penulis-Penulis Perempuan”.
Semoga laporan ini bermanfaat kedepannya meskipun dalam isinya masih banyak
kekurangan yang nampak jelas maupun tidak.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
3
Selain itu, faktor yang menyebabkan suksesnya novel pengarang wanita
adalah timbul massa pembaca wanita terpelajar, ditambha dengan situasi politik yang
relative tenang, hingga masuknya teknologi modern (Sumadjo, 1979: 117). Hal ini
juga dipengaruhi yang sekitar tahun 1970-an adanya pengaruh paham feminisme yang
mulai memasuki Indonesia sesudah masa revolusi. Paham feminism menurut Goefo
(Sugihastuti,2003) merupakan teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan
baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang
diperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.
4
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN :
D. MANFAAT :
5
BAB II
PEMBAHASAN
(Gerakan perempuan)
6
Pertama, perempuan yang berperan sebagai panglima militer yang
melawan, memusuhi dan menentang penjajahan Belanda. Perempuan ini,
contohnya, adalah Tjut Nya' Dien, Tjut Mutia, Nyi Ageng Serang, Christina
Martha Tiahahu. Meskipun panglima militer perempuan ini pada akhirnya
ditangkap, dibuang, dipenjara seumur hidup dan dipandang sebagai
pemberontak tetapi sungguh kebiasaannya yang menyimpang dari tradisi (laki-
laki) itu justru menjadi perhatian penulis sejarah Belanda.
7
B. PENULIS PEREMPUAN SESUAI PERIODENYA
8
redaktur “Gelanggang”/Siasat. Karya-karyanya berupa sejumlah puisi yang
tersebar dalam berbagai antologi dan terjemahan Le Petit Prince karya Antoine
de Saint-Exupéry tahun 1952.
9
adalah timbul massa pembaca wanita terpelajar, ditambah dengan situasi
politik yang relatif tenang, hingga masuknya teknologi modern.
10
pada periode ini (begitu juga pengarang laki-lakinya). Ketujuh belas
pengarang perempuan tersebut yaitu: Abidah El Khalieqy, Ayu Utami,
Dianing Widya Yudhistira, Dorothea Rosa Herliany, Endang Susanti
Rustamaji, Helvy Tiana Rosa, Lea Pamungkas, Mona Sylviana, Nenden Lilis
A., Omi Intan Naomi, Rainy M.P. Hutabarat, Rani Rachmani Moediarta,
Rayni N. Massardi, Sirikit Syah, Taty Haryati, Ulfatin Ch., dan Zoya
Herawati. Jumlah ini jauh lebih baik daripada perbandingan jumlah pengarang
laki-laki dan perempuan pada periode-periode sebelumnya.
11
C. 9 PENULIS PEREMPUAN INDONESIA TERBAIK
1. S. Rukiah
S. Rukiah juga dikenal dengan nama Siti Rukiah Kertapati lahir di Purwakarta,
Jawa Barat, 25 April 1927, meninggal di Purwakarta, Jawa Barat, 6 Juni 1996 pada
umur 69 tahun. S. Rukiah adalah penulis novel, cerita anak, cerpen dan puisi
Indonesia.
Setelah lulus sekolah Guru, selama dua tahun mengajar di Purwakarta. Tahun
1945 mengajar di Sekolah Gadis Purwakarta. Sejak tahun 1946 mengisi majalah
Gelombang Zaman dan Godam Djelata. Rukiah menerbitkan
karya sastra puisi dimuat di majalahGelombang Zaman menggunakan nama
lengkapnya Siti Rukiah. Pada Mei 1948 menjadi pembantu tetap majalah
sastra Poedjangga Baroe. Tahun 1950 pindah ke Jakarta menjadi sekretaris majalah.
Pada tahun yang sama, diterbitkan novel pertamanya berjudul Kejatuhan dan Hati.
Tahun 1951 pindah ke Bandung dan menjadi penyunting pada majalah anak-
anak Cendrawasih.
Kumpulan cerpen dan puisi pertamanya berjudul Tandus terbit tahun 1952 dan
memenangkan hadiah sastra nasional. Pada tahun itu juga, Rukiah mulai menulis
cerita anak menggunakan nama S. Rukiah Kertapati, dan terus menerus menulis cerita
anak sampai 1964. Rukiah menderita trauma tahun 1965, dan tidak pernah menulis
lagi sejak itu.
12
Karya
Cerita Anak
Novel
Tandus (1952)
13
2. Nh. Dini
Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama
NH Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975)
atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua
Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk
kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai
pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki.
Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila
mendapati ketidakadilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan
kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke
Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami
terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif,
seperti komentar Putu Wijaya; 'kebawelan yang panjang.
Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novel-
novelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang
dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan
dirinya sendiri. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas
dari semua penilaian itu, karya NH Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya
banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya
sastra.
14
Bukti keseriusannya dalam bidang yang ia geluti tampak dari pilihannya,
masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai
mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan
kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri.
Sesekali ia menulis naskah sendiri. Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain
menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok
sandiwara di sekolah, yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap
ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah.
Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di
Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus
dipupuk.
15
Pengarang yang senang tanaman ini, biasanya menyiram tanaman sambil
berpikir, mengolah dan menganalisis. la merangkai sebuah naskah yang sedang
dikerjakannya. Pekerjaan berupa bibit-bibit tulisan itu disimpannya pada sejumlah
map untuk kemudian ditulisnya bila sudah terangkai cerita.
Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960.
Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (lahir pada 1961)
dan Pierre Louis Padang (lahir pada 1967). Anak sulungnya kini menetap di Kanada,
dan anak bungsunya menetap di Prancis. Sebagai konsekuensi menikah dengan
seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong
ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah ke Pnom Penh, Kamboja. Kembali ke
negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967.
Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura
(Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh
tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis.
Dini yang pencinta lingkungan dan pernah ikut Menteri KLH Emil
Salim menggiring Gajah Lebong Hitam, tampaknya memang ekstra hati-hati dalam
memilih pasangan setelah pengalaman panjangnya bersama diplomat Perancis itu. la
16
pernah jatuh bangun, tatkala terserang penyakit 1974, di saat ia dan suaminya sudah
pisah tempat tidur. Kala itu, ada yang bilang ia terserang tumor, kanker. Namun
sebenarnya kandungannya amoh sehingga blooding, karena itu ia banyak kekurangan
darah. Secara patologi memang ada sel asing. Kepulangannya ke Indonesia dengan
tekad untuk menjadi penulis dan hidup dari karya-karyanya, adalah suatu keberanian
yang luar biasa. Dia sendiri mengaku belum melihat ladang lain, sekalipun dia mantan
pramugrari GIA, mantan penyiar radio dan penari. Tekadnya hidup sebagai pengarang
sudah tak terbantahkan lagi.
Menjadi pengarang selama hampir 60 tahun tidaklah mudah. Baru dua tahun
terakhir ini, ia menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-
hari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu
oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan.
17
mereka surat satu per satu. Ia sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya.
Sejak 16 Desember 2003, ia kemudian menetap di Sleman, Yogyakarta. Ia yang
semula menetap di Semarang, kini tinggal di kompleks Graha Wredha Mulya,
Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku
Buwono X yang mendengar kepindahannya, menyarankan Dini membawa serta
perpustakaannya. Padahal empat ribu buku dari tujuh ribu buku perpustakaannya,
sudah ia hibahkan ke Rotary Club Semarang.
Ia juga pernah ditawari bekerja tetap pada sebuah majalah dengan gaji
perbulan. Akan tetapi dia memilih menjadi pengarang yang tidak terikat pada salah
satu lembaga penerbitan. Bagi Dini, kesempatan untuk bekerja di media atau
perusahaan penerbitan sebenarnya terbuka lebar. Namun seperti yang dikatakannya, ia
takut kalau-kalau kreativitasnya malah berkurang. Untuk itulah ia berjuang sendiri
dengan cara yang diyakininya; tetap mempertahankan kemampuan kreatifnya.
18
Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam
karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan
pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala
persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya.
NH Dini sekarang tinggal di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran.
19
3. Ratna Indraswari
Ratna Indraswari (lahir 24 April 1949 – meninggal 28 Maret 2011 pada umur
61 tahun) merupakan seorang Sastrawan berkebangsaan Indonesia. Dia melahirkan
karya sastra secara produktif, walaupun kemampuan fisiknya nyaris tidak berfungsi,
kesetiaan berkarya Ratna di dunia sastra ditandai dengan lebih dari 400 karya cerpen
dan novel yang dihasilkannya sejak usia remaja hingga akhir hayatnya.
Menulis bagi Ratna hanyalah salah satu kegiatan, tetapi berbuat nyata dan
menginspirasi orang lain adalah “tugas besar” yang terus ditunaikannya semasa
hidupnya, sekalipun dari atas kursi roda. Salah satunya, pada tahun 2001, Ratna
membentuk Forum Kajian Ilmiah Pelangi yang bermarkas di rumahnya, Jl.
Diponegoro 3.A Malang. Forum ini mampu menjadi oase, kantong budaya, karena
mengakomodasi berbagai elemen masyarakat dalam diskusi beragam persoalan aktual
setiap bulannya.
Semasa hidupnya, hampir setiap hari, khususnya pada siang hari, rumah Ratna
selalu dikunjungi tamu dari berbagai latar belakang. Semuanya disambut dengan
ramah, meskipun ia harus menghentikan sementara proses penulisan cerpen atau
novelnya. Ratna menyebut kunjungan tamu-tamu ini sebagai 'gangguan yang indah".
20
Novel yang ditulisnya dalam waktu dua tahun ini boleh dikata merupakan
karya Ratna yang paling komplet. Pergulatan batin dan emosinya begitu kental,
pergolakan liku-liku hidup, cinta, kesadaran sejarah, dan napas perlawanan dalam
novel Lemah Tanjung sedemikian kuat dan gampang terbaca. Novel yang diterbitkan
pada 2003 ditulis berdasarkan kisah nyata. Warga Kota Malang mengenal Lemah
Tanjung yaitu lahan bekas kampus Akademi Penyuluh Pertanian (APP) seluas 28,5
hektare, yang juga merupakan hutan kota. Hutan Lemah Tanjung saat itu menjadi
satu-satunya paru-paru kota yang tersisa, sekaligus menjadi buffer zone Kota Malang.
Di dalamnya terdapat hutan heterogen, kebun kopi, kakao, sawit, ladang jagung,
hamparan sawah, pun lapangan rumput terbuka. Hidup pula sedikitnya 128 spesies
tanaman, yang beberapa di antaranya belum teridentifikasi dan menjadi tempat
bernaung tak kurang dari 36 spesies burung langka.
Ratna menulis novel Lemah Tanjung sebagai doku-drama dari bahan yang
otentik karena ia sendiri terlibat dalam aksi-aksi perjuangan penolakan penggusuran.
Rapat para demonstran dan aktivis melawan penggusuran APP Tanjung pada tahun
1999 juga tak jarang dilakukan di rumah Ratna. Ratna benar-benar mendedikasikan
novel Lemah Tanjung tersebut bagi warga yang menentang pembangunan perumahan
mewah di atas lahan hutan kota APP. Novel Lemah Tanjung yang sempat pula
diangkat sebagai cerita bersambung di harian Jawa Pos. Demikianlah perjuangan
Ratna untuk APP yang secara totalitas dilakukannya dengan segala keterbatasannya
beraktivitas di atas kursi roda.
Karya
21
Lampor (1994)
Aminah di Suatu Hari, Menjelang Pati (1994)
Laki-laki yang Kawin dengan Peri (1995)
Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997)
Namanya Massa (2000)
Lakon Di Kota Senja (2002)
Waktu Nayla (2003)
Sumi dan Gambarnya (2003)
Bukan Pinang di Belah Dua (2003)
Lemah Tanjung (2003)
Pecinan di Kota Malang (2007)
Lipstik di Tas Doni (2007)
22
4. Dorothea Rosa Herliany
Nama Lengkap: Dorothea Rosa Herliany, Alias: Rosa berprofesi sebagai Sastrawan.
Lahir Minggu, 20 Oktober 1963, Magelang, Jawa Tengah. Hobby: membaca dan menulis
sajak dan cerpen. Suami: Andreas Darmanto, anaknya Regina Redaning, dan Sabina
Kencana Arimanintan. Adapun riwayat pendidikannya adalah SD Tarakanita Magelang, SMP
Pendowo Magelang, SMA Stella Duce di Yogyakarta kemudian melanjutkan kuliah di
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni di IKIP Sanata Dharma yang sekarang berubah nama
menjadi Universitas Sanata Dharma yogyakarta. Menjadi wanita karir, Penulis lepas serta
pernah menjadi Guru SMA Gama Jogya tahun 1984
Dorothea Rosa Herliany adalah seorang penulis dan penyair Indonesia. Ia adalah orang
pertama yang memenangi kedua kategori Kusala Sastra Khatulistiwa, prosa dan puisi, dengan
"Santa Rosa" (puisi) pada 2006 dan "Isinga: Roman Papua" (prosa) pada
2015. Dorothea termasuk sastrawan Indonesia angkatan 1980-1990an
Dorothea Rosa Herliany lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 20 Oktober 1963. Setamat
SMA Stella Duce di Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia,
FPBS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (kini Universitas Sanata Dharma) dan tamat dari
sana tahun 1987. Ia mendirikan Forum Ritus Kata dan menerbitkan berkala budaya Kolong
Budaya. Pernah pula membantu harian Sinar Harapan dan majalah Prospek di Jakarta.
Sekarang Dorothea sibuk mengelola penerbit Tera di Magelang.
Karya
23
Kill the Radio (Sebuah Radio, Kumatikan; edisi dwibahasa, 2001)
Kumpulan cerpen:
Blencong (1995)
Karikatur (1996).
Penghargaan:
Pemenang I penulis puisi Chairil Anwar di IKIP Sanata Dharma tahun 1981
Pemenang I penulisan puisi Dies Natalis IKIP Sanata Dharma tahun 1985
Pemenang I penulisan puisi di Institut Filsafat dan Theologia (IFT) Yogyakarta tahun
1985
Pemenang I penulisan esai tahun 1986, Minister of Environment Award for best
environment tahun 1994
Puisi terbaik “Mimpi Gugur Daun Zaitun” dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 2000
Nominator The Khatulistiwa Literary Award sajak “Kill The Radio” tahun 2003
24
5. Helvy Tiana Rosa
Lahir di Medan, 2 April 1970, Helvy hidup dalam keluarga yang sederhana.
Keluarganya bahkan pernah sempat tinggal di tepian rel kereta api yang membuat
mereka harus bertahan dengan suara bising kereta setiap saat. Hidup dalam
kesederhanaan, setiap harinya Helvy dan adik-adiknya, Asma Nadia dan Aeron
Tomino, mendapatkan dongeng dan wejangan dari ibunya yang sering kali berpesan
akan optimisme hidup. Tak hanya pesan akan optimisme hidup yang berhasil
ditanamkan Helvy dalam hidupnya, namun, kemampuan dan kebiasaan menulis
ibunya yang memotivasi dirinya untuk lebih optimis dalam hidup.
Barangkali bakat menulis itu memang diturunkan dari ibunya dan telah ada
sejak kecil. Dapat membaca sejak umur lima tahun nyatanya memudahkan Helvy
dalam mengerti dan memaknai arti dari sebuah tulisan. Ia mulai semangat membaca
sejak ia bisa membaca dan tahu ada tempat persewaan buku yang memajang banyak
buku. Setiap harinya, ia sempatkan untuk mampir walau hanya sekedar melihat-lihat
jenis buku yang ada.
Maklum, kebutuhan finansial keluarga saat itu hanya cukup digunakan untuk
membayar uang sekolah. Namun, bukan Helvy namanya jika ia menyerah pada apa
yang ia inginkan. Menginjak kelas 3 SD, Helvy mulai mengumpulkan buku dari hasil
tabungannya. Buku-buku yang telah ia kumpulkan lalu disewakan kepada teman-
teman sebayanya agar mereka bisa dapat membaca dan mengerti akan luasnya
pengetahuan.
Benar, ketika ada suatu ungkapan bahwa dengan membaca kita akan
mengetahui isi dunia dan dengan membaca pula kita bisa menuliskan betapa luas dan
beragamnya dunia. Agaknya ungkapan tersebut memang berlaku dalam hidup Helvy,
hobi membacanya kerap kali ditularkan pada adik-adiknya.Tak hanya itu, ia juga
mulai aktif menulis puisi dan cerpen lalu mengirimkan ke redaksi majalah anak.
Benar saja, tak ada perjuangan yang sia-sia, karya Helvy banyak dimuat di majalah
anak-anak yang kemudian semakin menyemangatinya untuk terus menulis dan
memberikan contoh bagi adik-adiknya.
25
Helvy kecil tak hanya pandai menulis puisi dan cerpen, ia juga pandai menulis
syair lagu. Ayahnya seorang musisi dan percaya bahwa suatu saat nanti Helvy dapat
menjadi seorang penulis kenamaan Indonesia. Selama membuat syair lagu, ayahnya
selalu mempercayakan Helvy untuk memeriksa syair-syair yang kurang pas kemudian
digubah.Di sekolah, Helvy pun sering mengikuti lomba membaca puisi yang
mengantarkannya menjadi seorang sastrawan terkemuka saat ini. Di samping selalu
menulis puisi dan cerpen, Helvy juga mulai belajar seni peran yang sering kali ia lihat
dan pelajari saat ia berkunjung ke Taman Ismail Marzuki (TIM) setiap minggunya.
Tak hanya aktif kuliah dan berkecimpung dalam dunia sastra, Helvy membagi
waktunya dengan bekerja sebagai redaktur majalah Annida yang merupakan majalah
pelopor anak muda berbasis reliji yang ada saat itu. Sebagai redaktur, Helvy menjadi
semakin keranjingan untuk menulis dan menulis. Karyanya banyak dimuat di majalah
Annida dan berhasil mengekskusi dirinya untuk naik jabatan menjadi seorang
redaktur pelaksana.
26
Hingga akhirnya pada tahun 1997 bersama dengan adiknya, Asma Nadia,
Helvy mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku. Takut
diklaim sebagai usaha keluarga, Helvy mengajak cerpenis Annida lain untuk ikut
bergabung dengan perusahaan yang ia beri nama Forum Lingkar Pena (FLP). FLP
adalah sebuah tempat bagi siapapun kaum muda dari berbagai kalangan yang ingin
menjadi penulis. Melalui FLP, nama Helvy semakin dikenal di berbagai negara.
Perusahaan yang bertujuan mencari para penulis muda yang ia dirikan tersebut
akhirnya menuai keberhasilan.
Didapatkan ratusan ribu penulis muda dari berbagai pelosok kota di Indonesia
turut bergabung. Bahkan, pada tahun 2008, FLP meraih Danamon Award, sebuah
penghargaan tingkat nasional yang diberikan kepada inspirator dan inisiator yang
berhasil melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar secara signifikan.
Sebelumnya, pada tahun 2002, FLP mendirikan Rumah Cahaya yang bertujuan untuk
meningkatkan intensitas membaca masyarakat dan pada tahun 2004 bergabung
dengan Penerbit Mizan menjadi Lingkar Pena Publishing House. Di sana, Helvy
menjabat sebagai direktur utama PT. Lingkar Pena Kreativa tahun 2004-2011. Kini,
FLP sudah tersebar luas di pelosok Indonesia bahkan sudah sampai luar negeri seperti
Hongkong, Malaysia, dan banyak lagi.
27
PENGHARGAAN
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre,
Jordan (2014/2015)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre,
Jordan (2013/2014)
Anugerah Sastra Balai Pustaka dan Majalah Horison untuk Kategori Tokoh Sastra
(2013)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre,
Jordan (2012)
Ibu Inspiratif Majalah Noor (2012)
Penulis dan Buku Puisi Terfavorit ("Mata Ketiga Cinta"), Anugerah Pembaca
Indonesia, dari Goodreads Indonesia (2012)
"Kartini Masa Kini" Pilihan Majalah Gatra (2012)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre,
Jordan (2011)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre,
Jordan (2010)
The World's Most 500 Influential Muslims (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh
di Dunia), Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan & Georgetown University
(2009)
Muslimah Inspirasi Indonesia versi Majalah Annisa (2012)
Kartini Award sebagai salah satu “The Most Inspiring Women in Indonesia” dari
Majalah Kartini (2009)
She CAN! Award dari Tupperware Indonesia (2009)
Nominator SK Trimurti Award, Aliansi Jurnalis Independen (2009)
Danamon Award mengusung FLP yang ia dirikan (2008)
Wanita Indonesia Inspiratif dari Tabloid Wanita Indonesia (2008)
100 Pemimpin Muda Nasional, PKS Award (2008)
Bukavu, 10 Buku Prosa Terbaik Khatulistiwa Literary Award (2008)
Dosen Berprestasi Universitas Negri Jakarta (2008)
Nominator Indonesia Berprestasi Awards (2007)
Ikon Perempuan Indonesia versi Majalah Gatra (2007)
28
Pemenang Utama Sayembara Esai AyahBunda-Prenagen berhadiah 100 juta rupiah
(2007)
Tokoh Perbukuan Islam IBF Award, IKAPI (2006)
Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006)
Muslimah Teladan Majalah Alia (2006)
Duta Baca Nasional Pos Wanita Keadilan, menaungi 1000 rumah baca di Indonesia,
2007.
Penghargaan Perempuan Indonesia Berprestasi dari Tabloid Nova dan Menteri
Pemberdayaan Perempuan RI (2004)
Ummi Award dari Majalah Ummi (2004)
Pena Award untuk buku: Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist
(Syaamil, 2002)
“Ibuku Idolaku Award” dari Benadryl, dalam rangka Hari Ibu Tingkat Nasional
(2002).
Muslimah Peduli Keu Nanggroe dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (2001)
Cerpen Terbaik Majalah Sastra Horison Satu dekade (1990-2000), untuk “Jaring-
Jaring Merah”
Muslimah Indonesia Berprestasi dari Majalah Amanah (2000)
“Fisabillah” Juara Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional, Yayasan Iqra, dengan Dewan
Juri: HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachi dan Hamid Jabbar (1992).
Juara II Lomba Baca Puisi Tingkat Nasional, HUT Taman Ismail Marzuki 1987 de.
KARYA
1. Guru Cinta; Kumpulan Tulisan Bersama Para Guru Teladan (Gramedia Pustaka
Utama, 2014)
2. Juragan Haji, Kumpulan Cerpen (Gramedia Pustaka Utama, 2014)
3. Mata Ketiga Cinta (ANPH, 2012)
4. Kartini 2012: Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Mutakhir (Kosakatakita,
2012)
5. Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali (ANPH,2011)
6. Idiosinkrasi; Pendidikan Karakter Melalui Bahasa dan Sastra (Kumpulan Tulisan
Bersama, Kepel Press, 2010)
29
7. Bukavu (LPPH, 2008)
8. Catatan Pernikahan (LPPH, 2008)
9. Tanah Perempuan, Drama 3 Babak (Lapena, 2007)
10. Tanah Perempuan, Drama 9 Babak (Lapena, 2005)
11. Risalah Cinta (Lingkar Pena Publishing House, 2005)
12. Menulis Bisa Bikin Kaya! (MVP, 2006)
13. Perempuan Bermata Lembut ( Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2005)
14. Ketika Cinta Menemukanmu (Antologi Cerpen Bersama, Gema Insani Press, 2005)
15. Dokumen Jibril (Antologi Cerpen Bersama, Republika, 2005)
16. Jilbab Pertamaku (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2005)
17. 1001 Kisah Luar Biasa dari Orang-orang Biasa (Penerbit Anak Saleh 2004)
18. Dari Pemburu ke Teurapeutik (Antologi Cerpen Bersama, Pusat Bahasa, 2004)
19. Lelaki Semesta (Antologi Cerpen Bersama, LPPH, 2004)
20. Matahari Tak Pernah Sendiri I (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004)
21. Di Sini Ada Cinta! (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004)
22. Leksikon Sastra Jakarta (DKJ dan Penerbit Bentang, 2003)
23. Segenggam Gumam, Esai-esai Sastra dan Budaya, Syaamil, 2003)
24. Bukan di Negeri Dongeng (Syaamil, 2003)
25. Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist, Kumpulan Cerpen Dwi
Bahasa (Syaamil, 2002)
26. Wanita yang Mengalahkan Setan, Kritik Sastra (Tamboer Press/ Indonesia Tera,
2002)
27. Pelangi Nurani (Syaamil, 2002)
28. Sajadah Kata (Antologi Puisi Bersama, Syaamil, 2002)
29. Kitab Cerpen: Horison Sastra Indonesia (Yayasan Indonesia & Ford Foundation,
2002)
30. Dunia Perempuan (Antologi Cerpen Bersama, Bentang, 2002)
31. Ini…Sirkus Senyum (Antologi Cerpen Bersama, Komunitas Bumi Manusia, 2002)
32. Luka Telah Menyapa Cinta (Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2002)
33. Kado Pernikahan (Antologi Cerpen Bersama, Syaamil, 2002)
34. Graffiti Gratitude (Antologi Puisi Bersama, Penerbit Angkasa, 2001)
35. Dari Fansuri ke Handayani (Penerbit Horison dan Ford Foundation, 2001)
30
36. Ketika Duka Tersenyum (Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2001)
37. Titian Pelangi, Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000)
38. Hari-Hari Cinta Tiara, Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000)
39. Akira no Seisen/ Akira: Muslim wa tashiwa, Novel (Syaamil, 2000)
40. Pangeranku, Cerita Anak (Syaamil, 2000)
41. Manusia-Manusia Langit, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 2000)
42. Nyanyian Perjalanan, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999)
43. Hingga Batu Bicara, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999)
44. Lentera (An Najah Press,1999)
45. Kembara Kasih, Novel (Pustaka Annida, 1999)
46. Sebab Sastra yang Merenggutku dari Pasrah, Kumpulan Cerpen (Gunung Jati, 1999)
47. Ketika Mas Gagah Pergi, Kumpulan Cerpen (Pustaka Annida, 1997. Cet II dstnya
Syaamil )
48. Mc Alliester, Novel (Moslem Press, London, 1996)
49. Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia (Kumpulan Tulisan Bersama, Grasindo,
2000.)
50. Kembang Mayang (Antologi Cerpen Bersama, Penerbit Kelompok Cinta Baca, 2000)
51. Sembilan Mata Hati (Antologi Cerpen Bersama, Pustaka Annida, Jakarta, 1998), dll
31
6. Ayu Utami
32
yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak
perhatian dari pembaca.
Latar belakang Ayu mulai menulis, menurutnya karena sejak kecil ia suka
menulis. Kemudia ketika menjadi seorang jurnalis dan novelis. Ia mengaku sering
sekali menulis karena gelisah atas ketidakadilan yang terjadi di negeri ini. Misalnya
ketika menulis novel Saman, ia melihat ketidakadilan ekonomi terhadap oetani kecil
dan ketidakadilan budaya terhadap perempuan.
Untuk mendapatkan ide bahan tulisan, menurut ayu adalah dengan tertarik kepada
orang lain. Karena menurutnya kalau tertarik pada diri sendiri kita cepat kehabisan
bahan. Namun, kalau tertarik kepada orang lain, mempelajari mereka, membaca
mereka, niscaya akan punya banyak sekali bahan tulisan.
Ketertarikan Ayu Utami akan cerita kehidupan sebenarnya sudah tampak dalam
dirinya sejak anak-anak. Contohnya, sejak masih kecil, ia sudah punya kebiasaan
berkhayal sebelum tidur. Seusai menonton televisi misalnya, ia bersama kakaknya
Retno sering bercerita di kamar sampai pukul sebelas malam. Ayu mengaku
menggemari cerita petualangan seperti Lima Sekawan, Karl May, dan Tin Tin.
Sedangkan mengenai bagaimana semua fantasi tulisannya bisa hadir dalam
pikirannya, berkat orangtuanya yang tidak pernah melarang atau menyalah-nyalahkan
dirinya karena fantasi yang aneh. Menurutnya, setiap anak punya fantasi yang aneh,
tetapi sering kali kemampuan berfantasi itu dimatikan oleh orang dewasa.
Dari novel-novelnya yang sudah diterbitkan, banyak yang memuji tulisan ayu.
Namun, tidak sedikit juga yang menganggapnya terlalu berani. Sebab, tulisannya
mendobrak norma dan bicara hal yang masih tabu bagi sebagian besar orang
Indonesia. Di novel 'Saman' misalnya, Ayu Utami membicarakan seks didalam
novelnya, sementara di novel 'Bilangan Fu', persoalan yang Ayu dobrak adalah
monotheisme dan militerisme yang bahkan sempat membuat beberapa pembaca
menduga Ayu seakan mengampanyekan sesuatu yang anti Tuhan, bahkan hidup tanpa
tuhan. Akan tetapi ayu menjelaskan bahwa dalam novelnya 'Bilangan Fu' tersebut ia
hanya bersikap kritis. Sikap untuk mengajukan pertanyaan dan keraguan dengan tulus
tanpa maksud jahat atau sombong.
33
Dari kecil, Ayu yang dididik dengan latar agama dan budaya yang kental,
mengaku melihat ada banyak ketidakadilan sehingga mengungkapkannya melalui
tulisan. Misalnya, novel Saman yang di anggap mendobrak tabu karena
menggunakan kata-kata kotor,menurut Ayu,latar belakang dari novel itu adalah
adanya ketidakadilan terhadap perempuan. Di level bahasa salah satunya. "sebagai
bangsa, kita ingin tampak bermoral tapi melampaui batas, dan justru malah tak adil.
Di usia 20-an akhir, ia mulai melihat agama dengan kacamata baru : sebuah
kenyataan peradaban. Bergulat dengan semua itu, yakni agama, ketidakadilan,
moralitas kelebihan, akhirnya membuat Ayu diperkirakan "terjebak" untuk selalu
menulis tiga tema, yakni: seks, kegilaan dan agama.
Namun, ia tidak bisa memungkiri kalau bahasa Alkitab sangat berpengaruh pada
dirinya. "Meski benci agama pada satu periode,tapi agama sudah batubata dalam
dirinya. Itulah fakta sejarah yang tak bisa dihilangkan Ayu Utami dalam dirinya.
Karir
34
Karya
Penghargaan
35
7. Suwarsih
36
Tahun 1935 itu juga pindah ke Bogor, setelah Onderwijs Verbod (larangan
mengajar) dari suaminya dicabut, dan mendirikan sekolah Loka Siswa, namun tak ada
murid, sehingga ditutup. Kemudian tahun 1936 pindah ke Semarang mencari
pekerjaan ikut suami yang diterima bekerja sebagai guru Tamansiswa Semarang, dan
Suwarsih bekerja di sekolah Drs. Sigit. Kemudian tahun 1938 pindah ke Bandung dan
mengajar di Pergoeroean Soenda.
Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun
1940 Soewarsih pindah ke Batavia mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang
Balanda. Ia menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak
Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia – Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri
Pasar Baru Batavia – sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Seperti diketahui pada waktu
itu hanya ada 2 SGKP, yang lain adalah OSVO Soerabaia. Ia juga dipercaya oleh
kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah elite Menteng
(Tjioedjoengweg, sekarang Jl. Teluk Betung belakang HI).
Pada zaman pendudukan Pemerintah Dai Nippon hampir semua bangsa Indonesia
bekerja di Pemerintah Dai Nippon, dia bekerja sebagai guru pada Sekolah Dasar Dai-
ichi Menteng, dan juga pindah rumah ke Jl. Serang (sekarang Jl. Samsurijal) titipan
orang Belanda yang pulang ke Eropa akibat penjajahan Jepang.
37
Ketika kembali ke Indonesia, ia mulai kegiatan menulis atau menterjemahkan
buku-buku (dari bahasa Perancis, Belanda, Jerman, maupun Inggris karena mahir
berbahasa tersebut), yaitu untuk menambah keuangan keluarga (pensiun suami
sebagai bekas Menteri sangat kecil). Banyak novel ditulis pada masa ini.
Seperti halnya dengan Ibu Sud belajar biola dan Amir Pasaribu belajar piano,
yang berkesempatan belajar musik di Hogere Kweek School (HKS – Sekolah Guru
Atas) Bandung, maka Ny. Soewarsih juga belajar piano di Eropeesche Kweekschool
Surabaya, dan juga senang menyanyi. Anak-anaknya semua kemudian diajarkan piano
juga. Pada waktu menidurkan anak bungsunya, ia suka menyanyikan Wiegenlied
Ciptaan W.A. Mozart dengan terjemahan Tidurlah Putra Bunda. Teks lagu itu adalah:
Dalam rangka hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-
68, maka Pemerintah telah menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya
Parama Dharma pada tanggal 14 Agustus 2013 di Istana Negara oleh Presiden SBY
kepada ahli warisnya.
38
Karya Novel
Buiten het gareel, De Haan Uitgevery, Utrecht, 1940. Dengan kata pengantar dari E. du
Perron, Cetakan ke-dua Amsterdam, 1946, terbit atas usaha sastrawan Eduard du Peron
1. Tudjuh tjeritera pendek, Pustaka Rakjat – Jakarta, 1951. Karangan pertama dari dia dalam
bahasa Indonesia setelah Kemerdeakaan, diterbitkan atas bantuan Prof. Takdir
Alisyahbana (pemilik Pustaka Rakyat)
2. Empat serangkai. Kumpulan tjerita pendek. Pustaka Rakyat – Jakarta, 1954. Diterbitkan
atas bantuan Prof. Takdir Alisyahbana (pemilik Pustaka Rakyat)
3. Riwayat hidup Nabi Muhammad s.a.w. Bulan Bintang – Jakarta, 1956 (cetakan kedua
1976), dengan kata pengantar H. HAMKA
4. Marjanah. Balai Pustaka (1959)- Jakarta, 1959. Novel berbahasa Sunda, karangan pertama
dari dia tahun 1938, namun ditolak oleh Balai Poestaka, kemudian diterjemahkan dalam
bahasa Belanda sebagai Buiten het Gareel’ pada tahun 1939 dan terbit di Utrecht tahun
1940 atas bantuan sastrawan Eduard du Peron
5. Siluman Karangkobar. Pembangunan – Jakarta, 1963. Terbit atas bantuan Hassan Sadhily
6. Hati wanita. Pembangunan – Jakarta, 1964. Terbit atas bantuan Hassan Sadhily
7. Manusia bebas. Djambatan – Jakarta, 1975. Penulisan ulang: Buiten het Gareel, terbit atas
bantuan Pemerintah Kerajaan Belanda
8. Maryati. Pustaka Jaya – Jakarta, 1982. Terbit atas bantuan Ayip Rosyadi
39
5. “In memoriam E. du Perron”. pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift
3, l940, halaman l92-l93
6. “In de schaduw van de Leider”. pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch
Tijdschrift 4, l941, halaman 191-l92
7. “In memoriam E. du Perron”. pada Criterium 4, 1946, halaman 386-388
8. “Ontmoeting met E. du Perron”. pada Vrij Nederland, 14 december 1946
9. “Eddy du Perron, de vriend die nooit gestorven is”. pada Tirade 17, 1973, halaman 68-70
10. “De thuiskomst van een oud-strijder”. pada Tirade 21, 1977, halaman 38-47.
Eddy Du Perron, de vriend die nooit gestorven is’. Typoscript uit 1971, 7 pag. Door
Soewarsih Djojopoespito aan Rob Nieuwenhuys gegeven tijdens zijn verblijf in Indonesië
in oktober 1971. Aanwezig in het HISDOC van het KITLV, signatuur D H 1019a.
Welwillend afgestaan voor transscriptie aan het Damescompartiment.
“Buiten het gareel”. Oleh Rob Nieuwenhuys pada majalah Oost-Indische Spiegel, edisi
1978, halaman 401-404
“Soewarsih Djojopoespito, Cibatok 20 april 1912 — Yogyakarta 24 augustus 1977” oleh
Gerard Termorshuizen pada Maatschappij der Nederlandse Letterkunde Yaarboek di
Leiden 1978-1979, halaman 39-48.
“Een leven buiten het gareel” oleh Gerard Termorshuizen pada Engelbewaarder
Winterboek 1979, halaman 109-122
“Soewarsih Djojopoespito, E. du Perron dan novel Buiten het gareel” oleh Robert-Henk
Zuidinga pada Indische Letteren, 1986, halaman 158 e.v.
“Maryanah, Novel Sunda dari Soewarsih Djojopoespito{” oleh 5. J. Noorduyn pada
Indisch-Nederlande Literatuur dengan redaksi Reggie Baay dan Peter van Zonneveld,
Utrecht, 1988, halaman 232-242
“A life free from trammels : Soewarsih Djojopoespito and her novel Buiten het gareel”
pada Canadian Journal of Netherlandic Studies Vol. XII, no. ii (Spring 1991)
“Bij de dood van een vriendin” oleh Beb Vuyck pada NRC, 2 september 1977
40
Keluarga
1. Sugondo Djojopuspito, (1905-1978), suami, tahun 1928 sebagai Ketua Kongres Pemuda
1928, anggauta BP-KNIP 1945-1948, Menteri Pembangunan Masyarakat RI (Kabinet Dr.
Halim, 1949), mendapat anugrah Bintang Jasa Utama tahun 1978
2. Sunartini Djanan Chudori, SH (almarhum, Lahir Bandung 1935 – Wafat Yogyakarta
1996), anak pertama, Sarjana Hukum lulusan UGM, aktivis LBH Yogyakarta
3. Sunarindrati Tjahyono, SH, (Lahir Yogyakarta 22 Februari 1937, tanggal kelahiran sama
dengan bapaknya), anak kedua, Sarjana Hukum lulusan UGM, pensiunan Bank Indonesia,
sekarang bekerja sebagai Direktur Bank Mizuho Jakarta
4. Ir. Sunaryo Joyopuspito, M.Eng., (Lahir Bandung 1939), anak ketiga, Sarjana Teknik ITB,
Sertifikat Urban Transport JICA Tokyo, dan Magister Engineering AIT Bangkok,
pensiunan Departemen Perhubungan, sekarang guru musik di Jakarta (piano dan biola)
41
8. Mira W
Mira Widjaja (Wong) atau lebih dikenal dengan nama pena Mira W
adalah Penulis Indonesia yang lahir pada Tanggal 13 September 1951. Mira Widjaja
Terlahir dari keluarga keturunan Tionghoa, ia dikenal sebagai salah satu penulis
novel-novel roman populer di Indonesia. Ayahnya, Othniel, adalah pelopor industri
perfilman di Indonesia. Mira menulis novel dengan berbagai genre, termasuk roman,
kriminal, dan kehidupan rumah sakit. Ia berprofesi sebagai dokter sebelum menjadi
penulis.
Mira lahir di Jakarta pada 13 September 1951, putri dari produser film Othniel
Widjaja dan istrinya; ia adalah anak kelima dari lima bersaudara. Kakaknya, Willy
Wilianto, juga berkecimpung di dunia perfilman. Saat masih SD, Mira sudah
menunjukkan bakat menulisnya, ia sering mengirim karyanya ke majalah-majalah
anak ternama. Cerpen populer pertama Mira adalah "Benteng Kasih", yang dimuat di
majalah Femina pada tahun 1975, saat itu ia masih kuliah kedokteran di Universitas
Trisakti. Sedangkan novel pertamanya, Dokter Nona Friska, dimuat sebagai cerita
bersambung di majalah Dewi pada tahun 1977, diikuti oleh novel keduanya, Sepolos
Cinta Dini. Setahun kemudian, ia menerbitkan Cinta Tak Pernah Berhutang.
Hingga tahun 1995, Mira telah menerbitkan lebih dari 40 novel, kebanyakan
di antaranya telah diangkat menjadi film dan sinetron, termasuk Di Sini Cinta Pertama
Kali Bersemi, Ketika Cinta Harus Memilih, dan Permainan Bulan Desember.
42
Karya – Karya
· Limbah Dosa,
· Semesra Bayanganmu,
· Deviasi,
43
· Cinta Berkalang Noda,
· Perempuan Kedua,
44
· Bila Hatimu Terluka,
· Solandra,
45
9. Asma Nadia
Asma Nadia ialah Asmarani Rosalba. Asma nadia berkarir sebagai penulis,
lahir pada tanggal 26 maret taun 1972 di Jakarta. Belaiu mulai tertarik pada tulis
menulis saat pertama kali menciptakan lagu di sekolah dasar. Sejak saat itu ia mulkai
aktif menulis cerpen, puisi, dan berbagai resensi di dunia media sekolah. Asma Nadia
bersekolah di SMA 1 Budi Utomo dan melanjutkan kuliah di Intitut Pertanian Bogor
Fakultas Teknologi Pertanian. Saat sedang sibuk dengan kuliahnya, Asma Nadia sakit
sehingga mengharuskan dirinya untuk beristirahat dan tidak bisa menamatkan
kuliahnya.
Asma Nadia memiliki pendirian yang sangat kuat, sabar dan lemah lembut ini
berkeinginan utnuk terus menjadi penilis bahkan saat ia sedang sakit tetap semangat
menulis. Selain dari semangatnya, semangat dan dorongan dari semua sahabat dan
kerabat yang selalu menyayanginya juga selalu ia dapatkan. Asma selalu aktif
mengirimkan karyanya ke majalah-majalah yang bernuansa Islam. Asma tidak hanya
menulis cerita fiksi, ia juga aktif menulis lirik lagu dan lain-lain. Beberapa dari hasil
karyanya dapat dijumpai di album Bestari I tahun 1996, Bestari II tahun 1997 serta
Bestari III tahun 2003, Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Illahi dan Kaca
Diri.
Asma merupakan adik dari seorang penulis Helvy Tiana Rosa, Asma ialah
anak kedua dari pasangan Amin Usman dari Aceh dan Maria Eri Susanti seorang
mualaf keturunan Tiongkok yang berasal dari Medan. Adiknya yang bernama Aeron
Tomino juga menekuni minaat yang sama dengan kedua kakanya yaitu menulis. Ia
juga berhasil mendapatkan beberapa penghargaan dan hadiah sastra. Bahkan cerpen
ciptaannya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong berhasil menyabet juara satu
menulis Cerita Pendek Islami atau LMCPI tingkat Naasional yang diselenggarakan
oleh majalah Anninda tahun 1994 dan tahun 1995. Bukunya yang berjudul Rembulan
Di Mata Ibu berhasil meraih pengahrgaan adikarya dalam ketegori buku remaja
terbaik pada tahun 2001. Tidak hanya mendapat hadian sastra, Asma juga mendapat
penghargaan khusus dari adiarya IKAPI tahun 2002. Pada tahun 2003 Asma juga
memenangkan kategpri penulis fiksi remaja terbaik dati Mizan Award karena kedua
46
karyanya berhasil masuk dalam antalogi kumpulan cerpen terbaik di majalah Anninda
dalam Merajut Cahaya (Pustaka Anninda).
Karena semua karya yang telah ia buat, Asma berhasil mendapat berbagai
penghargaan. Selain menulis Asma juga sering diminta untuk memberikan meteri
dalam berbagai kegiatan lokakarya yang berhubungan dengan penulisan dan
feminisme yang diadakan di dalam maupun luar negeri. Dalam perjalannya keliling
Eropa pada tahun 2009 setelah mendapatkan undangan Writers in Residence dari Le
Chateau de Lavigny yang diselenggarakan pada Agustus sampai September tahun
2009, Asma sempat di undang untuk dapat memberikan seminar dan wawancara
kepenulisan di PTRI Jenewa, Masjid Al Falah Berlin yang bekerja sama dengan FLP
dan KBRI di sana, KBRI Roma, Manchaster dalam acara KIBAR Gathering serta
Newcastle.
Asma mulai merintis penerbitan sendiri dengan brand Asma Nadia Publishing
House pada awal tahun 2009. Beberapa buku dari hasil karyanya yang telah
diadaptasi menjadi film adalah Emak Ingin Naik Haji, Assalamualaikum Beijing dan
Rumah Tanpa Jendela. Semua royalti yang di dapat ari buku Emak Ingin Naik Haji di
sumbangkan bagi panti sosial dan kemanusiaan, terpenting untuk membantu
mewujudkan impian umat Islam yang kurang mampu untuk menunaikan ibadah haji.
Asma juga berprofesi sebagai penulis tetap dikolom resonansi di Republika setiap hari
sabtu.
47
Asma pernah menjadi salah satu dari 35 penulis dari 31 negara yang di undang
sebagai penulis tamu dalam Iowa International Writing Program, selama di sana
Asma sempat berbagi tentang Indonesia dan perjalanan kretifnya dalam menulis
bersama pelajar dan mahasiswa serta kaum tua di Amerika Serikat. Bukan hanya
memenuhi undangan membaca cerpen yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris, karya dari Asma Nadia juga terpilih untuk di tampilkan dalam adaptasi pentas
teater yang di selenggarakan di lowa, Asma juga berkolaborasi dengan aktor
tunarungu Amerika Serikat di pementasan yang di selenggarakan di State
Departement, Washington DC.
Asma juga menggemari fotografi dan telah mengunjungi 59 negara serta 290
kota di dunia. Melalui yayasnnya ia merintis Rumah Baca Asma Nadia yang telah
tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Rumah baca yang sederhana beberapa
diantaranya memiliki sekolah dan kelas komputer serta tempat tinggal bagi anak-anak
yatimsecara gratis untuk dapat membaca dan melakukan aktifitas bagi anak-anak
remaja kurang mampu. Sampai sekarang sudah ada 140 perpustakaan yang telah di
kelola bersama relawan untuk kaun yang kurang beruntung dan tidak mampu.
Assalamualaikum, Beijing!
Salon Kepribadian
Derai Sunyi, novel yang mendapat penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara
(Mastera)
Preh (A Waiting), naskah drama dua bahasa yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian
Jakarta
Cinta Tak Pernah Menari, kumpulan cerpen yang meraih Pena Award
Rembulan di Mata Ibu (2001), novel yang memenangkan penghargaan Adikarya
IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional
Dialog Dua Layar, novel yang memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI, 2002
101 Dating: Jo dan Kas, novel yang meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005
Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller.
Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Tanah Suci yang diadaptasi menjadi film Emak
Ingin Naik Haji dan sinetron Emak Ijah Pengen ke Mekah
Jilbab Traveler
48
Muhasabah Cinta Seorang Istri
Catatan Hati Bunda
Jendela Rara telah diadaptasi menjadi film yang berjudul Rumah Tanpa Jendela
Catatan Hati Seorang Istri, karya nonfiksi yang diadaptasi menjadi sinetron Catatan
Hati Seorang Istri yang ditayangkan RCTI
Serial Aisyah Putri yang diadaptasi menjadi sinetron Aisyah Putri The Series: Jilbab
In Love:
Aisyah Putri: Operasi Milenia
Aisyah Putri: Chat On-Line!
Aisyah Putri: Mr. Penyair
Aisyah Putri: Teror Jelangkung Keren
Aisyah Putri: Hidayah Buat Sang Bodyguard
Aisyah Putri: My Pinky Moments
49
Catatan Hati di Setiap Sujudku
Mengejar-ngejar Mimpi
Dikejar-kejar Mimpi
Gara-gara Indonesia
Diary Doa Aisyah Putri
50
D. TOPIK YANG DIANGKAT DALAM ISI TULISAN
Karya penulis perempuan yang secara sadar mengangkat tubuh dan seksualitas
sebagai persoalan serius. Yang termasuk golongan ini antara lain: Ayu Utami, Dinar
Rahayu, Nova Riyanti Yusuf, dan Djenar Maesa Ayu.
Karya penulis perempuan yang tidak secara khusus bergelut dengan soal-soal
keperempuanan meskipun tokoh utamanya mungkin perempuan. Golongan kedua
antara lain: Laksmi Pamuntjak, Linda Christanty, Nukila Amal, dan Dewi Lestari.
Penulis perempuan juga kerap direndahkan peranannya dalam dunia
kesusasteraan karena topik yang diangkat biasanya hanya seputar persoalan
psikologis. Ada anggapan bahwa perempuan lebih sensitif daripada laki-laki, karena
itu perempuan tidak bisa mengangkat topik-topik yang lebih luas.
Keberadaan para perempuan penulis sering dikaitkan dengan laki-laki di
dekatnya.
Gaya bahasanya yang lebih mudah membawa pembaca pada perasaan.
51
E. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
1. Diskriminasi Jender
53
tersebut tidak secara umum dirasakan oleh para penulis perempuan lainnya,
namun Ayu menjadi penulis perempuan yang cukup berani dalam melahirkan
sebuah karya yang ditunjuk sebagai biang keladi dari maraknya karya-karya fiksi
yang sifatnya vulgar pada masa itu.
54
ketika perempuan sudah berkeluarga, maka kebebasannya itu akan sedikit
berkurang tanpa disadari. Meskipun tidak ada yang membatasi ataupun melarang
perempuan melakukan apa yang ia mau setelah berkeluarga, secara naluriah
perempuan akan lebih memprioritaskan keluarga menjadi hal utamanya. Begitu
pula bagi penulis perempuan yang telah berkeluarga memiliki suami dan anak-
anak. Menulis memang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tetapi
menulis juga memerlukan produktivitas dan kontinuitas agar hasil tulisan itu dapat
diterima oleh para pembaca serta penikmatnya. Hal inilah yang juga dapat
menjadi masalah bagi penulis perempuan.
55
F. PENGARUH PENULIS PEREMPUAN DALAM DUNIA LITERASI
56
BAB III
PENUTUP
Penulis Perempuan Indonesia, mengajarkan semua gender, bahwa kita harus saling
menghargai dan menghormati. Serta, mengajarkan bahwa tumpahkan segala kegundahan dan
keluh kesah pada hal yang bermanfaat yaitu menulis, dengan keberanian yang kita punya juga
keinginan diri untuk lebih baik dengan menciptakan ide atau gagasan yang baru.
Kini perempuan pengarang bisa menepuk dada bahwa mereka bisa mengubah wajah
sastra Indonesia menjadi begitu feminin. Mereka pun benar-benar telah menjadi bintang
dalam hiruk-pikuk dunia sastra Indonesia modern hari ini. Sejak itu estetika sastra Indonesia
benar-benar seperti dikuasai oleh perempuan pengarang. Mengenai hal itu, Sapardi Djoko
Damono dengan nada bercanda mengatakan bahwa masa depan sastra Indonesia berada di
tangan perempuan pengarang. Sebuah pernyataan dari seorang sastrawan dan pakar sastra
terkemuka yang telah mengubah paradigma selama ini dan mungkin sebuah keberhasilan dari
upaya yang dilakukan oleh para perempuan pengarang yang tidak mungkin terjadi di masa
lalu.
57
DAFTAR PUSTAKA
Toer, Pramoedya Ananta. 2000. Panggil Aku Kartini Saja, Jakarta: Hasta Mitra
Adib Sofia. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Citra Pustaka.
http://sastra-indonesia.com/2009/03/sastra-perempuan-tempo-dulu/
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DARI%20KARTINI%20HINGGA%20AY
U%20UTAMI%20MEMPOSISIKAN.pdf
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartini
http://mariacholifah.blogspot.co.id/2010/06/permasalahan-yang-dihadapiwanita-
dalam.html?m=1
http://fiksi.kompasiana.com/novel/2012/03/12/novel-saman-karya-ayu-utami
https://metasastra.wordpress.com/2009/11/15/kedudukan-perempuan-pengarang-
dalam-kehidupan-sastra-indonesia/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C2673819674
58
Assalamu'alaikum bunda, alhamdulillah kelompok amel mengerjakan semua dengan
materi yang saling melengkapi satu sama lain, yang awalnya mencari materi satu persatu
dan kemudian diedit hingga menjadi kesatuan yang saling melengkapi. semoga berkenan
bunda.
Untuk materi makalah dikumpulkan di saya,Amelinda dan saya yang mengedit hingga
menjadi keseluruhan.
59